• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

75

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini memuat deskripsi mengenai temuan-temuan yang telah diperoleh dari setiap tahap penelitian, meliputi: (1) hasil studi pendahuluan mengenai model faktual pembinaan sekolah imbas yang selama ini dilaksanakan oleh SD Marsudirini 77 Salatiga serta temuan kebutuhan dalam pembinaan; (2) pengembangan desain model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis partisipasi; (3) hasil uji validasi pakar serta analisis dan hasil perbaikannya; (4) hasil uji kelayakan serta analisis dan hasil perbaikannya; (5) model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata yang layak diujicobakan.

4.1 HASIL PENELITIAN 4.1.1 Studi Pendahuluan

A. Profil Sekolah

Sekolah yang menjadi subyek penelitian, yaitu SD Marsudirini 77 terletak dikawasan kompleks perumahan penduduk dimana dukungan penuh diberikan oleh masyarakat sekitar dan juga dari orang tua murid terhadap sekolah serta kemudahan akses menuju sekolah yang dapat dijangkau melalui jalur angkutan umum memberikan keuntungan yang besar

(2)

76

bagi sekolah. Walaupun sekolah swasta, mereka mampu mendapatkan murid yang cukup bahkan berlebih. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya peran dari guru, karyawan, dan penjaga sekolah yang memiliki ketulusan, keikhlasan, dan loyalitas yang tinggi dalam memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.

SD Marsudirini 77 sendiri memiliki visi yakni “Terwujudnya peserta didik yang handal, cerdas, kreatif, inovatif, Mandiri, beriman, berkepribadian utuh dan cinta terhadap lingkungan alam semesta” dan misi yang dikembangkan oleh sekolah berdasarkan visi adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan penyusunan kurikulum untuk menghasilkan kurikulum inovatif.

2. Mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dengan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan dengan pendekatan cinta lingkungan alam semesta.

3. Melaksanakan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler menuju proses akademik dan non akademik.

4. Melaksanakan pembiasaan perilaku siswa dalam menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa. 5. Melaksanakan berbagai kegiatan rohani untuk

(3)

77 6. Melaksanakan kegiatan dalam rangka mewujudkan, melestarikan, meningkatkan kwalitas dan mempertahankan lingkungan yang bersih, sehat, asri dan rapi.

7. Melaksanakan kegiatan pengadaan sarana, prasarana yang memadai.

8. Melaksanakan kegiatan peningkatan guru dan tenaga kependidikan.

9. Melaksanakan penilaian yang utuh, obyektif dan otentik.

Adapun tujuan pendidikan SD Marsudirini 77 adalah:

1. Warga Marsudirini menjadi pribadi yang utuh: seimbang antara intelektual, emosi dan rohani. 2. Meningkatkan kualitas berbudi luhur, peduli

sesama dan lingkungan.

3. Mengembangkan keterampilan berbahasa dan menghargai budaya bangsa.

4. Menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi tujuan sekolah dan pedagogik untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan.

5. Mengembangkan kemampuan menjadi manusia yang handal, bisa dipercaya.

(4)

78

6. Menjalin kerjasama yang harmonis dengan masyarakat dan meningkatkan peran serta masyarakat sebagai sumber, pelaku dan pengguna hasil pendidikan.

7. Menjadi sekolah yang diminati masyarakat.

8. Unggul dalam prestasi akademik, non-akademik dalam iman yang bercirikan Marsudirini.

9. Meningkatkan pencapaian jumlah nilai rata-rata 3 mata pelajaran Ujian Nasional (UN)

10. Meningkatkan nilai rata-rata Ujian Nasional. SD Marsudirini 77 memiliki total guru kelas berjumlah 6 (enam) orang dimana setiap orang memegang satu kelas dan juga diberikan tugas tambahan diluar mengajar, kemudian 1 (satu) guru olahraga yang merupakan guru honorer atau guru bantu, 1 (satu) guru bahasa inggris, dan guru laboratorium bahasa. Selain guru, sekolah juga memiliki guru TU berjumlah 2 (dua) orang, pengurus kantin 1 (satu) orang, pengurus perpus dan lab 1 (satu) orang, pengurus kebun 1 (satu) orang, dan satpam sekolah 1(satu) orang. Rata-rata semua guru bergelar sarjana kecuali guru olahraga. Dengan jumlah guru yang ada, SD Marsudirini 77 mampu untuk menampung siswa baru setiap tahunnya mencapai 50 siswa, dengan asumsi bahwa tidak ada siswa yang tinggal kelas.

(5)

79 SD Marsudirini 77 memiliki total ruang untuk kelas berjumlah 6 kelas dengan kesemua ruangan dalam kondisi baik dan luas per ruangan 56 m2, 1

laboratorium bahasa, ruang komputer dengan kondisi baik dan luas 56 m2, ruang guru dengan kondisi baik

dengan luas 35 m2, ruang kepala sekolah dengan

kondisi baik dengan luas 7,5 m2, serta WC dan kamar

mandi dengan kondisi rusak ringan dan luas 7 m2.

B. Deskripsi dan Analisis Model Faktual Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata

Pembinaan terhadap sekolah imbas Adiwiyata merupakan salah satu persyaratan sebuah sekolah agar dapat menjadi sekolah Adiwiyata Mandiri, dimana didalamnya secara garis besar terdapat kegiatan sosialisasi, bimbingan teknik, dan pendampingan Adiwiyata. Adapun yang menjadi sasaran dalam pembinaan itu sendiri adalah sekolah-sekolah yang belum mengikuti program Adiwiyata ataupun yang sudah mengikuti program Adiwiyata, namun belum berhasil mencapai pada jenjang berikutnya.

SD Marsudirini 77 Salatiga sebagai salah satu sekolah induk Adiwiyata telah menjalankan pembinaan dalam rangka mengikuti program Adiwiyata Mandiri tersebut selama satu tahun dan

(6)

80

sudah berhasil membina hingga beberapa sekolah imbasnya maju pada Adiwiyata tingkat Adiwiyata Provinsi. Namun hal tersebut belum cukup untuk menjadikannya sebagai sekolah Adiwiyata Mandiri, karena belum semua sekolah imbasnya berhasil menjadi sekolah Adiwiyata.

Pada bagian ini akan dipaparkan lebih lanjut mengenai model pembinaan Adiwiyata yang dilaksanakan, mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga tahap evaluasinya. Data didapatkan melalui wawancara dengan ketua Adiwiyata sekaligus sebagai pembina Adiwiyata SD Marsudirini 77 yaitu Bapak Fx. Ernasyono, S.Pd.SD pada tanggal 01 November 2016 bertempat di sekolah induk dan juga beberapa pengurus Adiwiyata dari sekolah imbas pada tanggal 03 November 2016 yaitu Bapak Yaroni dan 07 November 2016 yaitu Bapak Heri Sutanto, S.Pd yang bertempat di masing-masing sekolah imbas. Selain itu, data juga didapatkan dari hasil Focus Group

Discussion (FGD) yang dilaksanakan pada tanggal 06

Mei 2017 bertempat di SD Marsudirini 77 Salatiga.

1. Analisis Kebutuhan Pembinaan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, ditemukan bahwa dalam menjalankan

(7)

81 pembinaan belum dilakukan analisis kebutuhan untuk masing-masing sekolah imbas secara terstruktur dan merata. Selama ini pembinaan dilakukan hanya berdasar pada kebutuhan spontan dari sekolah imbas. Hal ini diungkapkan oleh ketua Adiwiyata sekolah induk yang mengatakan bahwa:

“Biasanya saya datang ke sekolah imbas untuk melihat keadaan lingkungan disana, kemudian memberitahukan kepada sekolah imbas apa yang diperlukan atau dibutuhan sekolah untuk mencapai Adiwiyata.” (sumber: wawancara tanggal 01 November

2016)

Hal serupa juga diungkapkan oleh 2 (dua) sekolah imbas yang ketika diwawancarai mengatakan bahwa:

“Yang saya tahu adalah pembina pernah datang ke sekolah untuk melihat kondisi lingkungan sekolah kami dan memberitahukan apa saja yang dibutuhkan oleh sekolah kami dalam rangka mewujudkan sekolah Adiwiyata.” (sumber: wawancara tanggal 03 November

2016)

“Saya kurang begitu paham untuk itu, mungkin dilakukan analisis kebutuhan, namun itu antara kepala sekolah dengan Pembina.” (sumber: wawancara

tanggal 07 November 2016)

Hal ini juga kemudian diperkuat kembali oleh pembina pada saat FGD yang menegaskan kembali bahwa:

(8)

82

“Selama ini ketika saya melakukan pembinaan, tidak ada analisis khusus bagaimana kebutuhan sekolah imbas, saya melakukan pembinaan ketika ada permintaan dari sekolah imbas.” (sumber: FGD tanggal

06 Mei 2017)

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa, selama ini dalam pelaksanaan pembinaan hanya berdasarkan kepada kebutuhan sekolah imbas secara spontan pada saat meminta kepada Pembina agar diadakan pembinaan kepada sekolah imbas tersebut dan belum pernah dilakukan analisis kebutuhan di awal perencanaan pembinaan. Langkah analisis kebutuhan yang dilakukan adalah hanya melalui observasi langsung ke sekolah pada saat tengah pembinaan. Padahal, setiap sekolah imbas memiliki kekhasannya masing-masing. Oleh karena itu, mengetahui apa yang sangat dibutuhkan oleh masing-masing sekolah pada awal pembinaan tentunya akan sangat membantu agar Pembina dapat dengan segera memberikan masukan atau saran-saran lainnya untuk pemecahan masalah kebutuhan tersebut.

2. Perumusan Tujuan Pembinaan

Sejalan dengan belum adanya analisis kebutuhan yang dilakukan oleh sekolah induk, sehingga menyebabkan belum ada rumusan tujuan

(9)

83 yang dibuat secara spesifik bagi masing-masing sekolah imbas. Selama ini tujuan pembinaan bagi sekolah imbas didasarkan kepada tujuan utama program Adiwiyata yaitu menjadikan sekolah imbas sebagai sekolah Adiwiyata. Hal ini diungkapkan oleh dua sekolah imbas ketika diwawancarai, yang mengatakan:

“Yang saya tau adalah tujuan program Adiwiyata jelas untuk menjadi sekolah Adiwiyata dimana seluruh warga sekolahnya terutama memiliki karakter cinta lingkungan. Tetapi untuk tujuan spesifiknya saya belum pernah tau. (sumber: wawancara tanggal 03

November 2016)

“Kalau untuk tujuan secara khusus saya kurang paham ya, itu kepala sekolah yang tau, tetapi yang jelas tentunya tujuan pembinaan adalah membantu sekolah kami menjadi sekolah Adiwiyata. (sumber: wawancara

tanggal 07 November 2016)

Dalam pembinaan, rumusan tujuan menjadi bagian hal yang sangat krusial yang harus dibuat agar arah pembinaan arah dan sasaran pembinaan jelas, serta dapat diukur keberhasilan pembinaannya dengan bertolak dari tujuan awal yang telah dibuat.

(10)

84

3. Materi Pembinaan

Dalam pelaksanaan pembinaan Adiwiyata yang telah dijalankan selama ini, materi pembinaan ditentukan secara spontan ketika hendak dilakukan pembinaan kepada sekolah imbas. Belum ada penentuan materi pembinaan yang dibuat secara spesifik berdasarkan kebutuhan sekolah imbas. Ketua Adiwiyata sekolah induk menyampaikan bahwa dari segi mengenai materi pembinaan dibuat secara langsung ketika akan melakukan pembinaan, dimana berdasarkan kebutuhan sekolah imbas pada saat itu, dan tidak ada materi yang dipersiapkan sebelumnya:

“Untuk materi pembinaannya tentu saja berdasarkan kebutuhan sekolah imbas itu sendiri. Jadi misalkan sekolah imbas menghubungi saya untuk meminta tolong agar diberikan masukan mengenai capaian di sekolahnya seperti apa, apa yang kurang dan yang perlu diperbaiki, maka dalam hal ini apabila saya ada waktu kosong, maka saya akan datang ke sekolah tersebut untuk melakukan pembinaan dengan memberikan masukan-masukan hingga memberikan contoh. Misalkan saja dalam pengelolaan sampah, pengelolaan tanaman, dan lainnya. Atau bisa juga misalkan ada permintaan dari sekolah imbas yang meminta untuk melakukan kunjungan studi banding atau observasi kepada sekolah induk, maka dalam hal itu pembinaan yang kami berikan adalah dengan memberikan gambaran dan penjelasan mengenai

(11)

85

proses-proses yang dilakukan dalam hal mengelola lingkungan sekolah kami seperti apa, sebagai bagian dari perwujudan sekolah Adiwiyata.” (sumber:

wawancara tanggal 01 November 2016)

Hal ini didukung pula dari pernyataan 2 (dua) sekolah imbas, yaitu:

“Materi apa yang dibina biasanya ditentukan secara spontan ketika antara sekolah imbas dan sekolah induk memiliki waktu kosong yang sama untuk diadakan pembinaan.” (sumber: wawancara tanggal 03

November 2016)

“Untuk materi dan waktu pembinaan biasanya dibicarakan langsung oleh Pembina dengan kepala sekolah terlebih dahulu.” (sumber: wawancara tanggal

07 November 2016)

Kondisi dimana tidak ada penyusunan materi pembinaan terlebih dahulu akan menyulitkan baik bagi Pembina maupun sekolah imbas, karena tidak diketahui urutan materi apa yang menjadi prioritas yang harus dibina dimasing-masing sekolah, sehingga tujuan pembinaan menjadi sulit untuk tercapai.

4. Perencanaan Pembinaan

Dalam pembinaan yang dilakukan sejauh ini belum ada proses perencanaan pembinaan yang dibuat secara matang. Selama ini pembinaan dilaksanakan secara isidental, sehingga persiapan

(12)

86

perencanaan pembinaannya juga bersifat isidental, dimana materi pembinaan yang diberikan berdasarkan kebutuhan sekolah imbas pada saat itu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ketua Adiwiyata sekolah induk yang mengatakan bahwa:

“Sejauh ini memang pada prinsipnya kami belum sampai sejauh itu (belum ada plot kegiatan, waktu pembinaan, penanggungjawab, dll) dalam membuat perencanaan khusus untuk pembinaan itu sendiri karena mengingat adanya beberapa pertimbangan terutama waktu, karena saya sendiri mengajar, sehingga pembinaan bisa dilakukan ketika saya ada waktu kosong atau tidak sedang mengajar dan juga harus menyesuaikan dengan waktu yang dimiliki oleh sekolah imbas itu sendiri apakah kepala sekolah imbas tersebut ada ditempat atau tidak. Dalam hal ini pembinaannya masih bersifat isidental.” (sumber:

wawancara tanggal 01 November 2016)

Hal ini kemudian ditegaskan kembali oleh ketua Adiwiyata sekolah induk pada saat FGD dilakukan, menyatakan bahwa:

“Selama menjalankan program pembinaan, sebenarnya apa yang saya lakukan sudah mirip dengan apa yang diusulkan peneliti, hanya memang karena keterbatasan waktu dan kesibukan lainnya, maka tidak ada perencanaan yang secara khusus dibuat. Selama ini yang saya jalankan adalah, ketika ada sekolah imbas yang perlu atau meminta bantuan, saya

(13)

87

baru melakukan pembinaan.” (sumber: FGD tanggal 06

Mei 2017)

Hal ini pula didukung dengan tidak adanya penentuan metode pembinaan, jadwal dan tempat pembinaan yang dibuat, seperti yang diungkapkan kembali oleh ketua Adiwiyata sekolah induk, yang mengatakan bahwa:

“Tidak ada penentuan metode pembinaan secara bersama, karena pembinaan dilakukan secara spontan, tanpa ada perencanaan apapun. Jadi, ketika sekolah imbas perlu apa, baru kami bina seperti apa, biasanya kami memberikan masukan-masukan berdasarkan pengalaman bagi sekolah imbas.” (sumber: wawancara tanggal 01 November 2016)

Dan didukung oleh pernyataan dari kedua sekolah imbas yang mengatakan bahwa:

“Tidak ada metode yang dibuat secara khusus dalam pembinaan, paling pembina datang untuk melihat capaian sekolah imbas.” (sumber: wawancara tanggal

03 November 2016)

Selama ini yang saya tau, pembina datang kesekolah untuk melihat capaian sekolah atau kami yang berkunjung ke sekolah induk untuk melihat keadaan sekolah induk, sebagai percontohan sekolah Adiwiyata sehingga kami tau bahwa sekolah Adiwiyata itu seperti apa. (sumber: wawancara tanggal 07 November 2016)

Dari paparan di atas diketahui bahwa belum ada perencanaan pembinaan yang dibuat secara matang. Hal tersebut didukung melalui hasil studi dokumen

(14)

88

yang hanya menemukan daftar jadwal pembinaan yang dipersiapkan, namun belum ada plot tanggal dan materi pembinaannya seperti yang seharusnya dilakukan sebelum pembinaan dilaksanakan serta dari observasi ke sekolah induk, peneliti belum bisa mengikuti observasi kegiatan pembinaan karena pembina Adiwiyata masih disibukkan dengan tugas lainnya.

Kondisi ini akan berpengaruh kepada kepada pelaksanaan dan keberhasilan pembinaan nantinya, dimana pada dasarnya perencanaan merupakan fungsi awal manajemen dimana perencanaan menggambarkan penyusunan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan pembinaan. Apabila tidak ada perencanaan ataupun perencanaan tidak disusun dengan baik, maka kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan belum tentu mengarah kepada pencapaian tujuan, sehingga sulit untuk mewujudkan tujuan atau keberhasilan dalam pembinaan tersebut. Dalam hal ini, dapat disimpulkan dibutuhkan perencanaan pembinaan yang terkonsep, sehingga dapat kegiatan dalam pembinaan nanti akan jelas arahnya untuk mencapai keberhasilan dalam pembinaan.

(15)

89

5. Pengorganisasian Pembinaan

Berkaitan dengan pengorganisasian pembinaan, selama ini belum ada pembentukan tim khusus untuk pembinaan, hal ini dikarenakan kesulitan dalam pembagian waktu, dimana para guru sudah disibukkan dengan tugas pokok mereka sebagai pengajar. Selain itu karena pembinaan Adiwiyata bukan merupakan tugas pokok utama melainkan sebagai tugas tambahan, sehingga kesediaan untuk ikut terlibat juga kurang, sesuai yang diungkapkan oleh ketua Adiwiyata sekolah induk:

“Selama ini dalam menjalankan program pembinaan tidak ada pembentukan tim khusus atau apapun sejenisnya, pembinaan hanya dilakukan oleh saya selaku ketua Adiwiyata dan ataupun bersama Suster Kepala, dan terkadang juga saya mengajak beberapa guru yang memiliki jam kosong mengajar untuk ikut berkunjung ke sekolah imbas bersama saya, sehingga dengan melihat kondisi tersebut serta adanya beberapa alasan bahwa melihat dari kemampuan tiap personal anggota Adiwiyata yang tersedia dan juga kesediaan untuk melakukan pembinaan karena dalam hal ini Adiwiyata bukanlah tugas pokok setiap anggota namun bersifat sebagai tugas tambahan dan tidak ada kompensasi yang diberikan maka pembentukan tim khusus tersebut belum diadakan. Sehingga susah untuk melakukan pembinaan rutin karena tidak adanya pembina lain selain saya dan juga Suster

(16)

90

Kepala, apalagi sekarang saya juga merangkap jabatan sebagai Kepala Sekolah, akan semakin sulit untuk saya membagi waktu tersebut karena memang belum dilakukan reorganisasi keanggotaan Adiwiyata di sekolah.” (sumber: wawancara tanggal 01 November

2016)

Hal ini dikuatkan dengan pernyataan dari sekolah imbas mengenai kejelasan pengorganisasian dalam pembinaan, yakni:

“Untuk waktu pembinaannya kurang diorganisir dengan baik. Mungkin rencana yang dulu pernah disosialisasikan di jalankan kembali.” (sumber:

wawancara tanggal 03 November 2016)

Melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti dan studi dokumentasi, tidak temukan struktur pengurus atau kepanitiaan dalam pembinaan, yang ada hanya struktur pengurus Adiwiyata sekolah.

Jika melihat kepada fungsi pengorganisasian sendiri, pengorganisasian digunakan untuk menyusun semua sumber baik sumber daya manusia maupun non manusia yang digunakan dalam perencanaan sehingga pembinaan dapat berjalan efektif dan efisien, sehingga apabila tidak ada pengorganisasian yang baik, maka akan sulit membuat pembinaan menjadi efektif, apalagi hanya di lakukan oleh beberapa orang. Sehingga diperlukan pengorganisasian dalam pembinaan yang baik, agar

(17)

91 dapat saling bekerjasama untuk mewujudkan tujuan pembinaan tersebut.

6. Pelaksanaan Pembinaan

Dalam pelaksanaan pembinaan sejauh ini dapat berjalan dengan baik, walaupun masih banyak kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Koordinasi antara sekolah induk dengan sekolah imbas cukup jelas dan dilakukan sebelum pembinaan dilaksanakan dalam bentuk sosialisasi. Dalam sosialisasi juga sekolah induk berusaha untuk mengkomunikasikan tujuan pembinaan, memberikan motivasi, dan penguatan untuk mengikuti program Adiwiyata.

Hal ini diungkapkan oleh pembina Adiwiyata yang mengatakan:

“Proses pengorganisasian yang dilakukan sekolah induk dengan sekolah imbas dilakukan sebelum pembinaan dilaksanakan dalam bentuk sosialisasi. Dalam sosialisasi, saya menyampaikan apa itu Adiwiyata, apa manfaatnya, bagaimana pengimplementasiannya, serta apa saja standar penilaiannya.” (sumber: wawancara tanggal 01

November 2016)

Pernyataan tersebut kemudian didukung oleh ungkapan pengurus Adiwiyata dari sekolah imbas yang mengatakan bahwa:

(18)

92

“Selama ini koordinasi sekolah induk dengan sekolah imbas cukup baik. Sekolah imbas dapat berkoordinasi tanpa harus bertemu dengan sekolah induk, misalnya via telepon, karena sekolah induk cukup terbuka untuk membantu sekolah kami. Proses pembinaan oleh Pak Ernas selaku ketua Adiwiyata mengadakan kunjungan ke SD Mangunsari 3, ataupun sebaliknya. Dalam kunjungan tersebut Pak Ernas banyak memberikan masukan dan juga contoh-contoh pengolahan lingkungan sekolah, misalnya saja pengolahan sampah itu seperti apa dan juga pengolahan tanaman sekolah dengan lahan yang kecil seperti sekolah kami ini, dan lainnya.”

(sumber: wawancara tanggal 03 November 2016)

“Selama ini koordinasi sekolah induk dengan sekolah imbas baik. Sekolah imbas dapat banyak memberikan masukan bagi sekolah kami.” (sumber: wawancara tanggal 07 November

2016)

Sebelum pembinaan dilaksanakan berdasarkan hasil wawancara lebih lanjut dengan ketua Adiwiyata sekolah induk didapatkan bahwa pada awalnya dilakukan sosialisasi mengenai program Adiwiyata kepada sekolah-sekolah imbas mulai dari pengertian Adiwiyata, administrasinya hingga teknis pelaksanaan program Adiwiyata itu sendiri serta didalam sosialisasi juga dijelaskan materi serta teknis pembinaan yang akan dilaksanakan, setelah

(19)

93 itu baru dilakukan pembinaan. Sosialisasi tersebut dilaksanakan beberapa kali oleh sekolah induk, termasuk pada saat ulang tahun sekolah. Hal ini diungkapkan oleh salah satu pengurus Adiwiyata di sekolah imbas yang menjelaskan bahwa:

“Untuk sosialisasi pernah ada diberikan. Waktu itu ketika ulang tahun sekolah selalu ada sosialisasi mengenai sekolah Adiwiyata, kemudian ada sosialisasi mengenai pembagian tanaman dari sekolah induk kepada masing-masing sekolah imbas. Sedangkan sosialisasi khusus pembinaan itu sendiri pernah diberikan ketika ada pertemuan dengan sekolah-sekolah imbas untuk diberi pembekalan mengenai program Adiwiyata, khususnya kepada sekolah imbas yang memiliki kepala sekolah yang baru karena adanya rotasi kepala sekolah. Dalam sosialisasi itu sendiri diberitahukan mengenai materi pembinaannya apa saja, dan dalam pembinaan tersebut ada rencana yang dibuat untuk diadakannya pertemuan secara rutin setiap bulan.” (sumber: wawancara tanggal 03

November 2016)

Senada dengan hal tersebut disampaikan oleh pengurus Adiwiyata dari sekolah imbas lainnya:

“Ada sosialisasi yang diberikan. Kebetulan yang mengikuti sosialisasi pada saat itu adalah Ibu Kepala Sekolah, sehingga bentuk sosialisasinya seperti apa saya kurang tau, tapi setahu saya, sekolah induk pernah melakukan sosialisasi mengenai Adiwiyata itu sendiri kepada kami.” (sumber: wawancara tanggal 07

(20)

94

Pembinaan Adiwiyata dilaksanakan dalam bentuk kunjungan ke sekolah-sekolah imbas maupun dari pihak sekolah imbas yang datang mengunjungi sekolah induk untuk melakukan studi banding kepada sekolah induk. Dalam kunjungan tersebut, pembina melihat keadaan lingkungan sekolah serta keterlaksanaan program Adiwiyata disekolah imbas kemudian memberikan masukan-masukan serta contoh untuk kemajuan Adiwiyata disekolah imbas tersebut. Hal tersebut disampaikan oleh pengurus Adiwiyata sekolah imbas yang mengatakan:

“Pembinaan dilakukan dengan pembina dari sekolah induk mengadakan kunjungan ke sekolah kami, ataupun sebaliknya. Dalam kunjungan tersebut pembina banyak memberikan masukan dan juga contoh-contoh pengelolaan lingkungan sekolah, misalnya saja pengolahan sampah, pengolahan tanaman sekolah, dan lainnya dimana tentunya bagi kami hal tersebut sangat membantu sekali karena kami bisa bertukar pengalaman dengan beliau karena memang beliaukan sudah menjadi sekolah Adiwiyata nasional, tentunya pengalamannya lebih banyak.” (sumber: wawancara tanggal 03 November 2016)

Hal tersebut diungkapkan pula oleh pengurus Adiwiyata dari sekolah imbas lainnya yang mengatakan bahwa:

“Pembinaan dilakukan dengan adanya kunjungan, baik dari sekolah imbas berkunjung ke sekolah induk,

(21)

95

maupun pembina datang berkunjung ke sekolah kami untuk melihat ketercapaian kami sudah sampai dimana, kemudian pembina memberikan masukan-masukan serta contoh-contoh megenai pengelolaan lingkungan, misalnya saja pengelolaan sampah, dimana dengan model yang seperti itu ya sangat membantu sekali, karena dengan begitu kami bisa mendapatkan masukan-masukan langsung dari pembina, berbagi pengalaman juga dengan beliau, serta kami bisa melihat secara langsung bagaimana pengelolaan lingkungannya, terutama kemarin bagi sekolah kami itu pada pengelolaan sampah dan juga kantin sekolah.” (sumber: wawancara tanggal 07

November 2016)

Adapun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan adalah sulitnya menentukan waktu untuk pembinaan karena jadwal yang sudah disepakati terkadang berbenturan dengan jadwal kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan oleh kepala sekolah dari sekolah-sekolah imbas, begitu pula sebaliknya. Terkadang pembina yang tiba-tiba tidak bisa mengunjungi sekolah imbas karena adanya kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan. Selain itu kendala lainnya adalah kurangnya komitmen dan motivasi dari sekolah imbas untuk menjadi sekolah Adiwiyata dan adanya rotasi kepala sekolah, dimana sekolah imbas yang kepala sekolahnya baru menjabat belum tentu mengetahui mengenai program Adiwiyata serta

(22)

96

belum tentu mendukung program tersebut. Dalam kondisi seperti ini, pembina tidak bisa melaksanaan pembinaan, sehingga pembina harus mengulang untuk memberikan sosialisasi kembali kepada sekolah imbas. Hal ini didukung berdasarkan hasil observasi peneliti ke sekolah-sekolah imbas, dimana ada beberapa sekolah imbas yang kepala sekolahnya baru, ketika di minta untuk diwawancarai tidak bersedia karena tidak memahami konsep Adiwiyata. Hal tersebut pula disampaikan oleh pembina:

“Kendala yang saya hadapi selama pelaksanaan pembinaan adalah penentuan waktu pembinaan. Terkadang waktu pembinaan yang sudah ditetapkan dimundurkan atau dibatalkan karena sekolah imbas ataupun sekolah induk mendadak mendapatkan tugas atau kegiatan dinas mendadak.

Kendala lainnya adalah kurangnya komitmen dan motivasi yang dimiliki oleh sekolah imbas, misalkan saja contoh sederhananya adalah pembentukan tim Adiwiyata di masing-masing sekolah imbas, ada beberapa sekolah imbas yang sampai sekarang belum memiliki tim Adiwiyata di sekolahnya, sehingga dalam hal ini saya kesulitan untuk memberikan pembinaannya karena tidak ada pengurus Adiwiyata disekolah dan semuanya diserahkan kepada kepala sekolah, padahal belum tentu kepala sekolah juga bisa menjalankan karena kepala sekolah sendirikan disibukkan dengan tugasnya juga. Belum lagi jika ada pergantian atau rotasi kepala sekolah di sekolah imbas. Hal ini menyebabkan putusnya rantai Adiwiyata itu

(23)

97

sendiri karena tidak semua kepala sekolah di sekolah imbas mengetahui program Adiwiyata serta mengetahui bahwa sekolahnya menjadi sekolah imbas Adiwiyata SD Marsudirini 77 karena program Adiwiyata inikan adalah program tahunan dan bersifat kontinyu. Belum lagi apabila kepala sekolah yang baru tersebut tidak memiliki fokus pengembangan untuk sekolah Adiwiyata, tetapi lebih fokus ke akademik. Hal ini juga menyulitkan kami sebagai pembina karena harus mengulang pembinaan dari awal kembali. (sumber: wawancara tanggal 01 November 2016)

Kendala ini juga dirasakan oleh sekolah imbas, seperti sesuai ungkapan dari pengurus Adiwiyata sekolah imbas:

“Sesuai dengan sosialisasi, pada awalnya setelah sosialisasi akan dibuat jadwal pertemuan rutin, tetapi sampai sekarang hal itu belum terlaksana dan belum pernah ada pertemuan rutin mungkin karena kesibukan masing-masing jadi belum diadakan.” (sumber: wawancara tanggal 03 November 2016)

Adapun kelebihan pembina dalam hal ini sekolah induk adalah mereka mau menuntun sekolah imbas dalam mewujudkan sekolah Adiwiyata, dimana sekolah induk tidak hanya melakukan observasi dan juga memberikan saran-saran, namun juga memberikan contoh pengelolaannya. Sedangkan kekurangannya adalah kurang banyaknya pertemua yang diadakan oleh

(24)

98

sekolah induk. Hal ini disampaikan oleh pengurus Adiwiyata sekolah imbas:

“Kelebihannya adalah kebetulan pembina sudah memiliki pengalaman yang berkaitan dengan sekolah Adiwiyata, sehingga banyak hal-hal yang dapat dibagikan kepada kami sebagai bentuk pembinaan yang diberikan dan itu sangat membantu kami sekali. Selain itu pula, ketika kami ada kesulitan-kesulitan, pembina mudah dihubungi sekalipun secara tidak resmi. Sedangkan kekurangannya sendiri adalah sebenarnya pertemuan rutin itu sangat diperlukan oleh sekolah kami karena selain kami bisa berkomunikasi secara langsung mengenai kesulitan-kesulitan apa yang kami hadapi, kami juga bisa saling tukar pikiran mungkin dengan sekolah imbas lainnya sehingga bisa mendapatkan masukan-masukan untuk kemajuan sekolah kami dan juga kemajuan bersama.” (sumber:

wawancara tanggal 03 November 2016)

Hal ini diungkapkan pula oleh sekolah imbas lainnya:

“Kelebihan pembinaan ini sendiri adalah SDN Salatiga 06 mendapatkan keuntungan dengan observasi langsung ke SD Marsudirini 77, sehingga jelas apa yang harus dilakukan oleh sekolah terhadap lingkungan karena diberikan contoh nyata dari yang telah dilakukan oleh SD Marsudirini 77. Selain itu pula, dalam pembinaan tersebut kami merasa sangat terbantu karena selain memberikan contoh melalui observasi langsung, kami diberikan bantuan bibit tanaman dari SD Marsudirini 77. Sedangkan kekurangannya sendiri adalah dalam pembinaan

(25)

99

tersebut kurang banyak pertemuan-pertemuan yang diadakan. Konsistensinya memang bagus, namun sepertinya perlu juga untuk tatap muka secara rutin.” (sumber: wawancara tanggal 07 November 2016)

Dari paparan diatas ditemukan bahwa dalam pelaksanaan pembinaan walaupun secara garis besar terlaksana, namun belum seutuhnya berjalan dengan baik, masih banyak kendala yang dihadapi oleh sekolah induk, dimana kesulitan dalam melaksanakan pembinaan karena jadwal yang terbentur, kesulitan karena sekolah imbas kurang termotivasi mengikuti kegiatan pembinaan, kesulitan karena adanya rotasi kepala sekolah. Kemudian dari sekolah imbas juga menginginkan adanya pertemuan-pertemuan rutin sehingga dapat bertukar pikiran secara langsung.

7. Monitoring dan Evaluasi Pembinaan

Berkaitan dengan pembinaan, kegiatan monitoring dilakukan pada saat pembinaan berlangsung dengan mengunjungi sekolah imbas langsung. Sedangkan untuk evaluasi kegiatan pembinaannya sendiri belum pernah dilakukan, yang dilakukan selama ini adalah evaluasi ketercapaian program Adiwiyata di sekolah-sekolah imbas dalam bentuk kunjungan secara langsung ke sekolah-sekolah imbas untuk melihat ketercapaian

(26)

100

Adiwiyata disekolah tersebut, kemudian memberikan masukan-masukan ataupun contoh-contoh kepada sekolah imbas. Selain itu juga berkenaan kewajiban administrasi, ada evaluasi dalam bentuk laporan kepada Dinas sebagai prasyarat sekolah Adiwiyata Mandiri berkenaan ketercapaian program tersebut disekolah imbas. Hal ini sesuai dengan pernyataan ketua Adiwiyata sekolah induk yang mengatakan:

“Yang melakukan monitoring adalah Pembina dari sekolah induk dan juga pengawas dari Dinas Pendidikan serta dari Dinasi LH. Sedangkan untuk evaluasi dilakukan oleh tim penilai Adiwiyata Kota. Aspek yang dimonitoring adalah Sekolah imbas dan kendala-kendala dalam pelaksanaan Adiwiyata sedangkan aspek yang dievaluasi adalah hasil. Selama ini proses evaluasi dilakukan pada saat pembinaan dalam bentuk masukan-masukan, bersifat sebagai pengawasan.” (sumber: wawancara tanggal 01

November 2016)

Hal senada diungkapkan oleh pengurus Adiwiyata kedua sekolah imbas yang mengatakan:

“Selama ini evaluasi yang dilakukan oleh pembina dalam bentuk seperti pengawasan, dalam artian pengawas bertanya mengenai apa kendala sekolah dan kemudian memberikan masukan mengenai apa saja yang harus dilakukan oleh sekolah untuk menuju sekolah Adiwiyata yang cukup jelas menurut saya. Kalau misalkan evaluasi secara tertulis mungkin ada dilakukan pembina sendiri berkaitan dengan bentuk laporan pertanggungjawaban sekolah dalam rangka

(27)

101

mengikuti Adiwiyata Mandiri itu.” (sumber: wawancara

tanggal 03 November 2016)

“Selama ini dari pihak SD Marsudirini 77 mengunjungi SDN Salatiga 06 untuk melihat secara langsung upaya atau perubahan-perubahan apa yang dilakukan SDN Salatiga 06 untuk mempersiapkan diri mengikuti program Adiwiyata ini.” (sumber: wawancara tanggal

07 November 2016)

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa evaluasi untuk program pembinaan belum pernah dilakukan padahal evaluasi program sangat penting sebagai bentuk usaha untuk menilai bagaimana keseluruhan kegiatan pembinaan dari awal hingga akhir, dimana hasilnya digunakan untuk menjadi masukan untuk pelaksanaan pembinaan berikutnya serta untuk pengembangan pembinaan lebih lanjut. Evaluasi sebagai fungsi manajemen berguna untuk memberikan umpan balik pada proses perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan yang telah dilakukan sehingga dapat diketahui kekurangan yang ada dan dapat diperbaiki untuk pembinaan selanjutnya. Selain itu pula evaluasi program berfungsi untuk mengetahui apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat program sehingga mendapatkan keputusan apakah program dilanjutkan, dihentikan, atau bahkan disebarluaskan.

(28)

102

Berdasarkan temuan-temuan pada studi pendahuluan mengenai model faktual pembinaan yang selama ini digunakan tertuang dalam gambar berikut.

Gambar 4.1. Model Faktual Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berdasarkan gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa penyelenggaraan pembinaan sekolah imbas Adiwiyata yang selama ini dilaksanakan adalah sebagai berikut. Program Adiwiyata merupakan program yang dibuat dengan tujuan untuk membentuk rasa kepedulian dan cinta lingkungan dari masyarakat, yang dimulai

Sosialisasi dan Bimbingan

teknik

Pelaksanaan

pembinaan Evaluasi hasil

Laporan Akhir Sekolah Adiwiyata tingkat Kab/kota Sekolah Adiwiyata tingkat provinsi Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional Sekolah Adiwiyata Mandiri Kepedulian dan cinta lingkungan Program Adiwiyata Menjadi sekolah Adiwiyata Nasional dan mempunyai 10 sekolah imbas Program Pembinaan Adiwiyata bagi sekolah imbas

(29)

103 dari lingkungan sekolah. Program ini memiliki empat jenis penghargaan yang bertahap, mulai dari tingkat Kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan pada akhirnya menjadi sekolah Adiwiyata Mandiri, dimana syarat untuk menjadi sekolah Adiwiyata Mandiri adalah sekolah tersebut sudah mencapai penghargaan Adiwiyata tingkat nasional serta memiliki minimal 10 sekolah binaan sebagai imbas Adiwiyata. Dalam program pembinaan, sebelum pembinaan dilaksanakan dilakukan sosialisasi dan bimbingan teknik kepada sekolah-sekolah imbas mengenai pengenalan program Adiwiyata, administrasinya, serta bagaimana penerapannya di sekolah, setelah itu baru pembinaan dilaksanakan.

Dalam pembinaan yang selama ini dijalankan, belum ada perencanaan dan pengorganisasian untuk pembinaan itu sendiri yang dibuat secara mendetail, sehingga pelaksanaan pembinaannya bersifat isidental, dimana apabila antara sekolah imbas dengan pembina memiliki waktu kosong yang sama, maka baru diadakan pembinaan. Untuk materi pembinaannya berdasarkan kebutuhan sekolah imbas pada saat itu. Pembinaan dilaksanakan di masing-masing sekolah imbas, dengan pembina datang untuk memantau keadaan lingkungan sekolah dan berdiskusi dengan ketua pengurus Adiwiyata

(30)

104

lainnya atau juga di sekolah induk dalam bentuk studi banding ke sekolah tersebut, sehingga sekolah imbas dapat melihat secara langsung bentuk fisik dan keadaan sekolah Adiwiyata, dan diharapkan dapat memberikan inspirasi pada masing-masing sekolah imbas.

Untuk evaluasi yang dalam pembinaan, berbentuk evaluasi hasil pembinaan, yaitu melihat bagaimana capaian sekolah-sekolah imbas selama pembinaan, dilakukan ketika pembinaan dilaksanakan. Evaluasi berbentuk lisan yaitu dengan diskusi mengenai kekurangan dan kesulitan apa yang dihadapi sekolah imbas, kemudian pembina memberikan masukan-masukan dan saran serta memberi contoh kepada sekolah imbas. Belum ada evaluasi khusus untuk program pembinaan itu sendiri yang dilaksanakan selama ini, sehingga belum dapat diketahui bagaimana keberhasilan dan kelemahan dari program yang selama ini dijalankan, padahal evaluasi program sangat penting dilakukan sebagai bahan masukan untuk perbaikan atau peningkatan ketercapaian tujuan.

Setelah evaluasi dilakukan, dibuat laporan mengenai kegiatan pembinaan serta capaian masing-masing sekolah imbas untuk diajukan sebagai prasyarat sekolah Adiwiyata Mandiri.

(31)

105

C. Deskripsi dan Analisis Kebutuhan

Dari hasil penelitian berkenaan dengan pembinaan sekolah imbas yang dilakukan oleh sekolah induk, dari segi perencanaan dan pengorganisasian pembinaan dibutuhkan perencanaan dan pengorganisasian yang terkonsep dengan baik, dimana penyusunannya berdasarkan kebutuhan dari peserta pembinaan yang tidak lain adalah sekolah-sekolah imbas sekolah induk. Hal ini dikarenakan kemampuan dan kebutuhan tiap sekolah imbas yang beragam. Diperlukan pengorganisasian waktu untuk pembinaan yang disepakati bersama oleh kedua belah pihak dan sesuai rencana, materi pembinaan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sekolah imbas, serta diperlukan adanya pembentukan kepengurusan atau kepanitiaan khusus pembinaan dan juga buku panduan untuk pembinaan yang jelas agar pembinaan dapat mengarah kepada pencapaian tujuan dan dapat berjalan dengan baik karena memiliki kepengurusan sehingga dapat saling bekerjasama, sehingga pembinaan dapat dijalankan sebaik-baiknya. Hal ini dibutuhkan karena adanya kendala yang dihadapi baik pembina maupun sekolah imbas dalam pembinaan adalah waktu pembinaan yang tidak bisa ditentukan karena berbenturan dengan

(32)

kegiatan-106

kegiatan penting lainnya, sehingga pembinaan bersifat isidental dan materi pembinaannya berdasarkan apa yang dibutuhkan peserta saat itu saja. Kemudian berdasarkan hasil wawancara, pembina merasakan waktu yang kurang dan kesulitan karena hanya beliau sendiri yang melaksanakan pembinaan dan juga bertanggung jawab secara keseluruhan atas pembinaan tersebut. Sedangkan dalam pelaksanaan dan evaluasi pembinaan, dibutuhkan jadwal pembinaan yang rutin dan dilaksanakan sesuai dengan jadwal serta diperlukan adanya evaluasi terhadap program pembinaan agar pembinaan berikutnya dapat menjadi lebih baik.

4.2 HASIL PENGEMBANGAN

4.2.1 Desain Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berbasis Partisipasi

Model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis partisipasi dikembangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan mengenai analisis terhadap model faktual dalam pembinaan. Pengembangan ini juga didasarkan pada hasil kajian teoritis terhadap manajemen dalam pembinaan. Pengembangan model dilaksanakan dengan tahap-tahap: (1) identifikasi kebutuhan dalam pembinaan yang didapat melalui analisis model faktual dalam pelaksanaan pembinaan

(33)

107 selama ini, (2) penyusunan program pembinaan, (3) validasi isi oleh pakar dalam bidang manajemen, pakar Adiwiyata, serta praktisi pembinaan.

Penyusunan model pembinaan yang telah dikembangkan meliputi: (1) pendahuluan, dimana didalamnya berisi latar belakang, dasar hukum, tujuan, manfaat model, dan spesifikasi model; (2) kajian teori mengenai pembinaan berbasis partisipasi; (3) persyaratan pokok model; (4) deskrispi model yang meliputi, gambar model, rasional model, materi pembinaan, serta deskripsi tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada perencanaan meliputi identifikasi kebutuhan pembinaan, perumusan tujuan pembinaan, mengembangkan struktur program pembinaan, rencana pelaksanaan pembinaan, materi pembinaan, mengembangkan buku panduan pembinaan untuk pembina dan peserta pembinaan, panduan monitoring dan evaluasi pembinaan, serta merencanakan waktu pembinaan. Dalam pengorganisasian pembinaan meliputi pengorganisasian sumber daya manusia, dimana didalamnya disusun struktur kepengurusan pembinaan, jabaran tugas masing-masing, persyaratan personil, serta mekanisme kerja dalam kepengurusan pembinaan. Sedangkan pada pada pelaksanaan pembinaan terdiri dari sosialisasi pengenalan

(34)

108

Adiwiyata, tujuan, pengenalan dari segi administrasi Adiwiyata, dan bimbingan teknik pelaksanaan Adiwiyata serta pembinaan Adiwiyata. Setelah itu pelaksanaaan pembinaan itu sendiri, dimana didalamnya ada kegiatan monitoring dan evaluasi, serta rencana tindak lanjut. Pada bagian evaluasi meliputi evaluasi peserta pembinaan, pembina, dan evaluasi program pembinaan. Berikut adalah gambar desain model pembinaan.

Gambar 4.2. Desain Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata

Tujuan Pembinaan: sekolah imbassek olah Adiwiyata Manajemen Pembinaan sekolah imbas berbasis partisipasi Identifikasi Kebutuhan Perumusan Tujuan Penyusunan Kegiatan Pembinaan Koordinasi dengan Dinasi Pendidikan dan Dinas Lingkungan Hidup Pengorgani sasian pengurus dan peserta pembinaan Kegiatan pra-pembinaan: sosialisasi & bimbingan teknik Pembinaan sekolah Kegiatan Akhir: Refreksi dan rencana tindak lanjut Evaluasi program

Perencanaan Pengorganisasian & pelaksanaan

Evaluasi Program

(35)

109

4.2.2 Validasi Desain Model

Setelah dibuat perancangan desain model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis partisipasi kemudian dilakukan validasi oleh ahli secara teoritis terhadap desain model tersebut. Validasi model oleh ahli dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan masukan tentang kelemahan-kelemahan model dipandang dari segi teotiris oleh para ahli. Kelemahan-kelemahan tersebut kemudian diusahakan untuk dikurangi atau diperbaiki melalui revisi desain.

Validasi model dilakukan melalui uji pakar, yaitu 1 (satu) pakar dalam bidang manajemen, 1 (satu) pakar dalam bidang Adiwiyata, dan 1 (satu) pakar dalam bidang khusus pembinaan Adiwiyata. Validasi model dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa angket yang disertai dengan kolom cacatan atau komentar tambahan yang dapat diberikan oleh para ahli. Berikut adalah daftar para pakar pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Daftar Nama Pakar Validasi Model No Nama Keahlian Bidang Instansi

1. Dr. Bambang Suteng

Sulasmono, M.Si. Bidang Teknologi Pembelajaran

Universitas Kristen Satya Wacana

2. Dra. Susanti Pudji Hastuti, M.Sc. Bidang Adiwiyata Universitas Kristen Satya Wacana

3. Arif Suryadi, S.T, M.M. Bidang Pembinaan Adiwiyata

Dinas Lingkungan Hidup

(36)

110

Masukan-masukan oleh para ahli dirangkum dan dijadikan dasar dalam melakukan revisi model. Dan hasil validasi pakar dipaparkan dalam tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Hasil Validasi Model Oleh Pakar

No Pakar Masukan

1. Dr. Bambang Suteng

Sulasmono, M.Si.

1. Spesifikasi model perlu diperjelas, model ini model konseptual atau prosedural.

2. Ada beberapa aspek yang sulit dinilai, karena memang belum ada di draft model.

3. Cara merujuk rujukan/pustaka perlu konsisten.

4. Bagan-bagan perlu diberi narasi seperlunya (arah panah, dll).

2. Susanti Pudji Hastuti

Ada dua hal yang dapat membedakan model dalam draft yang sudah disusun dalam kajian:

1. Isi dari materi model pembinaan sekolah imbas tidak/belum tercermin, sehingga berdasarkan latar belakang yang ada kurang sinkron. 2. Model pembinaan ini lebih cocok

sebagai juklak umum karena banyak unsur manajeriil dan tata cara menjalankan pembinaan yang riil belum ada.

3. Arif Suryadi, S.T., M.M.

1. Kajian teori harus memuat pemahaman sekolah Adiwiyata secara makro kemudian spesifikasi variabel yang menjadi topik dijelaskan lebih lanjut.

2. Pemahaman tentang sekolah Adiwiyata perlu diturunkan secara umum terlebih dahulu antara sekolah Adiwiyata Nasional dan Adiwiyata Mandiri.

3. Pengertian warga sekolah perlu dimasukkan, karena dalam sekolah Adiwiyata pelibatannya adalah warga sekolah.

(37)

111

No Pakar Masukan

4. Kegiatan terkait sekolah Adiwiyata ditujukan untuk warga sekolah. 5. Pada struktur organisasi pengurus

pembinaan, keterlibatan warga sekolah belum tampak dan bagan struktur perlu direvisi.

Selain berupa masukan melalui kolom komentar/saran, diperoleh juga data dari angket berkaitan dengan kelayakan model yang dikembangkan. Komponen model yang divalidasi meliputi: (1) Desain model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis partisipasi; (2) buku panduan bagi Pembina; (3) buku panduan bagi sekolah imbas; dan (4) buku panduan monitoring dan evaluasi. Pengkategorian kelayakan model dilakukan dengan membuat 4 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah.

Untuk mengetahui rentang tingkat kelayakan model dapat digunakan rumus:

skor tertinggi-skor terendah aras kelayakan

Sehingga:

4-1 3 = 1

Sehingga rentang nilai kelayakan dibawah adalah ini:

Tidak Layak = 0,0 – 1,0 Cukup Layak = 1,1 – 2,0 Layak = 2,1 – 3,0

(38)

112

Sangat Layak = 3,1 – 4,0

Berikut adalah hasil validasi ahli yang sudah dirata-rata setiap komponennya.

Tabel 4.3. Rata-rata Hasil Validasi Pakar

Aspek Dra. Susanti Rata-rata Hasil Validasi Ahli Rata-rata Pudji H., M.SC Suteng S., M.Si Dr. Bambang

Pendahuluan 3,2 1,8 2,5 Kajian Teori 3,0 3,0 3,0 Prasyarat Pokok Model 2,0 3,0 2,5 Deskripsi Model Pembinan 3,0 3,0 3,0 Perencanaan Pembinaan 2,5 2,6 2,6 Pengorganisasian Pembinaan 3,4 2,0 2,7 Pelaksanaan Pembinaan 2,8 3,0 2,9 Monitoring dan Evaluasi 3,0 3,0 3,0 Model Pembinaan Secara Keseluruhan 2,5 2,6 2,6 Rata-rata Total 2,7

Berdasarkan hasil analisis data validasi ahli diperoleh rerata 2,7, sehingga untuk setiap komponen model dapat dikatakan layak untuk diujicobakan.

4.2.3 Revisi Desain Model

Model yang telah diberi penilaian oleh pakar kemudian di perbaiki agar kelemahan-kelemahannya

(39)

113 dapat dikurangi. Tabel berikut menunjukkan hasil revisi model yang telah dilakukan.

Tabel 4.4. Hasil Revisi Desain Model

No Masukan Hasil Revisi

1 Spesifikasi model perlu diperjelas, model ini model konseptual atau prosedural.

Telah diberi tambahan penjelasan mengenai jenis model, yaitu model prosedural dengan alasan bahwa model yang dikembangkan adalah model yang didalamnya berupa langkah-langkah dalam melaksanakan

pembinaan 2 Ada beberapa aspek yang sulit

dinilai, karena memang belum ada di draft model.

Telah di tambahkan ke dalam model aspek yang harus dinilai.

3 Cara merujuk

rujukan/pustaka perlu konsisten.

Telah direvisi rujukan pustaka di dalam model.

4 Bagan-bagan perlu diberi narasi seperlunya (arah panah, dll).

Telah diperbaiki penulis dengan menambahkan narasi pada setiap bagan yang ada di dalam model.

5 Ada dua hal yang dapat membedakan model dalam

draft yang sudah disusun

dalam kajian:

- Isi dari materi model pembinaan sekolah imbas tidak/belum tercermin, sehingga berdasarkan latar belakang yang ada kurang sinkron.

- Model pembinaan ini lebih cocok sebagai juklak umum karena banyak unsur manajeriil dan tata cara menjalankan pembinaan yang riil belum ada.

Telah direvisi mengenai latar belakang model yang disesuaikan

dengan tujuan

pembuatan model.

6 Kajian teori harus memuat pemahaman sekolah Adiwiyata

Telah ditambahkan di dalam kajian teori

(40)

114

No Masukan Hasil Revisi

secara makro kemudian spesifikasi variabel yang menjadi topik dijelaskan lebih lanjut.

mengenai konsep dasar Adiwiyata secara makro

7 Pemahaman tentang sekolah Adiwiyata perlu diturunkan secara umum terlebih dahulu antara sekolah Adiwiyata Nasional dan Adiwiyata Mandiri.

Telah di tambahkan ke dalam kajian teori di dalam model mengenai jenjang penghargaan program Adiwiyata

8 Pengertian warga sekolah perlu dimasukkan, karena dalam

sekolah Adiwiyata

pelibatannya adalah warga sekolah.

Telah ditambahkan di dalam kajian teori model mengenai pengertian warga sekolah.

9 Kegiatan terkait sekolah Adiwiyata ditujukan untuk warga sekolah.

Telah ditambahkan ke dalam kajian teori mengenai kegiatan terkait Adiwiyata.

10 Pada struktur organisasi

pengurus pembinaan,

keterlibatan warga sekolah belum tampak dan bagan struktur perlu direvisi.

Telah diperbaiki bagan struktur kepengurusan pembinaan.

4.2.4 Uji Kelayakan Model

Desain model yang telah diberi penilaian oleh pakar dan telah di revisi kemudian di uji kelayakannya. Uji kelayakan dilakukan melalui Focus Group

Discussion (FGD), pada tanggal 06 Mei 2017 dengan

menghadirkan praktisi-praktisi dalam bidang pembinaan Adiwiyata, baik penyelenggara atau dari sekolah induk, maupun peserta atau dalam hal ini adalah sekolah imbas, sebagai sekolah yang dibina. Berikut adalah daftar nama praktisi pada uji kelayakan model.

(41)

115 Tabel 4.5. Daftar Nama Praktisi pada Uji Kelayakan Model No Nama Keahlian Bidang Instansi

1 Fx. Ernastyono,

S.Pd.SD Praktisi Pembina Adiwiyata

Kepsek SD

Marsudirini 77

2 Arif Suryadi Praktisi

Pembina Adiwiyata

Kabid. LH

3 Yaroni Praktisi

sekolah imbas Pustakawan

4 Indriyati Praktisi

sekolah imbas Kepsek SD N Salatiga 06

5 Syaroh Praktisi

sekolah imbas Kepsek SD N Pulutan 02 6 Melanius Jaja Praktisi SD N

Salatiga 06 Guru Salatiga 06 SD N 7 Dr. Yari Dwi K, M.Pd Dosen

Pembimbing UKSW

8 Endang Dwi W. Pengawas

SMP Dinas Pendidikan Kota Salatiga

9 Indri Sugiyanto Praktisi sekolah Adiwiyata

Ketua Adiwiyata

SMP N 06

Salatiga

10 Mutia Ayu K - Mahasiswa MMP

UKSW

11 Aih Ervanti A. - Mahasiswa MMP

UKSW

12 Brigitta Putri A. - Mahasiswa MMP

UKSW

13 Siti Zubaidah - Mahasiswa MMP

UKSW

14 Ardika L. Putra - Mahasiswa

UKSW

15 Egidius Virgo - Mahasiswa MMP

UKSW

Masukan-masukan melalui FGD dirangkum dan dijadikan dasar dalam melakukan revisi model hingga diperoleh model yang layak diujicobakan. Berikut adalah komentar/saran hasil FGD yang didapat dari instrumen FGD yang telah dibuat.

(42)

116

Tabel 4.6. Hasil Uji Kelayakan Model melalui FGD

No Nama Masukan

1 Fx. Ernastyono, S.Pd.SD Bagus!

2 NN Semoga bisa menjadi panduan

untuk sekolah imbas Adiwiyata

3 Indriyati - Lebih khusus dalam

pengambilan judul

- Model memang masih teori, nanti dalam implementasi sekolah Adiwiyata akan tercapai

- Terima kasih sudah

dibuatkan

panduan-panduannya.

Selain berupa masukan melalui kolom komentar/saran, diperoleh juga data dari angket berkaitan dengan kelayakan model yang dikembangkan. Komponen model yang divalidasi meliputi: (1) Desain model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis partisipasi; (2) buku panduan bagi Pembina; (3) buku panduan bagi sekolah imbas; dan (4) buku panduan monitoring dan evaluasi. Pengkategorian kelayakan model dilakukan dengan membuat 4 kategori yaitu sangat layak, layak, cukup layak, dan kurang layak.

Berikut adalah hasil angket pada uji kelayakan bersama dengan praktisi.

Tabel 4.7. Rata-rata Hasil Uji Kelayakan Model Dalam FGD

Aspek Hasil Validasi Praktisi -rata Rata

I II III IV V VI

Pendahuluan 3 3 4 3,5 3,5 3,75 3,5

(43)

117

Aspek Hasil Validasi Praktisi -rata Rata

I II III IV V VI Prasyarat Efektivitas Model 3 3 4 3 3 4 3,3 Deskripsi Model Pembinaan 3,8 3 3,8 3 3,8 4 3,6 Perencanaan Pembinaan 3,2 3,0 4,0 3,5 3,4 4,0 3,5 Pengorganisasian Pembinaan 3,25 3 3,75 3 3,5 4 3,4 Pelaksanaan Pembinaan 3 3 4 4 3 4 3,5 Monitoring dan Evaluasi 3,0 3,0 4,0 3,4 3,0 3,0 3,2 Buku Panduan Bagi Pembina &

Sekolah Imbas 3,0 3,0 4,0 3,4 3,3 3,7 3,4 Panduan Monitoring & Evaluasi 3,0 3,0 4,0 3,2 3,3 3,7 3,4 Model Pembinaan Secara Keseluruhan 3,0 3,0 4,0 3,7 3,0 3,8 3,4 Rata-rata Total 3,4

Berdasarkan hasil analisis data validasi ahli diperoleh rerata 3,4, sehingga untuk setiap komponen model dapat dikatakan sangat layak untuk diujicobakan.

Tidak hanya masukan melalui angket yang diberikan, tetapi terdapat pula masukan yang diberikan secara langsung pada saat FGD berlangsung. Berikut adalah masukan/saran yang diberikan.

(44)

118

Tabel 4.8. Hasil Diskusi FGD

No Nama Saran/Masukan

1 Arif Suryadi, S.T., M.M

- Pada bagian judul, kata “mandiri” mengesankan kepada sekolah yang sudah menjadi sekolah Adiiwyata - Tolok ukur penilaian

Adiwiyata dimasukkan - Basis partisipasi dipertajam 2 Endang Dwi, W, M.Pd. - Ketepatan pemberian judul

- Indikator penilaian - Instrumen pembinaan 3 Fx. Ernastyono,

S.Pd.SD - Memilih berdasarkan sekolah kedekatan imbas emosional

- Pembinaan dilaksanakan berdasarkan perkiraan kebutuhan sekolah imbas - Selama membina, merasa

kalau komitmen dari sekolah imbas untuk mengikuti program Adiwiyata sangat kurang

- Ketika terjadi re-organisasi kepala sekolah, maka program Adiwiyata di sekolah tersebut seolah mati dan seolah merupakan program yang baru dikenalkan.

- Adanya kendala di waktu, menyebabkan pembinaan menjadi tidak terencana, sehingga dengan adanya model dapat membantu karena perencanaan menjadi terencana degan baik.

4 Indri sugiyanto - Topik tesis sudah benar, namun pada judul perlu

ditambahkan tempat

penelitian, sehingga cakupan tidak terlalu luas dan terbatas kepada sekolah yang diteliti saja.

5 Melanius Jaja - Terima kasih sudah

membuatkan panduan untuk pembinaan Adiwiyata.

(45)

119

No Nama Saran/Masukan

6 Dr. Yari Dwi K, M.Pd - Pertimbangkan semua masukan yang diberikan - Operasionalkan

panduan-panduan

4.2.5 Revisi Model

Masukan-masukan yang diperoleh melalui FGD dijadikan dasar untuk melakukan revisi terhadap model sehingga diperoleh yang diperoleh secara konseptual teoritis. Aspek-aspek yang sudah direvisi meliputi:

a. Judul Desain Model

Judul desain model mengalami perubahan dari yang semula adalah “Model Pembinaan Sekolah Imas Adiwiyata Mandiri Berbasis Partisipasi” kemudian menjadi “Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berbasis Partisipasi.

b. Indikator Pencapaian dan Standar Penilaian

Terdapat penambahan indikator dan standar penilaian sebagai tolok ukur keberhasilan pembinaan terhadap sekolah imbas.

c. Operasional Panduan

Telah dilakukan revisi terhadap buku panduan sehingga menjadi lebih operasional dengan

(46)

120

memperjelas masing-masing peran dalam setiap panduan tersebut.

d. Instrumen Pembinaan

Telah dilakukan penambahan instrumen pembinaan yang dapat digunakan baik bagi sekolah imbas maupun bagi pembina dalam pelaksanaan pembinaan.

Berikut adalah model final hasil uji kelayakan model melalui FGD.

Gambar 4.3. Model Final Hasil Uji Kelayakan

Pembinaan sekolah imbas Manajemen Pembinaan sekolah imbas berbasis partisipasi Identifikasi Kebutuhan Perumusan Tujuan Penyusunan Kegiatan Perencanaan Koordinasi dengan Dinasi Pendidikan dan Dinas Lingkungan Hidup Pengorganis asian pengurus dan sekolah imbas Kegiatan pra-pembinaan: sosialisasi & bimbingan teknik Kegiatan Akhir: Refleksi dan rencana tindak lanjut

Pengorganisasian & pelaksanaan Monitoring & Evaluasi Tujuan Pembinaan: sekolah imbasseko lah Adiwiyata Monitoring & Evaluasi program

(47)

121 Untuk melaksanakan pembinaan berbasis partisipasi, perlu dipersiapkan dengan baik bagaimana strategi pembinaan yang akan dilakukan. Untuk menciptakan atau menghasilkan strategi yang tepat, maka perlu diidentifikasi kebutuhan masing-masing sekolah imbas, dimana kebutuhan tersebut kemudian menjadi dasar untuk perumusan tujuan dan strategi pembinaan yang akan dilakukan, yang kemudian tertuang dalam perencanaan pembinaan yang berbasis kepada kebutuhan setiap sekolah imbas.

Kemudian dalam mengorganisasi pembinaan, maka diperlukan kerja sama semua pihak yang terlibat. Setiap komponen yang terlibat tersebut diberi penjabaran kedudukan masing-masing personil serta tugas dan perannya sehingga jelas apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, terdapat kegiatan pra-pembinaan yang didalamnya terdiri dari dua kegiatan yakni sosialisasi Adiwiyata dan bimbingan teknik, yang bertujuan agar semua sekolah imbas mengetahui konsep sekolah Adiwiyata secara umum dan bagaimana pelaksanaannya yang harus dilakukan. Setelah itu masuk dalam kegiatan inti yaitu pelaksanaan pembinaan itu sendiri dimana pelaksanaannya dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang dibuat berdasarkan kesepakatan

(48)

122

bersama antara sekolah induk dengan sekolah imbas. Dan yang terakhir adalah kegiatan akhir yang didalamnya ada kegiatan refleksi dan rencana tindak lanjut untuk pembinaannya. Dalam pelaksanaan pembinaan juga dilakukan kegiatan monitoring selama kegiatan berlangsung, sehingga pembinaan yang dilaksanakan tidak melenceng dari tujuan awal dan apabila terdapat masalah yang dihadapi dalam pembinaan dapat segera diatasi bersama antar sekolah induk dengan sekolah imbas.

Hasil dari kegiatan akhir juga menjadi acuan dalam mengevaluasi pembinaan, baik evaluasi pembinaanya secara keseluruhan, evaluasi proses pembinaan, dan evaluasi hasil pembinaan. Hasil evaluasi tersebut kemudian menjadi dasar untuk mengetahui apakah pembinaan yang dilaksanakan dapat dikatakan sudah atau belum berhasil.

Kegiatan tersebut mulai dari perencanaan hingga tahap evaluasi mengalami pengulangan begitu seterusnya hingga pembinaan yang dilaksanakan mencapai hasil yang maksimal atau yang dinginkan, yakni sekolah imbas dapat berhasil menjadi sekolah Adiwiyata dan dapat mengembangkan diri sehingga dapat berhasil pada tahap atau tingkat sekolah Adiwiyata selanjutnya.

(49)

123 Berikut adalah tabel perbandingan untuk melihat pengembangan model pada setiap tahapan pengembangan.

(50)

124

Tabel 4.9. Hasil Pengembangan Model Pada setiap Tahapan Pengembangan No Aspek Model Faktual

Desain Pengembangan

Model Awal

Model Hasil Validasi Pakar

Model Hasil Uji Kelayakan

1 Gambar Model

Tidak terdapat rincian kegiatan yang jelas pada tiap tahapan kegiatan

Terdapat siklus dengan rincian kegiatan yang jelas pada tiap tahapan kegiatan

Terdapat siklus dengan rincian kegiatan yang jelas pada tiap tahapan kegiatan

Terdapat siklus dengan rincian kegiatan yang jelas pada tiap tahapan kegiatan

Tidak ada kolom

tindak lanjut Ada kolom tindak lanjut Ada kolom tindak lanjut Ada kolom tindak lanjut

2 Perencanaan Tidak ada

kegiatan analisis kebutuhan pembinaan, perumusan tujuan, dan penyusunan kegiatan pembinaan.

Ada kegiatan analisis kebutuhan pembinaan, perumusan tujuan, dan penyusunan kegiatan pembinaan. Ada kegiatan analisis kebutuhan pembinaan, perumusan tujuan, dan penyusunan kegiatan pembinaan.

Ada kegiatan analisis kebutuhan pembinaan, perumusan tujuan, dan penyusunan kegiatan pembinaan. Tidak terdapat buku pegangan bagi Pembina, sekolah imbas, dan untuk kegiatan Terdapat buku pegangan bagi Pembina, sekolah imbas, dan untuk kegiatan monitoring dan evaluasi namun kurang operasional

Terdapat buku pegangan bagi Pembina, sekolah imbas, dan untuk kegiatan monitoring dan evaluasi namun kurang operasional

Buku panduan lebih dioperasionalkan

(51)

125 No Aspek Model Faktual Pengembangan Desain

Model Awal

Model Hasil Validasi Pakar

Model Hasil Uji Kelayakan

monitoring dan evaluasi

dan masih terlalu teoritis

dan masih terlalu teoritis. 3 Pengorganisa sian Belum ada pembentukan pengurus pembinaan Ada pembentukan pengurus pembinaan beserta dengan syarat dan tugas masing-masing personil

Ada pembentukan pengurus

pembinaan beserta dengan syarat dan

tugas

masing-masing personil

Ada pembentukan

pengurus pembinaan beserta dengan syarat dan tugas masing-masing personil

4 Pelaksanaan Tidak ada

tahapan dalam pelaksanaan

Ada tahapan dalam pelaksanaan, yaitu tahap persiapan, pra-pembinaan,

pembinaan, dan kegiatan akhir

Ada tahapan dalam pelaksanaan, yaitu tahap persiapan, pra-pembinaan, pembinaan, dan kegiatan akhir

Ada tahapan dalam pelaksanaan, yaitu tahap

persiapan,

pra-pembinaan, pembinaan, dan kegiatan akhir

5 Monitoring dan Evaluasi Belum ada dilakukan evaluasi program Dilakukan evaluasi program Dilakukan evaluasi program Dilakukan evaluasi program

(52)

126

4.3 PEMBAHASAN

Model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis partisipasi ini dikembangkan dengan merujuk pada rancangan pengembangan model oleh Borg and Gall, yang kemudian langkah-langkah pengembangannya di modifikasi sehingga menghasilkan langkah pengembangan: (1) studi pendahuluan; (2) penyusunan model; (3) revisi dan validasi model; dan (4) model yang layak diuji cobakan.

Model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata dikembangkan dengan berbasis partisipasi dengan harapan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada model pembinaan yang dilaksanakan sebelumnya, dimana selama ini baik sekolah induk maupun sekolah imbas kesulitan dalam menentukan jadwal pembinaan, hal ini dikarenakan kesibukan masing-masing pihak sehingga tidak ada perencanaan yang dibuat secara khusus serta tidak ada pembentukan pengurus pembinaan yang dibuat yang berakibat pembina mempersiapkan sendiri untuk pelaksanaan pembinaan secara keseluruhan. Kemudian kendala lainnya adalah putusnya rantai Adiwiyata ketika ada rotasi kepala sekolah yang terjadi di sekolah imbas, sehingga menyulitkan Pembina ketika harus membina sekolah imbas tersebut karena harus mengulang pembinaan dari awal. Disisi lain motivasi dan komitmen

(53)

127 sekolah imbas dirasa sangat kurang, sehingga Pembina juga kesulitan dalam membina karena sekolah imbas seperti kehilangan motivasi dan komitmen untuk melaksanakan program Adiwiyata. Selain itu dari segi manajemen, belum ada perencanaan untuk pembinaan yang dibuat secara menyeluruh dan terkonsep dengan baik, sehingga pembentukan tim pengurus juga tidak ada, evaluasi program juga belum pernah dilakukan. Adanya kendala-kendala tersebut berdampak pada terkendalanya pula keberhasilan program pembinaan yang dilaksanakan dan menimbulkan ketidakefektifan pelaksanaan pembinaan. Bertolak dari adanya hambatan-hambatan tersebut, maka diperlukan pengembangan model pembinaan yang dapat mengatasi masalah atau hambatan tersebut.

Pengembangan model dilakukan dengan merujuk kepada 4 komponen manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi, dimana dalam setiap komponen dimasukkan konsep partisipasi didalamnya, yaitu partisipasi dari sekolah imbas agar sekolah imbas turut bertanggungjawab dalam pelaksanaan pembinaan.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Mathis (2009: 307-308) mengenai pembinaan, yaitu empat tingkatan pokok dalam kerangka kerja untuk mengembangkan rencana pembinaan strategis, antara

(54)

128

lain: (1) mengatur strategi yang akan digunakan dalam pembinaan, (2) merencanakan, dimana di dalamnya tujuan dan harapan dari pembinaan harus diidentifikasi serta diciptakan agar tujuan dari pembinaan dapat diukur untuk mengetahui efektivitas pembinaan, (3) mengorganisasi, yaitu pembinaan tersebut harus diorganisasi dengan memutuskan bagaimana pembinaan akan dilakukan, dan mengembangkan investasi-investasi pembinaan, (4) memberi pembenaran, yaitu mengukur dan mengevaluasi pada tingkat mana pembinaan memenuhi tujuan pembinaan tersebut. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diidentifikasi pada tahap ini, dan dapat meningkatkan efektivitas pembinaan dimasa depan.

Selain itu basis partisipasi yang digunakan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Karim pada tahun 2012 mengenai “Manajemen Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Partisipasi” juga menyatakan bahwa partisipasi dapat memberikan kontribusi untuk mengisi dan mengatasi berbagai permasalahan lingkungan. Bentuk-bentuk partisipasi bisa mulai dari spektrum yang paling ekstrim sampai pada bentuk kemitraan. Melalui partisipasi yang aktif, mereka dapat mengeksplorasikan kepeduliaannya maupun melakukan kontrol. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bandiyah pada tahun 2016

(55)

129 tentang “Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan RPJMDesa Berbasis Partisipatif di Desa Lokasari, Sidemen, Karangasem, Bali” mengatakan bahwa hasil sebuah perencanaan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat apabila dalam penyusunannya melibatkan partisipasi dari masyarakat. Tanpa partisipasi, biasanya hasil perencanaan berakibat pada kekecewaan karena tidak sesuai dengan keinginan dan harapan dari masyarakat. Di samping itu, akan sulit mengharapkan masyarakat untuk mematuhi dan menjaga pelaksanaan kegiatan yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Made Pidarta (Astuti, 2009: 31-32) yang mengatakan bahwa partisipasi dapat mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Wiyono, dkk pada tahun 2014 tentang “Grand Design Model Pembinaan Profesional Guru Berbasis Determinan Kinerja Guru” yang dalam mengembangkan model pembinaan bagi guru juga menemukan hambatan yang sama seperti yang ditemukan oleh peneliti dalam rangka pengembangan model pembinaan ini, yakni dimana hambatan yang paling dominan adalah kurangnya waktu dan banyaknya tugas atau pekerjaan lainnya yang harus dilakukan. Hal ini serupa dengan yang

Gambar

Gambar 4.1. Model Faktual Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata
Gambar 4.2. Desain Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Tujuan Pembinaan: sekolah imbassekolah Adiwiyata Manajemen Pembinaan sekolah imbas berbasis partisipasi Identifikasi Kebutuhan Perumusan Tujuan Penyusunan Kegiatan Pembinaan Koordinasi dengan Dina
Tabel 4.1. Daftar Nama Pakar Validasi Model
Tabel 4.2. Hasil Validasi Model Oleh Pakar
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian tersebut antara lain berhasil mengungkap keberadaan tembok pagar, karakter Candi Lawang, serta permasalahan dan arah pengembangan situs ini (Tim

Kesimpulan yang dapat diambil dari sistem ini telah berfungsi dengan baik karena dapat mengukur berat badan dan tinggi badan secara otomatis dan menampilkan kategori ukuran

Sorgum merupakan tanaman serealia yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan tanaman serealia lain diantaranya mempunyai daya adaptasi yang relatif luas, tanaman sorghum

Variabel independen berikutnya adalah profitabilitas yang diproksikan dengan return on asset (ROA) dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen tersebut tidak

protokol routing PEGASIS pada WSN menggunakan Nework Simulator -2 (NS- 2) versi 2.34 berbasis ubuntu dengan indikator kinerja yang dievaluasi adalah konsumsi energi,

Penyelidikan tanah diperlukan sebagai pendukung dalam menentukan kesesuaian atau kecocokan terhadap suatu kontruksi jembatan, hasil penyelidikan tanah dapat mewakili

Berdasarkan penelitian Solia (2014), tentang hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun bahwa kecukupan protein

Pada awal tahun 1800-an, kurangdari 3,5 persen dari orang-orang di dunia yang tinggal di kota yang berpenduduk 20.000 jiwa atau lebih, dan kurang dari 2 persen di