• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. Revitalisasi Plengkung Nirbaya/Plengkung Gading

2.3.3. Revitalisasi sosial/institusional

Revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar membuat beautiful place. Kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/warga (public realms). Kegiatan perancangan dan pembangunan kota untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri (place making) dan hal ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi yang baik.

Revitalisasi sosial di situs plengkung Nirbaya atau sering dikenal dengan plengkung Gading ini dimanfaatkan sebagai tempat bertemunya beberapa komunitas yang ada di Yogyakarta. Kawasan benteng plengkung Gading kearah timur yang

masih terjaga keasliannya sering digunakan oleh para pemuda untuk berkumpul atau sebagai pelepas lelah setelah pulang dari bekerja.

Selain itu bentuk revitalisasi sosial adalah dengan cara membersihkan area plengkung Gading setiap harinya yang dilakukan oleh Instansi Kepurbakalaan. Sehingga terbebas dari aksi vandalisme atau aksi corat-coret yang sering dilakukan oleh beberapa masyarakat yang ingin keberadaannya diakui.

Hal ini sudah diatur oleh pemerintah untuk mendukung proses pemanfaatan dan proses revitalisasi di semua bangunan atau benda cagar budaya dengan adanya Undang-Undang. Di bawah ini merupakan bentuk peraturan dari pemerintah guna mengatur tentang cagar budaya:

Pada Pasal 104 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). “

Pada Pasal 105 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

46

Pada Pasal 106 ayat (1) Setiap orang yang mencuri Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). Setiap orang yang menadah hasil pencurian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 107 Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota, memindahkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

47

Dari pembahasan sebelumnya dijelaskan tentang pemanfaatan dan revitalisasi bangunan cagar budaya berupa bangunan plengkung Gading benteng Kraton sisi selatan. Bahwasannya pemanfaatan memiliki beberapa fungsi. Fungsi dan manfaat dari bangunan bersejarah tersebut, diantaranya adalah aspek pariwisata, objek penelitian dari berbagai disiplin ilmu, sumber devisa yang dapat menambah pendapatan daerah, dan pengayoman budaya daerah setempat .

Peneliti menemukan keempat aspek dampak yang ditimbulkan dari pemanfaatan dan revitalisasi daerah sekitar plengkung Gading diatas. Dari data yang diperoleh dari wawancara warga sekitar plengkung Gading.

Menurut Bapak Tanto berumur 39 tahun yang kesehariannya bekerja sebagai juru parkir di awasan area banguan cagar budaya tepatnya di plengkung Gading. Berawal tahun 2009 bangunan cagar budaya plengkung Gading ramai dikunjungi oleh para wisatawan dari luar daerah Yogyakarta. Dulu sebelum tahun 2009 daerah plengkung Gading tidak ada orang yang mau menaikinya dikarenakan tempatnya yang sangat kumuh. Banyak tuna wisma yang tinggal atau tidur di dalam bastion-bastion yang ada diatas plengkung. Bahkan area cagar budaya ini sering dimanfaatkan oleh orang yang tak bertanggungjawab untuk melalukan hal yang tidak sewajarnya, yang dimaksud adalah berbuat mesum. Karena tempat yang gelap dan jarang

48

diakses oleh publik sehingga sering disalahgunakan. Selain itu juga sering sebagai tempat berkumpulnya para pemabuk untuk berpesta minuman keras di atas, hal ini dilakukan karena kurangnya pemerhati wilayah bangunan cagar budaya ini. Bahkan ketika sebelum tahun 2009 ada kasus kriminalitas yaitu pencurian sepeda bermotor yang diparkir liar dikawasan plengkung Gading.

Setelah tahun 2009 diadakannya area parkir di bawah kawasan plengkung Gading guna menekan angka kriminalitas yang ada di sekitar area tersebut. Alhasil sampai sekarang belum ada lagi kasus kehilangan kendaraan bermotor bagi para pengunjung plengkung Gading. Area ini juga dijadikan sebagai ajang berkumpulnya para komunitas-komunitas yang ada di Yogyakarta seperti komunitas onthel yang melestarikan sepeda kuno, komunitas burung hantu bagi para penggemar burung hantu yang sering memamerkan peliharaannya untuk ditonton masyarakat, sebagai ajang panggung Festival Kebudayaan Yogyakarta atau sering dikenal dengan FKY juga memanfaatkan latar panggung plengkung Gading. Sehingga banyak masyarakat yang menonton dan meramaikan pesta peringatan hari jadi Kota Yogyakarta tersebut. Selain itu juga sebagai tempat pengambilan adegan pengambilan gambar film. Baik pengambilan gambar artis dalam negeri maupun arti luar negeri.

Area plengkung Gading yang tidak pernah tutup inilah ada beberapa pendatang yang menggunakan sebagai perayaan hari ulang tahun untuk temannya. Dari sinilah banyak dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. selain pengalihan fungsi pemanfaatan bangunan cagar budaya Bapak Tanto juga merasakan dampak dari perekonomiannya, yaitu dengan adanya tarif parkir yang ditentukan satu sepeda motor Rp 2.000,00 maka setiap harinya Bapak Tanto beserta teman-temannya

mampu membawa sedikitnya Rp 40.000,- per orang. Untuk juru parkir sendiri Bapak Tanto dibantu oleh 6 (enam) orang temannya. Diakui ramai pengunjung jika waktu liburan atau akhir pekan. Jika sepi masing-masing bisa membawa uang kurang lebih sebesar Rp 20.000,00 per malam. Untuk waktu parkir dimulai dari pukul 18.00 hingga larut malam.

Selain untuk menjaga keamanan para pengunjung Bapak Tanto beserta teman-temannya juga melakukan penyisiran wilayah, sehingga kasus mesum di tempat peninggalan atau bangunan cagar budaya tidak terjadi lagi. Namun ada yang disayangkan dari pelestarian bangunan cagar budaya plengkung gading ini adalah kurangnya penerangan. Sehingga yang ditakutkan adalah dari sisi plengkung gading kearah timur tidak adanya penerangan, maka para pengunjung yang tidak bertanggungjawab melakukan yang hal tidak sewajarnya. Dikarena penyisiran yang dilakukan Bapak Tanto beserta teman-temannya belum mampu sampai ke benteng yang paling timur. Diharapkan jika penerangannya cukup pengunjung yang tidak bertanggungjawab akan sungkan jika melakukan hal yang tidak sewajarnya.

Menurut Bapak Yanto yang bekerja sehari-hari adalah sebagai tukang becak yang sering mangkal di area gading juga mengungkapkan bahwasannya dulu daerah ini sering terjadi kriminalitas seperti banyak orang yang minum-minuman keras sehingga mabuk menjatuhi minumannya kearah becak yang dikendarai oleh bapak Yanto. Hal ini terjadi jika larut malam tiba, adalah aksi vandalisme atau corat-coret tembok bangunan cagar budaya. Dulu banyak sekali hal tersebut terjadi namun sekarang jauh berkurang.

50

Dari beberapa hasil wawancara dengan warga sekitar plengkung Gading dan dari beberapa studi pustaka peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan. Baik kesimpulan positif dan kesimpulan negatif, diantaranya adalah seperti dibawah ini:

Dampak Positif:

1. Wilayah Kraton sekarang ini tidak eksklusif dan tidak terkesan tertutup dengan masyarakat, karena telah menjadi tempat wisata. Dimana Kraton yang dulunya hanya merupakan sebuah kerajaan bersifat tempat tinggal dan bukan merupakan tempat umum kini menjadi tempat tujuan pariwisata yang mempunyai ciri khas tersendiri. Bahkan banyak wisatawan dari domestik maupun mancanegara yang tertarik mengunjungi kawasan kraton. Hal ini terlihat pada antusiasme para pengunjung daerah plengkung Gading.

2. Masyarakat semakin cinta terhadap peninggalan budaya. Dengan mengunjungi Yogyakarta, maka kita akan lebih mengenal dan mengetahui berbagai peninggalan-peninggalan bersejarah yang patut kita lestarikan. Bangunan cagar budaya ini salah satunya adalah benteng kraton sisi selatan yang masih asli. Serta pintu masuk kraton yang sering disebut juga dengan plengkung. Plengkung peninggalan budaya kraton yang masih tetap terjaga keasliannya adalah plengkung Wijilan dan plengkung Gading. Dimana plengkung Gading ini banyak diminati pengunjung untuk tempat nongkrong atau hanya sekedar untuk mengambil gambar. Bahwasannya bangunan plengkung gading ini sendiri mempunyai ciri khas bangunan peninggalan kebudayaan benteng kraton.

3. Menghidupkan sendi-sendi ekonomi di masyarakat sekitar. Dengan adanya wisata di kawasan plengkung gading, banyak masyarakat yang mencari nafkah di

sekitar kawasan benteng kraton. Misalnya saja banyak tukang becak yang sering mangkal dikawasan plengkung, pedagang makanan, percetakan, pedagang majalah atau koran, tukang parkir, bengkel, dan sebagainya.

4. Menambah devisa negara dan pendapatan asli daerah. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya pengunjung yang berminat untuk mengunjungi bangunan cagar budaya berupa plengkung Gading dapat menambahkan pendapatan daerah itu sendiri. Hal ini terlihat dengan adanya perhatian pemerintah daerah dikawasan ini. Sebagai contoh pengadaan lampu.

Plengkung Gading setiap malam dapat berubah warna sesuai dengan sorotan lampu yang ditembakkan. Biaya pengadaan lampu untuk kedua plengkung itu sampai ratusan juta. “Lampu itu sudah dipasang sejak awal Desember nilainya sekitar Rp340 juta,” kata Kepala Seksi Penerangan Jalan Dinas Kimpraswil Sukadarmanto kepada Harian Jogja, Selasa (1/1/2013). Lampu itu menerangi baik sisi utara atau selatan plengkung.

Di Plengkung Gading pada sisi selatan, terdapat dua lampu di sebelah barat dan timur. Sedangkan pada sisi sebaliknya, lampu juga terletak di sebalah barat dan timur. Hanya jumlahnya lebih banyak. Tiap sisi setidaknya terdapat tiga lampu. Penerangan juga ditambah di tangga naik ke atas plengkung. Beberapa saat yang lalu, diakuinya ada lampu yang tidak menyala. Namun itu bukan karena rusak, melainkan hanya setting timer. Itu sudah disetel ulang oleh pihak Philips. Jadi lampu yang digunakan untuk penerangan di plengkung Gading tidak rusak. Lampu itu dapat tahan 10 tahun, kecuali ada yang merusaknya.

52

Dampak Negatif:

1. Muncul banyaknya pengemis dan pemulung yang ada di sekitar kawasan plengkung Gading. Hal ini dapat dilihat di sekitar kawasan jalan sebelah utara plengkung Gading yang banyak dipadati pengemis dan pemulung mangkal di trotoar. Setiap malam para pengemis dan pemulung terkadang masih terlihat tidur di atas plengkung Gading.

2. Ketika pengendalian dan pengawasan kurang, maka lingkungan menjadi semrawut, kotor, karena pengelolaan daerah wisata kurang baik. Bisa dilihat dari aksi vandalisme yang sering terjadi ditembok plengkung Gading sampai di pojok benteng sebelah tenggara. Selain itu akses lalu lintas ketika jam-jam yang padat berkendaraan diantara waktu orang-orang berangkat bekerja dan berangkat sekolah kawasan plengkung Gading dengan akses jalan yang dapat dikatakan sempit menjadi macet. Karena banyak motor dan mobil yang melintasi plengkung Gading ini. Diharapkan bagi polisi lalu lintas untuk selalu berjaga diwaktu-waktu sibuk. Sehingga dengan harapan akses lalu lintas dikawasan sekitar plengkung Gading tidak ada kemacetan lagi.

Dampak revitalisasi di situs plengkung Gading yang dirasakan oleh masyarakat umum adalah seperti Festival Kesenian Yogyakarta yang setiap tahunnya selalu diselenggarakan guna memperingati hari jadi kota Yogyakarta. FKY berada di tempat-tempat cagar budaya Yogyakarta, salah satunya bertempat di plengkung Gading. Plengkung Gading yang selalu ramai dilewati oleh para pengendaraan baik sepeda, sepeda motor, atau kendaraan roda empat ini menjadi tempat strategi sebagai

ajang mempromosikan situs bersejarah di kota Yogyakarta. FKY di plengkung Gading biasanya terdapat panggung pertunjukkan kesenian rakyat seperti wayang, tari-tarian tradisional, karya seni, dan masih banyak lainnya.

Selain menjadi tempat untuk pertunukan FKY plengkung Gading juga sering dijadikan ajang unjuk kebolehan dari berbagai komunitas-komunitas. Diharapkan dengan berkumpul di plengkung Gading komunitas-komunitas tersebut bisa lebih eksis di masyarakat, hingga tertarik dan bersedia bergabung menjadi anggota komunitas tersebut. Komunitas-komunitas tersebut seperti komunitas pencinta burung hantu, pencinta anjing ras tertentu, onthel (sepeda jaman dulu), skateboard, dan masih banyak lainnya.

Tidak hanya untuk berkumpulnya komunitas-komunitas, plengkung Gading sering dijadikan tempat untuk berolahraga baik di waktu pagi maupun sore hari. Seperti untuk pelatihan fisik pemain voli, basket, pelari yang memanfaatkan tangga naik ke atas plengkung Gading.

Plengkung Gading juga sering dijadikan sebagai latar untuk penggambilan gambar yang akan ditanyangkan di stasiun televisi baik swasta maupun milik Negara. Salah satunya adalah acara yang diakan oleh stasiun televisi TVRI yaitu Posdaya. Posdaya merupakan forum silahturahmi, advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan sekaligus bisa dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu. Dalam hal-hal tertentu bisa juga menjadi wadah pelayanan keluarga terpadu, yaitu pelayanan pengembangan keluarga secara berkelanjutan, dalam berbagai bidang utamanya agama, pendidikan, kesehatan, wirausaha, dan lingkungan hidup.

55

Bangunan atau peninggalan yang mempunyai nilai sejarah atau disebut dengan cagar budaya harus tetap dijaga. Salah satunya dengan cara revitalisasi atau pemanfaatan kembali bangunan cagar budaya tersebut. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.

Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan untuk mendorong terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang ruang publik) kota, namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk kepada aspek social budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives).

Bangunan benteng sisi selatan kraton plengkung Nirbaya atau plengkung Gading sudah mengalami pemanfaatan dan revitalisasi. Diantaranya dahulu bangunan ini digunakan untuk menghalangi musuh yang akan masuk ke dalam kraton dapat dikatakan bahwa berguna untuk melindungi kraton dari musuh. Seiring berjalannya waktu pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono IX tahun 1974 daerah benteng sisi selatan dari

56

plengkung Nirbaya atau plengkung Gading kearah barat mengalami kerusakan berat. Sehingga oleh HB IX tanah bekas benteng dijadikan tanah magersari atau tanah yang diperuntukan untuk para abdidalem kraton sebagai tempat tinggal. Tanah magersari ini bersifat hanya hak pinjam pakai saja dengan bukti tertulis berupa surat kekancingan bukan sertifikat tanah. Jikalau Sri Sultan menghendaki tanah tersebut maka si penerima hak pinjam tanah harus segera menyerahkan tanah tersebut kepada kraton kembali. Sehingga tanah bekas benteng berubah fungsi dan manfaatnya.

Jalur akses keluar masuk yang dulunya berpa pintu gerbang menjadi sebuah jalan atau jalur transportasi langsung tanpa pintu dari arah panggung Krapyak sisi selatan dan menuju ke arah Alun-Alun Selatan dari sisi utara plengkung Gading. Diatas plengkung Gading sebelum tahun 2009 banyak terjadi kriminalitas. Seperti banyak orang yang minum-minuman keras yang menyebabkan hilangnya kesadaran atau mabuk sehingga menimbulkan keresahan bagi warga sekitar.

Banyaknya tuna wisma yang tidur dibekas bastion-bastion yang menyebabkan area plengkung Gading kumuh dan berbau tidak sedap. Munculnya tindakan asusila sepasang individu melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Kasus kehilangan sepeda motor yang terparkir liar dibawah plengkung Gading. Larut malam banyaknya pemuda-pemuda melakukan aksi vandalisme atau aksi corat-coret tembok bangunan cagar budaya plengkung Gading yang sehingga menyebabkan kotor area ini.

Hal tersebut mulai berangsur-angsur reda sejak tahun 2009 sejak adanya juru parkir yang berjaga disana. Pengunjung yang akan berkumpul dengan rekan-rekannya diatas plengkung Gading tidak takut adanya aksi pencurian sepeda motor

karena sudah aman. Aksi minum-minuman keras mulai berangsur berkurang dan tindakan asusila pun mulai berangsur berkurang. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya pengunjung yang ingin menikmati malam hari di atas plengkung Gading, sehingga pengunjung satu dengan pengunjung lainnya timbul perasaan segan dan menekan angka kriminalitas. Serta menurunnya aksi vandalisme yang sering dilakukan beberapa kelompok orang, karena dari pihak kepurbakalaan setiap harinya menyisir dan melestarikan bangunan cagar budaya ini.

Festival Kebudayaan Yogyakarta yang dilakukan beberapa tahun terakhir ini menambah semarak plengkung Gading. FKY yang mengambil latar panggung plengkung menampilkan beberapa kesenian asli Yogyakarta yang dipertontonkan secara gratis kepada masyarakat sehingga menambah positif pemanfaatan dan revitalisasi terhadap plengkung Gading. Dengan adanya hal diatas tak heran jika plengkung Gading juga sering dijadikan latar tempat penggambilan gambar oleh beberapa orang ternama baik dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga hal tersebut lebih memberikan dampak positif bagi warga sekitar.

58

Daftar Narasumber Nama : Tanto

Umur : 39 Tahun

Profesi : Juru Parkir di Plengkung Gading

Nama : Yanto Umur : 60 Tahun

Dokumen terkait