• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Ringkasan Cerita KRPH

Alkisah, hiduplah satu keluarga bangsawan di sebuah kampung bernama Kampung Sunggal. Kampung Sunggal dipimpin oleh seorang Raja bernama Datuk Sunggal. Datuk Sunggal hidup bersama seorang istri dan anaknya bernama Putri Datuk Sunggal yang kemudian disingkat menjadi PDS. Ketika usia PDS mencapai 19 tahun, dilihat oleh ibunya sebagaimana ciri-ciri orang yang sedang mengandung. Ibunya mengatakan bahwa beliau sedang hamil. PDS sangat terkejut mendengar ibundanya mengatakan ia hamil. Datuk Sunggal melihat ada sesuatu yang berbeda terhadap putrinya itu. Setiap hari dilihatnya PDS sangat lesu dan murung. Datuk Sunggal bertanya kepada istrinya apakah gerangan yang terjadi terhadap PDS. Dengan pikiran yang tenang, istrinya pun menceritakan perihal PDS yang telah mengandung itu. Mendengar kabar tersebut, Datuk sangat murka. Ia segera menghukum PDS yang telah membuat malu keluarganya. PDS kemudian melangkah untuk menghadap Datuk Sunggal untuk menerima hukuman. Datuk Sunggal tak segan-segan menghukum rakyatnya yang bersalah sekalipun sanak keluarganya sendiru. Datuk Sunggal memutuskan untuk menghukum PDS dengan cara membuang PDS ke tengah-tengah hutan belantara. Tepat pada hari dan waktu yang telah ditentukan, siap sedia tujuh hulubalang di halaman istana Datuk Sunggal. Akhirnya berangkatlah PDS bersama para hulubalang menuju ke tengah hutan. Didirikan oleh hulubalang sebuah pondok untuk PDS hidup dan tinggal.

Ketika di tengah hutan belantara, PDS bertemu dengan Raja Delitua yang kebetulan sedang berburu bersama para pengawalnya. Raja Delitua memutuskan untuk membawa PDS ke Istana Delitua. Sesampainya di halaman istana Delitua, Raja Delitua memanggil para inang pengasuh dan menyuruh agar mempersiapkan tempat untuk PDS beristirahat serta

memberikan pakaian persalinan yang diperlukannya. PDS pun hidup bahagia di dalam Istana Delitua. Ia merasa dikasihi dan dimanja oleh seisi Istana. Makan dan minum siap tersaji, karena kesenangan dan kebahagiaan yang diperolehnya, hampir lupa ia kepada orangtuanya.

Sudah hampir tiga bulan PDS berada di Istana Delitua. Tidak terasa waktu berlalu. Tak sadar pula kalau bayi di dalam kandungannya sudah berusia sembilan bulan penuh. Inang pengasuh memberitahukan kepada Raja Delitua bahwa kandungan PDS hanya menunggu harinya saja lagi. Mendengar berita itu, Raja Delitua memerintahkan kepada inang pengasuh agar berjaga-jaga siang dan malam menantikan kelahiran bayi dari PDS tersebut.

Tepat waktu matahari terbenam diufuk barat, maka terbitlah bulan purnama di ufuk timur. Waktu itu lahirlah seorang anak manusia ke muka bumi ini. Lahir bayi perempuan dari PDS yang mengandung secara tiba-tiba itu. Ada beberapa peristiwa yang ganjil sewaktu PDS melahirkan diantaranya yaitu; patahnya tujuh keping lantai istana kerajaan Delitua secara tiba-tiba. Kemudian di bawah lantai istana yang patah itu kelihatan sebuah meriam yang lengkap dan tak tahu dari mana asal mulanya. Terakhir, di atas meriam itu kelihatan seekor ular kecil melingkar berwarna kuning berbelang hitam dan kepalanya berwarna hijau serta panjangnya kira-kira sejengkal lebih. Setelah tujuh hari bayi itu lahir, maka pada malam yang sama Raja Delitua dan PDS sama-sama bermimpi mereka didatangi oleh ular yang ada di bawah istana tersebut. Ular itu mengatakan bahwa ia bernama Mambang Di Yajit, abang dari bayi perempuan itu dan adikku yang baru lahir itu bernama Putri Hijau yang kemudian disingkat menjadi PH. Setelah PH berumur 40 hari, sebagaimana adat istiadat lembaga Melayu maka PH dimandikan dengan tujuh macam air bunga yang dinamakan orang Melayu turun tanah, tak pula ketinggalan PDS dimandikan yang dikenal sebagai mandi bercuci.

Setelah PH berusia 44 hari, maka menikahlah Raja Delitua dengan PDS. Resmilah PDS itu menjadi Permaisuri Raja Delitua. Sudah setahun PDS hidup senang dan bahagia, maka lahir seorang bayi laki-laki dari hasil pernikahan Raja Delitua dan PDS. Selama tujuh

hari tujuh malam diadakan pesta di Istana Delitua, karena baru itulah Baginda Raja Delitua dikaruniai seorang Putra sebagai pewaris mahkota kerajaan nantinya. Tanpa terasa PH telah genap berusia 21 tahun yang menanjak dewasa. Parasnya cantik jelita, setiap lelaki yang memandangnya pasti terlena. Sempurna semua keindahan tubuh.

Suatu hari, mangkatlah Baginda Raja Delitua. Putra Raja Delitua pun menggantikan ayahnya sebagai pemegang kekuasaan istana, walau baru berusia 20 tahun tetapi cerdas pikiran dan bijaksana sikapnya serupa dengan ayahnya. Sementara itu, kecantikan PH telah tersohor ke seluruh nusantara. Tiada lelaki yang tiada ingin meminangnya. Namun PH selalu menolak karena belum tiba masanya. Bukan lantaran tidak gagah perkasa, tapi jodoh belum bersua. Sementara PH tenang sentosa, Raja Aceh berburu pula di hutan raya. Suatu hari sampailah rombongan mereka di suatu tempat yang dekat dari Istana Delitua. Ketika sedang beristirahat untuk makan, tiba-tiba mereka kehabisan air minum, maka diutuslah hulubalang Raja untuk mencari sumber air. Tibanya hulubalang di sebuah kampung yang indah permai, terlihat merekalah PH yang cantik jelita. Hulubalang menyatakan maksudnya ingin meminta air minum kepada PH, kemudian PH mempersilahkan untuk mengambil air di sumur yang tidak jauh darinya. Setelah mendapatkan air, kembalilah mereka menghadap Raja Aceh.

Berceritalah hulubalang mengenai PH yang cantik itu kepada sang Raja. Datang keinginannya untuk menjumpai PH. Raja Aceh bangkit dari duduknya dan melangkah tak tentu arah. Dikirim utusan untuk mendatangi Kerajaan Delitua dengan maksud meminang PH. Sampailah utusan Raja Aceh di Kerajaan Delitua, maka mereka disambut Raja Delitua dengan beradat. Setelah Raja Delitua berbasa-basi dengan utusan Raja Aceh tersebut, maka ditanyakan Raja Delitua maksud dan hajat kedatangan mereka. Dijelaskanlah bahwa Raja Aceh ingin meminang PH. Raja Delitua menjelaskan bahwa dirinya adalah saudara tiri dari PH, lebih baik PH sendiri yang memutuskan keputusannya. Ternyata diam-diam PH mendengar percakapan mereka. Ia menentang dan tidak sudi untuk dipinang sebagai istri

Raja Aceh. PH berkata “Beta tidak sudi dipinang Raja Aceh untuk jadi isterinya. Beta tidak layak dan tidak sekupu dengan Raja Aceh. Sampaikan pada Raja Tuan, suruh Raja Tuan mencari perempuan lain untuk gundiknya”. PH kembali masuk ke kamarnya sedangkan utusan Raja Aceh memohon undur diri karena tersinggung atas kalimat yang dikatakan PH.

Mereka kembali untuk menemui Raja Aceh dengan perasaan geram dan gundah. Geram karena benci melihat kekasaran PH dan gundah karena takut menghadap Raja karena tak berhasil. Sampailah mereka menghadap Raja Aceh dan menjelaskan semuanya. Raja Aceh murka mendengar atas ucapan PH yang disampaikan utusannya itu. Ucapan yang menghina dan tidak layak dilontarkan kepada seorang raja. Raja Aceh merasa dihina oleh PH dan akan membalas dendam sakit hatinya dengan cara menaklukan Kerajaan Delitua serta menawan PH. Diperintahkan Raja Aceh para hulubalang untuk mempersiapkan prajurit dengan senjata lengkap. Setelah lengkap semua hulubalang dan prajuritnya maka dikerahkan Raja Aceh menyerbu kerajaan Delitua dan harus dapat menawan PH hidup-hidup. Raja Delitua mengetahui adanya penyerangan tersebut. Raja Delitua mempersiapkan prajurit dan para hulubalangnya yang gagah berani. Pertempuran tak dapat dielakkan lagi dan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam lamanya. Masing-masing tak mau kalah dan mengalah.

Hingga pada akhirnya, Raja Aceh menembak dengan dirham (uang mas) sebagai peluru senjata. Melihat dirham bertaburan di perkarangan Istana Delitua, maka prajurit Kerajaan Delitua sibuk berebutan mengambil uang mas tersebut. Dengan mudahnya prajurit-prajurit Raja Aceh menyerbu. Bagi Raja Delitua, setelah peluru senjata habis tiada berdaya, maka digunakannya meriam yang terdapat di bawah istana itu yang usianya sama dengan kelahiran PH. Meriam tersebut menembak secara bertubi-tubi dan berjam-jam hingga banyak prajurit Aceh yang mati. Tetapi akhirnya, meriam tersebut terbelah menjadi dua karena ditembakkan terus menerus. Hebatnya, tembakan peluru yang terakhir menyebabkan meriam menjadi puntung. Pangkalnya tercampak ke Labuhan Deli dan ujungnya melayang ke Sukanalu dekat

Tongkoh Berastagi. Kerajaan Delitua kalah, Raja Delitua dan PH menyingkir agar tidak ditawan Raja Aceh. Mula-mula mereka mengundurkan diri ke kampung Ulu Bedera Terjun kemudian lari lagi ke Klumpang. Prajurit dan Raja Aceh terus mengejar mereka, maka Raja Delitua dan Putri Hijau lari lagi mengundurkan diri ke Hamparan Perak. Di Hamparan Perak inilah Putri Hijau menyerahkan diri dengan bersyarat. PH memikirkan keselamatan adindanya Raja Delitua serta ibunya. Akhirnya PH bersedia kawin dengan Raja Aceh asalkan dibawa berlayar ke Aceh dengan kapal melalui laut, tanpa ikut Raja Aceh di dalam kapal itu.

Kemudian di dalam kapal yang membawanya itu, PH harus ditempatkan di dalam sebuah peti kaca yang kuncinya harus berada sebelah dalam peti. Lalu, jika rakyat Aceh ingin melihat Rajanya bersanding dengan PH, maka waktu di pelabuhan Raja Aceh harus sanggup membunyikan lonceng sebanyak 12 kali, lonceng yang berasal dari negeri Cina yang bunyinya dapat didengar sejauh enam batu. Bagi rakyat Aceh yang ingin datang melihat, maka masing-masing musti membawa sekaleng bertih dan sebutir telur ayam. Itulah syarat-syarat yang diajukan PH. Raja Aceh menganggap ringan syarat-syarat tersebut dan tidak dipikirkannya dibalik syarat tersebut. Raja Aceh tidak tahu bahwa PH adalah turunan Dewa.

Sampailah mereka ke pelabuhan dan PH keluar dari peti kaca. PH melangkah turun ke pelabuhan diiringi Raja Aceh layaknya permaisuri Raja Aceh. Rakyat Aceh terpana melihat kecantikan PH. Kemudian, PH melangkah mendekati bertih dan telur yang membukit itu. PH membakar kemenyan dan setanggi. Asapnya mengepul ke angkasa. PH berdoa memohon sesuatu kepada Dewata dengan menadahkan kedua belah tangannya ke langit. Makin lama bau wangi itu makin meresap ke sumsum otak hingga melenakan penciumnya dan semua terlena terpaku berdiri bagaikan patung. Sesaat berlalu terdengarlah gemuruh suara di angkasa raya. Halilintar sambung-menyambung. Hujan turun dengan lebatnya. Air makin lama semakin dalam hingga sepinggang daratan. Akhirnya dari laut muncul seekor ular naga mendekati PH, lalu PH melompat ke tengkuk ular naga itu. Sesaat kemudian barulah siuman

dan sadar rakyat Aceh bahwa air telah naik sepinggang. PH yang disampingnya tadi telah tiada. Raja Aceh lari menyelamatkan diri. Air bah dan hujan makin menjadi-jadi hingga dalamnya mencapai daratan. PH dan ular naga itu kembali ke Kerajaan Delitua, kemudian ular naga kembali turun ke sungai dan menuju laut. Hilanglah ular naga itu dan tak pernah timbul lagi hingga kini. (KRPH:1990)

DIAGRAM 4.1

STRUKTUR CERITA KRPH

Hidup sepasang suami istri di Kampung Sunggal. Pasangan tersebut memiliki seorang anak remaja bernama Putri Datuk Sunggal (PDS)

( Hal : 1-6 )

PDS yang berusia remaja itu hamil secara tiba-tiba. Akibat kehamilannya itu, ia dihukum oleh ayahnya bernama Datuk Sunggal. PDS dihukum dengan cara

dibuang di tengah hutan belantara.

( Hal : 7-25 )

Di tengah hutan belantara, PDS bertemu dengan Raja Delitua yang sedang berburu. PDS diajak Raja Delitua untuk tinggal dan menetap di Istana Delitua.

( Hal : 26 – 40 )

Di Istana Delitua, PDS melahirkan seorang bayi perempuan bernama Putri Hijau.

( Hal : 41 – 48 )

Putri Hijau tumbuh menjadi dewasa. Ia terkenal ke seluruh nusantara karena kecantikannya. Raja Aceh ingin meminangnya, namun Putri Hijau menolak. Raja

Aceh tidak terima dan akan menyerang Kerajaan Delitua.

( Hal : 49 – 55 )

Istana Delitua hancur. Raja Aceh berhasil mengalah Kerajaan Delitua. Putri Hijau menyerah secara bersyarat dan bersedia menikah dengan Raja Aceh.

( Hal : 56 – 63 )

Putri Hijau diselamatkan oleh seekor ular naga. Putri Hijau berhasil melarikan diri dan kembali ke Kerajaan Delitua.

( Hal : 64 – 66 )

Setelah membaca Kisah Riwayat Putri Hijau, maka pengkaji akan menganalisis teks KRPH sesuai dengan rumusan masalah penelitian yaitu analisis alur latar dan penokohan dalam teks KRPH serta citra wanita pada aspek diri wanita dan aspek sosial wanita pada tokoh wanita dalam teks KRPH.

4.2 Alur, Latar dan Penokohan dalam KRPH

A. Alur dalam KRPH

Alur (plot) merupakan salah satu unsur yang penting dalam sebuah cerita. Alur adalah suatu cerita yang berisi urutan kejadian, namun kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya perisitiwa yang lain (Stanton, 2007). Peristiwa-peristiwa cerita dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku dan sikap tokoh-tokoh cerita dalam bertindak, berpikir, berasa dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan (Nurgiyantoro, 2015). Alur dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-sudut tinjauan dan kriteria yang berbeda.

Sementara itu, pembedaan plot berdasarkan kriteria waktu dibedakan menjadi tiga macam yaitu plot lurus (progresif), plot sorot balik (flash back) dan plot sorot campuran (Nurgiyantoro, 2015). Berikut adalah tahapan-tahapan alur dalam KRPH :

1. Tahap Penyituasian (situation)

Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2015:209). Tahap penyituasian dalam KRPH dijelaskan pada paragraf berikut:

“Di kampung Sunggal itu pulalah bermukim suatu keluarga turunan bangsawan. Bangsawan inilah yang memerintah Sunggal dengan gelar: Datuk Sunggal. Di samping itu Datuk Sunggal didampingi oleh Permaisuri dan dianugerahi seorang Putri remaja yang cantik jelita.” (KRPH:6).

Berdasarkan teks dalam KRPH di atas, plot penyituasian diawali pada suatu hiduplah sebuah keluarga bangsawan di sebuah kampung bernama Kampung Sunggal. Keluarga bangsawan itu dikaruniai seorang putri perempuan. Di dalam KRPH tidak dijelaskan siapa nama putri perempuan itu, hanya saja ia disebut sebagai Putri Datuk Sunggal oleh pengarang yang kemudian pengkaji singkat menjadi PDS. Datuk Sunggal dan keluarganya sangat dicintai oleh seluruh rakyatnya. Keluarga bangsawan yang rendah hati ini hidup bahagia memerintah Kampung Sunggal.

2. Tahap Pemunculan Konflik (generating circumstances)

Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2015:209). Tahap pemunculan konflik dalam KRPH dijelaskan pada paragraf berikut :

“Ampun kakanda beribu-ribu ampun. Salah patik mohon diampun. Putri itu hamil, bukanlah karena budipekerti kita buruk ataupun tak baik, tapi barangkali telah demikian suratan takdir atas dirinya.” (KRPH:15)

Berdasarkan teks di atas, konflik muncul ketika PDS yang masih remaja itu hamil.

Kehamilannya tersebut datang secara tiba-tiba. PDS merupakan seorang gadis, ia belum pernah menikah selama hidupnya. Bayi yang ada di kandungannya itu tidak tahu darimana datangnya. Mungkin sudah begitulah takdir Tuhan terhadap dirinya.

3. Tahap Peningkatan Konflik (rising action)

Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya (Nurgiyantoro, 2015:209). Tahap peningkatan konflik dalam KRPH dijelaskan pada paragraf berikut :

“Datuk Sunggal duduk kembali di kursinya lalu berkata:

“Hukuman Putri dibuang di tengah hutan belantara.

Bawa kembali putri ke kamar dan kunci.” Perintah Datuk Sunggal.” (KRPH:19).

Berdasarkan teks di atas, peningkatan konflik ditandai dengan hukuman yang diberikan Datuk Sunggal terhadap PDS atas kehamilannya tersebut. PDS dibuang ke hutan belantara. Di dalam KRPH tidak dijelaskan berapa lama PDS akan tinggal di tengah hutan tersebut. PDS kini tinggal seorang diri. Tiba-tiba datang Raja Delitua yang sedang berburu di tengah hutan tempat PDS dibuang. Raja Delitua melihat sebuah pondok tinggi dan melihat seorang wanita. Raja meminta izin untuk naik ke atas, dan PDS pun menerimanya.

Berceritalah mereka, begitu juga sang PDS menceritakan darimana asal-usulnya. Akhirnya Raja Delitua mengajak PDS untuk tinggal dan menetap sementara di Istana Delitua, PDS pun setuju.

Setelah beberapa bulan PDS tinggal di Istana Delitua, bayi yang dikandungnya itupun lahir. Bayi tersebut bernama Putri Hijau yang kemudian disingkat menjadi PH, sesuai dengan pada paragraf berikut :

“Tuan Putri serta anaknya itupun menempati kamar yang terhormat itu. Dengan kehadiran Putri dan kelahiran bayi yang bernama Putri Hijau itu, keadaan Istana Kerajaan Delitua bertambah semarak.”

(KRPH:44)

Berdasarkan teks dalam KRPH di atas, PDS yang telah dibuang ayahandanya atas konflik kehamilannya itu akhirnya melahirkan seorang bayi. Seiring berjalannya waktu, PH tumbuh menjadi sosok wanita dewasa yang cantik jelita. Fisik serta parasnya nyaris sempurna. Kecantikannya tersebut tersohor ke seluruh nusantara. Suatu hari, Raja Aceh bermaksud ingin meminang PH. Diutuslah utusan Raja Aceh ke Istana Delitua. Sesampainya mereka ke Istana Delitua, dijelaskan oleh utusan Raja Aceh maksud dan tujuan kedatangan mereka. Namun, PH telah mengetahui maksud tersebut. PH menolak mentah-mentah pinangan Raja Aceh, sesuai pada paragraf sebagai berikut :

“Putri Hijau menantang Menteri utusan Raja Aceh itu, dengan lantangnya berkata: “Beta tidak sudi dipinang Raja Aceh untuk jadi isterinya. Beta tidak layak dan tidak sekupu dengan Raja Aceh. Sampaikan pada Raja

Tuan mencari perempuan lain untuk gundiknya.”

(KRPH:55)

Berdasarkan teks dalam KRPH di atas, konflik semakin meningkat ketika PH menolak lamaran Raja Aceh. Kalimat yang disampaikan oleh PH di atas membuat Raja Aceh merasa dihina sebagai seorang Raja. Raja Aceh akan membalas sakit hatinya dengan memerangi Kerajaan Delitua dan akan menawan PH hidup-hidup. Peperangan antar dua kerajaan itu membuat konflik semakin memuncak.

4. Tahap Klimaks (climax)

Tahap klimaks terjadi ketika konflik telah mencapai intensitas puncak (Nurgiyantoro, 2015:209). Tahap klimaks dalam KRPH dijelaskan pada paragraf sebagai berikut :

“Maka diperintahnya para hulubalang mempersiapkan prajurit dengan senjata lengkap. Setelah lengkap semua hulubalang dan prajuritnya maka dikerahkan Raja Aceh lah menyerbu Kerajaan Delitua dan harus dapat menawan Putri Hijau hidup-hidup.” (KRPH:57)

Berdasarkan teks di atas, Raja Aceh memerintahkan seluruh pasukannya untuk menyerang Istana Delitua. Raja Delitua yang telah mengetahui bahwa Istananya akan diserbu oleh Raja Aceh itupun tidak tinggal diam. Raja Delitua juga mempersiapkan seluruh hulubalang dan para prajuritnya yang gagah berani. Pertempuran antara dua kerajaan itupun tak dapat dihindarkan lagi. Peperangan terjadi selama tujuh hari tujuh malam lamanya dan telah banyak yang gugur dalam medan perang. Raja Aceh tidak dapat mengalahkan Kerajaan Delitua. Ia belum menyerah, maka diubahlah taktik perangnya sesuai dengan teks dalam KRPH sebagai berikut :

“Setelah Raja Aceh tak dapat mengalahkan Kerajaan Delitua dengan kekuatan prajuritnya semula, maka diubahlah taktik tipu daya. Raja Aceh memerintahkan menembak dengan dirham (wangmas) sebagai pelor senjata. Melihat wangmas yang bertaburan dan berserakan di pekarangan serta di luar istana, maka prajurit Kerajaan Delitua sibuk berebutan mengutip wang itu.” (KRPH:58)

Berdasarkan teks dalam KRPH di atas, Raja Aceh mengganti peluru senjatanya menjadi dirham yang ditembakkan ke Istana Delitua. Para prajurit dan seluruh rakyat Delitua berebut untuk mengambil dirham yang sangat berharga kala itu. Benteng istana pun telah hancur akibat tidak lagi dijaga oleh para prajurit Delitua. Dengan mudahnya prajurit-prajurit Raja Aceh masuk ke dalam Istana Delitua. Raja Delitua dan PH beserta beberapa prajuritnya melarikan diri agar tidak ditangkap oleh Raja Aceh. Prajurit Aceh terus mengejar kemana arah Raja Delitua dan PH melarikan diri.

5. Tahap Penurunan Konflik

Tahap klimaks yang terjadi mengalami penurunan ketegangan cerita untuk mencapai tahap penyelesaian. Tahap penurunan konflik dalam KRPH dijelaskan pada paragraf sebagai berikut :

“Putri Hijau menyerahkan diri dengan bersarat. Putri Hijau memikirkan keselamatan Raja Delitua serta bundanya yang masih berada di Delitua serta prajurit-prajurit yang telah letih.” (KRPH:60).

Berdasarkan teks dalam KRPH di atas, penurunan konflik dalam KRPH yaitu dengan menyerahnya PH. PH bersedia menikah dengan Raja Aceh namun dengan beberapa syarat.

Pertama, ia dibawa ke Aceh melalui laut tanpa ikut Raja Aceh di dalam kapal itu. Kedua, ia harus ditempatkan dalam sebuah peti kaca. Ketiga, Raja Aceh harus membunyikan lonceng 12 kali dan lonceng tersebut berasal dari China yang suaranya dapat di dengar sejauh enam batu. Raja Aceh menyanggupi seluruh syarat PH.

6. Tahap Penyelesaian (denouement)

Klimaks yang telah mengalami penurunan diberi jalan keluar dan cerita diakhiri (Nurgiyantoro, 2015:210). Tahap penyelesaian dalam KRPH dijelaskan pada paragraf sebagai berikut :

“Putri Hijau pun keluarlah dari peti kaca. Putri Hijau berdoa memohon sesuatu pada Dewata dengan

menadahkan kedua tangannya ke langit. Akhirnya dari laut muncullah seekor ular naga mendekati Putri Hijau.

Lalu Putri Hijau melompat ke tengkuk ular naga itu.

Ular naga beserta Putri Hijau itu pun kembalilah ke Delitua.” (KRPH:65).

Berdasarkan teks di atas, penyelesaian cerita dari KRPH yaitu pada akhirnya sampailah PH di Pelabuhan Aceh. Saat turun dari kapal, PH melakukan sedikit ritual. Tiba-tiba terdengar gemuruh dan hujan turun dengan lebat. Dari laut muncul seekor ular naga mendekati PH. PH melompat ke atas badan ular naga itu. PH melarikan diri dan kembali ke

Berdasarkan teks di atas, penyelesaian cerita dari KRPH yaitu pada akhirnya sampailah PH di Pelabuhan Aceh. Saat turun dari kapal, PH melakukan sedikit ritual. Tiba-tiba terdengar gemuruh dan hujan turun dengan lebat. Dari laut muncul seekor ular naga mendekati PH. PH melompat ke atas badan ular naga itu. PH melarikan diri dan kembali ke

Dokumen terkait