• Tidak ada hasil yang ditemukan

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 adalah survai tingkat nasional yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI dengan melibatkan BPS, organisasi profesi, perguruan tinggi, lembaga penelitian, pemerintah daerah, dan partisipasi masyarakat, untuk menyediakan informasi kesehatan yang berbasis bukti (evidence-based) untuk menunjang perencanaan bidang kesehatan kabupaten/ kota. Riskesdas mencakup sampel yang jauh lebih besar dari survei-survei kesehatan sebelumnya seperti SKRT atau SDKI dan mencakup aspek kesehatan yang lebih luas. Riskesds 2007 dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan tentang status kesehatan masyarakat di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, faktor-faktor yang melatarbelakanginya dan masalah kesehatan masyarakat yang spesifik di setiap wilayah. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 di Provinsi Jawa Barat merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dengan Riskesdas nasional. Dengan demikian lokasi RISKESDAS 2007 di Provinsi Jawa Barat mencakup 16 kabupaten dan 9 kota yaitu Kabupaten : Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Kota : Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya dan Banjar.

Metoda. Penarikan sampel untuk Riskesdas 2007 identik dengan two stage sampling

yang digunakan dalam Susenas 2007. Riskesdas 2007 mencakup sampel di 33 propinsi, 440 dari sebanyak 456 kabupaten/kota, 17.165 dari 17.357 blok sensus 258.466 dari 277.630 rumahtangga. Selanjutnya, seluruh anggota rumahtangga dari setiap rumahtangga yang terpilih dari kedua proses penarikan sampel tersebut di atas diambil sebagai sampel individu. Secara keseluruhan, jumlah sampel rumah tangga dari 25

kabupaten/kota Susenas 2007 adalah 20.512 dimana Riskesdas berhasil

mengumpulkan 19.469 rumah tangga. Jumlah sampel anggota rumah tangga dari 25 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada Susenas 2007 adalah 78.521sampel anggota rumah tangga dan riskesdas berhasil mengumpulkan 68.429 individu yang sama dengan Susenas. Sampel untuk pengukuran biomedis adalah anggota rumahtangga berusia lebih dari 1 (satu) tahun yang tinggal di blok sensus dengan klasifikasi perkotaan.

Ada 2 cara penarikan sampel yodium, yaitu pengukuran kadar yodium dalam garam yang dikonsumsi rumahtangga, dan kedua adalah pengukuran yodium dalam urin. Untuk pengukuran kadar yodium dalam garam, dilakukan test cepat yodium pada 257.247 sampel rumahtangga dari 440 kabupaten/kota. Untuk pengukuran kedua, dipilih secara acak 2 rumahtangga yang mempunyai anak usia 6-12 tahun dari 16 rumahtangga per blok sensus di 30 kabupaten yang dapat mewakili secara nasional. Dari rumahtangga yang terpilih, sampel garam rumahtangga diambil, dan juga sampel urin dari anak usia 6- 12 tahun yang selanjutnya dikirim ke laboratorium Universitas Diponegoro, Balai GAKY- Magelang, dan Puslitbang Gizi dan Makanan, Bogor. Dengan cara itu didapatkan sampel 8473 anak usia 6-12 tahun yang dilakukan pengukuran kadar yodium dalam urin. Di Provinsi Jawa Barat, seluruh tenaga lapang data kesehatan masyarakat, berasal dari tenaga setempat yakni dari Dinas Kesehatan dan Poltekkes, yang disupervisi oleh 15 orang tenaga peneliti dari Badan Litbang Kesehatan (Puslitbang Gizi dan Makanan, Balai GAKY_Magelang, Loka Ciamis) dan 10 orang dosen dari Poltekkes. Tenaga pengambil specimen darah (plebotomi) berasal dari Laboratorium Kesehatan Daerah. Pada buku laporan ini dijelaskan pelbagai temuan Riskesdas 2007 Provinsi Jawa Barat dan variasi antar kabupaten/kota.

Gizi.

Indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum, tidak spesifik. Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang mengindikasikan

vi

ada tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat kronis atau akut. Prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 15%, dimana pencapaian tersebut lebih baik dari target nasional perbaikan gizi tahun 2015 (20%) dan MDGs 2015 (18%). Hanya 1 kabupaten yaitu Kabupaten Cirebon yang belum mencapai target nasional dan 4 kabupaten/kota belum mencapai target MDG 2015 yaitu Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu dan Kota Cirebon. Prevalensi balita gizi lebih sebesar 3,5%, hampir sama dengan prevalensi gizi buruk (3,7%). Tiga kabupaten/kota perlu diwaspadai karena mempunyai prevalensi gizi lebih mendekati 10%, yaitu Kabupaten Karawang, Kota Bekasi, dan Kota Depok. Indikator TB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Masalah pendek pada balita di Jawa Barat ditemukan pada 1 dari 3 anak (35,4%). Bahkan masalah pendek ditemukan pada hampir separuh balita di 5 kabupaten (Cianjur, Bandung, Garut, Majalengka dan Subang) dan 1 kota (Tasikmalaya). Peningkatan masalah pendek terlihat setelah mencapai umur 11 bulan, lebih tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan. Tingginya prevalensi balita pendek menunjukkan bahwa masalah ini serius dan perlu mendapat perhatian khusus untuk mengatasinya. Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek. Masalah kekurusan pada balita di Jawa Barat yaitu 9%. Meskipun berada di bawah batas kondisi yang dianggap serius (10%), masih ada 7 kabupaten/kota yang berada pada keadaan serius yaitu : Kabupaten Garut, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kota Bandung, Kota Cirebon dan Kota Depok. Dua Kabupaten yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Subang bahkan memiliki keduanya, masalah gizi akut dan kronis. Pada kelompok usia 6-14 tahun, masalah berat badan lebih, perlu mendapat perhatian khususnya di perkotaan dimana prevalensinya >10% yaitu di Kota Bogor (15,3%), Depok (14,5%), Bekasi (11,9%) dan Bandung (11,4%) untuk anak laki- laki sedangkan untuk anak perempuan di Kota Depok (13,1%). Demikian pula pada dewasa, satu dari lima orang dewasa menghadapi masalah kegemukan (22%) lebih tinggi daripada angka nasional (19,1%). Kota Depok merupakan kota dengan prevalensi kegemukan tertinggi untuk orang dewasa yaitu 29,5%. Rata-rata konsumsi energi dan protein tingkat Provinsi Jawa Barat adalah 1636,7 kkal dan 53,8 gram protein, lebih rendah dari rata-rata konsumsi nasional (1735,1 kkal dan 55,5 gram protein). Selain itu baru 58,6% rumah tangga di Jawa Barat (angka nasional 62,3%) mempunyai garam cukup iodium, pencapaian ini masih jauh dari target nasional 2010 maupun target

ICCIDD/UNICEF/WHO Universal Salt Iodization (USI) atau ―garam beriodium untuk

semua‖ yaitu minimal 90% rumah-tangga menggunakan garam cukup iodium.

Kesehatan ibu dan anak.

Secara umum cakupan imunisasi BCG dan Campak pada

anak umur 12-23 sudah mencapai >80%, akan tetapi untuk DPT, POLIO dan HB belum mencapai target nasional. Cakupan imunisasi anak di perkotaan lebih tinggi dari pada di pedesaan. Hampir separuh balita ditimbang >= 4 kali dalam 6 bulan terakhir, pada umumnya ditimbang di Posyandu. Terlihat kecenderungan makin bertambah umur anak makin rendah cakupan penimbangan rutin (>4 kali). Sepertiga anak balita di Jawa Barat (35,0%) memiliki KMS, lebih tinggi dari rata-rata nasional (23,3%). Meskipun demikian kepemilikan buku KIA hanya 5,7%, lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional (13%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A dalam 6 bulan terakhir mencapai 75,6%, cakupan tertinggi di Kabupaten Sumedang (85,5%) dan terendah di Kabupaten Bekasi (67,5%). Hanya sebagian bayi yang mempunyai catatan berat berat badan lahir. Proporsi bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Barat sebesar 11,2%, hampir sama dengan angka nasional (11,5%). Angka ini hampir sebanding dengan persepsi ibu yang menyatakan berat bayi waktu lahir kecil (11,7%). Prevalensi BBLR tertinggi adalah di Kabupaten Cianjur (23,9%) dan Kabupaten Kuningan (20%). Cakupan pemeriksaan kehamilan ibu di Jawa Barat mencapai 95,0%, bahkan 6 kabupaten/kota mencapai angka cakupan 100% yaitu Kabupaten Kuningan, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, Kota Cirebon, Kota Cimahi dan Kota Banjar. Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada

vii

ibu hamil adalah pemeriksaan tekanan darah (97,5%) dan penimbangan berat badan (97,2%), sedangkan jenis pemeriksaan kehamilan yang jarang dilakukan pada ibu hamil adalah pemeriksaan hemoglobin (35,0%) dan pemeriksaan urine (41,5%). Pemeriksaan neonatus 0-7 hari (59,7%) dan neonatus 8-28 hari (40,1%) lebih tinggi daripada rata-rata nasional (57,6% dan 33,5%). Pemeriksaan neonatus umur 0-7 hari terendah di Kabupaten Garut (25,0%) dan untuk neonatus umur 8-28 hari. terendah di Kabupaten Cianjur (22,2%).

Penyakit menular. Prevalensi tertinggi Filariasis di Kabupaten Tasikmalaya, menyusul Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cirebon meskipun di bawah angka nasional Walaupun rentang prevalensi di Provinsi Jawa Barat hanya 0 – 0.20, tetapi kejadian filariasis tetap harus menjadi perhatian karena merupakan penyakit tular vektor dan bersifat kronis. Prevalensi DBD (0,4%) juga di bawah angka nasional, tertinggi di Kabupaten Cirebon, selanjutnya di Kota Cimahi dan Kota Banjar. Secara umum rerata prevalensi Pneumonia dan Campak sedikit diatas rerata nasional sedangkan prevalensi ISPA dan TB di bawah rata-rata nasional. Prevalensi ISPA tertinggi di Kabupaten Karawang, selanjutnya Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Tasikmalaya. Pneumonia tertinggi di Kabupaten Cirebon, menyusul Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Cianjur, Meskipun sudah jauh di bawah prevalensi nasional, tiga tertinggi prevalensi TB di Jawa Barat adalah Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Garut. Sedangkan untuk Campak adalah di Kabupaten Cirebon, Purwakarta dan Majalengka. Kabupaten Cirebon memerlukan penanganan serius 3 prevalensi tertinggi untuk penyakit Filariasis, DBD, ISPA, Pneumonia, TB dan Campak terjadi di kabupaten ini. Prevalensi Tifoid (2,1%) dan Diare (10%) diatas rata-rata nasional. Prevalensi tertinggi untuk Tifoid adalah di Kabupaten Karawang, menyusul Kota Bogor dan Kabupaten Banjar. Prevalensi Hepatitis tertinggi di Kota Bogor selanjutnya di Kota Banjar dan Kabupaten Ciamis, Sedangkan untuk diare prevalensi tertinggi kembali terjadi di Kabupaten Cirebon,, Kabupaten Garut dan Kabupaten Karawang. Kota Bogor tampaknya juga perlu mendapat perhatian khusus karena kejadian Tifoid dan Hepatitis banyak ditemukan.

Penyakit tidak menular.

Prevalensi penyakit persendian berdasarkan diagnosis

oleh tenaga kesehatan adalah 17,7%, tidak jauh berbeda dengan angka Nasional yaitu 14,0% dengan prevalensi tertinggi di Kabupaten Garut, menyusul Kabupaten Subang dan Kabupaten Cianjur. Prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran cukup tinggi (29,3%), 3 kabupaten/kota dengan prevalensi di atas 40% yaitu Kabupaten dan Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Kuningan. Terdapat 5 kabupaten/kota dengan prevalensi stroke berdasarkan diagnosis >1,0% yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Majalengka, Kota Cirebon dan Kota Banjar. Dalam satu tahun terakhir, berdasarkan diagnosa, prevalensi jantung 1,0%, Kota Sukabumi dan Kota Cimahi dengan prevalensi > 2,0%. Secara rerata di Provinsi Jawa Barat prevalensi Diabetes berdasarkan diagnosis adalah 0,8%, dimana 8 dari 9 kota di Jawa Barat dengan prevalensi >1,0%. Prevalensi Gangguan Mental Emosional di Jawa Barat cukup tinggi (20,0%) lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional (11,6%), dimana prevalensi tertinggi di Kabupaten Purwakarta (31,9%). Persentase low vision di Jawa Barat adalah 4,4%, tertinggi di Kabupaten Kuningan (8,76%). Persentase katarak pada penduduk usia 30 tahun keatas berdasarkan diagnosis nakes dalam 12 bulam terakhir wawancara adalah 1,66%, tertinggi di Kota Bandung (2,82%). Persentase diagnosis katarak oleh nakes yang masih sangat rendah mungkin juga berhubungan dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan matanya, meskipun mereka telah mengalami gejala gangguan penglihatan. Selanjutnya seperempat penduduk Jawa Barat mengalami masalah gigi mulut (gimul) dan sepertiganya menerima perawatan dari tenaga medis. Meskipun persentase menggosok gigi penduduk di Jawa Barat sudah cukup tinggi (95,8%), akan tetapi baru 8,2% berperilaku benar dalam menyikat gigi yaitu dilaakukan sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam.

viii

Perilaku.

Penduduk Jawa Barat berusia diatas 10 tahun yang mempunyai kebiasaan

merokok, sebagian besar merokok setiap hari pertama kali pada usia 15 – 19 tahun. Namun yang perlu menjadi perhatian adanya anak usia dini (10-14 tahun) yang sudah mulai merokok. Ironisnya pada responden dengan usia dini (remaja dini) telah mulai merokok pertama kali setiap hari pada usia 10 hingga 14 tahun artinya sebagian besar perokok remaja dini tersebut mengenal rokok dan langsung merokok setiap hari, kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga sangat diperlukan adanya penyuluhan bahaya merokok sedini mungkin sejak mereka dibangku SD. Persentase perokok di Jawa Barat (26,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan persentase perokok secara nasional (23,7%). Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Ciamis merupakan kabupaten/kota dengan persentase perokok tertinggi di Jawa Barat. Sepertiga (32,6%)

penduduk umur ≥10

tahun termasuk perokok saat ini, dan menghisap rerata 8 batang per hari.

Dokumen terkait