• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan Laporan Pendapat Kewajaran atas Transaksi II

Berikut adalah ringkasan Laporan Pendapat Kewajaran Rencana Transaksi II No. 002.3/IDR/BFO/I/2017 tanggal 19 Januari 2017:

Pihak-Pihak Yang Bertransaksi

Pihak-pihak yang bertransaksi adalah Perseroan sebagai peminjam dengan ATA, Sinoasia dan pihak perbankan sebagai pemberi pinjaman.

Obyek Penilaian

Obyek penilaian adalah rencana Transaksi II.

Maksud dan Tujuan Penilaian

Maksud penilaian adalah memberikan pendapat kewajaran atas rencana Transaksi II untuk tujuan pelaksanaan rencana Transaksi II.

Asumsi dan Kondisi Pembatas

 Pendapat Kewajaran disusun dengan mempertimbangkan kondisi pasar dan perekonomian, kondisi umum bisnis dan keuangan, serta peraturan pemerintah pada tanggal Pendapat ini dikeluarkan. Penilaian Kewajaran ini hanya dilakukan terhadap Rencana Transaksi II seperti yang diuraikan di atas.

 Pendapat Kewajaran ini disusun berdasarkan prinsip integritas informasi dan data. Dalam menyusun Pendapat Kewajaran ini, Penilai melandaskan dan berdasarkan pada informasi dan data sebagaimana diberikan manajemen Perseroan yang mana berdasarkan hakekat kewajaran adalah benar, lengkap, dapat diandalkan, serta tidak menyesatkan. Penilai tidak melakukan audit ataupun uji kepatuhan secara mendetail atas penjelasan maupun data-data yang diberikan oleh manajemen Perseroan, baik lisan maupun tulisan, dan dengan demikian Penilai tidak dapat memberikan jaminan atau bertanggung-jawab terhadap kebenaran dan kelengkapan dari informasi atau penjelasan tersebut.

 Sebagai dasar bagi Penilai untuk melakukan analisis dalam mempersiapkan Pendapat Kewajaran atas Rencana Transaksi II, Penilai menggunakan data-data sebagaimana tercantum pada Sumber Data pada laporan pendapat kewajaran sebagai bahan pertimbangan.

Penilai juga berpegang kepada surat pernyataan manajemen Perseroan (management representation letter) atas penugasan Penilai untuk mempersiapkan Laporan Pendapat Kewajaran, bahwa mereka telah menyampaikan seluruh informasi penting dan relevan berkenaan dengan Rencana Transaksi II dan sepanjang pengetahuan manajemen Perseroan tidak ada faktor material yang belum diungkapkan dan dapat menyesatkan.  Mengingat bahwa adanya kemungkinan terjadinya perbedaan waktu dari tanggal laporan

ini dengan pelaksanaan Rencana Transaksi II, maka kesimpulan di atas berlaku bila tidak ada perubahan yang memiliki dampak yang signifikan terhadap nilai dari Rencana Transaksi II. Perubahan tersebut termasuk perubahan baik secara internal pada

masing-24 masing perusahaan maupun secara eksternal meliputi: kondisi pasar dan perekonomian, kondisi umum bisnis dan keuangan, serta peraturan pemerintah Indonesia setelah tanggal laporan ini dikeluarkan. Bilamana setelah tanggal laporan ini dikeluarkan terjadi perubahan tersebut di atas, maka pendapat kewajaran atas Rencana Transaksi II ini mungkin berbeda.

Pendekatan dan Metode

Pendapat kewajaran diberikan setelah dilakukan analisis atas: - Besaran dana dari obyek Transaksi II.

- Dampak keuangan dari transaksi yang akan dilakukan terhadap kepentingan Perseroan dan pemegang saham.

- Pertimbangan bisnis dari manajemen terkait dengan rencana Transaksi II terhadap kepentingan pemegang saham.

Dalam melakukan analisis tersebut diatas, maka dilakukan analisis sebagai berikut: a. Melakukan analisis Transaksi II.

b. Melakukan analisis kualitatif atas rencana Transaksi II. c. Melakukan analisis kuantitatif atas rencana Transaksi II. d. Melakukan analisis kelayakan atas rencana Transaksi II. e. Melakukan analisis atas jaminan.

Kesimpulan

A. Analisis Transaksi II

1. Analisis pengaruh transaksi terhadap keuangan Perseroan.

Dana pinjaman yang diperoleh Perseroan dari ATA, Sinoasia dan pihak perbankan untuk akuisisi saham mayoritas dan sebanyak-banyaknya 100% saham di SCC. Dengan dana pinjaman untuk transaksi tersebut liabilitas Perseroan akan meningkat selain adanya peningkatan aset dan liabilitas SCC yang berpengaruh terhadap likuiditas dan solvabilitas Perseroan secara konsolidasi. Dengan Transaksi II, potensi jumlah pendapatan dan laba Perseroan secara konsolidasi akan meningkat karena adanya pengembangan usaha Perseroan melalui SCC.

2. Analisis likuiditas dari Transaksi II.

Berdasarkan analisis laporan posisi keuangan Perseroan dan SCC, dengan dilakukannya Transaksi II likuiditas Perseroan secara konsolidasi akan meningkat.

3. Materialitas nilai Transaksi II.

Jumlah ekuitas Perseroan berdasarkan laporan keuangan audited per 30 September 2016 adalah sebesar Rp. 137.877.162 ribu dan Transaksi II adalah sebesar USD 33.000.000 atau Rp. 428.934.000 ribu (USD 1 = Rp. 12.998,-, sumber : kurs tengah Bank Indonesia per 30 September 2016), dengan demikian materialitas Transaksi II 311,10% dari ekuitas Perseroan.

Dengan jumlah nilai Transaksi II sebesar 311,10% dari jumlah ekuitas Perseroan maka Transaksi II tersebut merupakan Transaksi Material sebagaimana didefinisikan dalam Peraturan No. IX.E.2.

4. Hubungan antara pihak-pihak yang bertransaksi.

Perseroan dengan ATA dan Sinoasia terdapat hubungan dalam kepemilikan saham dan dengan pihak perbankan tidak ada hubungan kepemilikan saham maupun kepengurusan sehingga rencana Transaksi II termasuk Transaksi Afiliasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan No.IX.E.1.

25 5. Analisis perjanjian dan persyaratan yang telah disepakati.

Berdasarkan informasi Pemberi Tugas, Transaksi II akan dilakukan berdasarkan ketentuan dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian Penilai berpendapat bahwa persyaratan yang disepakati dalam rencana Transaksi II adalah wajar.

6. Analisis manfaat dan risiko dari Transaksi II. Manfaat Transaksi II adalah sebagai berikut:

 Dengan dilakukannya Transaksi II, rencana Transaksi I dapat diselesaikan sesuai rencana dan Perseroan akan memiliki pengendalian atas SCC.

 Dengan dilakukannya Transaksi II, Perseroan dapat mengembangkan usahanya dibidang industri perkebunan kelapa sawit yang berpotensi meningkatkan penjualan dan laba Perseroan dan akan meningkatkan nilai saham Perseroan.

 Transaksi dengan pemegang saham dikenakan suku bunga yang sangat rendah dibandingkan dengan suku bunga dipasar, sehingga dapat menghemat beban biaya bunga dan meningkatkan profitabilitas Perseroan selain itu tidak dipersyaratkan jaminan dan batasan keuangan (financial covenance) kepada Perseroan. Dengan demikian akan mendukung kinerja usaha dan keuangan Perseroan.

Risiko Transaksi II adalah sebagai berikut:

 Risiko Transaksi II dengan pemegang saham dengan persyaratan kredit yang akan ditentukan relatif kecil, karena kreditur sebagai pemegang saham memahami perkembangan usaha dan kondisi keuangan Perseroan. Sedangkan risiko Transaksi II dengan pihak perbankan dengan suku bunga dan jangka waktu sesuai pasar dengan persyaratan kredit yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku berisiko normal.

B. Analisis Kualitatif

1. Analisis industri dan lingkungan.

Industri karet menjadi sektor prioritas karena pertimbangan besarnya potensi lahan yang akan mendukung pemenuhan kebutuhan bahan baku industri barang-barang karet untuk jangka panjang. Saat ini produksi karet alam di Indonesia melebihi 3 juta ton/tahun dan akan terus ditingkatkan lagi mengingat potensi lahan yang ada mencapai 3,5 juta hektar. Selain itu, peningkatan produksi karet alam nasional perlu didukung dengan program-program penelitian dan pengembangan yang dilakukan baik oleh pemerintah, institusi pendidikan maupun pihak swasta.

Sesuai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) yang tertuang dalam UU No 3/2014 tentang Perindustrian dan PP No 14/2015 tentang RIPIN 2015-2035, industri karet merupakan salah satu industri prioritas untuk dikembangkan karena pertimbangan besarnya potensi lahan yang akan mendukung pemenuhan kebutuhan bahan baku industri barang-barang karet untuk jangka panjang. Selain itu juga masih terbukanya pasar, baik lokal maupun ekspor untuk produk-produk bernilai tinggi seperti ban, sarung tangan, komponen otomotif, komponen elektronik, bahan pendukung infrastruktur, maupun barang-barang keperluan rumah tangga.

Produksi minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari total produksi minyak sawit dunia. Pada saat ini, Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit yang terbesar di seluruh dunia.

Hanya beberapa industri di Indonesia yang menunjukkan perkembangan secepat industri minyak kelapa sawit dalam 15 tahun terakhir. Pertumbuhan ini tampak dalam jumlah produksi dan ekspor dari Indonesia dan juga pertumbuhan luas area perkebunan sawit.

26 Didorong oleh permintaan global yang terus meningkat dan keuntungan yang juga naik, budidaya kelapa sawit telah ditingkatkan secara signifikan baik oleh petani kecil maupun para pengusaha besar di Indonesia (dengan imbas negatif pada lingkungan hidup dan penurunan jumlah produksi hasil-hasil pertanian lain karena banyak petani beralih ke budidaya kelapa sawit).

2. Analisis operasional dan prospek Perseroan.

Perseroan merupakan Non-operating Holding Company yang memiliki Entitas Anak yaitu PT Sampit International (SI) yang bergerak dibidang perdagangan dan industri hasil hutan yang mengolah karet alam menjadi crumb rubber SIR 20 dan dry jelutung. Crumb Rubber merupakan Technical Specified Rubber (TSR) atau karet siap olah yang dipergunakan untuk membuat ban. Demikian juga dengan jelutung bisa digunakan untuk membuat ban, selang tube untuk mesin, isolator, water proofing dan lain-lain. SI

memperoleh bahan baku dari pembelian dari petani dan pengumpul (pemasok), tidak dari kebun sendiri.

Karet merupakan salah satu komoditas yang memiliki keterkaitan terhadap minyak mentah karena minyak mentah merupakan komoditas yang bisa digunakan untuk memproduksi karet sintetis yang merupakan substitusi karet alam.

Dengan menurunnya harga minyak mentah, maka harga karet sintetis akan menurun dan akan menurunkan harga karet alam.

Meskipun harga SIR 20 terus menurun, tingkat profitabilitas usaha SI terus meningkat setiap tahun. Hal ini disebabkan penurunan harga produk SIR 20 selalu diikuti dengan penurunan harga bahan baku latex dari pembelian dari petani dan pengumpul (pemasok). Sedangkan untuk industri perkebunan kelapa sawit, pertumbuhan industri CPO nasional meningkat seiring dengan harga jual CPO yang tinggi di pasar dunia. Minyak Kelapa Sawit Dunia (world palm oil) dibanding minyak nabati lainnya, palm oil menempati urutan tertinggi dari tahun 2007-2008 sampai periode 2012-2013 yaitu produksi 52,77 Million Ton dan jumlah ekspor 40,43 Million Ton, dimana Indonesia menempati posisi pertama di dunia disusul Malaysia. Dengan konsumsi lokal Indonesia menempati posisi kedua, yang pertama India dan ketiga Cina dengan lahan Indonesia dalam palm oil terbesar didunia 8,04 Million Ha dari total 14,99 Million Ha di dunia.

Produksi CPO tidak akan lebih dari 40 juta ton karena terhambat sulitnya perluasan lahan dan perijinan. Apalagi muncul perhatian besar kepada masalah lingkungan sehingga kenaikan produksi tidak akan begitu besar. Dukungan lain berasal dari produktivitas CPO yang wajib ditingkatkan sampai 4 ton per hektare per tahun. Ekspor minyak sawit Indonesia kepada pasar dunia tidak akan optimal setelah muncul mandatori pengunaan minyak sawit untuk biofuel di dalam negeri. Karena pencampuran bahan bakar fosil dengan biodiesel mencapai 10% pada 2014 dan sebanyak 20% pada tahun 2020. Apalagi, pembangkit listrik juga membutuhkan biodiesel untuk campuran mereka sebesar 30% pada 2020.

Pada 2020, tingginya kebutuhan minyak nabati dunia merupakan peluang Indonesia untuk mengisi permintaan. Mengingat dengan jumlah produksi CPO 38 juta ton, Indonesia akan mengungguli negara produsen minyak sawit lain. Artinya, Indonesia dapat memainkan peranan dan nilai tawar produk sawitnya di luar negeri.

3. Alasan dilakukannya Transaksi II.

Alasan dilakukannya Transaksi II antara lain adalah:

- Transaksi I dapat diselesaikan sesuai rencana, sehingga Perseroan memiliki dan memperoleh pengendalian atas SCC untuk pengembangan usaha Perseroan dibidang

27 industri dan perkebunan kelapa sawit yang akan meningkatkan penjualan dan laba Perseroan.

- Transaksi dengan pemegang saham memiliki risiko yang relatif rendah, karena Pemegang Saham dapat memahami perkembangan usaha dan kondisi keuangan sehingga akan mendukung kinerja usaha dan keuangan dengan pengembangan usaha Perseroan.

4. Keuntungan dan kerugian yang bersifat kualitatif.

Keuntungan yang bersifat kualitatif antara lain adalah sebagai berikut:

- Dengan dilakukannya Transaksi II, dana untuk akuisisi SCC dapat tersedia dan

Perseroan akan memiliki dan memperoleh pengendalian SCC untuk pengembangan usahanya dibidang industri perkebunan kelapa sawit, sehingga Perseroan dapat lebih dikenal masyarakat sebagai perusahaan yang terus berkembang.

Kerugian bersifat kualitatif tidak ada.

5. Analisis dampak leverage pada keuangan Perseroan.

Dengan dilakukannya Transaksi II, liabilitas jangka panjang Perseroan akan bertambah. 6. Analisis dampak likuiditas pada keuangan Perseroan.

Dengan dilakukannya Transaksi II berdasarkan analisis laporan posisi keuangan Perseroan dan SCC akan meningkatkan likuiditas jangka pendek dan menurunkan likuiditas jangka panjang namun masih solvable.

Berdasarkan analisis proyeksi laporan posisi keuangan dengan dilakukannya Transaksi II, selama umur proyeksi likuiditas jangka pendek akan meningkat dan likuiditas jangka panjang akan menurun namun masih solvable.

7. Analisis dampak keuangan Perseroan jika proyek yang dibiayai mengalami kegagalan. Rencana Transaksi II adalah penerimaan pinjaman dari pemegang saham (ATA dan Sinoasia) dan pihak perbankan oleh Perseroan yang digunakan untuk akuisisi saham mayoritas dan sebanyak-banyaknya 100% saham di SCC oleh Perseroan. Akuisisi saham SCC adalah proyek pengembangan usaha Perseroan yang dibiayai oleh dana pinjaman ATA dan Sinoasia sebagai kreditur dan pemegang saham pada Perseroan akan dapat memahami perkembangan usaha dan kondisi keuangan jika proyek mengalami kegagalan. Adalah tanggung jawab pemegang saham untuk menutup cash deficiency jika terjadi dalam operasional Perseroan.

Dalam perjanjian kredit dengan pemegang saham, apabila pada saat jatuh tempo, Perseroan tidak dapat membayar angsuran (pokok dan bunga) yang mengakibatkan terjadinya cash deficiency maka pemegang saham sebagai kreditur akan melakukan penundaan pembayaran, hingga kas Perseroan mencukupi pembayaran tersebut tanpa mengganggu kebutuhan kas untuk operasional, agar kelangsungan usaha Perseroan dapat terjamin.

Pihak perbankan adalah kreditur (pihak ketiga) yang akan menetapkan ketentuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya pembatasan keadaan keuangan (financial covenance) Perseroan selama kredit belum lunas, persyaratan jaminan kredit yang menjadikan utang pemegang saham sebagai subordinate loan yang tidak dapat dibayarkan sebelum kredit bank lunas dan hak melikuidasi Perseroan jika gagal bayar (wanprestasi) berdasarkan ketentuan dalam perjanjian kredit.

Dalam perjanjian kredit dengan pihak perbankan, apabila pada saat jatuh tempo, Perseroan tidak dapat membayar angsuran (pokok dan bunga) yang mengakibatkan terjadinya cash deficiency maka bank sebagai kreditur dapat melaksanakan haknya

28 termasuk melikuidasi Perseroan. Sehingga jika proyek yang dibiayai mengalami kegagalan akan menimbulkan dampak negatif terhadap keuangan Perseroan hingga kelangsungan usaha (going concern) Perseroan dapat terhenti.

C. Analisis Kuantitatif

1. Penilaian Atas Potensi Pendapatan, Aset, Kewajiban Dan Kondisi Keuangan

Dengan dilakukannya Transaksi II, Perseroan akan memiliki dana yang cukup untuk Transaksi I, sehingga Perseroan akan memiliki dan memperoleh pengendalian atas SCC untuk pengembangan usaha Perseroan yang berpotensi meningkatkan penjualan dan laba Perseroan. Dana dari pinjaman untuk akuisisi SCC akan mengakibatkan kewajiban (liabilitas) Perseroan meningkat, selain akan meningkatkan aset dan kewajiban Perseroan secara konsolidasi yang berasal dari aset dan kewajiban SCC. Kondisi keuangan Perseroan dengan dilakukannya Transaksi II akan meningkatkan likuiditas jangka pendek dan akan menurunkan likuiditas jangka panjang namun masih solvable.

1.1. Penilaian kinerja historis dan Rasio Keuangan

Selama beroperasi komersial periode 2014-2015, rasio profitabilitas Perseroan cenderung meningkat. Rata-rata profitabilitas Perseroan yang diukur menggunakan EBITDA/Sales, EBIT/Sales, EBT/Sales, dan EAT/Sales berturut-turut adalah 7,79%, 6,47%, -0,47%, dan -0,65% Artinya, perusahaan memperoleh laba rata-rata Rp 0,0779 EBITDA, Rp 0,0647 EBIT, dan secara bersamaan menderita kerugian rata-rata –Rp 0,0047 EBT dan –Rp 0,0065 EAT untuk setiap Rp1 penjualan yang berhasil dilakukan.

Sedangkan profitabilitas perseroan yang dikaitkan dengan pengembalian terhadap perusahaan dan pemegang saham diukur dengan Return on Equity (ROE) dan Return on Asset (ROA). Rata-rata ROE dan ROA perseron dalam periode 2014-2015 masing-masing 159,34% dan 0,25% artinya perseroan memperoleh pengembalian sebesar Rp 1,5934 atas penggunaan setiap Rp 1 ekuitasnya dan memperoleh pengembalian sebesar Rp 0,0025 atas penggunaan setiap Rp 1 asetnya.

Kondisi likuiditas Perusahaan dalam periode tahun 2014 – 2015 meningkat yang ditunjukkan oleh current ratio yang besarnya berkisar 64,50% - 99,42% dengan rata-rata 81,96%, pada periode 30 September 2016 sebesar 112,09%. Dengan angka rasio tersebut, kondisi likuiditas Perseroan baik.

Solvabilitas Perseroan dalam periode tahun 2014 – 2015 ditunjukkan oleh debt to equity ratio dan debt to aset ratio cenderung meningkat masingmasing berkisar 47217,09% 213,68% dan 68,12% 100,21% dengan ratarata masingmasing -23501,70% dan 84,17%, pada periode 30 September 2016 masing-masing sebesar 207,42% dan 67,47%. Dengan angka rasio tersebut, kondisi solvabilitas Perseroan masih solvable.

Rasio perputaran piutang usaha dalam tahun 2014-2015 cenderung meningkat dari 7,28x pada tahun 2014 menjadi 50,87x pada tahun 2015 atau selama periode tersebut rata-rata 29,07x. Pada periode 30 September 2016, tingkat perputaran piutang usaha sebesar 15,217x, artinya dalam satu tahun Perseroan dapat menagih piutang usahanya selama ±24 hari.

Rasio perputaran persediaan dalam tahun 2014-2015 cenderung meningkat dari 0,88x di tahun 2014 menjadi 2,40x pada tahun 2015 atau selama periode tersebut rata-rata 1,64x. Pada periode 30 September 2016, tingkat perputaran persediaan sebesar 1,74x, artinya dalam satu tahun Perseroan menghabiskan persediaannya selama ±209 hari.

Rasio perputaran aset dalam tahun 2014-2015 cenderung meningkat dari 0,26x pada tahun 2014 menjadi 0,88x pada tahun 2015 atau selama periode tersebut rata-rata 0,57x. Pada periode 30 September 2016, tingkat perputaran aset sebesar 0,69x.

29 Rasio perputaran utang usaha dalam tahun 2014-2015 cenderung meningkat dari 4,84x pada tahun 2014 menjadi 51,04x pada tahun 2015 atau selama periode tersebut rata-rata 27,94x. Pada periode 30 September 2016, tingkat perputaran utang usaha sebesar 65,90x, artinya dalam satu tahun Perseroan melunasi utang usahanya dalam waktu +6 hari.

1.2. Penilaian arus kas

Selama beroperasi komersial tahun 2014-2015, penggunaan arus kas dari aktivitas operasi cenderung meningkat. Pada tahun 2014, Perseroan menggunakan kas untuk aktivitas operasi sebesar –Rp 13.574.088 ribu yang utamanya digunakan untuk pembayaran bunga dan beban operasional. Di tahun 2015, penggunaan kas untuk aktivitas operasi meningkat menjadi –Rp 35.401.387 ribu disebabkan oleh pembayaran bunga dan beban operasional. Pada periode 30 September 2016, Perseroan menggunakan kas untuk aktivitas operasi sebesar –Rp 29.701.951 ribu, yang utamanya digunakan untuk pembayaran bunga dan beban operasional.

Selanjutnya, penggunaan arus kas untuk aktivitas investasi pada tahun 2014 tercatat sebesar –Rp 2.407.912 ribu yang digunakan untuk membeli aset tetap. Di tahun 2015, penggunaan kas tersebut menurun menjadi –Rp 900.111 ribu. Pada periode 30 September 2016, terjadi penggunaan arus kas untuk aktivitas investasi yaitu sebesar –Rp 1.090.570 ribu yang sepenuhnya digunakan untuk membeli aset tetap. Perolehan kas dari aktivitas pendanaan di tahun 2014 tercatat sebesar Rp 57.393.520 ribu yang diperoleh dari utang bank. Di tahun 2015, Perseroan memperolah kas dari aktivitas pendanaan sebesar Rp 21.488.095 ribu yang umumnya berasal dari utang bank. Pada periode 30 September 2016, Perseroan memperoleh kas dari aktivitas pendanaan sebesar Rp_38.850.312 ribu yang utamanya berasal dari pinjaman pihak berelasi.

Perubahan kas bersih pada tahun 2014 tercatat Rp 41.411.520 ribu dan menurun menjadi –Rp_14.813.404 ribu pada periode 2015. Pada periode 30 September 2016, perubahan kas tercatat sebesar Rp 8.057.790 ribu sehingga saldo kas pada tahun 2014 - 2015 dan 30 September 2016, berturut-turut menjadi Rp 42.253.158 ribu, Rp 27.439.754 ribu, dan Rp_35.497.544 ribu.

1.3. Riwayat Penggunaan Pinjaman.

Rencana Transaksi II adalah penerimaan pinjaman dari ATA dan Sinoasia (pemegang saham Perseroan) dan dari pihak perbankan (pihak ketiga) yang akan digunakan untuk akuisisi saham mayoritas dan sebanyak-banyaknya 100% saham di SCC untuk pengembangan usaha Perseroan dibidang industry perkebunan kelapa sawit yang berpotensi meningkatkan penjualan dan laba Perseroan. Riwayat pinjaman tersebut belum ada, karena masih berupa rencana.

1.4. Analisis laporan keuangan sebelum Transaksi II dan proforma laporan keuangan setelah Transaksi II.

Berdasarkan analisis laporan keuangan sebelum Transaksi II dan proforma laporan keuangan setelah Transaksi II dapat disimpulkan dengan dilakukannya rencana Transaksi II kondisi likuiditas Perseroan akan meningkat dan solvabilitas akan menurun serta masih solvable dan kondisi profitabilitas Perseroan akan menurun. 1.5. Penilaian atas proyeksi keuangan.

Berdasarkan penilaian atas proyeksi keuangan tanpa dan dengan dilakukannya Transaksi II yang diperoleh dari manajemen dapat disimpulkan sebagai berikut:

30 EAT/Sales Perseroan masing-masing sebesar 8,25%, 6,80%, 0,74% dan 0,51%. Sedangkan dengan dilakukannya transaksi rata-rata EBITDA/Sales, EBIT/Sales, EBT/Sales dan EAT/Sales Perseroan masing-masing sebesar 26,06%, 22,74%, 10,14% dan 7,36%. Dengan demikian dengan dilakukannya Transaksi II terdapat peningkatan penjualan dan efektifitas beban pokok penjualan dan beban usaha yang akan meningkatkan profitabilitas Perseroan.

- Dengan Transaksi II, proyeksi laporan posisi keuangan Perseroan menunjukkan bahwa likuiditas jangka pendek meningkat dibandingkan tanpa Transaksi II dan likuiditas jangka panjang menurun dibandingkan tanpa Transaksi II, namun masih solvable selama umur proyeksi.

- Dengan dan tanpa Transaksi II proyeksi arus kas Perseroan menunjukkan tidak

ada cash deficiency dan kelangsungan usaha Perseroan selama umur proyeksi terjamin.

1.6. Analisis atas kemampuan Perseroan terhadap Transaksi II sampai saat jatuh tempo. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa DSC pada periode Oktober - Desember 2016 –tahun 2021 berfluktuasi cenderung meningkat, pada Oktober - Desember 2016 sebesar 112,94%, tahun 2017 menurun menjadi 105,84%, tahun 2018 meningkat menjadi 105,93%, tahun 2019 meningkat menjadi 110,31%, kemudian meningkat pada tahun 2020 menjadi 113,80%, terus meningkat hingga pada tahun 2021 sebesar 115,89%. Berdasarkan angka DSC tersebut, kemampuan Perseroan untuk melunasi seluruh kewajiban jatuh tempo pada periode pelunasan utang Oktober - Desember 2016 hingga tahun 2021 relatif tinggi, dimana DSC lebih dari 100%.

1.7. Analisis cash management dan financial covenant. Analisis Cash Management

Tanpa Transaksi II

Berdasarkan proyeksi arus kas tanpa Transaksi II, terlihat selama periode proyeksi, arus kas Perseroan selalu positif dan tidak terjadi cash deficiency, namun Perseroan tidak mampu untuk melakukan Transaksi I dan tidak dapat melakukan pengembangan usaha yang dapat meningkatkan penjualan dan laba Perseroan. Dengan Transaksi II

Berdasarkan proyeksi arus kas dengan Transaksi II, terlihat selama periode proyeksi, arus kas Perseroan selalu positif dan tidak terjadi cash deficiency dan Perseroan dapat mengakuisisi SCC untuk pengembangan usaha yang dapat meningkatkan penjualan dan laba Perseroan.

Financial Covenant

Dokumen terkait