• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan Serat Centhini Jilid 08

Dalam dokumen Serat Centhini - Ringkasan (Halaman 41-46)

Pada Serat Centhini jilid-8, lebih banyak cerita tentang perjalanan Seh Amongraga di wilayah Jawa Timur, perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, sampai ke Jawa Tengah di wilayah timur dan tenggara dari kota Yogyakarta (ibukota kerajaan Mataram saat itu).

Penulis mencoba mencocokkan nama-nama tempat di gunung Lawu yang disebutkan di Serat Centhini Jilid - 8, ternyata persis sama dengan tempat-tempat yang ada dalam peta terkini petunjuk pendakian gunung Lawu (www.cartenzadventure.com).

Bisa disimpulkan bahwa para penulis Serat Centhini punya pengetahuan rinci tentang geographi pulau Jawa, kemungkinan besar dengan menggunakan data-data geographi wilayah pulau Jawa dari perpustakaan istana. Semua tempat yang disebutkan di Serat Centhini bukanlah tempat yang fiktif tapi memang nyata-nyata ada. Kesultanan Mataram menguasai keseluruhan pulau Jawa pada abad ke-16, kemungkinan besar data wilayah geohraphi Pulau Jawa ada di perpustakaan istana.

Ada beberapa hal yang menyebabkan lelanabrata menjadi begitu sentral di Serat Centhini Jilid-8 ini, yaitu: 1. Umumnya pelajaran spirituil keagamaan di Jawa bernafaskan ilmu tasauf dengan konsep pendalaman

spirituil mengikuti pola urutan: syariat, tarekat, hakekat, makrifat.

2. Syariat adalah step awal dari pendalaman spirituil agama dengan menjalankan syarat-syarat yang diwajibkan agama ataupun hukum agama.

3. Langkah ke 2 adalah pendalaman melalui tarekat. Tarekat itu sendiri bisa berarti laku atau tirakat tapi juga bisa berarti tingkah laku atau budi pekerti, yaitu:

a. Suatu usaha untuk pengendalian hawa nafsu agar bisa punya budi pekerti yang terpuji. Dimaksud agar pendalaman agama tidak terhenti pada syariat rutinitas ritual, tapi berlanjut pada tingkah laku atau budi pekerti yang terpuji.

b. Di Jawa pada umumnya mengartikan tarekat ini sebagai laku atau tirakat suatu langkah sangat penting yang harus dilakukan untuk bisa mencapai tingkatan sprituil hakekat dan makrifat.

c. Puasa wajib Ramadhan maupun puasa sunah (seperti puasa Senin dan Kamis) adalah salah satu bentuk tarekat untuk mengendalikan hawa nafsu agar punya budi keperti yang terpuji.

d. Lelanabrata adalah salah satu bentuk tarekat atau tirakat dengan tujuan:

i. Pembuktian terhadap penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Melakukan lelanabrata naik turun gunung hanya dengan modal tekad dan penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah SWT. Sangat besar kemungkinan saat melakukan lelanabrata akan mengalami banyak mujijat kekuasaan Allah SWT.

ii. Pembuktian terhadap kebesaran Allah SWT dengan mendekatkan diri kepada alam. Suasana gua, hutan dan gunung adalah suasana yang berbeda dengan keadaan keseharian kita. Dalam

iii. Pembuktian adanya alam gaib. Allah SWT itu sendiri adalah sesuai yang gaib dan ajaib. Dengan tirakat ditempat yang dianggap angker, bisa menyelami alam gaib yang memang ada. Manusia sebagai makhluk Allah SWT yang paling sempurna atas ijin Allah SWT mampu menguasai keberadaan mahluk halus.

Pembuktian keberadaan Allah SWT ataupun mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Dengan melakukan lelanabrata mengharapkan adanya suatu bentuk petunjuk atau pengalaman sprirituil pertemuan dengan Allah SWT atau makrifat.

Pada bagian perjalanan Jayengwesthi (yang sudah diganti namanya menggunakan nama lama dari Seh Amongraga, Jayengresmi), Jayengraga, Kulawirya dan Nuripin adalah sisi lain dari kehidupan berkenaan dengan maksiat:

1. Menjadi santri tidak otomatis terlepas dari perilaku maksiat yang berkenaan dengan perilaku seks bebas seperti perilaku Jayengraga dan Kulawirya.

2. Kehidupan tetabuhan, gendingan, sinden dan tledek (penari tayub) bisa mengarah pada perilaku a susila. Orangtua di Jawa jaman dulu biasanya tidak mengizinkan anaknya menjadi penyanyi atau penari karena khawatir mengalami kehidupan seperti sinden dan tledek yang berkonotasi negatif.

3. Cerita tentang Randha Sembada adalah suatu ilustrasi bahwa keinginan seks yang berlebihan tidak hanya milik laki-laki. Bahkan diceritakan ada perilaku menggunakan penggalak atau adanya wanita kedua yang lebih muda sebagai pembangkit birahi. Suatu sisi lain dari kehidupan pedesaan di Jawa. Pada saat ini, memang ada beberapa daerah pedesaan di Jawa yang para wanitanya sangat mudah tergelincir kepada perilaku pelacuran yang memang merupakan warisan budaya sejak dulu.

Sedangkan cerita/legenda adat istiadat dan ilmu spiritual yang dibicarakan dalam jilid-8 adalah:

Cerita/Legenda:

1. Puncak Gunung Lawu dianggap kahyangan seperti di Pewayangan (seperti juga di pegunungan Dieng) suatu usaha meyakinkan masyarakat dimasa lalu seolah-olah cerita pewayangan adalah cerita yang benar-benar terjadi di Pulau Jawa.

2. Panembahan Senapati (pendiri kerajaan Mataram) yang menikahi Nyi Loro Kidul sebagai penjaga Mataram dilautan dan sekaligus anak perempuannya bernama Ratu Widanangga sebagai penjaga Mataram didaratan. Suatu legenda yang mungkin benar mungkin juga cerita karangan sebagai legitimitasi raja di Mataram sekaligus juga mampu menaklukkan ratu mahluk halus Nyi Loro Kidul yang dikenal sebagai penguasa lautan selatan.

Adat Istiadat:

Pawukon, Pranatamangsa, Padewan, Padangon, Pancasuda, Sengkanturunan, Taliwangke, Samparwangke, Paringkelan yang kesemuanya sifat-sifat hari menurut penanggalan Jawa. Saat ini umumnya dikenal sebagai horoscope yang mendasarkan pada perhitungan penanggalan Jawa.

Pengetahuan Spirituil/Agama:

1. Perihal agama Budha. Menjelaskan tentang mokswa atau kesempurnaan kematian. Kalau belum bisa mencapai tingkatan mokswa akan reinkarnasi (hidup lagi) sampai tujuh kali, tergantung tingkah laku saat hidup didunia, kehidupan berikutnya bisa lebih baik atau lebih buruk.

2. Wajib Rasul (meniru tingkah laku Rasul): sidik – ucapannya benar, amanat – bisa dipercaya, tablig – percaya kepada sesama dan Mokal Rasul (meniru yang tidak pernah dilakukan Rasul); gidib – tidak menjalankan syariat, kiyanat – berkhianat, kitman – menyembunyikan ilmu.

3. Langkah tobat laku maksiat: Tobat dengan mohon ampun kepada Allah SWT dan tidak melakukan perbuatan tersebut lagi selama hidupnya.

Catatan : [dalam uraian di atas ada yang kurang, tentang sifat Rasul yaitu fathonah – cerdas.

Dalam dokumen Serat Centhini - Ringkasan (Halaman 41-46)

Dokumen terkait