• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN POLIS ASURANSI

B. Tinjauan Hukum Mengenai Asuransi

2. Risiko dalam Asuransi

Hubungan antara risiko dan asuransi merupakan hubungan yang erat satu dengan yang lain. Yang satu akan melekat dan mengikuti yang lain. Dalam asuransi, risiko selalu dipergunakan dalam arti pesimis, sebagaimana ditegaskan oleh D.S. Hansell. Oleh karena itu sangat tepat ungkapan dari S.S. Huebner Cs yang mengatakan Risk is Traditionally referred to as the raw material of insurance. Jadi adalah tidak mungkin apabila berbicara mengenai asuransi tanpa

berbicara mengenai risiko, karena risiko merupakan pergertian inti dalam asuransi. Salah satu cara penanganan risiko yang lazim dilakukan adalah dengan mengalihkannya atau mentransfernya kepada pihak lain yang bersedia untuk menerimanya.43

Risiko diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Jadi setiap risiko pada hakikatnya adalah suatu yang sama sekali tidak dikehendaki oleh siapapun. Oleh karena itu juga selalu berdaya upaya bagaimana caranya sesuatu yang tidak diharapkan itu andaikata terjadi tidak terlalu menjadi beban sendiri.

Risiko dalam hukum asuransi banyak macamnya, yaitu sebagai berikut: 44

42 Tuti Rastuti, Op.Cit., hlm. 30.

43 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hlm. 70

44 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, (Bandung:

PT. Alumni, 2007), hlm. 105-106.

a. Risiko Murni

Suatu risiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.

b. Risiko Spekulatif

Risiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapat keuntungan dan kemungkinan untuk mendapatkan kerugian.

c. Risiko Individu

Risiko yang dihadapi dalam kegiatan hidup sehari-hari, risiko pribadi dapat dipilah menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

1) Risiko pribadi atau personal risk, adalah risiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi, apabila risiko tersebut tidak terjadi, seseorang masih dapat mengusahakan atau memperoleh manfaat ekonomis untuk menyelenggarakan hajat hidupnya. Berkurangnya atau bahkan hilangnya kemampuan seseroang untuk berusaha dapat diakibatkan oleh beberapa hal, anatara lain: mati muda, uzur, cacat fisik dan kehilangan pekerjaan.

2) Risiko harta atau property risk, adalah risko bahwa harta yang dimiliki rusak, hilang atau dicuri. Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh dari harta yang dimiliki. Sebagai konsekuensinya, pemilik harus

33

mengeluarkan biaya lagi untuk menggantikan kinerja harta yang hilang.

3) Risiko tanggung gugat atau liability risk, adalah risiko yang mungkin dialami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain.

3. Tujuan Asuransi

Menurut Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, asuransi itu mempunyai tujuan utama mengalihkan risiko (tertanggung) yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa (yang tidak diharapkan terjadi) kepada orang lain (penanggung).45

Secara pragmatis, sesungguhnya ada beberapa tujuan dari asuransi yang bisa didefenisikan secara umum, yaitu:46

a. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak;

b. Meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya;

c. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul dan jumlahnya tidak tentu juga tidak pasti;

d. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan peminjam uang;

45 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 31.

46 Ibid, hlm. 37.

e. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa;

f. Menutup loss of earning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja).

4. Manfaat Asuransi

Menurut Y. Sri Susilo, asuransi dapat memberikan manfaat bagi tertanggung, antara lain: 47

1) Rasa aman dan perlindungan. Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman, dari risiko atau kerugian yang mungkin timbul, kalau risiko atau kerugian tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan perjanjian anatara tertanggung dengan penanggung.

2) Perindustrian biaya dan manfaat yang lebih adil. Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukan nilai pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak, semakin besar nilai pertanggungan semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh tertanggung.

47 Bagus Irawan, Op.Cit., hlm. 104.

35

3) Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.

4) Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan. Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan perjanjian dari kedua belah pihak).

5) Alat penyebaran risiko, risiko yang seharusnya ditanngung oleh tertanggung ikut dibebankan juga kepada penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai pertanggungan.

6) Membantu meningkatkan kegiatan usaha. Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risiko kerugian yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan dan lain sebagainya.

C. Polis Sebagai Alat Bukti Asuransi 1. Pengertian Polis

Pada dasarnya setiap perjanjian pasti membutuhkan adanya suatu dokumen.

Setiap dokumen secara umum mempunyai arti yang sangat penting karena berfungsi sebagai alat bukti. Arti pentingnya dokumen sebagai alat bukti tidak hanya bagi para pihak saja, tetapi juga bagi pihak ketiga yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan perjanjian yang bersangkutan.48 Begitu pula dengan perjanjian asuransi, asuransi harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis.

48 Sri Rejeki Hartono, Op. Cit., hlm. 122.

Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23 /POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi menyebutkan bahwa Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat perjanjian antara pihak perusahaan asuransi dan pemegang polis.

Pemegang polis adalah pihak yang mengikatkan diri berdasarkan perjanjian dengan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah untuk mnedapatkan perlindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya, tertanggung, ataupun peserta lain.

Sedangkan, yang dimaksud dengan tertanggung adalah pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian asuransi atau perjanjian reasuransi.49

2. Fungsi Polis

Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD menyebutkan bahwa asuransi harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat dipahami bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.50

Polis memegang peranan penting untuk menjaga konsistensi pertanggungjawaban baik pihak penanggung maupun tertanggung, dengan adanya polis asuransi, perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan kekuatan secara

49 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 57.

50 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 59.

37

hukum. Kedudukan polis penting sebab, di dalamnya memuat isi lengkap perjanjian yang diadakan, termasuk hak dan kewajiban para pihak. Oleh sebab itu, polis merupakan alat bukti sempurna mengenai perjanjian yang bersangkutan dan ketiadaan polis kemungkinan dapat mempersulit pembuktian.51

Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya tertanggung) wajib memperhatikan kejelasan isi polis di mana sebaiknya tidak mengantung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interprestasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan.

Dengan memiliki polis asuransi tersebut, pihak tertanggung memiliki jaminan bahwa pihak penanggung akan mengganti kerugian yang mungkin dialami oleh tertanggung akibat peristiwa yang tidak terduga.52

3. Hal-Hal yang Diatur dalam Polis

Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa, harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:

1) Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi

Pentingnya penanggalan ini ialah untuk menentukan saat mulainya asuransi.

Selain itu, juga untuk mengetahui asuransi yang terjadi terlebih dahulu dalam hal terjadi asuransi rangkap, seperti yang ditentukan dalam Pasal 277, Pasal 278 dan Pasal 279 KUHD. Hal ini penting, jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, yaitu penanggung yang mana berkewajiban membayar ganti kerugian.

51 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 59.

52 Bagus Irawan, Op.Cit., hlm. 112.

2) Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk orang ketiga

Hal ini mempunyai arti penting sehubungan dengan adanya ketentuan Pasal 264 dan 267 KUHD. Jika asuransi diadakan untuk diri sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga, maka hal ini harus dinyatakan dalam polis. Jika tidak dinyatakan, maka asuransi tidak mempunyai kekuatan berlaku, penanggung tidak berkewajiban membayar ganti kerugian (Pasal 250 KUHD).

3) Uraian jelas mengenai benda yang diasuransikan

Dalam uraian ini harus dijelaskan bahwa yang diasuransikan itu berupa benda apa, jumlahnya berapa, ukurannya bagaimana, sifat letak dan keadaannya bagaimana, sehingga kekeliruan atau salah pengertian dapat dihindarkan.

4) Jumlah yang diasuransikan

Jumlah ini menunjuk kepada sejumlah uang. Perhitungan jumlah uang tersebut erat sekali hubungannya dengan nilai benda riil dalam tiap-tiap asuransi. Dari jumlah uang asuransi itu dapat diketahui apakah asuransi itu di bawah nilai benda, sama dengan nilai benda, atau di atas nilai benda riil.

Jumlah yang diasuransikan merupakan jumlah maksimal ganti kerugian yang harus dibayar oleh penanggung jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian.

5) Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung

Bahaya atau peristiwa yang menjadi tanggungan penanggung harus dinyatakan dengan jelas dan tegas. Jika diperjanjikan dengan suatu

39

klausula, harus tegas dengan klausula apa, sehingga jelas sampai di mana batas tanggung jawab terhadap bahaya atau peristiwa yang telah dicantumkan di dalam polis.

6) Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung

Yang dimaksud di sini ialah jangka waktu asuransi itu diadakan. Jangka waktu itu dapat berupa dari waktu dan jam tertentu sampai pada waktu dan jam tertentu pula.

Misalnya, dari tanggal 1 Januari 1991 pukul 12.00 siang sampai pada tanggal 1 Januari 1992 pukul 12.00 siang. Atau dapat juga ditentukan dari tempat ke tempat, misalnya dari gudang ke gudang, dari kapal pada tempat pemberangkatan sampai pada dermaga pelabuhan tujuan. Yang demikian ini penting sekali untuk mengetahui apakah peristiwa yang terjadi itu masih dalam tanggungan penanggung atau tidak.

7) Premi asuransi

Hal ini menyatakan tentang besarnya jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung. Biasanya ditentukan dengan presentase dari jumlah yang diasuransikan dan ditambah juga dengan biaya-biaya lainnya, misalnya materai, biaya perantara. Demikian juga cara pembayarannya, biasanya dibayar lebih dahulu, dengan cara cicilan atau sekaligus.

8) Umumnya, semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus diadakan antara para pihak.

Termasuk uraian dalam butir ini misalnya tentang benda asuransi, apakah ada dibebani hak tanggungan, hipotek, atau fidusia,sehingga jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, penanggung dapat berhadapan dengan siapa, pemilik atau pemegang hak tanggungn, hipotek atau fidusia.

Demikian juga mengenai syarat-syarat tertentu, misalnya pembayaran premi. Jika premi tidak dilunasi, asuransi tidak berjalan.

Namun dalam polis asuransi jiwa tidak ditentukan secara tambahan pada isi polis untuk asuransi pada umumnya, melainkan ditentukan sendiri, yaitu dalam Pasal 304 KUHD sebagai berikut :

1) Hari diadakannya asuransi jiwa;

2) Nama dari pihak yang dijamin;

3) Nama orang yang pembayaran uang asuransinya diperuntukkan pada wafatnya;

4) Waktu mulai dan waktu terhentinya risiko bagi si penjamin;

5) Jumlah uang yang dijamin (uang asuransi); dan

6) Uang premi yang harus dibayar oleh pihak yang dijamin.

Ada beberapa hal penting lain yang tidak bisa diabaikan oleh dan merupakan bagian dari kewajiban penanggung berkaitan dengan polis asuransi, yaitu:53

1. Polis asuransi harus dicetak dengan jelas sehingga dapat dibaca dengan mudah dan dimengerti baik langsung maupun tidak langsung oleh pemegang polis dan ataupun tertanggung;

53 Mulhadi, Op.Cit., hlm 63.

41

2. Setiap polis asuransi yang diterbitkan dan dipasarkan di wilayah hukum Indonesia harus dibuat dalam bahasa Indonesia, dan bila diperlukan polis asuransi dapat dibuat juga dengan bahasa asing berdampingan dengan bahasa Indonesia;

3. Apabila dalam polis asuransi terdapat perumusan yang dapat ditafsirkan sebagai pengecualian atau pembatasan penyebab risiko yang ditutup berdasarkan polis asuransi yang bersangkutan, bagian perumusan dimaksud harus ditulis atau dicetak sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah diketahui adanya pengecualian atau pembatasan tersebut;

4. Apabila dalam polis asuransi terdapat perumusan yang dapat ditafsirkan sebagai pengurangan, pembatasan, atau pembebasan kewajiban penanggung, bagian perumusan dimaksud harus ditulis atau dicetak sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah diketahui adanya pengurangan, pembatasan, atau pembebasan kewajiban penanggung tersebut;

5. Dalam hal pembayaran premi dan/atau klaim dari polis asuransi dengan mata uang asing dilakukan dengan mata uang rupiah, pembayaran tersebut harus menggunakan kurs yang ekuivalen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada saat pembayaran. Kurs yang ekuivalen harus menghasilakn sejumlah mata uang asing yang seharusnya diterima oleh tertanggung, apabila pembayaran dilakukan dengan mata uang asing dimaksud;

6. Dalam polis asuransi dengan indeks rupiah, pembayaran premi atau manfaat harus didasarkan pada rasio indeks yang berlaku pada saat pembayaran;

7. Dalam polis asuransi yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi yang berbentuk usaha bersama (mutual) harus dicantumkan ketentuan tentang memiliki atau tidak memiliki hak suara bagi pemegang polis. Ketentuan tentang memiliki atau tidak memiliki hak suara harus sesuai dengan anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan;

8. Dalam polis asuransi dilarang dicantumkan suatu ketentuan yang dapat ditafsirkan bahwa tertanggung tidak dapat melakukan upaya hukum sehingga tertanggung harus menerima penolakan klaim;

9. Dalam polis asuransi dilarang dicantumkan ketentuan yang dapat ditafsirkan sebagai pembatasan upaya hukum bagi pihak dalam hal terjadi perselisihan mengenai ketentuan polis;

10. Ketentuan dalam polis asuransi yang mengatur pemilihan pengadilan dalam hal terjadi perselisihan yang menyangkut perjanjian asuransi, tidak boleh membatasi pemilihan pengadilan hanya pada pengadilan negeri ditempat kedudukan penanggung;

11. Apabila menteri menilai bahwa dalam ketentuan polis terdapat hal-hal yang merugikan pihak tertanggung atau penanggung, menteri dapat meminta perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi untuk mininjau ulang ketentuan polis dimaksud.

43

D. Perjanjian Polis Asuransi Menurut Hukum Positif di Indonesia

Asuransi sebagai suatu lembaga maupun sebagai suatu kegiatan di Indonesia merupakan sesuatu yang relatif baru, karena asuransi itu sendiri bukan sesuatu yang asli yang berasal dari bumi Indonesia. Asuransi datang bersama-sama dengan datangnya orang asing yaitu bangsa Belanda. Asuransi baik sebagai suatu lembaga maupun suatu bagian kegiatan perdagangan dalam tata perekonomian orang-orang Belanda dibawa kesini sebagai suatu kebutuhan mereka. Asuransi dipergunakan sebagai suatu lembaga yang menjamin kepentingan mereka dalam bidang perdagangan dan perekonomian.54

Secara formal masuknya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia ialah sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Belanda di Indonesia pada tahun 1848. Berlakunya KUHD Belanda di Indonesia adalah atas dasar asas konkordansi yang dimuat dalam Stb 1943 No. 23, yang diundangkan pada tanggal 30 April 1847 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa asuransi dan lembaga asuransi yang semula sebagai lembaga asing mulai dikenal di Indonesia.

Di Indonesia, oleh orang Belanda didirikan sebuah perusahaan asuransi jiwa pertama dengan nama Nederlandsch Indische Leven Verzekering En Liefrente Maatschappij (NILMIY) di mana perusahaan ini akhirnya diambil alih oleh

Pemerintah Indonesia dan berubah menjadi PT Asuransi Jiwasraya. Pada tahun 1853 terdapat perusahaan asuransi kerugian pertama di Indonesia, yaitu Bataviasche Zee End Brand Asurantie Maatschappij. Pada 1912 didirikan

54 Sri Rejeki Hartono, Op.Cit., hlm. 50.

perusahaan asuransi jiwa bernama Asuransi Jiwa Boemi Putra 1992. Pada tahun 1973 Perusahaan Negara Asuransi Bendasraya digabungkan dengan PT Umum Internasional Underwriter menjadi PT Asuransi Jasindo. Untuk kesejahteraan rakyat, pemerintah juga mendirikan perusahaan asuransi sosial yang melaksanakan kegiatannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yaitu:

1) Asuransi Jasa Raharja untuk asuransi kecelakaan penumpang dan lalu lintas raya;

2) Perum Taspen untuk Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri;

3) Perum Asabri untuk anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

4) Jamsostek, yaitu asuransi kecelakaan tenaga kerja perusahaan swasta.55 Dari tahun ke tahun, asuransi akan terus berkembang dan seiring dengan perkembangan tersebut lembaga asuransi akan semakin banyak pula. Hal itu terjadi karena populasi manusia yang semakin tak terkendali sehingga kebutuhan akan perlindungan baik dari segi jiwa atau harta juga akan terus meningkat.

Indonesia sudah memiliki banyak peraturan yang berkenaan dengan asuransi, antara lain:

a. Kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b. Kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

c. Undang-Undang Asuransi, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

55 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 18.

45

Asuransi atau pertanggungan dalam pengertian hukum mengandung satu arti yang pasti ialah sebagai suatu jenis perjanjian. Meskipun demikian perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan yang spesifik dan pasti ialah yang berkisar pada manfaat ekonomi bagi kedua pihak yang mengadakan perjanjian.56 Untuk perjanjian asuransi, berlaku ketentuan KUH Perdata berdasarkan Pasal 1 KUHD bahwa ketentuan umum perjanjian dalam KUH Perdata dapat berlaku bagi perjanjian asuransi. Pasal 1 KUHD tersebut merupakan cerminan atas asas lex specialis derogate lex generalis.

Perjanjian asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD, maka selain syarat-syarat khusus yang tertuang dalam Pasal 250 dan 251 KUHD, diberlakukan pula ketentuan umum syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan demikian, ada 6 (enam) syarat sahnya perjanjian asuransi, yaitu:

1) Adanya kesepakatan atau persetujuan kehendak

Antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi, harus ada kesesuaian kehendak. Artinya, kedua belah pihak menyetujui tentang objek yang menjadi objek perjanjian dan tentang syarat-syarat tertentu yang berlaku bagi perjanjian tersebut.

2) Kecakapan dan kewenangan dalam melakukan perbuatan hukum

Kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian asuransi harus memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. Artinya, kedua belah itu sudah dewasa atau telah kawin, dan tidak dibawah pengampuan.

56 Sri Rejeki Hartono, Op. Cit., hlm. 80.

3) Ada objek tertentu yang diasuransikan

Dalam suatu perjanjian asuransi harus ada objek yang diasuransikan.

Pengertian objek tertentu adalah bahwa identitas objek asuransi tersebut harus jelas dan pasti.

4) Ada causa yang diperbolehkan atau sebab yang halal

Causa yang diperbolehkan disini bahwa isi dari perjanjian asuransi tersebut tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.

5) Pembayaran premi

Perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik, maka kedua belah pihak masing-masing harus memiliki prestasi. Penanggung menerima peralihan risiko atas objek yang dipertangungkan, sedangkan tertanggung harus membayar sejumlah premi sebagai imbalannya.

6) Kewajiban pemberitahuan

Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi.

Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi menjadi batal (Pasal 251 KUHD).

Sehubungan dengan adanya unsur yang digantungkan pada suatu syarat peristiwa yang belum tentu terjadi, asuransi sering disamakan dengan perjanjian untung-untungan. Dalam KUH Perdata, perjanjian asuransi diklasifikasikan sebagai salah satu dari yang termasuk perjanjian untung-untungan sebagaimana tercantum pada Pasal 1774.

47

Pasal 1774 KUH Perdata :

“Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.

Demikian adalah :

perjanjian pertanggungan;

bunga cagak hidup;

perjudian dan pertaruhan.

Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.”

Dapat dilihat dari pasal di atas bahwa asuransi atau pertanggungan termasuk dalam perjanjian untung-untungan. Namun menurut beberapa literatur, asuransi atau pertanggungan digolongkan perjanjian untung-untungan kurang tepat, dikarenakan dalam perjanjian untung-untungan secara sengaja dan sadar para pihak di dalam perjanjian itu akan mengalami atau mendapatkan suatu kesempatan atau kemungkinan untung-untungan. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik, di mana adanya pemenuhan prestasi yang seimbang.

Sedangkan dalam perjanjian untung-untungan itu tidak terdapat kemungkinan terjadinya pemenuhan prestasi secara seimbang. Jadi dalam perjanjian untung-untungan prestasi secara timbal balik tidak dipenuhi atau tidak seimbang.

Pada perjanjian untung-untungan peristiwa yang belum pasti itu andaikata tak terjadi sama sekali tidak menyebabkan kerugian ekonomi pada salah satu atau para pihak. Sedangkan pada perjanjian asuransi apabila peristiwa yang belum pasti terjadi itu benar terjadi pasti menyebabkan kerugian ekonomi pada salah satu pihak dimana dalam hal ini adalah tertanggung.

Menurut Dorhout Mees, pembuat undang-undang memasukkan asuransi ke dalam perjanjian untung-untungan, seperti perjudian dan pertaruhan yang diatur

dalam Pasal 1774 KUH Perdata berdasarkan pertimbangan bahwa besarnya kewajiban penanggung digantungkan pada peristiwa yang tidak pasti. Kewajiban

dalam Pasal 1774 KUH Perdata berdasarkan pertimbangan bahwa besarnya kewajiban penanggung digantungkan pada peristiwa yang tidak pasti. Kewajiban

Dokumen terkait