• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I. Oleh: FARADISA RAMADHANI DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "S K R I P S I. Oleh: FARADISA RAMADHANI DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

NEGERI MEDAN NO. 574/PDT.G/2019/PN.MDN)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

FARADISA RAMADHANI 170200515

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

“Tinjauan Yuridis Perbuatan Wanprestasi Pembayaran Klaim pada Perjanjian Polis Asuransi yang Dilakukan PT. Asuransi Jiwa Sequis Life (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn)”.

Adapun skripsi ini bertujuan sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini diakui penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan dan arahan serta dukungan berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

(5)

6. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan.

8. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing dan memberikan kritik dan saran untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak Eko Yudhistira, S.H., M.Kn selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah meluangkan banyak waktu dan pikiran untuk membimbing, memberi saran dan kritik yang membangun untuk penulis serta memberi nasihat dari awal penulisan skripsi ini sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.

10. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang sangat berharga kepada penulis selama menjadi mahasiswi.

12. Seluruh Staf Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.

Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yaitu Papa Ir. H. Aliussani, S.IP dan

Mama Hj. Indria Sri Agustina tersayang, yang selalu menjadi motivator terbaik

bagi penulis serta yang telah membesarkan, mendidik, memberikan dukungan dan

menjadi penyemangat sehingga penulis dapat meraih gelar Sarjana Hukum.

(6)

iii

13. Kakak kandung penulis yang sangat disayangi yaitu Dwi Insani Putri, Ade Rizka Eliyus dan Atiqah Aldria Ulfa yang telah memberi motivasi, mendoakan dan menjadi teman terbaik bagi penulis.

14. Abang ipar penulis yang sangat disayangi yaitu Dedi Saputra dan Romi Yandika Rahman yang telah memberi motivasi, mendoakan dan menjadi teman terbaik bagi penulis.

15. Keponakan penulis Chayra Tanisha Azzahra dan Arsyila Ereshva yang selalu memberi hiburan dan canda tawa.

16. FAREMVA sahabat terbaik penulis yang sangat penulis sayangi Emry Sapitri Saragih dan Valentina Simandalahi yang telah menjadi sahabat yang selalu menemani penulis sejak awal perkuliahan hingga saat ini.

17. Sobat kampus kesayangan Agustina Suryanita Sinurat, Ariel Juan Felix Sinaga, Marshall Arthur Sijabat, Mia Paulyna dan Rizky Rizally Gurning yang telah menjadi sahabat seperjuangan penulis baik dalam menjalani suka maupun duka dalam organisasi, serta memberikan dukungan berupa ilmu dan semangat untuk penulis dalam penulisan skripsi ini.

18. Teman-teman seperjuangan Cesylia Anggita, Ira Rosanni Saragih, Yolanda Mawar Saron, Deswita Rahmadani dan Miftahul Hudayah yang telah memberi semangat, dukungan dan doa terbaik kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

19. Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang telah menjadi rumah bagi penulis untuk belajar

(7)

bersama, mendapatkan ilmu di luar perkuliahan dan sebagai teman bertukar pikiran. Salam Persahabatan!

20. Seluruh teman-teman pengurus Ikatan Mahasiswa Perdata (IMP) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah bersama-sama menjalani aktivitas perkuliahan dan berbagai kegiatan bersama.

21. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Sumatera Utara yang telah menjadi wadah penulis dalam berorganisasi. Dzikir, Fikir, Amal Shaleh. Salam Pergerakan!

22. Seluruh teman-teman Grup E Stambuk 2017 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah bersama-sama menjalani aktivitas perkuliahan.

23. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, 22 Desember 2020

Faradisa Ramadhani

NIM. 170200515

(8)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN POLIS ASURANSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Tinjauan Hukum Mengenai Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian ... 19

2. Asas-Asas Hukum Perjanjian ... 22

3. Syarat Sahnya Perjanjian ... 23

4. Akibat yang Timbul dari Suatu Perjanjian ... 27

5. Berakhirnya Perjanjian ... 28

B. Tinjauan Hukum Mengenai Asuransi 1. Pengertian Asuransi ... 29

2. Risiko dalam Asuransi ... 31

(9)

3. Tujuan Asuransi ... 33 4. Manfaat Asuransi ... 34 C. Polis sebagai Alat Bukti Asuransi

1. Pengertian Polis ... 35 2. Fungsi Polis ... 36 3. Hal-Hal yang Diatur dalam Polis ... 37 D. Perjanjian Polis Asuransi Menurut Hukum Positif di

Indonesia ... 43 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG POLIS

YANG DIRUGIKAN AKIBAT WANPRESTASI

A. Wanprestasi dan Penyebab Terjadinya Wanprestasi ... 50 B. Akibat Hukum yang Timbul dari Wanprestasi pada Perjanjian Polis Asuransi... 54 C. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi yang Dirugikan Akibat Wanprestasi ... 57 BAB IV ANALISIS HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM

MEMUTUSKAN SENGKETA WANPRESTASI

PEMBAYARAN KLAIM PADA PERJANJIAN POLIS

ASURANSI (STUDI PUTUSAN NOMOR

574/PDT.G/2019/PN.MDN)

A. Kasus Posisi Perkara Wanprestasi Pembayaran Klaim pada

Perjanjian Polis Asuransi (Putusan Nomor

574/Pdt.G/2019/PN.MDN) ... 63

(10)

vii

B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Kasus Wanprestasi Pembayaran Klaim pada Perjanjian Polis Asuransi (Putusan Nomor 574/Pdt.G/2019/PN.MDN) ... 68 C. Analisis Hukum Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Sengketa Wanprestasi Pembayaran Klaim pada Perjanjian Polis Asuransi (Putusan Nomor 574/Pdt.G/2019/PN.MDN) ... 81 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(11)

viii

Eko Yudhistira



Dalam menjalani kehidupan sebagai manusia ada peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat dipastikan. Ketidakpastian tersebut dapat berupa risiko yang senantiasa mungkin dialami oleh setiap manusia dalam kehidupannya.

Asuransi hadir memberikan perlindungan untuk meminimalisasi masalah kerugian finansial pada saat terjadi risiko yang tidak terduga tersebut. Dengan perjanjian yang tertuang di dalam polis asuransi, risiko dimungkinkan dapat dialihkan kepada pihak penanggung. Namun, pada saat pelaksanaan perjanjian asuransi tidak semua dapat berjalan sesuai kesepakatan, sehingga tak jarang timbul perselisihan antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Di Indonesia sendiri, masih terdapat perusahaan asuransi yang tidak kooperatif dalam melaksanakan suatu perjanjian. Hal ini dapat dilihat dari adanya keluhan dari pemegang polis tentang sulitnya pengajuan klaim asuransi atau bahkan adanya penolakan pembayaran klaim dengan berbagai alasan. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana pengaturan perjanjian polis asuransi menurut hukum positif di Indonesia, bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang polis yang dirugikan akibat wanprestasi dan bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa wanprestasi pembayaran klaim pada perjanjian polis asuransi (Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn).

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif dan sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sumber data penelitian ini berasal dari data sekunder yang diperoleh melalui bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan dan terkait analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif.

Hasil penelitian disimpulkan bahwa wanprestasi dapat berupa empat jenis, yaitu tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Dalam perkara putusan Nomor 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn perbuatan yang dilakukan pihak Tergugat yaitu PT Asuransi Jiwa Sequis Life dinyatakan oleh Majelis Hakim dapat dikategorikan sebagai wanprestasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata, karena pihak Tergugat tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Sehingga pihak Tergugat diwajibkan untuk membayar ganti kerugian yang timbul akibat perbuatannya serta membayar biaya perkara.

Kata Kunci : Perjanjian, Polis Asuransi , Wanprestasi

Mahasiswa, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

 Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

 Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu hal yang hakiki dalam kehidupan manusia di dunia ini ialah adanya sifat yang tidak kekal atau abadi. Oleh karena tidak kekalnya sifat-sifat kehidupan manusia itu maka dapat dikatakan bahwa kehidupan mempunyai sifat yang tidak pasti atau tidak tetap. Sehingga dalam menjalani kehidupan sebagai manusia, ada peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat dipastikan. Ketidakpastian tersebut berhubungan dengan takdir dan nasib manusia yang ditentukan oleh Tuhan.

1

Saat manusia menjalani aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali peristiwa bahaya yang dapat mengancam keselamatan. Ancaman bahaya tersebut ditujukan kepada harta kekayaan, jiwa dan raga manusia. Misalnya datangnya musibah seperti penyakit, kecelakaan, kebakaran atau bencana alam.

Bagi orang yang peduli dengan ancaman bahaya, dia menyadari jika ancaman bahaya itu sungguh-sungguh menjadi kenyataan sudah pasti akan menimbulkan kerugian harta, cacat badan, bahkan kematian.

2

Hal-hal tersebut merupakan risiko, yaitu suatu hal yang timbul akibat adanya ketidakpastian di masa mendatang yang senantiasa mungkin dialami oleh setiap manusia dalam kehidupannya. Musibah yang menimpa manusia tersebut merupakan takdir dari Tuhan yang tidak dapat dihindari.

1 Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, (Yogyakarta: Medpress Digital, 2016), hlm. 5.

2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 117.

(13)

Namun, manusia dapat berusaha untuk memperkecil risiko yang timbul serta tidak hanya pasrah menerima semuanya. Setiap orang berusaha agar dapat melakukan sesuatu yang terbaik guna menangani semua risiko tersebut.

3

Oleh karena itu, orang-orang berusaha mencari jalan agar beban ancaman bahaya itu dapat dikurangi atau dihilangkan dengan bantuan orang lain yang bersedia mengambil alih beban ancaman tersebut.

4

Inilah yang sekarang dikenal dengan lembaga asuransi atau pertanggungan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah perlindungan atas berbagai macam risiko yang terjadi dan menimpa diri mereka sewaktu-waktu adalah salah satu penyebab tingginya jumlah pengguna asuransi belakangan ini.

5

Kerugian-kerugian yang timbul seperti kerugian harta, cacat badan bahkan kematian yang diakibatkan oleh risiko akan sangat mempengaruhi perjalanan hidup seseorang dan ahli warisnya. Sehingga asuransi hadir memberikan perlindungan untuk meminimalisasi masalah kerugian finansial pada saat terjadi risiko yang tidak terduga tersebut sehingga seseorang dapat tetap melanjutkan hidup secara normal selayaknya tanpa harus kekurangan materi. Dengan kata lain, asuransi adalah suatu sistem yang diciptakan untuk melindungi orang, kelompok, atau aktivitas usaha terhadap risiko kerugian finansial dengan cara membagi atau menyebar risiko melalui pembayaran sejumlah premi.

6

Risiko dapat dialihkan

3 Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, (Yogyakarta:

BPFE Yogyakarta, 1995), hlm. 15.

4 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 118.

5 Vicky Mahendra Irsyad, Preferensi Nasabah terhadap Perusahaan Asuransi Syariah dan Konvensional (Studi Kasus pada Perusahaan Asuransi AJB Bumiputera 1912 Cabang Malang), Jurnal Ilmiah Universitas Brawijaya, Vol. 5, No. 2, 2016, hlm. 2.

6 Mulhadi, Dasar-Dasar Hukum Asuransi, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2017), hlm. 1.

(14)

3

melalui suatu kontrak atau perjanjian asuransi. Dengan perjanjian asuransi tersebut, risiko dimungkinkan dapat dialihkan kepada pihak penanggung, maka pihak tersebut mengikatkan diri akan mengganti kerugian apabila risiko itu benar- benar menjadi suatu kenyataan kehilangan atau kerugian.

7

Pengalihan dan membagi risiko tersebut tentu saja didasari dengan aturan-aturan hukum dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam perjanjian asuransi.

Landasan hukum asuransi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Undang-Undang ini merupakan dasar hukum yang mengatur tentang kegiatan perasuransian di Indonesia.

Undang-undang ini dipandang sebagai sebuah produk hukum perasuransian yang sangat berpihak pada kepentingan konsumen asuransi mencakup pemegang polis, tertanggung atau peserta asuransi. Dikatakan berpihak pada kepentingan atau hak- hak pemegang polis karena dalam UU Perasuransian ini banyak pasal yang berkenaan dengan upaya memperjuangkan kepentingan atau hak-hak pemegang polis. Tujuan lahirnya undang-undang ini selain untuk melindungi kepentingan dan hak-hak pemegang polis, undang-undang ini juga menjadi dasar lahirnya industri perusahaan yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif sehingga akan meningkatkan perlindungan bagi pemegang polis.

8

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian memberikan defenisi dari asuransi yaitu:

9

7 Tuti Rastuti, Op.Cit., hlm. 6.

8 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 153.

9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 1 angka 1.

(15)

“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”.

Dari defenisi tersebut di atas, dapat dipahami bahwa asuransi merupakan sebuah perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak (tertanggung dan penanggung) yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan.

Hubungan keperdataan dalam perjanjian asuransi tersebut melahirkan hak dan kewajiban para pihak dalam melakukan pelaksanaan perjanjian asuransi.

Pelaksanaan perjanjian asuransi diartikan juga sebagai suatu masa di mana para pihak harus memenuhi isi perjanjian asuransi, sebagaimana tercantum di dalam polis asuransi. Kewajiban pokok penanggung ialah memikul beban risiko dan jika terjadi evenemen (peristiwa tak tentu) yang menimbulkan kerugian, dia wajib membayar ganti kerugian kepada tertanggung. Penanggung memperoleh hak atas premi. Premi ini merupakan kewajiban pokok tertanggung untuk memperoleh hak bebas dari beban risiko, atau memperoleh penggantian kerugian jika terjadi evenemen (peristiwa tak tentu).

10

Pelaksanaan prestasi berupa pembayaran ganti kerugian oleh penanggung kepada tertanggung hanya akan direalisasikan, apabila

10 Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Pertanggungan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), hlm. 9. (Selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad 2)

(16)

5

peristiwa tertentu yang diperjanjikan itu terjadi dan menimbulkan kerugian kepada tertanggung.

11

Namun sayangnya, tidak semua perjanjian dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak. Terkadang salah satu pihak dalam suatu perjanjian tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikannya sehingga berakibat timbulnya suatu kerugian pihak lain yang disebut sebagai wanprestasi.

Dengan adanya wanprestasi, pihak kreditur yang dirugikan sebagai akibat kegagalan pelaksanaan kontrak oleh pihak debitur mempunyai hak gugat dalam upaya menegakkan hak-hak kontraktualnya.

12

Seperti halnya dalam perjanjian asuransi. Meskipun telah ada regulasi yang mengatur tentang kegiatan perasuransian, pada saat pelaksanaan perjanjian asuransi tak jarang timbul perselisihan antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Di Indonesia sendiri, masih terdapat perusahaan asuransi yang tidak kooperatif dalam melaksanakan suatu perjanjian. Seperti adanya keluhan dari pemegang polis tentang sulitnya pengajuan klaim asuransi atau bahkan adanya penolakan pembayaran klaim dengan berbagai alasan.

Terdapat salah satu kasus yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn di mana dalam kasus ini, Sioe Tjin sebagai Penggugat dan PT. Asuransi Jiwa Sequis Life sebagai Tergugat telah terikat dalam suatu perjanjian asuransi, di mana kedudukan Penggugat sebagai

“Tertanggung” sedangkan Tergugat sebagai “Penanggung”. Permasalahan hukumnya adalah pihak PT. Asuransi Jiwa Sequis Life menolak untuk membayar

11 Mulhadi, Op. Cit., hlm. 71.

12 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), hlm. 262.

(17)

klaim asuransi yang telah disepakati bersama dalam perjanjian Kontrak Polis Nomor : 0900103961 tertanggal 27 Juli 2009, dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Sioe Tjin karena alasan tersebut bertentangan dengan isi perjanjian.

Di mana dapat dikatakan bahwa PT. Asuransi Jiwa Sequis Life telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi. Oleh karena itu, Sioe Tjin mengajukan gugatan perdata terhadap PT. Asuransi Jiwa Sequis Life ke Pengadilan Negeri Medan.

13

Permasalahan hukum seperti contoh kasus di atas sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan bahan pertimbangan bagi pembaca jika suatu saat akan melakukan perbuatan hukum harus mematuhi peraturan yang berlaku dan menjalankan perjanjian sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat agar tidak terjadi permasalahan hukum di kemudian hari yang dapat merugikan pihak lain.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan penulisan dalam bentuk skripsi dengan judul

“Tinjauan Yuridis Perbuatan Wanprestasi Pembayaran Klaim pada Perjanjian Polis Asuransi yang Dilakukan PT. Asuransi Jiwa Sequis Life (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

13 Putusan Nomor 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn

(18)

7

1. Bagaimana pengaturan perjanjian polis asuransi menurut hukum positif di Indonesia?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang polis yang dirugikan akibat perbuatan wanprestasi?

3. Bagaimana analisis hukum pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa wanprestasi pembayaran klaim pada perjanjian polis asuransi (Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaturan perjanjian polis asuransi menurut hukum positif di Indonesia.

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang polis yang dirugikan akibat perbuatan wanprestasi.

c. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian sengketa wanprestasi pembayaran klaim pada perjanjian polis asuransi dan pertimbangan hakim dalam memutuskan Putusan Nomor 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn.

2. Manfaat Penulisan

Dalam penulisan skripsi tentunya ada manfaat yang ditujukan dalam

penulisan. Adapun manfaat penulisan yang diharapkan penulis dari penulisan

skripsi ini adalah:

(19)

a. Manfaat Teoritis :

Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca serta memberikan sumbangan bagi ilmu hukum pada umumnya dan khususnya mengenai hukum perdata mengenai perjanjian polis asuransi dan penyelesaian sengketa wanprestasi pada perjanjian polis asuransi.

b. Manfaat Praktis :

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pembaca serta dapat membantu memecahkan masalah yang mungkin atau sedang dihadapi masyarakat terutama mengenai penyelesaian sengketa wanprestasi pada perjanjian polis asuransi.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul penulisan ini adalah “Tinjauan Yuridis Perbuatan

Wanprestasi Pembayaran Klaim pada Perjanjian Polis Asuransi yang

Dilakukan PT. Asuransi Jiwa Sequis Life (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Medan No. 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn)” yang sejauh ini tidak ditemukan adanya

judul yang sama seperti judul tersebut diatas, berdasarkan pemeriksaan yang

dilakukan di Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum

Perdata BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat uji bersih

tertanggal 10 September 2020.

(20)

9

Penulis membuat skripsi ini dibantu oleh literatur, buku, karya ilmiah dan data-data pendukung lainnya sehingga secara ilmiah skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Untuk mengantarkan kepada pemahaman yang benar mengenai skripsi ini, maka terlebih dahulu akan diuraikan dalam tinjauan kepustakaan yang akan mengantarkan kepada pengertian umum atau gambaran tentang skripsi ini.

Adapun yang menjadi penelitian secara etimologis dari pada judul skripsi ini adalah :

1. Perjanjian

Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst dan bahasa Inggris yaitu agreement. Perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan defenisi perjanjian yaitu :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Sedangkan menurut Prof. Subekti defenisi dari perjanjian yaitu suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

14

Berdasarkan defenisi tersebut, maka perjanjian adalah suatu peristiwa dimana satu orang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain dan dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Oleh karena itu, perjanjian berlaku sebagai suatu undang-undang bagi pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu

14 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 15.

(21)

hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

15

2. Asuransi

Asuransi berasal dari bahasa Belanda yaitu verzekering yang artinya pertanggungan. Pasal 246 KUHD memberikan pengertian asuransi atau pertanggungan, yaitu :

“Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kehilangan, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.

Sedangkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian memberikan pengertian asuransi yaitu perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya

15 Rustam Magun Pikahulan, Hukum Perikatan, (Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press, 2017) hlm. 19.

(22)

11

tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Pengertian asuransi berdasarkan kedua aturan di atas, menunjukkan bahwa asuransi merupakan suatu perjanjian yang melahirkan hubungan hukum berupa hak dan kewajiban.

3. Polis Asuransi

Berdasarkan ketentuan Pasal 255 KUHD, asuransi harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis. Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23 /POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi memberikan defenisi mengenai Polis Asuransi yaitu akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat perjanjian antara pihak perusahaan asuransi dan pemegang polis.

Polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.

Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak

boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan

interpretasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah tertanggung dan

(23)

penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi.

16

4. Klaim

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan klaim adalah tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu. Sedangkan yang dimaksud dengan klaim dalam asuransi adalah tuntutan dari pihak tertanggung sehubungan dengan adanya perjanjian antara perusahaan asuransi dengan pihak tertanggung yang masing-masing pihak mengikatkan diri untuk menjamin pembayaran ganti rugi oleh penanggung jika pembayaran premi asuransi telah dilakukan pihak tertanggung, ketika terjadi musibah yang diderita oleh pihak tertanggung. Tujuan dari klaim asuransi adalah untuk memberikan manfaat yang sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi kepada pemegang polis (tertanggung).

17

Klaim asuransi tersebut merupakan permohonan resmi yang diajukan kepada perusahaan asuransi agar melakukan pembayaran kepada pemegang polis sesuai dengan polis asuransi yang berlaku. Klaim asuransi yang diajukan akan ditinjau oleh perusahaan untuk validitasnya dan kemudian dibayarkan kepada pihak tertanggung setelah disetujui.

18

16 Agoes Parera, Hukum Asuransi di Indonesia, (Yogyakarta: PT. Kanisius, 2019, hlm.

85.

17 Sri Handayani, Pengaruh Penyelesaian Klaim Asuransi Terhadap Pencapaian Target Penjualan Produk Asuransi AJB Bumiputera 1912 Cabang Bengkulu, Ekombis Review, Vol. 5, No. 1, 2017, hlm. 79.

18 Ibid.

(24)

13

5. Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu wanpretatie, yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan.

Wanprestasi atau yang dikenal dengan cidera janji adalah suatu kondisi tidak dilaksanakannya suatu prestasi/kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama-sama sebagaimana yang dinyatakan dalam perjanjian.

19

Wanprestasi dapat terjadi karena dua kemungkinan alasan, yaitu karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan maupun kelalaian dan karena keadaan memaksa di luar kemampuan debitur.

Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata, yang menyatakan :

“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

Apabila telah terjadi wanprestasi, maka pihak yang melakukan wanprestasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana yang sudah disepakati oleh para pihak berdasarkan isi perjanjian yang sudah dibuat.

20

Ganti kerugian karena tidak dipenuhinya perikatan terdiri atas tiga unsur yaitu ongkos/biaya yang telah dikeluarkan, kerugian sesungguhnya dan bunga atau keuntungan yang diharapkan.

21

19 Nanda Amalia, Hukum Perikatan, (Lhokseumawe: Unimal Press, 2012), hlm. 7.

20 Ian Nurpatria Suryawan, dkk, Wanprestasi Versus Perbuatan Melanggar Hukum Menurut Burgerlijk Wetboek, Seminar Nasional Inovasi dan Tren (SNIT), 2014, hlm. 3.

21 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 247. (Selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad 3)

(25)

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.

22

Dalam penulisan skripsi ini tentu ada metode yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data atau informasi yang akurat dan dengan cara yang terstruktur.

Adapun cara yang dilakukan dalam metode penelitian ini adalah:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder saja.

Pendekatan tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma- norma hukum yang ada dalam masyarakat.

23

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Maksudnya mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.

Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.

24

22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, Cet.3, 1986), hlm.

43.

23 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet.8, 2016), hlm.

105

24 Ibid.

(26)

15

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas.

25

Bahan hukum primer yang digunakan dalam skripsi ini adalah:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Buku III tentang Perikatan

2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

4) Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi.

26

Publikasi tersebut terdiri atas pendapat ahli, buku-buku, jurnal, internet dan karya ilmiah.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

Misalnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya.

27

25 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, Cet. 5, 2009), hlm. 141.

26 Zainuddin Ali, Op.Cit., hlm. 54.

27 Ibid., hlm. 24

(27)

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini melalui studi kepustakaan. Data kepustakaan yang diperoleh bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

5. Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu suatu analisis terhadap data primer dan data sekunder.

Analisis kualitatif mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami skripsi ini, maka akan diuraikan secara singkat sistematika yang akan dibahas di dalam skripsi ini.

Secara sistematis skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dan tiap-tiap bab terdiri atas beberapa sub bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menjelaskan dan menjabarkan tentang hal-

hal yang bersifat umum seperti latar belakang pemilihan judul

penulisan yang kemudian akan dilanjutkan dengan perumusan

masalah dan diikuti dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian

(28)

17

penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN POLIS ASURANSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Bab ini terdiri terdiri dari 4 (empat) sub bab, masing-masing sub bab terdiri lagi dari beberapa uraian. Sub bab pertama adalah tinjauan hukum mengenai perjanjian yang diuraikan menjadi pengertian perjanjian, asas-asas hukum perjanjian, syarat sahnya perjanjian, akibat yang timbul dari suatu perjanjian dan berakhirnya perjanjian. Sub bab yang kedua adalah tinjauan hukum mengenai asuransi yang diuraikan menjadi pengertian asuransi, risiko dalam asuransi, tujuan asuransi dan manfaat asuransi. Sub bab yang ketiga adalah polis sebagai alat bukti asuransi yang diuraikan menjadi pengertian polis, fungsi polis dan hal-hal yang diatur dalam polis. Sub bab yang keempat adalah perjanjian polis asuransi menurut hukum positif di Indonesia.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG POLIS YANG DIRUGIKAN AKIBAT WANPRESTASI

Dalam Bab ini berisikan tentang wanprestasi dan penyebab

terjadinya wanprestasi, akibat hukum yang timbul dari wanprestasi

pada perjanjian polis asuransi serta perlindungan hukum bagi

pemegang polis asuransi yang dirugikan akibat wanprestasi.

(29)

BAB IV ANALISIS HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM

MEMUTUSKAN SENGKETA WANPRESTASI

PEMBAYARAN KLAIM PADA PERJANJIAN POLIS

ASURANSI (STUDI PUTUSAN NOMOR

574/PDT.G/2019/PN.MDN)

Dalam Bab ini penulis akan membahas tentang kasus posisi dan pertimbangan hukum oleh hakim dalam memutuskan sengketa wanprestasi yang diangkat dari Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 574/Pdt.G/2019/PN.Mdn tentang perkara wanprestasi pembayaran klaim pada perjanjian polis asuransi.

BAB V PENUTUP

Bab ini adalah bagian terakhir dalam penulisan skripsi ini, dalam

Bab ini berisi tentang kesimpulan atas seluruh pembahasan pada

bab-bab sebelumnya dan saran yang diberikan yang berhubungan

dengan skripsi ini.

(30)

19 BAB II

PENGATURAN PERJANJIAN POLIS ASURANSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Tinjauan Hukum Mengenai Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Buku III KUH Perdata tentang Perikatan tidak memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan perikatan itu. Namun justru diawali dengan Pasal 1233 KUH Perdata mengenai sumber perikatan, yaitu perjanjian dan undang-undang.

Dengan demikian, perjanjian merupakan salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain dari undang-undang yang dapat menimbulkan perikatan.

28

Suatu perikatan yang bersumber dari perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut. Ini berbeda dengan perikatan yang bersumber dari undang-undang, yang melahirkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam perikatan tersebut meskipun sesungguhnya para pihak tidak menghendakinya.

Perjanjian berasal dari istilah overeenkomst (Belanda) dan agreement (Inggris). Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah sesuatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan kata lain, perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang mengikatkan diri berdasarkan kesepakatan untuk

28 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 19.

(31)

menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum itu berupa hak dan kewajiban secara timbal balik antara para pihak.

29

Beberapa pakar hukum perdata mengemukakan pandangannya terkait defenisi perjanjian, yaitu sebagai berikut:

Prof. Subekti, S.H., memberikan pengertian perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

30

Prof. Sardjono, S.H., mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan di mana salah satu pihak mengikatkan diri pada pihak lain untuk melakukan sesuatu perbuatan.

31

Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., mengatakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.

32

Setiawan, mendefenisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

33

KRMT Tirtodiningrat, memberikan defenisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.

34

29 Muhammad Noor, Penerapan Prinsip-Prinsip Hukum Perikatan Dalam Pembuatan Kontrak, Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol. 14, No. 1, 2015, hlm. 90.

30 Agus Prawoto, Op.Cit., hlm. 35.

31 Ibid., hlm. 35-36.

32 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta:

Kencana, Cet. 5, 2015), hlm. 222.

33 Ibid.

34 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 16.

(32)

21

Berdasarkan uraian di atas, suatu perjanjian memiliki unsur yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur essensialia dan bukan essensialia.

Terhadap yang disebutkan belakangan ini terdiri atas unsur naturalia dan accidentalia.

1) Unsur Essensialia

Eksistensi dari suatu perjanjian ditentukan secara mutlak oleh unsur essensialia, karena tanpa unsur ini suatu janji tidak pernah ada. Dalam

jual beli, harga dan barang yang disepakati oleh penjual dan pembeli merupakan unsur essensialia. Dalam perjanjian riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan unsur essensialia.

2) Unsur Naturalia

Unsur ini dalam perjanjian diatur dalam undang-undang, tetapi para pihak boleh menyingkirkan atau menggantinya. Dalam hal ini ketentuan undang-undang bersifat mengatur atau menambah (regelend atau aanvellendrecht). Misalnya, kewajiban penjual menanggung biaya

penyerahan atau kewajiban pembeli menanggung biaya pengambilan.

Hal ini diatur dalam Pasal 1476 KUH Perdata:

“Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli, jika tidak telah diperjanjikan sebaliknya”.

Anak kalimat dari pasal tersebut menunjukkan bahwa undang-undang

(hukum) mengatur berupa kebolehan bagi pihak (penjual dan pembeli)

menentukan kewajiban mereka berbeda dengan yang disebutkan dalam

undang-undang itu. Begitu juga kewajiban si penjual menjamin

(33)

(vrijwaren) aman hukum dan cacat tersembunyi kepada si pembeli atas barang yang dijualnya itu. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1491 KUH Perdata:

“Penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap si pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram; kedua terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya”.

3) Unsur Accidentalia

Unsur ini sama halnya dengan unsur naturalia dalam perjanjian yang sifatnya penambahan dari para pihak. Undang-undang (hukum) sendiri tidak mengatur tentang hal itu. Contohnya dalam perjanjian jual beli, benda-benda pelengkap tertentu bisa ditiadakan.

35

Hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Dalam pengertian ini, hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

2. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Di dalam hukum perjanjian dikenal tiga asas, yaitu asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda dan asas kebebasan berkontrak.

a. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi (ada) sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Kesepakatan tersebut dapat

35 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 43.

(34)

23

dibuat secara lisan maupun dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti.

b. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas Pacta Sunt Servanda, berhubungan dengan akibat dari perjanjian.

Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

c. Asas Kebebasan Berkontrak

Menurut Salim H.S., bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk;

1) membuat atau tidak membuat perjanjian;

2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; dan 4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Namun demikian, Abdulkadir Muhammad, berpendapat bahwa kebebasan berkontrak tersebut tetap dibatasi oleh tiga hal, yaitu :

1) tidak dilarang oleh undang-undang;

2) tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan 3) tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

36

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dapat dikatakan sah menurut hukum apabila memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang ditetapkan oleh undang-undang. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

36 Titik Triwulan Tutik, Op.Cit., hlm 227-229.

(35)

b. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

c. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

d. suatu hal tertentu;

e. suatu sebab yang halal.

Keempat syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut di atas diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

1) Kesepakatan

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya dan siapa yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak.

Pernyataan yang disampaikan tersebut dikenal dengan nama “penawaran”.

37

Jadi penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian, yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan pihaknya tersebut. Pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran selanjutnya harus menentukan apakah ia akan menerima penawaran yang disampaikan oleh pihak yang melakukan penawaran tersebut. Dalam hal

37 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 95.

(36)

25

pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran menerima penawaran yang diberikan maka tercapailah kesepakatan tersebut.

38

2) Kecakapan untuk bertindak

Seseorang yang dianggap cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang yang telah dewasa yaitu orang-orang yang telah mampu untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau cakap menurut hukum. Telah dewasa artinya sudah berumur 21 tahun penuh, walaupun belum 21 tahun penuh tetapi sudah pernah kawin. Menurut Pasal 1329 KUH Perdata, setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Lebih lanjut Pasal 1330 KUH Perdata memberikan limitasi orang-orang mana saja yang dianggap tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, dengan menyatakan bahwa:

Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

1. orang-orang yang belum dewasa;

2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

3. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Khusus angka 3 di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan hak laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian.

38 Ibid., hlm. 96.

(37)

3) Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu atau prestasi tertentu merupakan objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan mengenai objek perjanjian adalah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak. Jika objek perjanjian atau prestasi kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan, perjanjian itu batal.

39

4) Suatu sebab yang halal

Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal, artinya ada sebab-sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Namun, sebab yang halal disini bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak.

40

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam:

1) Unsur Subjektif, merupakan unsur yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanjian. Unsur ini mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Apabila terdapat pelanggaran terhadap unsur subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

39 Abdulkadir Muhammad (3), Op.Cit., hlm. 302.

40 Titik Triwulan Tutik, Op.Cit., hlm. 226.

(38)

27

2) Unsur Objektif, merupakan unsur yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian. Unsur ini meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan dan causa dari objek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Apabila terdapat pelanggaran terhadap unsur objektif, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

4. Akibat yang Timbul dari Suatu Perjanjian

Menurut ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian yang dibuat dengan sah dan mengikat berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya, tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kedua belak pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

a. Berlaku sebagai undang-undang

Artinya, perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Pihak- pihak wajib menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang.

Apabila ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, dia dianggap sama dengan melanggar undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu, yaitu sanksi hukum.

b. Tidak dapat dibatalkan sepihak

Karena perjanjian adalah persetujuan kedua belak pihak, jika akan

dibatalkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Akan tetapi,

(39)

jika ada alasan yang cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak.

c. Pelaksanaan dengan iktikad baik

Yang dimaksud dengan iktikad baik adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Dapat dirumuskan kiranya kepatutan dan kesusilaan itu sebagai nilai yang patut, pantas, layak, sesuai, cocok, sopan dan beradab sebagaimana sama-sama dikehendaki oleh masing-masing pihak yang berjanji.

41

5. Berakhirnya Perjanjian

Ada beberapa hal yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian, yaitu:

1) Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak.

2) Batas berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang, misalnya dalam Pasal 1066 KUH Perdata bahwa para ahli waris dapat mengadakan perjanjian untuk tidak melakukan pemecahan harta selama jangka waktu tertentu, yaitu hanya mengikat selama lima tahun.

3) Perjanjian menjadi hapus dengan terjadinya suatu peristiwa baik yang ditentukan oleh para pihak maupun undang-undang, misalnya dalam Pasal 1603 KUH Perdata menentukan bahwa perjanjian kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh.

41 Abdulkadir Muhammad (3), Op.Cit., hlm. 305-306.

(40)

29

4) Pernyataan menghentikan perjanjian baik oleh kedua belah pihak maupun oleh salah satu pihak. Hanya dapat dilakukan pada perjanjian yang bersifat sementara.

5) Adanya putusan hakim

6) Apabila tujuan perjanjian telah tercapai.

B. Tinjauan Hukum Mengenai Asuransi 1. Pengertian Asuransi

Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda yaitu assurantie sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan assurance. Dalam bahasa Belanda selain istilah assurantie, dikenal istilah lain yang memiliki makna sama, yaitu verzekering yang artinya pertanggungan.

Menurut Pasal 246 KUHD, pengertian asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kehilangan, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Sedangkan pengertian asuransi dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian adalah

perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang

menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan

untuk:

(41)

a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Apabila diperhatikan pengertian asuransi berdasarkan kedua aturan di atas, yaitu Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, sangat jelas bahwa asuransi merupakan suatu perjanjian yang melahirkan hubungan hukum berupa hak dan kewajiban.

Dari pengertian tersebut di atas juga dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat empat unsur yang harus ada, yaitu:

1) Perjanjian, yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak (tertanggung dan penanggung) yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan;

2) Premi, berupa sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung;

3) Adanya ganti kerugian, dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi

klaim atau masa perjanjian selesai;

(42)

31

4) Adanya suatu peristiwa, yang belum tentu terjadi, yang disebabkan karena adanya suatu risiko yang mungkin datang atau tidak dialami.

42

2. Risiko dalam Asuransi

Hubungan antara risiko dan asuransi merupakan hubungan yang erat satu dengan yang lain. Yang satu akan melekat dan mengikuti yang lain. Dalam asuransi, risiko selalu dipergunakan dalam arti pesimis, sebagaimana ditegaskan oleh D.S. Hansell. Oleh karena itu sangat tepat ungkapan dari S.S. Huebner Cs yang mengatakan Risk is Traditionally referred to as the raw material of insurance. Jadi adalah tidak mungkin apabila berbicara mengenai asuransi tanpa

berbicara mengenai risiko, karena risiko merupakan pergertian inti dalam asuransi. Salah satu cara penanganan risiko yang lazim dilakukan adalah dengan mengalihkannya atau mentransfernya kepada pihak lain yang bersedia untuk menerimanya.

43

Risiko diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Jadi setiap risiko pada hakikatnya adalah suatu yang sama sekali tidak dikehendaki oleh siapapun. Oleh karena itu juga selalu berdaya upaya bagaimana caranya sesuatu yang tidak diharapkan itu andaikata terjadi tidak terlalu menjadi beban sendiri.

Risiko dalam hukum asuransi banyak macamnya, yaitu sebagai berikut:

44

42 Tuti Rastuti, Op.Cit., hlm. 30.

43 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hlm. 70

44 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, (Bandung:

PT. Alumni, 2007), hlm. 105-106.

(43)

a. Risiko Murni

Suatu risiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.

b. Risiko Spekulatif

Risiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapat keuntungan dan kemungkinan untuk mendapatkan kerugian.

c. Risiko Individu

Risiko yang dihadapi dalam kegiatan hidup sehari-hari, risiko pribadi dapat dipilah menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

1) Risiko pribadi atau personal risk, adalah risiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi, apabila risiko tersebut tidak terjadi, seseorang masih dapat mengusahakan atau memperoleh manfaat ekonomis untuk menyelenggarakan hajat hidupnya. Berkurangnya atau bahkan hilangnya kemampuan seseroang untuk berusaha dapat diakibatkan oleh beberapa hal, anatara lain: mati muda, uzur, cacat fisik dan kehilangan pekerjaan.

2) Risiko harta atau property risk, adalah risko bahwa harta yang dimiliki

rusak, hilang atau dicuri. Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut,

pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh dari

harta yang dimiliki. Sebagai konsekuensinya, pemilik harus

(44)

33

mengeluarkan biaya lagi untuk menggantikan kinerja harta yang hilang.

3) Risiko tanggung gugat atau liability risk, adalah risiko yang mungkin dialami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain.

3. Tujuan Asuransi

Menurut Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, asuransi itu mempunyai tujuan utama mengalihkan risiko (tertanggung) yang ditimbulkan oleh peristiwa- peristiwa (yang tidak diharapkan terjadi) kepada orang lain (penanggung).

45

Secara pragmatis, sesungguhnya ada beberapa tujuan dari asuransi yang bisa didefenisikan secara umum, yaitu:

46

a. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak;

b. Meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya;

c. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul dan jumlahnya tidak tentu juga tidak pasti;

d. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan peminjam uang;

45 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 31.

46 Ibid, hlm. 37.

(45)

e. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa;

f. Menutup loss of earning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja).

4. Manfaat Asuransi

Menurut Y. Sri Susilo, asuransi dapat memberikan manfaat bagi tertanggung, antara lain:

47

1) Rasa aman dan perlindungan. Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman, dari risiko atau kerugian yang mungkin timbul, kalau risiko atau kerugian tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan perjanjian anatara tertanggung dengan penanggung.

2) Perindustrian biaya dan manfaat yang lebih adil. Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukan nilai pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak, semakin besar nilai pertanggungan semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh tertanggung.

47 Bagus Irawan, Op.Cit., hlm. 104.

(46)

35

3) Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.

4) Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan. Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan perjanjian dari kedua belah pihak).

5) Alat penyebaran risiko, risiko yang seharusnya ditanngung oleh tertanggung ikut dibebankan juga kepada penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai pertanggungan.

6) Membantu meningkatkan kegiatan usaha. Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risiko kerugian yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan dan lain sebagainya.

C. Polis Sebagai Alat Bukti Asuransi 1. Pengertian Polis

Pada dasarnya setiap perjanjian pasti membutuhkan adanya suatu dokumen.

Setiap dokumen secara umum mempunyai arti yang sangat penting karena berfungsi sebagai alat bukti. Arti pentingnya dokumen sebagai alat bukti tidak hanya bagi para pihak saja, tetapi juga bagi pihak ketiga yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan perjanjian yang bersangkutan.

48

Begitu pula dengan perjanjian asuransi, asuransi harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis.

48 Sri Rejeki Hartono, Op. Cit., hlm. 122.

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang ingin diselesaikan dalam penelitian tesis ini adalah mengenai pemilihan logistic provider yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dengan

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen kelas di SMP Negeri 1 Stabat

Sebaliknya hubungan antara kekuatan lentur dengan tekan tergantung dengan tipe agregat kasar yang digunakan (kecuali beton mutu tinggi), karena sifat agregat

Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa dari variabel bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi dan tempat yang di ajukan dalam

c. Dokumen-dokumen yang dianggap berharga. Sebelum timbulnya suatu resiko tersebut, masyarakat selalu berusaha mencari langkah-langkah untuk menghindari resiko. Salah satu

Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan diatas, maka jelas bahwa meskipun suatu perkawinan sudah putus karena perceraian, tidaklah mengakibatkan hubungan

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna

1) Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku untuk mediasi yang perkaranya diproses di Pengadilan. 2) Setiap hakim, mediator, dan para pihak wajib mengkuti prosedur medisi yang