• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISIKO KEKAMBUHAN DALAM KEHAMILAN BERIKUTNYA

Dalam dokumen LAPORAN KASUS PPCM RSUD SERANG.docx (Halaman 31-37)

Kebanyakan laporan menggambarkan kekambuhan PPCM pada kehamilan berikutnya. Belum jelas apakah ini disebabkan eksaserbasi dari kegagalan jantung subklinis sebelumnya atau reaktivasi dari proses penyakit yang sama. Resiko tertinggi kekambuhan tetap pada pasien dengan disfungsi jantung persisten dan risiko terendah pada mereka yang fungsi jantung telah normal, sebagaimana dibuktikan dengan

dobutamin stress test.

Multiparitas meningkatkan risiko kerusakan jantung yang ireversibel pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan gagal jantung berkisar antara 21-80% pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan PPCM juga dapat terjadi pada pasien yang ukuran dan fungsi ventrikel yang telah kembali normal. Oleh karena itu, kriteria yang digunakan untuk mendeteksi pemulihan fungsi ventrikel berdasarkan ekokardiografi istirahat pada pasien PPCM harus direvisi, dan dobutamin stress test mungkin memainkan peran penting.

BAB II

ANALISA KASUS & TINJAUAN PUSTAKA

Pasien Ny.M dengan keluhan utama sesak nafas disertai batuk dan sedang hamil usia 39 minggu. Sebelumnya tidak ada penyakit atau keluhan seperti ini. Disertai juga keluhan bangun di tengah malam karena sesak dan sesak saat berbaring tanpa menggunakan bantal tinggi. Kedua kaki juga didapatkan bengkak (oedem piting). Dari gejala-gejala tersebut pasien dapat didiagnosis sebagai peripartum dilated cardiomiopati atau yang sering disebut peripartum cardiomiopaty (PPCM). Demakis 1971 mendefinisikan PPCM dengan 4 kriteria diagnosis, yaitu:

1. Perkembangan gagal jantung terjadi dalam waktu 1 bulan terakhir kehamilan atau 6 bulan pasca persalinan

2. Penyebab gagal jantung tidak bias didefinisikan

3. Tidak ditemukan penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan. 4. Disfungsi sistolik ventrikel kiri, penurunan ejection fraction.

Batas waktu yang ditentukan dalam kriteria tersebut sesuai dengan usia kehamilan pasien yaitu 1 bulan terakhir kehamilan, selain itu pasien juga mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit jantung dan tidak mengeluh sesak sebelumnya.

Faktor resiko terjadinya penyakit ini bermacam-macam. Seperti usia kehamilan pada ibu > 30 th, multiparitas, obesitas, hipertensi dalam kehamilan, preeklamsia, pemeriksaan antenatal tidak teratur, penyalahgunaan alcohol, tembakau, dan kokain. Sedangkan faktor resiko pada pasien ini adalah usia > 30 tahun dan multiparitas. Kondisi social ekonomi yang rendah merupakan salah satu factor resiko yang terdapat pada pasien ini. PPCM dilaporkan terjadi pada ibu hamil usia >30 th, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada pasien < 30 th.

Etiologi pasti PPCM tidak diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesis yang dapat menjadi factor penyebab pada pasien ini adalah:

1. Miokarditis

Eosinofil dikenal memiliki sifat kollagenolitik dan kardiotoksik ditemukan dalam jumlah yang signifikan pada penderita PPCM. Hal tersebut menyiratkan peran eosinofil dalam perkembangan miokarditis di PPCM. Namun pada pasien ini tidak didapatkan peningkatan eosinofil. Peningkatan justru pada neutrofil yaitu 90%. Neutrofil dapat meningkat saat terjadi infeksi bakteri. Neutrofilia ditemikan pada:

a. Infeksi bakteri b. Keracunan bakteri

c. Gangguan metabolik ( uremia, nekrosis jaringan) 2. Infeksi virus

Infeksi virus juga terlibat sebagai penyebab miokarditis. Penurunan kekebalan selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi virus. Bultmann dkk, menemukan materi genomik virus dalam spesimen biopsi pasien PPCM.

Polymerase chain reaction (PCR) dan ekstraksi bahan genom dari EMB

dipandu kontras MRI sangat membantu dalam mendeteksi genom virus. Pada saat yang sama, ada beberapa laporan tidak menunjukkan adanya prevalensi infeksi virus pada pasien PPCM, dan berpendapat bahwa kardiomiopati virus tidak perlu dimasukkan dalam kriteria penyebab PPCM. Pentingnya dilakukan penelitian lanjut yang lebih spesifik untuk membangun hubungan miokarditis virus dan PPCM.

3. Autoimun

Telah dihipotesiskan bahwa sel-sel janin dari haplotype ayah masuk ke dalam sirkulasi ibu berkaitan dengan penurunan kekebalan akibat kehamilan, dan mungkin tetap beredar untuk waktu yang lama tanpa penolakan. Sel-sel tersebut dianggap sebagai antigen asing setelah normalisasi kekebalan ibu pasca persalinan dan dapat memicu respon imun. Autoantibodi dapat dibentuk

terhadap plasenta, rahim atau janin pada ibu hamil. Autoantibodi ini mungkin silang bereaksi dengan miokardium dan dapat menyebabkan kardiomiopati.

Pada pemeriksaan EKG didapatkan takikardi sinus yang mungkin ada pada pasien PPCM. Pada foto thoraks didapatkan kardiomegali sesuai dengan gambaran foto thorak pada PPCM.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah:

Digoksin

Digoksin bermanfaat sebagai ionotropik, dan mengurangi gejala simptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama kehamilan dan menyusui (dosis tinggi akan meningkatkan sitokin inflamasi) dan kadar digoksin serum harus dimonitor, terutama bila dikombinasi dengan diuretik. Pengobatan digoksin selama 6 - 12 bulan dapat mengurangi risiko kekambuhan dari PPCM.

Diuretik

Diuretik aman pada kehamilan dan menyusui. Diuretik diindikasikan untuk mengurangi preload dan mengurangi gejala. Namun, harus hati-hati terhadap dehidrasi iatrogenik yang menyebabkan hipoperfusi rahim dan mengakibatkan gawat janin. Loop diuretik biasa digunakan di rumah sakit, tapi thiazides dapat digunakan pada kasus-kasus ringan. Dapat terjadi alkalosis metabolik akibat dehidrasi yang dipicu oleh diuretik. Penambahan acetazolamide akan mengurangi alkalosis dengan menghilangkan bikarbonat. Spironolactone, karena sifat antagonisme aldosteronnya, telah terbukti dapat mengurangi gejala, frekuensi perawatan di rumah sakit dan kematian pada pasien gagal jantung berat bila dikombinasi dengan manajemen standar. Namun, spironolactone mungkin tidak aman pada kehamilan dan sebaiknya dihindari pada periode antepartum.

 Sigess 400mg supp  Allopurinol 0-0-300

 Kalmethason

Skor untuk menilai resiko PPCM

1. Ortopnea

a. Tidak = 0 poin

b. Perlu untuk mengangkat kepala = 1 poin

c. Perlu untuk mengangkat tubuh bagian atas 45o atau lebih = 2 poin 2. Dyspnea

a. Tidak = 0 poin

b. Naik 8 tingkat atau lebih = 1 poin c. Berjalan = 2 poin

3. Unexplained batuk a. Tidak = 0 poin

b. Waktu malam = 1 poin c. Siang dan malam = 2 poin

4. Bengkak (edema piting) ekstremitas bawah a. Tidak = 0 poin

b. Dibawah lutut = 1 poin

c. Di atas dan dibawah lutut = 2 poin

5. Berat badan yang berlebihan saat trimester terakhir a. Bawah 2 kilogram perminggu = 0 poin

b. 2-4 kg per minggu = 1 poin

c. Lebih dari 4 kg perminggu = 2 poin 6. Palpitasi

a. Tidak = 0 poin

b. Ketika berbaring di malam hari = 1 poin c. Siang dan malam setiap posisi = 2 poin

0-2 = resiko rendah 3-4 = resiko sedang, >4 = resiko tinggi by James D. Fett, MD

Pada pasien didapatkan 1. Ortopnea

Perlu untuk mengangkat kepala = 1 poin 2. Dyspnea

Berjalan = 2 poin 3. Unexplained batuk

Siang dan malam = 2 poin

4. Bengkak (edema piting) ekstremitas bawah Dibawah lutut = 1 poin

BAB IV

Dalam dokumen LAPORAN KASUS PPCM RSUD SERANG.docx (Halaman 31-37)

Dokumen terkait