• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS PPCM RSUD SERANG.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS PPCM RSUD SERANG.docx"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

G6P4A1 Gravid 9 bulan belum inpartu dengan Observasi Dypsneu et causa Suspek Peripartum Cardiomyopathy Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala

Pembimbing

dr. Hushat Pritalianto, Sp.OG Penulis

Atikah Lubis 0000 000 3976

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. DRAJAT PRAWIRANEGARA SERANG

(2)

BAB I

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

ANAMNESIS Keluhan utama:

• Sesak nafas sejak 5 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien merupakan rujukan dari RS TNI-AD Kencana. Awalnya pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 5 hari SMRS. Sesak nafas bertambah dengan aktifitas ringan seperti mandi atau berjalan kurang lebih sejauh sepuluh meter, keluhan sedikit berkurang dengan istirahat, pasien juga merasakan tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, dan lebih nyaman bila tidur dengan dua bantal. Selain itu pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 7 hari SMRS. • Inisial Pasien : Ny. M

• Kelamin : Perempuan

• Tanggal Lahir : (38 tahun) • Status Perkawinan : Menikah

• Agama : Islam

• Pendidikan : SD

• Alamat : Warung Jaud Kasemen RT 03/RW 03 / Kelurahan warung jaud / Kecamatan kasemen / Kabupaten serang / Provinsi Banten

• No Rekam Medis : 00.30.88.88 • Pekerjaan :ibu rumah tangga

(3)

Pasien mengatakan sedang hamil anak ke 6, usia kehamilan 9 bulan Selama trimester pertama dan trimester kedua pasien tidak pernah merasakan sesak nafas. Pasien sering memeriksakan kandungannya ke bidan desa setempat. Pasien mengaku tidak mengeluarkan darah ataupun lendir. Pasien menyangkal pernah merasakan sakit seperti ini pada kehamilan sebelumnya. Pasien mengaku status kesehatan sebelumnya adalah baik, dan tidak pernah mengeluh cepat lelah pada aktifitas atau pun sesak nafas.

Keluhan tidak disertai nyeri dada, dada terasa berdebar-debar. Pasien mengatakan kedua kaki pasien bengkak. Selama hamil pasien memeriksakan kehamilan pada bidan, dan selama hamil tidak ada riwayat darah tinggi.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien belum pernah mengalami gejala serupa. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal. Riwayat rawat inap dan operasi sebelumnya disangkal.

Riwayat Pengobatan:

Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan sebelumnya. Pasien mengonsumsi vitamin dan suplemen yang telah diberikan dari puskesmas berupa asam folat, kalsium, dan tablet besi.

Riwayat Menstruasi:

• Menarche :12 tahun • Siklus : 28 hari, teratur • Durasi : 6 hari

• Pembalut : 3 x sehari, terisi sedang/moderate, gumpalan disangkal, merek pembalut laurier 29 cm

(4)

• Dismenorea : (-)

• Riwayat perdarahan abnormal/flek (-) Riwayat Obstetrik:

Skor obstetrik pasien G6P4A1 Gravida Tahun persalinan UK Cara persalinan Tempat persalinan Penolong Gravida 1 20 tahun 39 minggu

Spontan BPM Bidan Perempuan

2 19 tahun 39

minggu

Spontan BPM Bidan Perempuan

3 17 tahun 39

minggu

Spontan BPM Bidan Laki-laki

4 7 tahun 39

minggu

Spontan BPM Bidan Laki-laki

5 Abortus

6 Hamil

saat ini

• HPHT : tidak diketahui

• Usia kehamilan : 39 minggu • Taksiran persalinan : tidak diketahui • Gerakan janin pertama : tidak ingat

(5)

• Morning sickness : awal kehamilan • Masalah antenatal :

• Pasien rutin memeriksakan kehamilannya di rumah bersalin 1 bulan sekali. anemia (-), HbsAg(-), Rapid (-)

• Imunisasi tetanus toxoid (-)

• Tekanan darah pasien dalam batas normal • Tanggal, tempat, hasil USG

• Pasien belum pernah melakukan pemeriksaan USG

Riwayat Seksual dan Pernikahan:

• Usia saat menikah : 16 tahun

• Dispareunia : Tidak ada

• Post coital bleeding : Disangkal • Riwayat IMS (pasien/pasangan) : Disangkal

• Lama pernikahan : 21 tahun

• Jumlah pernikahan : 1 (suami sekarang)

Riwayat Kontrasepsi:

Pil KB pasien lupa berapa lama mengkonsumsi, keluhan selama menggunakan pil KB (-)

Riwayat Ginekologi:

Pasien menyangkal adanya keluhan keputihan, perdarahan abnormal dari jalan lahir (berjumlah banyak, siklus tidak teratur, perdarahan di luar siklus menstruasi), luka atau

(6)

nyeri pada kelamin, maupun adanya benjolan pada daerah kelamin. Nyeri ataupun benjolan pada payudara juga disangkal. Pasien belum pernah melakukan pemeriksaan pap smear ataupun IVA.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat hipertensi , riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, kelainan pembekuan darah, kanker disangkal. Riwayat keluhan yang sama pada ibu/saudara perempuan ketika hamil (-).

Riwayat Sosial:

Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4M6V5) Tanda vital :

o Laju nadi : 123x/menit (regular, kuat, penuh, simetris) o Laju napas : 28x/menit

o Suhu : 36,9oC

o Tekanan darah : 120/70 mmHg

Status Gizi

o TB : 156 cm

(7)

o BB sebelum hamil : 56 kg o Total kenaikan BB : 9 kg

STATUS GENERALIS

Kepala Bentuk normal, deformitas (-), hematoma (-) Rambut Persebaran merata, alopesia (-), kanitis (-) Wajah Simetris, pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)

Mata Sklera ikterik (-/-), injeksi sklera (-/-), injeksi siliar (-/-), visus (tidak dilakukan), konjungtiva anemis (-/-), refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), edema (-/-) pupil isokor (+/+), 3 mm/3mm.

Hidung Deviasi septum (-), cuping hidung ), sekret ), epistaksis (-/-), nyeri tekan sinus paranasal (-/-)

Telinga Daun telinga simetris, otorea (-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik pinna (-/-)

Mulut Bentuk simetris, pucat (-), sianosis (-), pernapasan pursed-lip (-), angular keilitis (-), halitosis (-)

Gigi Hipertrofi gusi (-), bekas dan perdarahan gusi (-), karies (-) Lidah Fasikulasi (-), atrofi (-), lidah tifoid (-), lidah peta/geographic

tongue (-)

Tenggorokan Deviasi uvula (-), arkus faring simetris (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)

(8)

Leher Pembesaran kelenjar limfa (-), jugular vein pressure 5+1, pernapasan otot aksesoris (-), kaku kuduk (-)

Toraks Inspeksi

Palpasi Perkusi

Auskultasi

Bentuk toraks normal, pektus ekskavatum ), pektus karinatum (-), barrel shape (-(-), nafas torako-abdominal, luka operasi (-(-), retraksi (-), iktus kordis (-), spider naevi (-), ekspansi rongga dada simetris saat statis dan dinamis.

Ekspansi rongga dada simetris, taktil fremitus simetris, iktus kordis tidak teraba

Seluruh lapang paru sonor, batas paru-hepar pada sela iga ke-5 linea mid-klavikula dextra, batas jantung kanan di sela iga ke-4 linea sternalis dextra, batas jantung kiri sela iga ke-5 linea anterior aksila sinistra, batas pinggang jantung sela iga ke-2 linea parasternalis sinistra.

Suara napas vesikular wheezing ronki Bunyi jantung S1 S2 regular, S3 (-), S4 (-), murmur (-)

Mammae Simetris, perubahan warna kulit (-/-), nipple discharge (-/-), massa (-/-)

Abdomen

Inspeksi Gravid, kaput medusa (-), luka bekas operasi (-), striae gravidarum (+), benjolan/massa (-)

Ekstremitas Edema pitting tungkai bawah, palmar eritema (-/-), waktu pengisian kapiler (CRT) < 2 detik, petekia (-/-), purpura (-/-)

(9)

Kulit dan kuku

Ikterik (-), sianosis (-), clubbing finger (-), kulit kering pada bagian antecubiti dan poplitea (-)

Status neurologis Sensorik baik Parestesi Motorik baik 5/5, Parese Refleks fisiologis Refleks patologis PEMERIKSAAN OBSTETRIK  Tinggi fundus uteri : 30 cm  Taksiran berat janin : 2790 gram

 Leopold I : teraba bulat dan lunak

 Leopold II : teraba tahanan memanjang pada bagian kiri  Leopold III : teraba bulat dan keras

 Leopold IV : divergen  Denyut jantung janin :148x/menit

(10)

 Kontraksi uterus : -

PEMERIKSAAN PELVIK

Inspeksi Vulva dan vagina dalam batas normal Perdarahan pada underpad: -

Inspekulo Tidak dilakukan Vaginal

toucher

- Vulva-vagina: Tidak ada keluhan - Arah porsio: belakang

- Pendataran/ effacement: 30% - Pembukaan portio: (-) - Selaput ketuban: (+) - Presentasi: Kepala - Station: -1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 11.20 g/dL 11.70 – 15.50 Hct 34.30 % 35.00 – 47.00 WBC 24 x 103 / μL 3.60 – 11.00 Platelets 591 x 103 / μL 150.00 – 440.00

(11)

MCV 73.10 fL 80.00 – 100.00 MCH 23.90 pg 26.00 – 34.00 MCHC 32.70 g/dL 32.00 – 36.00 PT – APTT PT (Control) 11.10 seconds 9.2 – 12.4 PT (patient) 9.70 seconds 9.4 – 11.3 INR 0.89 1.00

APTT (Control) 30.80 seconds 27.3 – 36.9 APTT (patient) 25.20 seconds 28.70 – 40.20

Natrium 137.30 mmol/L 135.00 – 148.00

Kalium 3.67 mmol/L 3.30 – 5.30

Klorida 102.00 mmol/L 96.00 – 111.00

HBsAg (-) Negatif Negatif

TP 6.8 g/dL 6.4 – 8.3

(12)

GLOBULIN 3.7 g/dL 3.2 – 3.7 ALKP 181 U/L 40 – 150 ALT 10 U/L 5 – 55 AST 14 U/L 5 - 34 UREUM 11 mg/dL 6 - 46 CREATININE 0.6 mg/dL 0.57 – 1.25 Cholestrol 239 mg/dL Yang di inginkan : <200 Sedikit tinggi : 200-239 Tinggi : >240 Trygliserida 379 mg/dL Optimal < 150 Sedikit tinggi : 150-199 Tinggi : 200-499 Sangat tinggi : >500 PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI

(13)

Sinus Tachycardia (P – QRS – T)

Frekuensi (HR) 108x/menit (hasil dari 300:4 jarak antar R)

P wave normal (kurang dari 0,12 detik atau 3 kotak kecil), P mitral (-), P pulmonal (-)

(14)

QRS wave normal (kurang dari 0,12 detik atau 3 kotak kecil), tidak nampak kriteria Left Ventricular Hypertrophy

Segmen ST normal, tidak ada elevasi maupun depresi pada semua lead T wave normal pada semua lead, tidak nampak T inverted

Tidak terdapat pathological Q wave Kesan EKG: Sinus Tachycardia

KARDIOTOKOGRAFI

Frekuensi dasar atau baseline pada 160x/menit Variabilitas 20

Akselerasi negatif Deselerasi negatif His belum ada Gerak janin +

(15)

ULTRASONOGRAFI

Pasien belum pernah USG pada kehamilan ini.

DIAGNOSIS KERJA

G6P4A1 Gravid 9 bulan belum inpartu dengan Observasi Dypsneu et causa Suspek Peripartum Cardiomyopathy Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala.

PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad malam Ad functionam : Dubia ad malam Ad sanationam : Dubia ad malam

TATALAKSANA Rawat inap

 Stabilisasi airway, breathing, circulation

- Memasang O2 3 liter per menit via nasal kanul

- Memasang 1 jalur intravena, infus dengan Ringer Laktat 500 Ml - Mamasang kateter urin untuk mengobservasi urine output  Medikamentosa

- Lasix 2 x 2 Amp IV

- Digoxin 1 x 1 tab PO

- Methyl Prednisolone 2 x 62,5 mg IV

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah bentuk kegagalan jantung yang terjadi pada wanita hamil terutama dalam beberapa bulan terakhir kehamilan atau puerperium dini. Demakis dkk pada tahun 1971, pertama kali mendefinisikan PPCM dengan empat kriteria diagnostik yaitu :

 Perkembangan gagal jantung terjadi dalam waktu satu bulan terakhir kehamilan atau enam bulan pascapersalinan.

 Penyebab gagal jantung tidak dapat diidentifikasi.

 Tidak ditemukan penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan.  Disfungsi sistolik ventrikel kiri, penurunan ejection fraction.

Batas waktu yang ketat digunakan dalam kriteria diagnostik dimaksudkan untuk menyingkirkan penyebab bawaan dan didapat dari kegagalan jantung yang biasanya muncul pada trimester ke dua. Komite lokakarya tentang PPCM merekomendasikan dimasukkannya gambaran echocardiographic disfungsi ventrikel kiri untuk lebih menegaskan PPCM. Tambahan kriteria diagnostik Echocardiographic yang menunjukkan disfungsi ventrikel kiriteria tersebut yatiu:

 Fraksi ejeksi <45%

 Left ventricular fractional memendek <30%

 Left ventricular end-diastolic dimension > 2,7 cm/m2 luas permukaan tubuh INSIDENS

Insiden PPCM bervariasi di seluruh dunia. Laporan pertama penyakit gagal jantung dalam kehamilan dibuat pada tahun 1849 oleh Ritchie, dan sering digambarkan sebagai

(17)

kardiomiopati pada tahun 1930. Insidens lebih tinggi yang dilaporkan terjadi di Afrika Selatan (1: 1.000 kelahiran hidup).

Insidens yang lebih tinggi di negara berkembang mungkin disebabkan oleh variasi budaya lokal, faktor ekologi, pengaruh lingkungan, kriteria diagnostik dan pola pelaporan yang digunakan. Diagnosa hanya didasarkan pada gambaran klinis juga telah menyebabkan tingginya angka insidens. Secara keseluruhan, laporan terbaru dari berbagai bagian Dunia menunjukkan kejadian dari 1 di 1.485 sampai 4.000 kelahiran hidup dan cenderung untuk meningkat.

FAKTOR RESIKO

Faktor risiko penyebab PPCM yang umum dilaporkan adalah usia tua, multiparitas, kehamilan mutipel, ras kulit hitam, obesitas, malnutrisi hipertensi dalam kehamilan, preeklamsia, pemeriksaan antenatal yang kurang, penyalahgunaan alkohol, kokain dan tembakau, dan kondisi sosial ekonomi yang rendah. PPCM telah dilaporkan sebagian besar pada wanita lebih dari 30 tahun, tetapi dapat terjadi pada berbagai kelompok umur. Meskipun PPCM telah dilaporkan pada primigravida, ditemukan terjadi lebih sering dengan multiparitas. Di Amerika Serikat sebagian besar penderita adalah dari golongan Afrika Amerika, meskipun, golongan Asia (Korea, Jepang, Cina dan India), dan hispanik juga pernah dilaporkan. Kehamilan kembar tampaknya mempunyai risiko lebih tinggi terkena PPCM.

Preeklamsia dan hipertensi telah dikaitkan dengan sejumlah besar kasus PPCM. Banyak penulis bahkan melaporkan sebagai bentuk gagal jantung hipertensi. Namun, preeklamsia sendiri jarang menyebabkan gagal jantung pada wanita sehat. Tidak adanya perubahan vaskular dan hilangnya hipertensi dan preeklamsia sebelum timbulnya gagal jantung menunjukkan hanya hipertensi yang mungkin terkait dan memperburuk PPCM, dan bukan merupakan penyebab.

Malnutrisi, status sosial ekonomi rendah, dan pemeriksaan antenatal yang kurang juga disebutkan sebagai faktor risiko dalam laporan sebelumnya, tetapi korelasi faktor-faktor ini belum ditemukan dalam studi lebih lanjut. Ada juga laporan tentang faktor resiko yang langka seperti penyalahgunaan kokain, alkohol dan tembakau.

(18)

ETIOLOGI

Penyebab pasti PPCM tidak diketahui. Beberapa hipotesis penyebab PPCM seperti miokarditis, virus, faktor autoimun, sitokin inflamasi, respon hemodinamik abnormal terhadap perubahan fisiologis pada kehamilan, penggunaan tokolitik berkepanjangan dan defisiensi selenium.

a. Miokarditis

Miokarditis didefinisikan sebagai infiltrasi inflamasi perivaskular limfosit dan makrofag yang menyebabkan nekrosis miosit dengan atau tanpa fibrosis. EMB dipandu Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada daerah kontras yang lebih tinggi dapat meningkatkan bukti terjadinya miokarditis akut pada tahap awal penyakit. Eosinofil dikenal memiliki sifat kollagenolitik dan kardiotoksik ditemukan dalam jumlah yang signifikan pada penderita PPCM. Hal tersebut menyiratkan peran eosinofil dalam perkembangan miokarditis di PPCM.

b. Sitokin inflamasi

Silwa dkk, dalam sebuah studi yang besar, menemukan konsentrasi tinggi sitokin inflamasi seperti faktor nekrosis tumor (TNF α), protein C-reaktif (CRP), Interleukin-6 (IL-Interleukin-6) dan Fas/Apo-1 (sebuah penanda apoptosis) pada pasien PPCM. Kadar CRP berkorelasi terbalik dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) dalam studi mereka. Konsentrasi TNF α yang tinggi dapat menyebabkan remodeling ventrikel lebih lanjut melalui reseptor jantung spesifik, yang menyebabkan disfungsi ventrikel. Ditemukan kadar sinyal transduser dan aktivator transkripsi-3 yang lebih tinggi terhadap miokardium pada tikus hamil mati yang menunjukkan terjadinya gagal jantung dan apoptosis. Temuan dari studi lain menunjukkan bahwa apoptosis miokard mungkin merupakan penyebab terjadinya PPCM. Penelitian yang lebih besar menargetkan sitokin ini perlu dikembangkan untuk mengetahui peran mereka terhadap terjadinya PPCM.

(19)

c. Infeksi Virus

Infeksi virus juga terlibat sebagai penyebab miokarditis. Penurunan kekebalan selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi virus. Bultmann dkk, menemukan materi genomik virus dalam spesimen biopsi pasien PPCM. Polymerase chain reaction (PCR) dan ekstraksi bahan genom dari EMB dipandu kontras MRI sangat membantu dalam mendeteksi genom virus. Pada saat yang sama, ada beberapa laporan tidak menunjukkan adanya prevalensi infeksi virus pada pasien PPCM, dan berpendapat bahwa kardiomiopati virus tidak perlu dimasukkan dalam kriteria penyebab PPCM. Pentingnya dilakukan penelitian lanjut yang lebih spesifik untuk membangun hubungan miokarditis virus dan PPCM.

d. Faktor autoimun

Telah dihipotesiskan bahwa sel-sel janin dari haplotype ayah masuk ke dalam sirkulasi ibu berkaitan dengan penurunan kekebalan akibat kehamilan, dan mungkin tetap beredar untuk waktu yang lama tanpa penolakan. Sel-sel tersebut dianggap sebagai antigen asing setelah normalisasi kekebalan ibu pasca persalinan dan dapat memicu respon imun. Autoantibodi dapat dibentuk terhadap plasenta, rahim atau janin pada ibu hamil. Autoantibodi ini mungkin silang bereaksi dengan miokardium dan dapat menyebabkan kardiomiopati.

e. Respon hemodinamik abnormal terhadap perubahan fisiologis pada kehamilan Volume darah dan cardiac output (CO) meningkat, sedangkan resistensi pembuluh darah sistemik (SVR) menurun selama kehamilan. Dilatasi ventrikel kiri dapat terjadi sebagai respons terhadap peningkatan beban. Pengurangan fungsi ventrikel kiri pada kehamilan lanjut dan awal masa nifas secara khas terlihat. Di duga bahwa PPCM mungkin merupakan eksaserbasi fenomena yang normal tersebut.

f. Defisiensi Selenium

Cenac dkk, menemukan konsentrasi selenium yang rendah pada pasien PPCM, yang mungkin hanya suatu kebetulan daripada menjadi penyebab. Levander menyatakan bahwa defisiensi selenium menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus, yang pada gilirannya menyebabkan kardiomiopati.

(20)

g. Faktor lain

Beberapa faktor yang kurang penting yang dapat berkontribusi bagi pengembangan PPCM adalah :

 Terapi tokolitik berkepanjangan

Namun, pengobatan ini mungkin memperberat penyakit jantung yang sudah ada daripada memainkan peran etiologi.

 Hormon

Relaksin, hormon utama ovarium, dapat menyebabkan dilatasi jantung yang berlebihan menyebabkan kardiomiopati. Meskipun sebelumnya terlibat, namun pada laporan berikutnya estrogen, progesteron atau prolaktin tidak mendukung peran apapun dalam etiologi PPCM.

GAMBARAN KLINIS Gejala

Dispnea saat aktivitas, ortopnea, batuk, dan dispnea paroksismal nokturnal biasanya terlihat pada pasien dengan PPCM dan sering mirip dengan gejala kegagalan ventrikel kiri (LVF). Terjadi pembentukan trombus jantung dan mungkin muncul gejala emboli seperti nyeri dada, hemoptisis dan hemiplegia. Meskipun sangat jarang, emboli koroner tunggal atau multiple (dan infark miokard) sering terjadi pada pasien dengan PPCM. Gejala nonspesifik seperti palpitasi, kelelahan, malaise, dan nyeri abdomen ditemukan pada 50% kasus.

Kebanyakan pasien PPCM berada pada kelas NYHA III atau IV, tetapi penggunaan klasifikasi NYHA mungkin tidak secara akurat mencerminkan beratnya penyakit karena gambaran normal ditemukan pada kehamilan lanjut.

Tanda

Tekanan darah mungkin normal, tinggi atau rendah. Takikardia, irama Gallop, vena leher membesar dan edema pedis biasanya ditemukan. Secara klinis, jantung bisa normal atau mungkin ada regurgitasi mitral dan atau trikuspid dengan krepitasi paru dan hepatomegali. Pasien bahkan mungkin datang dengan kejang yang berhubungan dengan edema serebri dan herniasi serebelum.(1,2)

(21)

PEMERIKSAAN

Setiap pasien harus memiliki elektrokardiogram (EKG), foto thorax (CXR), dan Doppler echocardiografi untuk diagnosis.

1. EKG

EKG biasanya menunjukkan takikardia sinus, meskipun mungkin ada fitur flutter / fibrilasi atrium, hipertrofi atrium dan ventrikel kiri (LVH), deviasi aksis kiri, kelainan ST-T non-spesifik, low voltage complex, aritmia, gelombang Q pada lead anteroseptal dan abnormalitas konduksi sepert perpanjangan interval PR, QRS dan bundle branch

blocks. Dilaporkan juga terjadinya supraventricular / ventrikel takikardia, denyut

prematur dan gambaran infark miokard. Dalam banyak kasus, EKG bahkan mungkin normal.

2. Foto thoraks

Mungkin ada bukti kardiomegali, LVH, edema paru, kongesti vena paru dan efusi pleura bilateral pada foto thoraks, atau mungkin normal.

3. Ekokardiografi Doppler

Ekokardiografi Doppler adalah alat diagnostik yang paling penting untuk menilai keparahan dan prognosis pasien PPCM. Gambaran umum ekokardiografi meliputi peningkatan left ventricular end diastolic diameter (LVEDD), penurunan left

ventricular fractional (LVFS) dan LVEF. Dilatasi dari semua ruang jantung,

regurgitasi mitral, trikuspid, paru dan aorta, pergerakan abnormal difus dinding dan efusi perikardium ringan juga dilaporkan. Murmur regurgitasi mungkin merupakan konsekuensi dari dilatasi jantung. Pasien dengan miokarditis memiliki disfungsi sistolik yang lebih berat dari mereka yang tidak miokarditis. Peningkatan tekanan arteri paru (PAP) dan hipertensi arteri paru (PAH) juga terlihat di sebagian besar kasus. Kadang-kadang, disfungsi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kiri mungkin juga ditemukan. MRI adalah alat yang lebih sensitif dari ekokardiografi untuk mendiagnosa trombus. Pemeriksaan ekokardiografi telah digunakan untuk menentukan prognosis PPCM, tapi dobutamin stress echocardiography, memiliki kemampuan untuk menunjukkan cadangan kontraktil, mungkin alat yang lebih baik.

(22)

4. Biopsi Endomiokardial (EMB)

Peran EMB pada pasien PPCM masih kontroversial. Sensitivitas diagnostik EMB dilaporkan sekitar 50%, sedangkan spesifisitas sangat tinggi (99%). EMB memiliki hasil negatif palsu yang tinggi dan dapat bervariasi dengan waktu dilakukan biopsi. EMB yang dilakukan pada awal dari proses penyakit memberikan hasil positif yang lebih baik. EMB dipandu kontras MRI dapat memberikan hasil yang lebih positif. EMB mempunyai beberapa risiko prosedural, dan oleh karena itu hanya dipertimbangkan jika pasien tidak membaik setelah dua minggu manajemen konvensional atau ada kecurigaan klinis kuat adanya miokarditis.

5. Kateterisasi jantung

Kateterisasi jantung digunakan untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri, melakukan EMB dan angiografi koroner. Kateterisai akan menunjukkan peningkatan tekanan pengisian jantung dan penurunan CO dan PAH, tetapi indikasinya terbatas pada gagal jantung berat, perburukan gejala penyakit jantung dan penyakit jantung iskemik (IHD). Angiografi koroner harus selalu dipertimbangkan pada pasien dengan gambaran klinis dan EKG dari IHD, sindrom koroner akut, hiperlipidemia, riwayat merokok dan diabetes mellitus.

6. Investigasi lain yang lebih sering digunakan  Polymerase chain reaction (PCR)

Digunakan untuk deteksi patologi virus pada pasien PPCM yang tidak membaik dengan pengobatan konvensional.

 Compliment fixation tests

Untuk mendeteksi infeksi oleh mikroorganisme. Kultur darah untuk menyingkirkan penyebab infeksi.

 Radionuklida ventrikulografi

Metode ini telah digunakan untuk menilai fungsi jantung, namun memiliki kelemahan karena paparan radiasi dan digantikan dengan ekokardiografi. Radionuklida ventrikulografi mungkin lebih unggul dalam mendeteksi kelainan gerakan dinding regional pada pasien IHD.

(23)

Pewarnaan spesimen EMB digunakan untuk mendeteksi autoantibodi terhadap miokardium.

 Estimasi enzim jantung

Enzim jantung dan angiografi koroner ditemukan dalam batas normal pada PPCM.  Hematologi rutin , biokimia dan tes serologi

Untuk menyingkirkan penyakit jantung umum lainnya. Peningkatan CRP dan sitokin menunjukkan kardiomiopati inflamasi. Namun, efektivitas tes tersebut harus dinilai kasus per kasus.

DIAGNOSIS

Diagnosis PPCM didasarkan pada pengecualian penyebab umum kegagalan jantung seperti infeksi, toksin dan metabolik, penyakit jantung iskemik atau katup. Diagnosis dini PPCM mungkin sulit karena banyak kesamaan gejala klinis dengan kehamilan lanjut. Harus diingat bahwa komplikasi kehamilan tua (seperti anemia, toksemia dan emboli cairan ketuban) memiliki manifestasi yang sama. Presentasi paling umum PPCM adalah dalam periode postpartum ketika sebagian dari gejala ini menghilang. Ekokardiografi dan evaluasi laboratorium lain akan memperkuat diagnosis klinis. Diagnosis diferensial PPCM termasuk accelerated hypentension, preeklamsia, IDCM, emboli paru, anemia dan tirotoksikosis.

KOMPLIKASI 1. Tromboemboli

Thrombus sering kali terbentuk pada pasien dengan LVEF <35% dan telah dilaporkan tingkat kematian akibat tromboemboli 30 - 50%. Emboli sistemik yang mengarah kepada Transient Ischemic Attack (TIA), hemiplegia, emboli paru, infark miokard akut (AMI), oklusi arteri mesenterika yang memberikan gejala akut abdomen, infark ginjal yang mengakibatkan pielonefritis dan infark limpa. Tromboemboli perifer menyebabkan iskemia tungkai dan gangren.

(24)

2. Aritmia

Aritmia seperti sinus takikardia, takikardi atrium dan ventrikel, fibrilasi dan flutter atrium, denyut ventrikel prematur, atrium dan ventrikel ekstra sistol dan

Wolfe-Parkinson-White Syndrome dapat terjadi pada PPCM. Dapat pula terjadi takikardia

ventrikel yang menyebabkan henti jantung. Meningkatnya penggunaan implan cardioverter defibrillator otomatis (AICD) pada pasien PPCM menurunkan risiko tinggi aritmia yang mengancam jiwa.

3. Kegagalan organ

Gagal hati akut dan koma hepatik yang timbul akibat gagal jantung kongesti pada pasien PPCM. Dapat pula terjadi bakteremia dan kegagalan multiorgan termasuk hati, jantung dan ginjal.

4. Komplikasi obstetrik & perinatal

Pada PPCM,, insidens aborsi meningkat (4 - 25%), partus prematur (11 - 50%), bayi kecil untuk masa kehamilan dan bayi berat lahir rendah, pertumbuhan janin terlambat dan kematian janin intrauterin. Dalam beberapa kasus didapatkan anomali kongenital janin (4 - 6%). Gagal jantung kongestif dihubungkan dengan tingkat kematian bayi yang lebih tinggi (10%).

PENATALAKSANAAN

Penanganan medis PPCM mirip penanganan pada penyakit gagal jantung. Pengobatan utama adalah pembatasan cairan dan garam, digoksin, diuretik, vasodilator dan antikoagulan. Kehamilan dan menyusui harus selalu menjadi pertimbangan sebelum memilih obat.

A. TINDAKAN NON-FARMAKOLOGIS

Bed rest total selama 6 - 12 bulan, seperti yang telah dianjurkan sebelumnya, terkait dengan kejadian rendah kardiomegali, tetapi hasil yang sama dapat dicapai tanpa istirahat di tempat tidur berkepanjangan. Bed rest total mungkin merupakan predisposisi terjadinya trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) dan selanjutnya

(25)

meningkatkan risiko emboli paru. Setelah gejala klinis membaik dengan manajemen medis, olahraga sederhana sebenarnya dapat meningkatkan perbaikan otot serta tonus arteri. Asupan cairan dan garam dan cairan harus dibatasi masing-masing 2 - 4 gram / hari dan 2 L / hari, dan juga penting dalam perbaikan gejala.

B. MANAJEMEN FARMAKOLOGI  Digoksin

Digoksin bermanfaat sebagai ionotropik, dan mengurangi gejala simptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama kehamilan dan menyusui (dosis tinggi akan meningkatkan sitokin inflamasi) dan kadar digoksin serum harus dimonitor, terutama bila dikombinasi dengan diuretik. Pengobatan digoksin selama 6 - 12 bulan dapat mengurangi risiko kekambuhan dari PPCM.

 Diuretik

Diuretik aman pada kehamilan dan menyusui. Diuretik diindikasikan untuk mengurangi preload dan mengurangi gejala. Namun, harus hati-hati terhadap dehidrasi iatrogenik yang menyebabkan hipoperfusi rahim dan mengakibatkan gawat janin. Loop diuretik biasa digunakan di rumah sakit, tapi thiazides dapat digunakan pada kasus-kasus ringan. Dapat terjadi alkalosis metabolik akibat dehidrasi yang dipicu oleh diuretik. Penambahan acetazolamide akan mengurangi alkalosis dengan menghilangkan bikarbonat. Spironolactone, karena sifat antagonisme aldosteronnya, telah terbukti dapat mengurangi gejala, frekuensi perawatan di rumah sakit dan kematian pada pasien gagal jantung berat bila dikombinasi dengan manajemen standar. Namun, spironolactone mungkin tidak aman pada kehamilan dan sebaiknya dihindari pada periode antepartum.

 Vasodilator

Vasodilator sangat penting dalam penanganan gagal jantung karena efek menurunkan preload dan afterload. Vasodilator meningkatkan CO dan keberhasilan pengobatan gagal jantung. Angiotensin Converting Enzyme

(26)

dianggap sebagai manajemen utama dan telah terbukti menurunkan angka kematian pasien gagal jantung secara signifikan. ACE-I dan ARB dikontraindikasikan pada kehamilan karena teratogenisitas, tapi harus dipertimbangkan setelah melahirkan, dan bahkan dapat diberikan pada kehamilan lanjut ketika obat lainnya tidak efektif. ACE-I diekskresikan melalui ASI sehingga ASI harus dihentikan pada pasien yang membutuhkan ACE-I. Infus nitrogliserin dan natrium nitroprusside (SNP) mungkin diperlukan dalam kondisi yang parah. Karena toksisitas sianida yang tinggi, SNP mungkin bukan pilihan yang baik pada periode antepartum.

 Calcium channel blocker

Awalnya, penggunaan calcium channel blockers (CCB) pada gagal jantung tidak dapat diterima karena efek kontraktil negatif dan potensi risiko hipoperfusi rahim. Amlodipine sekarang telah terbukti meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada pasien kardiomiopati non-iskemik. Pada pengujian

Prospective Randomized Amlodipine Survival Evaluation (PRAISE), amlodipine dapat menurunkan kadar IL-6 dan menunjukkan peran potensial

dalam pengelolaan PPCM. Levosimendan, sebuah sensitizer kalsium memiliki efek vasodilatasi dan meningkatkan kontraktilitas jantung pada pasien gagal jantung. Akhir-akhir ini, Levosimendan telah digunakan pada pasien PPCM dan berhasil menurunkan peningkatan Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP) dan selanjutnya meningkatkan CO. Karena kurangnya laporan tentang keamanannya, levosimendan sebaiknya dihindari pada pasien menyusui.  Beta blocker

Beta bloker tidak dikontraindikasikan pada kehamilan, tetapi penggunaannya dikaitkan dengan berat badan lahir rendah. Beta blockers dengan sifat tambahan blok alpha (seperti carvedilol) juga mengurangi afterload. Carvedilol telah digunakan dengan aman pada kehamilan dan PPCM. Beta blockers dan ACE-I mungkin mempunyai peran tambahan dalam penekanan respon imun, dan juga mencegah remodeling ventrikel dan mengurangi ukuran ventrikel. Obat dapat dikurangi secara bertahap selam 6 - 12 bulan bila secara klinis fungsi ventrikel

(27)

dan ekokardiografi kembali normal. Jika ada bukti disfungsi jantung terus-menerus yang terkait dengan hipertensi atau diabetes, obat harus dilanjutkan untuk waktu yang lama.

 Agen antiaritmia

Agen antiaritmia kadang mungkin diperlukan untuk mengobati keluhan simptomatik. Tidak ada agen antiaritmia yang benar-benar aman pada kehamilan. Quinidine dan Procainamide merupakan pengobatan lini pertama karena profil keamanan yang lebih tinggi dan pengobatan harus dilakukan di rumah sakit. Digoksin dapat dipertimbangkan untuk aritmia atrium, dan adenosin juga dapat digunakan dalam keadaan darurat. Amiodarone dapat menyebabkan hipotiroidisme, retardasi pertumbuhan dan kematian perinatal, sehingga harus dihindari pada trimester pertama dan diberikan hanya pada aritmia berat yang mengancam kehidupan.

 Terapi antikoagulan

Terapi antikoagulan diberikan pada pasien dengan LVEF <35% dan pasien terbaring di tempat tidur dengan atrial fibrilasi, trombus, obesitas dan riwayat tromboemboli. Keadaan hiperkoagulasi yang biasa terjadi pada kehamilan dan stasis darah karena disfungsi ventrikel membuat pasien PPCM lebih rentan terhadap pembentukan trombus dan komplikasinya. Situasi ini dapat bertahan selama enam minggu masa nifas, sehingga diperlukan penggunaan heparin dalam antepartum dan heparin atau warfarin dalam periode postpartum. Warfarin merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena efek teratogenik, tetapi baik heparin maupun warfarin aman digunakan selama menyusui.  Terapi imunosupresif

Terapi imunosupresif dengan azathioprine dan prednisolon telah diteliti pada pasien PPCM dengan miocarditis-positif. Melvin dkk, pertama mencatat perbaikan dramatis dalam tiga pasien dengan terapi imunosupresif. Dalam studi lain, 9 dari 10 pasien menunjukkan perbaikan PCWP dan Left Ventricular

Stroke Work Index (LVSWI) dengan terapi prednisolon. Namun, Pengujian

(28)

imunosupresif pada pasien PPCM. Saat ini, tampaknya tidak ada indikasi rutin terapi imunosupresif, tetapi dapat dipertimbangkan bila hasil biopsi terbukti tidak berespon setelah 2 minggu pengobatan tandar.

 Terapi imunoglobulin

Imunoglobulin intravena (IVIG) telah terbukti meningkatkan perbaikan disfungsi ventrikel akibat PPCM. Mengingat bukti-bukti meningkatnya autoimunitas pada PPCM, mungkin bijaksana untuk mempertimbangkan IVIG pada pasien PPCM yang tidak berespon terhadap pengobatan konvensional.  Interferon

Interferon telah digunakan bila hasil biopsi membuktikan miokarditis virus. Interferon hanya memperbaiki parameter echocardiografi, namun tidak menghasilkan banyak manfaat terhadap gejala simtomatik pasien PPCM.  Immunomodulasi

Pentoxifylline, agen imunomodulasi dikenal untuk mengurangi produksi TNFa, CRP dan Fas/Apo-1, telah terbukti dalam penelitian dapat

memperbaiki kelas NYHA, LVEF dan hasil akhir pengobatan pada pasien PPCM bila dikombinasikan dengan pengobatan konvensional. Namun, dibutuhkan lebih banyak bukti sebelum pentoxifylline dapat

direkomendasikan.

C. MANAJEMEN OPERASI

Transplantasi jantung hanya diperuntukkan bagi mereka yang resisten terhadap semua manajemen medis, tetapi tingkat penolakan lebih besar karena tingginya titer antibodi yang beredar. Pasien dengan usia muda, kerusakan end-organ minimal dan PPCM onset dini memiliki hasil yang lebih menguntungkan.

D. MANAJEMEN OBSTETRIK

PPCM selama periode antepartum memerlukan pemantauan janin dan ibu yang intensif. Suatu pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter kebidanan, ahli jantung, anestesi dan perinatologist mungkin diperlukan untuk memberikan perawatan

(29)

yang optimal kepada pasien PPCM. Analgesia regional akan mengurangi stres jantung akibat nyeri persalinan, sedangkan aplikasi forsep outlet atau alat vakum dapat meminimalkan stres jantung pada kala 2 persalinan. Operasi caesar meningkatkan risiko kehilangan darah, endometriosis dan emboli paru, dan paling baik dilakukan untuk indikasi obstetri serta dalam kondisi dekompensasi berat. Setelah persalinan, pasien perlu pemantauan di Unit Perawatan Intensif (ICU) untuk deteksi dini dan pengelolaan autotransfusi uterus yang menginduksi edema paru.

Dokter kebidanan harus memberikan konseling tentang menyusui dan kehamilan berikutnya sebelum pasien dipulangkan. Tidak ada kontrasepsi yang benar-benar ideal untuk wanita dengan penyakit jantung, karena resiko terjadinya komplikasi seperti thrombosis dan infeksi. Jenis-jenis kontrasepsi :

 Barier/ kondom

Kurang ideal karena angka kegagalan cukup tinggi ± 12 %  Pil oral ontrasepsi

Angka keberhasilan sangat tinggi tetapi karena ada resiko tromboemboli maka pemakaiannya harus dihindari pada kelainan jantung seperti mitral stenosis, riwayat tromboemboli, atrial fibrilasi, katup jantung prostetik, kardiomiopati, dan sindroma Eisenmenger

 Kontrasepsi bebas estrogen

Walaupun efektifitasnya lebih rendah tapi terbukti aman untuk wanita dengan penyakit jantung

 IUD

Pemakaian harus hati-hati karena adanya resiko infeksi dan reflex vagal yang dapat menimbulkan bradikardia pada saat pemasangan. Selain itu pada pasien yang memakai antikoagulan ada resiko perdarahan menstruasi yang banyak

 Tubektomi atau vasektomi

(30)

PROGNOSIS

Prognosis dilaporkan PPCM bervariasi, tetapi dengan manajemen yang canggih seperti sekarang ini maka prognosisnya menggembirakan.

Pemulihan dari PPCM

Pemulihan klinis terdiri dari perbaikan gejala dan penghentian pengobatan gagal jantung. Pemulihan disfungsi ventrikel telah didefinisikan sebagai :

1. LVEF ≥ 50% atau perbaikan > 20% 2. LVFS ≥ 30%

Meskipun sebagian besar pemulihan terjadi dalam 2 bulan pertama, tapi dapat pula sampai 6 - 12 bulan. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun 94% pada pasien dengan pemulihan komplit fungsi ventrikel.(1,9,10)

Kriteria Prognosis Buruk

Umumnya pasien dengan usia dan paritas yang lebih tinggi, kehamilan kembar, ras kulit hitam, onset lambat gejala (> 2 minggu pasca persailnan), trombus intrakardiak, defek konduksi jantung, disfungsi ventrikel persisten enam bulan setelah melahirkan, penyakit medis sebelumnya dan keterlambatan dalam penangan medis awal memiliki prognosis buruk. LVEF (<45%) pada dua bulan setelah diagnosis juga memiliki prognosis buruk. Akhir-akhir ini, kadar antibodi anti-klamidia, TNF dan IgG kelas 3 yang tinggi telah dikaitkan dengan prognosis buruk. Dibandingkan dengan postpartum, terjadinya PPCM antepartum dikaitkan dengan prognosis buruk.

Mortalitas

Angka kematian hingga sekitar > 50% dan sekitar setengahnya meninggal dalam bulan pertama sejak munculnya gejala dan mayoritas dalam tiga bulan pertama dari periode postpartum. Penyebab tertinggi kematian adalah tromboemboli, serta gagal jantung kongestif berat dan aritmia. Pengetahuan yang lebih baik tentang patofisiologi, pendekatan multimodal dan strategi manajemen invasif dan intensif dapat menurunkan tingkat mortalitas

(31)

RISIKO KEKAMBUHAN DALAM KEHAMILAN BERIKUTNYA

Kebanyakan laporan menggambarkan kekambuhan PPCM pada kehamilan berikutnya. Belum jelas apakah ini disebabkan eksaserbasi dari kegagalan jantung subklinis sebelumnya atau reaktivasi dari proses penyakit yang sama. Resiko tertinggi kekambuhan tetap pada pasien dengan disfungsi jantung persisten dan risiko terendah pada mereka yang fungsi jantung telah normal, sebagaimana dibuktikan dengan

dobutamin stress test.

Multiparitas meningkatkan risiko kerusakan jantung yang ireversibel pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan gagal jantung berkisar antara 21-80% pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan PPCM juga dapat terjadi pada pasien yang ukuran dan fungsi ventrikel yang telah kembali normal. Oleh karena itu, kriteria yang digunakan untuk mendeteksi pemulihan fungsi ventrikel berdasarkan ekokardiografi istirahat pada pasien PPCM harus direvisi, dan dobutamin stress test mungkin memainkan peran penting.

(32)

BAB II

ANALISA KASUS & TINJAUAN PUSTAKA

Pasien Ny.M dengan keluhan utama sesak nafas disertai batuk dan sedang hamil usia 39 minggu. Sebelumnya tidak ada penyakit atau keluhan seperti ini. Disertai juga keluhan bangun di tengah malam karena sesak dan sesak saat berbaring tanpa menggunakan bantal tinggi. Kedua kaki juga didapatkan bengkak (oedem piting). Dari gejala-gejala tersebut pasien dapat didiagnosis sebagai peripartum dilated cardiomiopati atau yang sering disebut peripartum cardiomiopaty (PPCM). Demakis 1971 mendefinisikan PPCM dengan 4 kriteria diagnosis, yaitu:

1. Perkembangan gagal jantung terjadi dalam waktu 1 bulan terakhir kehamilan atau 6 bulan pasca persalinan

2. Penyebab gagal jantung tidak bias didefinisikan

3. Tidak ditemukan penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan. 4. Disfungsi sistolik ventrikel kiri, penurunan ejection fraction.

Batas waktu yang ditentukan dalam kriteria tersebut sesuai dengan usia kehamilan pasien yaitu 1 bulan terakhir kehamilan, selain itu pasien juga mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit jantung dan tidak mengeluh sesak sebelumnya.

Faktor resiko terjadinya penyakit ini bermacam-macam. Seperti usia kehamilan pada ibu > 30 th, multiparitas, obesitas, hipertensi dalam kehamilan, preeklamsia, pemeriksaan antenatal tidak teratur, penyalahgunaan alcohol, tembakau, dan kokain. Sedangkan faktor resiko pada pasien ini adalah usia > 30 tahun dan multiparitas. Kondisi social ekonomi yang rendah merupakan salah satu factor resiko yang terdapat pada pasien ini. PPCM dilaporkan terjadi pada ibu hamil usia >30 th, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada pasien < 30 th.

(33)

Etiologi pasti PPCM tidak diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesis yang dapat menjadi factor penyebab pada pasien ini adalah:

1. Miokarditis

Eosinofil dikenal memiliki sifat kollagenolitik dan kardiotoksik ditemukan dalam jumlah yang signifikan pada penderita PPCM. Hal tersebut menyiratkan peran eosinofil dalam perkembangan miokarditis di PPCM. Namun pada pasien ini tidak didapatkan peningkatan eosinofil. Peningkatan justru pada neutrofil yaitu 90%. Neutrofil dapat meningkat saat terjadi infeksi bakteri. Neutrofilia ditemikan pada:

a. Infeksi bakteri b. Keracunan bakteri

c. Gangguan metabolik ( uremia, nekrosis jaringan) 2. Infeksi virus

Infeksi virus juga terlibat sebagai penyebab miokarditis. Penurunan kekebalan selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi virus. Bultmann dkk, menemukan materi genomik virus dalam spesimen biopsi pasien PPCM.

Polymerase chain reaction (PCR) dan ekstraksi bahan genom dari EMB

dipandu kontras MRI sangat membantu dalam mendeteksi genom virus. Pada saat yang sama, ada beberapa laporan tidak menunjukkan adanya prevalensi infeksi virus pada pasien PPCM, dan berpendapat bahwa kardiomiopati virus tidak perlu dimasukkan dalam kriteria penyebab PPCM. Pentingnya dilakukan penelitian lanjut yang lebih spesifik untuk membangun hubungan miokarditis virus dan PPCM.

3. Autoimun

Telah dihipotesiskan bahwa sel-sel janin dari haplotype ayah masuk ke dalam sirkulasi ibu berkaitan dengan penurunan kekebalan akibat kehamilan, dan mungkin tetap beredar untuk waktu yang lama tanpa penolakan. Sel-sel tersebut dianggap sebagai antigen asing setelah normalisasi kekebalan ibu pasca persalinan dan dapat memicu respon imun. Autoantibodi dapat dibentuk

(34)

terhadap plasenta, rahim atau janin pada ibu hamil. Autoantibodi ini mungkin silang bereaksi dengan miokardium dan dapat menyebabkan kardiomiopati.

Pada pemeriksaan EKG didapatkan takikardi sinus yang mungkin ada pada pasien PPCM. Pada foto thoraks didapatkan kardiomegali sesuai dengan gambaran foto thorak pada PPCM.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah:

Digoksin

Digoksin bermanfaat sebagai ionotropik, dan mengurangi gejala simptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama kehamilan dan menyusui (dosis tinggi akan meningkatkan sitokin inflamasi) dan kadar digoksin serum harus dimonitor, terutama bila dikombinasi dengan diuretik. Pengobatan digoksin selama 6 - 12 bulan dapat mengurangi risiko kekambuhan dari PPCM.

Diuretik

Diuretik aman pada kehamilan dan menyusui. Diuretik diindikasikan untuk mengurangi preload dan mengurangi gejala. Namun, harus hati-hati terhadap dehidrasi iatrogenik yang menyebabkan hipoperfusi rahim dan mengakibatkan gawat janin. Loop diuretik biasa digunakan di rumah sakit, tapi thiazides dapat digunakan pada kasus-kasus ringan. Dapat terjadi alkalosis metabolik akibat dehidrasi yang dipicu oleh diuretik. Penambahan acetazolamide akan mengurangi alkalosis dengan menghilangkan bikarbonat. Spironolactone, karena sifat antagonisme aldosteronnya, telah terbukti dapat mengurangi gejala, frekuensi perawatan di rumah sakit dan kematian pada pasien gagal jantung berat bila dikombinasi dengan manajemen standar. Namun, spironolactone mungkin tidak aman pada kehamilan dan sebaiknya dihindari pada periode antepartum.

 Sigess 400mg supp  Allopurinol 0-0-300

(35)

 Kalmethason

Skor untuk menilai resiko PPCM

1. Ortopnea

a. Tidak = 0 poin

b. Perlu untuk mengangkat kepala = 1 poin

c. Perlu untuk mengangkat tubuh bagian atas 45o atau lebih = 2 poin 2. Dyspnea

a. Tidak = 0 poin

b. Naik 8 tingkat atau lebih = 1 poin c. Berjalan = 2 poin

3. Unexplained batuk a. Tidak = 0 poin

b. Waktu malam = 1 poin c. Siang dan malam = 2 poin

4. Bengkak (edema piting) ekstremitas bawah a. Tidak = 0 poin

b. Dibawah lutut = 1 poin

c. Di atas dan dibawah lutut = 2 poin

5. Berat badan yang berlebihan saat trimester terakhir a. Bawah 2 kilogram perminggu = 0 poin

b. 2-4 kg per minggu = 1 poin

c. Lebih dari 4 kg perminggu = 2 poin 6. Palpitasi

a. Tidak = 0 poin

b. Ketika berbaring di malam hari = 1 poin c. Siang dan malam setiap posisi = 2 poin

(36)

0-2 = resiko rendah 3-4 = resiko sedang, >4 = resiko tinggi by James D. Fett, MD

Pada pasien didapatkan 1. Ortopnea

Perlu untuk mengangkat kepala = 1 poin 2. Dyspnea

Berjalan = 2 poin 3. Unexplained batuk

Siang dan malam = 2 poin

4. Bengkak (edema piting) ekstremitas bawah Dibawah lutut = 1 poin

(37)

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhakta P, Biswas BK and Banerjee B. Peripartum Cardiomyopathy : Review of the Literature. Yonsei Med J. Vol 48, No. 4. 2007; 731-747.

2. Colombo BM and Ferrero S. Peripartum Cardiomyopathy. Orphanet encyclopedia. 2004. Available at :

www.orpha.net/data/patho/GB/uk-Peripartum-cardiomyopathy.pdf

3. Pearson GD et all. Peripartum Cardiomyopathy : National Heart, Lung, and Blood Institute and Office of Rare Diseases (National Institutes of Health) Workshop Recommendations and Review. JAMA, March 1, 2000—Vol 283, No. 9. Available at : www.jama.ama-assn.org

4. Lok SI et all. Peripartum cardiomyopathy: the need for a national database. Neth Heart J (2011) 19:126–133. Available at : www.springerlink.com

5. Ramaraj R and Sorrel VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and treatment. Cleveland clinic journal of medicine volume 76, number 5 may 2009; 289-296.

6. Wells GL and Twomley KM. Peripartum Cardiomyopathy: A Current Review. Journal of Pregnancy. Volume 2010, Article ID 149127, 5 pages.

7. Cunningham C, Rivera J and Spence D. Severe Preeclampsia, Pulmonary Edema, and Peripartum Cardiomyopathy in a Primigravida Patient. AANA Journal. Vol 79, No.3. California, 2011. Available at :

www.aana.com/aanajournalonline.aspx

8. Soewarto S. Tata Laksana Kehamilan pada Penyakit Jantung. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. Jakarta. 2007; 21-23.

9. Fett JD, Christine LG, Carrway RD and Murphy JG. Five-Year Prospective

Study of the Incidence and Prognosis of Peripartum Cardiomyopathy at a Single Institution. Mayo Clinis Proc. December 2005;80(12):1602-1606. Available at

(38)

10. Elkayam U et all. Maternal and fetal outcomes of subsequent pregnancies in women with peripartum cardiomyopathy. N Engl J Med, Vol. 344, No. 21. 2001; 1567-1571. Available at : www.nejm.org

11. Elkayam U et all. Pregnancy-Associated Cardiomyopathy : Clinical Characteristics and a Comparison Between Early and Late Presentation. Circulation. 2005;111:2050-2055. Available at : http://www.circulationaha.org

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini difokuskan pada seberapa besar pengaruh merek kartu TELKOMFlexi dilihat dari sub-sub variabel ekuitas merek yaitu aspek kesadaran merek brand awareness, citra merek

Penerapan model Explicit Ins- truction dengan media bahan alam dapat meningkatkan pembelajaran SBK tentang mencetak timbul pada siswa kelas II SD N 2 Karangsari

Seperti gambaran dari Tabel 3 di atas bahwa di Sumatera Utara komposisi pemegang saham antara investor asing dan nasional dalam perusahaan joint venture masih didominasi

Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba

Setelah itu istilah hedonisme terus berkembang mengikut falsafah sekular Barat itu sendiri. Di dalam buku Pendidikan Islam yang telah diterbitkan oleh PTS Publications

 Apabila bangunan berada pada kedalaman yang cukup besar, yaitu lebih besar dari 1,5 kali tinggi gelombang maksimum yang terjadi, maka gelombang di lokasi tersebut tidak

Berkat Karunia Surya sebagai industri pengolahan kayu primer (IUIPHHK) dengan produk hasil olahan kayu berupa veneer dan plywood telah memiliki Dokumen RPBBI Tahun 2016