• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Risiko Audit

2. Risiko Sampling

Risiko sampling timbul dari kemungkinan bahwa, jika suatu pengujian pengendalian atau pengujian subtantif terbatas pada sampel, kesimpulan auditor mungkin menjadi lain dari kesimpulan yang akan dicapainya jika cara

pengujian yang sama diterapkan terhadap semua unsur saldo akun atau kelompok transaksi. Risiko sampling, timbul karena adanya probabilitas (kemungkinan) bahwa pengujian-pengujian terhadap sampel menghasilkan suatu kesimpulan yang mungkin akan berbeda apabila pengujian-pengujian tersebut dilakukan secara sama tetapi terhadap seluruh unsur atau elemen di dalam populasi.(Huanakala dan Shineeke, 2004). Tingkat risiko sampling mempunyai hubungan yang terbalik dengan ukuran sampel. Semakin kecil ukuran sampel, semakin tinggi risiko samplingnya. Sebaliknya, semakin besar ukuran sampel, semakin rendah risiko samplingnya (Abdul Halim, 2008:269)

Menurut Boynton et. al., (2003:541) sampling audit menerapkan dua komponen risiko audit diantaranya: pertama, risiko sampling dalam pengujian subtantif atas detail atau rincian. Kedua, risiko sampling dalam melaksanakan pengujian pengendalian.

Dalam menyelenggarakan pengujian subtantif, auditor memperhatikan dua aspek penting dari risiko sampling, yang meliputi: (Mulyadi dan Puradireja, 2000:278-279)

a. Risiko alfa (alpha risk) atau kesalahan tipe I (type I error )

Risiko alfa disebut dengan istilah risiko keliru menolak (risk of incorret rejection), yaitu risiko mengambil kesimpulan, berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo akun berisi salah saji secara material, padalah kenyataannya saldo akun tidak berisi salah saji secara material. (lihat lampiran 2.2)

Kesalahan alfa (alpha error) atau risiko alfa ditentukan dengan menetapkan tingkat kepercayaan (reliability level). Jika pengambilan sampel yang dilakukan auditor didasarkan pada reliability level 95%, risiko alfa adalah sebesar 1 - 95% = 5%. Kesalahan alfa berakibat dilakukan pengujian tambahan untuk memeriksa objek yang audit oleh auditor. Kesalahan alfa ditentukan oleh auditor berdasarkan pertimbangan biaya, pemeriksaan tambahan atau adjustment terhadap saldo yang keliru sebagai akibat kekeliruan dalam menolak suatu saldo akun.

Contoh, auditor harus memeriksa catatan pengiriman barang yang diselenggarakan oleh klien, jika dari hasil prosedur audit konfirmasi piutang usaha keliru disajikan oleh klien. Dalam hal ini, prosedur audit terhadap catatan pengiriman barang tidak memerlukan biaya pemeriksaan yang lebih besar dari biaya konfirmasi, oleh karena itu keliru alfa ditetapkan oleh auditor pada tingkat yang tinggi. Namun jika prosedur audit yang ditempuh oleh auditor memerlukan biaya yang besar, dalam hal auditor keliru menolak saldo akun yang secara material benar, auditor harus menetapkan kekeliruan alfa pada tingkat yang rendah sehingga besarnya sampel menjadi tinggi.

b. Risiko beta (beta risk) atau kesalahan tipe II (type II error)

Risiko beta disebut dengan istilah risiko keliru menerima (risk of incorrect acceptance), yaitu risiko mengambil kesimpulan, berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo akun tidak berisi salah saji secara material,

padahal kenyataanya saldo akun telah salah saji secara material. (lihat tabel 2.2)

Kesalahan beta (beta error) atau risiko beta secara kuantitatif dihitung dengan rumus berikut ini :

R Kesalahan beta =

(IC x AR) Keterangan :

R : Risiko akhir yang ditanggung oleh auditor (ultimate or audit risk) IC : Risiko bahwa struktur pengendalian intern tidak akan dapat

mendeteksi kekeliruan yang material (kekeliruan yang lebih besar dari jumlah yang dapat diterima oleh auditor)

AR : Risiko bahwa review analitik (analytical review) dan pengujian subtantif yang bersangkutan tidak akan dapat mendeteksi kekeliruan material yang tidak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern.

Misalnya berdasarkan pertimbangannya, auditor menentukan risiko akhir yang akan ditanggung (R) adalah sebesar 5% bahwa suatu saldo akun suatu golongan transaksi berisi kekeliruan moneter yang akan menyebabkan penyajian laporan keuangan yang secara material keliru. Auditor meletakkan kepercayaan yang moderat terhadap struktur pengendalian intern dalam mendeteksi kekeliruan material, sehingga IC ditetapkan sebesar 0.30, auditor juga meletakkan kepercayaan yang moderat terhadap review analitik dan pengujian subtantif rinci dalam

mendeteksi kekeliruan mterial, sehingga AR ditetapkan sebesar 0,30. berdasarkan berbagai risiko tersebut, besarnya kekeliruan beta (risiko penerimaan yang keliru atas pengujian substantif rinci) dihitung sebagai berikut :

Risiko beta = R : (IC x AR) 0,50 : (0,30 x 0,30) Risiko beta = 0,55 atau 55%

Risiko kesalahan penerimaan memiliki pengaruh terhadap ukuran sampel, yaitu, semakin rendah risiko yang ditetapkan, semakin besar ukuran sampel. (Boyton et. all., 2003:606)

Tabel 2.1

Risiko Beta dan Risiko Alfa

Kondisi Sesungguhnya Nilai yang Tercantum di Buku Secara Material

Benar

Secara Material Salah Menerima nilai yang

tercantum di buku sebagai jumlah yang benar

Keputusan Benar Kesalahan Beta (Kesalahan Tipe II) Menerima nilai yang

tercantum di buku sebagai jumlah yang salah

Keputusan Alfa Keputusan Benar (Kesalahan Tipe I) Sumber : (Mulyadi dan Puradiredja, 2000: 279)

Dari ikhtisar ini nampak bahwa auditor menghadapi 4 (empat) kemungkinan hasil dari pengujian yang dilaksanakan:

1) Auditor dapat menerima nilai yang tercantum dalam catatan klien yang pada kenyataanya benar. Ini merupakan keputusan yang benar

2) Auditor dapat menolak nilai yang tercantum dalam catatan klien yang secara material dianggap keliru, yang pada kenyataanya benar. Ini suatu kekeliruan yang disebut kekeliruan alfa atau dalam buku statistik seringkali disebut dengan kekeliruan tipe I

3) Auditor dapat menerima nilai yang tercantum dalam catatan klien yang secara material di anggap benar, yang pada kenyataanya keliru. Ini suatu kekeliruan yang disebut kekeliruan beta atau dalam buku statistik seringkali disebut dengan kekeliruan tipe II

4) Auditor dapat menolak nilai yang tercantum dalam catatan klien yang secara material dianggap keliru, yang pada kenyataanya memang keliru. Ini merupakan keputusan yang benar.

Menurut Manggala (2001) menyatakan risiko beta bagi auditor dianggap lebih penting daripada risiko alfa karena opini yang diberikan akan membawa akibat yang lebih buruk. Artinya, apabila pemeriksa menyatakan bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan yang material padahal sebenarnya mengandung kesalahan yang material, maka berbagai pihak yang menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksanya tersebut akan salah pula di dalam membuat keputusan. Dalam menyelenggarakan pengujian pengendalian, auditor memperhatikan dua aspek penting dalam risiko sampling, yang meliputi: (Abdul Halim, 2008:287)

a. Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of assessing control risk too low)

Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah adalah risiko yang terjadi karena menentukan tingkat risiko pengendalian, berdasar hasil sampel terlalu rendah dibandingkan dengan efektivitas operasi prosedur atau kebijakan yang sesungguhnya. Risiko ini berkaitan dengan efektivitas audit

b. Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi (risk of assessing control risk too high)

Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi adalah risiko yang terjadi karena menentukan tingkat risiko pengendalian, berdasarkan hasil sampel, terlalu tinggi dibandingkan dengan efektivitas operasi prosedur atau kebijakan yang sesungguhnya. Risiko ini berkaitan dengan efisiensi audit. Misalnya, jika penilaian auditor atas sampel menuntunnya pada penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi, maka biasanya auditor akan memperluas lingkup pengujian subtantif untuk mengkompensasi anggapannya atas ketidakefektifan prosedur atau kebijakan struktur pengendalian intern.

Dokumen terkait