• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.6 Rasio Keuangan Tingkat Kesehatan Bank

2.1.6.1 Risk Profile

Risiko dapat didefinisikan sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. Hal ini berarti pula bahwa risiko selalu melekat pada setiap aktivitas usaha perbankan dan risiko akan menjadi berbahaya apabila tidak dimengerti, tidak terukur dan tidak dikelola dengan baik (Wirawan, 2014:36).

Risk Profile merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada kegiatan

bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Penilaian kualitas penerapan manajemen risiko merupakan penilaian terhadap aspek tata kelola risiko, proses manajemen risiko, kecukupan sumber daya manusia dan kecukupan sistem informasi manajemen serta kecupan sistem pengendalian risiko dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha bank (Safariah, 2015:45). Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko yang berkaiatan dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan dengan 8 (delapan) risiko yaitu : risikokredit, risikopasar,

dan risiko reputasi. Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada risiko pasar yang diwakili dengan Interest Rate Risk (IRR), risiko kredit yang diwakili dengan Non Performing Loan (NPL) dan risiko likuiditas yang diwakili dengan

Loan to Deposit Ratio (LDR).

1. Interest Rate Risk (IRR)

Interest Rate Risk (IRR) merupakan risiko kerugian bank yang disebabkan

oleh selisih/gap tingkat suku bunga. Interest Rate Risk (IRR) merupakan salah satu model yang digunakan untuk mendeteksi secara umum sensitivitas bank terhadap pergerakan suku bunga. Rasio ini memperlihatkan risiko yang mengukur besaran bunga yang diterima oleh bank dibandingkan dengan bunga yang dibayar. Semakin tinggi rasio ini maka kemungkinan bank mengalami kerugian semakin rendah dan secara otomatis laba akan meningkat (Wirawan, 2013:23).

Rasio IRR merupakan perbandingan antara Interest Sensitivity Assets terhadap Interest Sensitivity Liabilitiesdimana Interest Sensitivity Assets, adalah

interest income atau pendapatan bunga, sedangkan Interest Sensitivity Liabilities,

adalah interest expense atau beban bunga. Interest Rate Risk (IRR) merupakan risiko untuk mengukur kemungkinan interest yang diterima oleh bank lebih kecil dibandingkan dengan interest yang dibayar oleh bank (Muljono, 2002:133). Risiko tersebut harus dipahami dan dikendalikan dengan baik oleh setiap mananjemen bank dan memang risiko tersebut merupakan hal yang alamiah dan sulit dihilangkan. Oleh karena itu, manajemen bank berkepentingan untuk menekan risiko tersebut sampai pada tingkat seminim mungkin.

Salah satu jenis risiko yang sering dihadapi oleh bank adalah risiko kredit. Risiko kredit adalah risiko yang digunakan untuk mengukur gagalnya pengembalian kredit yang mengalami kemacetan (Muljono, 2002:132). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 indikator yang digunakan untuk mengukur risiko kredit yaitu Non Performing Loan (NPL). NPL merupakan persentase jumlah kredit yang bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, macet) terhadap total kredit (Siamat, dalam Krisnawati, 2014:41). Semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung bank sehingga dapat meningkatkan profit dan meminimalkan kerugian yang diperoleh bank. Bank dalam menyalurkan kredit harus menganalisis kemampuan debiturnya. Kemudian setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank melakukan peninjauan dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit.

Implikasi bagi pihak perbankan sebagai akibat timbulnya kredit bermasalah adalah sebagai berikut (Dendawijaya, 2009:82):

1. Hilangnya kesempatan untuk memperoleh income (pendapatan) dari kredit yang diberikan sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi rentabilitas bank.

2. Rasio kualitas aktiva produktif atau yang lebih dikenal dengan BDR (Bad Debt

Ratio) menjadi semakin besar yang menggambarkan terjadinya situasi yang

3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya modal bank dan akan sangat berpengaruh terhadap

Capital Adequacy Ratio (CAR).

3. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Selain risiko kredit, risiko yang sering dihadapi oleh bank adalah risiko likuiditas. Likuiditas suatu bank berarti bahwa bank tersebut memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajiban. Likuiditas bank adalah kemampuan bank dalam mengelola sebagian besar dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek atau simpan pinjam yang dapat ditarik sewaktu-waktu (Siamat, 2005:280). Bank harus memenuhi kebutuhan masyarakat dalam penarikan simpanan mereka serta pencairan kredit yang telah diperjanjikan. Semakin baik bank memenuhi permintaan masyarakat akan menimbulkan tingkat kepercayaan bank yang tinggi oleh masyarakat.

Kebutuhan likuiditas bank pada prinsipnya bersumber dari 2 (dua) kebutuhan. Pertama untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah dan kebutuhan likuiditas wajib. Kedua, untuk memenuhi kebutuhan pencairan dan permintaan kredit dari nasabah terutama kredit yang disetujui (Siamat, 2005:280). Aktivitas perkreditan dapat mendominasi penggunaan dana suatu bank karena perkreditan mempengaruhi aktivitas bank, penilaian atas tingkat kesehatan bank, tingkat kepercyaan nasabah serta profitabilitas bank. Masalah yang timbul dalam penanaman dana di bidang perkreditan akan menyangkut besarnya dana yang

dapat digunakan atau tidak, pengaturan komposisi jenis kredit dan komposisi berdasarkan jatuh temponya.

Konsep metode RGEC yang tertulis pada peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 menggunakan indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk menilai risiko likuiditas. LDR merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan dan dana pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan peminjaman nasabahnya. LDR adalah rasio keuangan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuitas. Menurut Dendawijaya (2005:116), LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah, kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman LDR suatu bank adalah 80%-110%. Pengelolaan likuiditas ini sangant penting karena kekurangan likuiditas dapat mengganggu bukan hanya bank tersebut namun sistem perbanakan secara keseluruhan.

Dokumen terkait