DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samosir (Sumatra Utara) pada tanggal 7 Januari 1977 sebagai anak ke 2 dari 5 bersaudara dari Bapak J.Siringoringo dan Ibu R. Sinaga. Pada tahun 1996 penulis diterima sebagai Pegawai negeri sipil di Puslitbang Oseanologi – LIPI, dan tahun 1997 melanjutkan studi S1 di Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mpu Tantular Jakarta, lulus tahun 2002. Pada tahun 2004 penulis diangkat penjadi Asisten peneliti Muda di Lab Coral, bidang Sumber Daya Laut, Puslit oseanografi LIPI. Pada tahun 2006 Penulis meneruskan pendidikan pasca sarjana di IPB dengan program studi Ilmu Kelautan, untuk penulisan tesis mendapat beasiswa dari program mitra bahari, COREMAP II. Selama menjadi mahasiswa Pascasarjana, penulis ikut menjadi anggota kegiatan kemahasiswaan Wahana Interaksi Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan (WATERMAS). Untuk menyelesaikan studi dan mempeloreh gelar Magister Sains, Penulis melakukan penelitian yang berjudul ” Potensi Pemulihan Komunitas Karang Batu Paca Gempa dan Tsunami di Perairan Pulau Nias, Sumatra Utara.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakan ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Kerangka Pemikiran ... 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 6 Pengertian terumbu karang ... 6 Anatomi karang ... 6 Struktur skeleton ... 8 Asosiasi karang dengan Zooxanthellae ... 10 Siklus reproduksi karang ... 10 Fungsi biofisik terumbu karang ... 11 Faktor pengontrol terumbu karang ... 12 Interaksi biologi karang dengan lingkungannya ... 13 Fenomena Gempa dan tsunami ... 15 Keberadaan terumbu karang penting untuk mengurangi
kerusakan tsunami ... 16
Kondisi terumbu karang di Pulau Nias ... 17 Monitoring terumbu karang ... 18 Pengertian rekrutmen karang ... 19 Faktor yang mempengaruhi rekrutmen ... 20
METODE PENELITIAN ... 21 Waktu dan lokasi ... 21 Alat dan bahan ... 23 Tahapan penelitian ... 23 Metode pengambilan data ... 24 Transek garis (Line Intercept Transect) ... 24 Transek Kwadrat ... 25 Analisis data ... 25 Struktur komunitas ... 26 Perbandingan antara pengamatan waktu t0, t1, t2 dan t3 ... 28 Analisa lanjutan ... 29 Transek permanen ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30 Kondisi fisik lokasi pengamatan ... 30 Kondisi terumbu karang ... 34
Perbedaan persentase tutupan substrat pada masing-masing waktu ... 37 Perubahan live form (bentuk pertumbuhan) ... 40 Perubahan indeks keragaman, kemerataan dan dominansi ………… 41 Dominansi jenis dan ranking spesies ... 43 Jumlah jenis dan suku karang ... 44 Kepadatan karang batu ... 45 Perubahan jenis karang batu ... 46 Potensi pemulihan karang (rekruitmen) ... 50 Uji anova untuk perbedaan individu dan ukuran antar lokasi .. 52 Indeks keragaman dan similaritas ... 52 Hubungan antara persentase dan jumlah rekruitmen karang .... 55 Grafik jumlah rekrutmen karang pada tipe substrat ... 56
KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN ... 65
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Peralatan untuk pengambilan data parameter perairan ... 23 2. Parameter lingkungan di Pantai Utara, Perairan Nias ... 32 3. Nilai p berdasarkan hasil uji one-way Anova ... 38 4. Jumlah jenis dan suku karang batu di P. Nias ... 45 5. Sepuluh besar jumlah koloni karang tertinggi pada masing-masing
waktu pengamatan di keenam lokasi transek ... 46 6. Jumlah suku dan jumlah jenis karang batu pada masing-masing waktu
pengamatan di Pantai Utara P. Nias ... 49 7. Rerata jumlah rekruitmen/ transek pada masing-masing stasiun ... 50 8. Sepuluh besar rerata jenis karang rekrutmen yang dijumpai disetiap
Lokasi transek ... 51 9. Uji One way Anova terhadap jumlah jenis dan size di 6 lokasi
transek kwadrat ... 52 10. Perbedaan jumlah dan ukuran rekruitmen pada keenam lokasi ... 53 11. Jumlah jenis (S), jumlah individu (N), indeks keragaman (H’), indeks
kemerataan (E’) dan indeks dominansi (C’) di keenam lokasi ... 54
12. Matriks korelasi antara sedimen dan TSS terhadap jumlah rekrutmen... 56
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran ... 4 2. Struktur polip dan kerangka kapur ... 7 3. Bentuk koralit pada koloni karang dan bentuk percabangan koloni dan
radial koralit dari marga Acropora ... 9 4. Siklus reproduksi karang secara umum ... 11 5. Skema terjadinya tsunami ... 16 6. Metode pemantauan terhadap terumbu karang ... 19 7. Lokasi pengamatan komunitas karang batu ... 22 8. Pengamatan dengan metode transek garis (LIT) ... 25 9. Pengamatan dengan transek kwadrat (kwadrat transect) ... 25 10. Transek permanen yang sudah terpasang dengan pelampung ... 29 11. Profil morfologi pantai yang dibuat melalui BM13, BM14, dan BM15
di Pulau Nias. Gambar panah menunjukkan magnitual pengangkatan
berkisar antara 250-260cm ... 30 12. Terumbu karang yang mengalami pengangkatan di Pantai Utara Pulau Nias
... 31 13. Profil temperatur dan salinitas di perairan bagian barat pantai utara Pulau
Nias ... 32 14. Vektor arus di pantai utara Pulau Nias ... 33 15. Karang anakan yang mulai tumbuh (jenis Acropora sp dan Porites
cylindrica) ... 35 16. Pertumbuhan karang anakan pada substrat yang keras di Pantai Utara
Pulau Nias ... 35 17. Persentase tutupan karang dan kategori bentik lainnya di keenam
lokasi ... 36 18. Plot interval nilai rerata kategori bentik selang waktu pengamatan T0,
T1, T2 dan T3 dengan CI = 95% ………. 37 19. Plot garis untuk kategori nilai rerata LC= Live coral, NA = Non Acropora
dan R = Rubble pada masing-masing waktu pengamatan ………... 39 20. Plot persentase tutupan karang hidup dan standard error pada
masing-masing waktu pengamatan (to, t1, t2 dan t3) ... 40 21. Bentuk pertumbuhan karang hidup di keenam lokasi ……….. 41 22. Nilai indeks keragaman (H’) pada masing-masing lokasi di Pulau Nias ... 42 23. Nilai indeks kemerataan (J’) pada masing-masing lokasi di Pulau Nias ... 42 24. Nilai indeks dominasi (C’) pada masing-masing lokasi di P. Nias ... 43 25. Plot dominasi karang batu pada masing-masing waktu pengamatan ... 44 26. Jumlah suku karang batu pada waktu pengamatan (t0, t1, t2, t3) ……… 47 27. Jumlah juvenil karang berdasarkan ukuran ... 52 28. Dendogram pengelompokan jenis antar stasiun ... 54 29. Hubungan jumlah jenis karang rekrutmen dengan penutupan karang
dewasa ... 55
LAMPIRAN
1. Posisi pengamatan di Nias , Sumatra Utara... 65 2. Pengambilan data karang dan parameter fisik ... ... 66 3. Data parameter temperatur dan salinitas ... 67 4. Persentase tutupan karang dan kategori bentik lainnya 68 5. Nilai indeks keragaman (H’), kemerataan (J’), dominansi (J’), jumlah jenis
(S) dan jumlah individu (N) ... 70 5. Distribusi jenis karang batu yang dijumpai pada lokasi dan waktu yang
berbeda ... 71 6. Distribusi jenis rekruitmen pada masing-masing stasiun ... 76 7. Beberapa jenis dan ukuran juvenil karang ... 78 7. Analisis ragam kelimpahan rekrut karang pada masing-masing lokasi ... 79
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di sepanjang pesisir dan pulau- pulau kecil Samudera Hindia pada Desember 2004 telah memberikan dampak yang buruk bagi daratan dan daerah pesisir. Serangkaian ombak telah menghantam daerah pesisir yang mengakibatkan korban jiwa berjatuhan dan kerusakan infrastruktur yang luar biasa. Terumbu karang juga menunjukkan kerusakan yang cukup parah. Peristiwa ini merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia dan juga beberapa negara tetangga yang berbatasan dengan Samudera Hindia.
Gempa bumi tanpa disertai tsunami kemudian terjadi di daerah Nias pada Maret 2005. Gempa yang cukup dahsyat di daerah ini mengakibatkan terjadinya pengangkatan terumbu karang mulai 2,5 m - 2,9 m sehingga daratan menjadi bertambah sepanjang 100 – 300 m ke arah laut (Wilknson et al., 2006). Hal ini berarti selain mengurangi luasan terumbu karang, gempa tersebut juga mengakibatkan perubahan pada kondisi dasar terumbu karang. CRITC-LIPI (2006) melaporkan bahwa kondisi karang sebelum gempa dan tsunami dibeberapa lokasi masih sedang dan baik, namun setelah kejadian gempa kondisinya menurun drastis.
Kabupaten Nias berada di sebelah barat Pulau Sumatra, termasuk kedalam Propinsi Sumatra Utara. Secara geografis, Pulau Nias berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sehingga perairan di kepulauan ini mempunyai sistem arus dan karakteristik massa air yang sangat dipengaruhi oleh sistem yang berkembang di Samudera Hindia. Topografi pantai landai, kemudian sekitar 50 – 100 m dari pantai langsung curam baik di sisi Samudera Hindia maupun pada sisi yang menghadap daratan Sumatera.
Perubahan kondisi perairan yang diakibatkan oleh perubahan fungsi hutan untuk peruntukan lahan di daratan P. Nias, terutama pada penebangan hutan yang intensif akan mengubah kondisi lingkungan. Perubahan sekecil apapun yang terjadi di daratan akan membawa pengaruh yang signifikan pada kualitas
perairannya. Pengaruhnya disamping terjadi di daerah tersebut juga akan terdistribusi ke daerah lain yang terbawa oleh gerakan massa air melalui sistem arus yang berkembang di daerah ini.
Selama ini kejadian pemutihan karang oleh peningkatan suhu dan serangan biota buluh seribu (Achantaster planchi) dianggap sebagai gangguan ekologis paling besar terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang (Engelhardt, 2001; Brown, B.E. and Suharsono, 1990). Kenyataan lain menunjukan bahwa gempa dan tsunami pada Desember 2004 di sepanjang pesisir dan pulau-pulau kecil Samudera Hindia telah memberikan dampak yang cukup serius bagi kerusakan ekosistem terumbu karang. Kerusakan terumbu karang oleh gempa dan tsunami pada lokasi-lokasi tertentu sangat tinggi sekali. Hasil penilaian kerusakan terumbu karang yang dilaporkan oleh Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPPENAS, 2005) memperkirakan bahwa 30% dari 97,250 ha terumbu karang telah mengalami kerusakan dengan kerugian ditaksir mendekati $US 333,4 juta. Diperkirakan perikanan skala kecil oleh masyarakat lokal berkurang sampai 65-70%.
Biota karang adalah biota bentik utama terumbu yang terpengaruh langsung akibat peristiwa gempa dan tsunami. Kematian massal biota karang dan biota lainya terlihat jelas akibat terpapar lama di atas permukaan air dan sebagian terdampar oleh terjangan gelompang tsunami ( Wilkinson et. al., 2006). Sapuan gelombang tsunami telah membawa berbagai material dan sedimen dalam jumlah besar dari daratan kemudian diendapkan di dasar perairan termasuk terumbu karang. Kematian biota karang akan diikuti oleh penurunan populasi biota lainnya terutama yang berassosiasi kuat dengan terumbu karang.
Pemulihan terumbu karang dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain aspek pemulihan yang kembali pada kondisi semula (resilience) dan aspek rekrutmen karang. Rekrutmen ditandai dengan kemunculan biota karang dalam ukuran kecil (juvenil karang) serta biota-biota predator dan kompetitor lainnya. Pengamatan terhadap struktur komunitas dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan jumlah jenis dan jumlah individu karang sebelum dan sesudah peristiwa gempa dan tsunami. Pengumpulan data-data mengenai struktur komunitas dan pemulihan karang serta faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi sangat penting dilakukakan sebagai penyusunan perencanaan dan kebijakan pengelolaan kawasan pesisir bagi daerah yang terkena dampak gempa dan tsunami.
Perumusan Masalah
Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Pulau Nias dan sekitarnya telah mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem terumbu karang. Seperti kita ketahui bahwa karang merupakan spesies yang unik yang memiliki kemampuan untuk pulih secara alami. Pemulihan ini sangat dipengaruhi oleh kualitas perairan dan kondisi lingkungannya.
Pengamatan secara periodik terhadap struktur komunitas ekosistem terumbu karang yang mengalami kerusakan oleh gempa maupun yang disebabkan oleh manusia sangat perlu dilakukan dalam pengelolaan terumbu karang. Pengamatan terhadap rekrutmen karang akan mengungkapkan karakteristik dan melihat sejauh mana kemampuannya untuk pulih secara alami. Sejauh ini penelitian tentang koloni karang yang mengalami pemulihan masih sedikit sehingga data dasar yang tersedia sangat jarang. Dengan mengamati struktur komunitas dan rekrutmen karang akan memberikan informasi sejauh mana perubahan yang terjadi pada karang sebelum dan setelah gempa.
Objek penelitian lebih ditekankan pada struktur komunitas dan rekruitmen karang sebagai indikasi telah terjadinya pemulihan populasi karang (recovery). Data hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan mendukung penyusunan rencana dan kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah-daerah terumbu yang mengalami kerusakan khususnya oleh gempa dan tsunami
Kerangka pemikiran
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka disusun suatu kerangka berpikir yang dapat digunakan dalam penyelesaian terhadap masalah tersebut sehingga mendapatkan tujuan yang dicapai. Kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pemikiran
Tujuan dan manfaat penelitian
Tujuan Penelitian mengenai studi ekologi dan pemulihan karang di ekosistem terumbu karang Pulau Nias, Sumatera Utara ialah:
1. Mengetahui potensi pemulihan karang pasca gempa dan tsunami, dengan melihat persentasi dan indeks keragaman karang dan rekrutmen karang. 2. Mengetahui jenis-jenis karang yang bertahan (survive) sebelum dan
sesudah gempa. PERUBAHAN EKOSISTEM SEBELUM DAN SESUDAH GEMPA- TSUNAMI Karang: • Persentase tutupan • Life form • Jumlah jenis • JumlahIndividu PENGAMATAN REKRUITMEN KARANG • Jumlah koloni rekruitmen karang • Jumlah jenis rekruitmen karang • Ukuran koloni • Kondisi substrat • kualitas perairan
POTENSI PEMULIHAN KOMUNITAS KARANG BATU PASCA GEMPA DAN TSUNAMI, DESEMBER 2004
EKOSISTEM TERUMBU
KARANG TEKANAN ALAMI (Gempa dan tsunami)
3. Menganalisis hubungan rekruItmen karang dengan kondisi substrat.
Manfaat yang diharapkan adalah:
• Diketahui potensi pemulihan komunitas karang batu pasca kejadian gempa
• Memberikan gambaran kondisi karang setelah gempa dan tsunami di lokasi ini.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian terumbu karang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria, yang sangat sederhana berbentuk tabung, memiliki mulut yang di kelilingi oleh tentakel. Karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Veron, 2000). Konstruksi terumbu karang yang dibentuk satu individu karang atau disebut polip karangmemiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter.
Ekositem terumbu karang adalah unik dan spesifik karena pada umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan, terutama suhu, salinitas, sedimentasi dan eutrofikasi serta memerlukan kualitas perairan alami (Veron, 1995) dan Wallace (1998). Seperti hewan laut lainnya karang akan mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk kesinambungan keturunannya. Untuk mempertahankan keturunanya, karang akan berkembang biak dengan cara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual dilakukan dengan cara fragmentasi (pembelahan), reproduksi seksual dilakukan dengan pembentukan gamet melalui peristiwa gametogenesis.
Anatomi karang
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari :
1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan gastrovascular)
3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan dua lapisan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur) (Gambar 2)
Gambar 2. Struktur polip dan kerangka kapur (Veron, 2000)
Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat kekuning-kuningan.
ectodermi mesogl gastrodermi cost corallites sept tentacle mesenteri gonads Oral disc Body cavity mout wall coenosteu pali cilia nematocy
Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari tentekel ditarik masuk ke dalam rangka. Di ektodermis tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas), yang merupakan ciri khas semua hewan Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat (nematosita) beserta racun di dalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif, dan alat sengat berada di dalam sel. Bila ada zooplankton atau hewan lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan.
Struktur Skeleton
Pemberian nama karang adalah berdasarkan skeleton atau cangkangnya yang terbuat dari kapur. Menurut (Suharsono, 2004), pengenalan morfologi dari skeleton tersebut umumnya digunakan untuk mengidentifikasi karang. Lempeng dasar yang merupakan lempeng yang terletak di dasar sebagai fondasi septa yang muncul memberikan struktur yang tegak dan melekat pada dinding yang disebut Epitheca (Epiteka). Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip disebut Coralit (Koralit), sedangkan keseluruhan skeleton yang dibentuk oleh keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni disebut Corallum (Koralum). Permukaan koralit yang tebuka disebut Calyx (Kalik). Septa dibedakan menjadi septa utama, kedua, ketiga dan seterusnya tergantung dari besar kecilnya dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit disebut sebagai Costae (Kosta). Pada dasar sebelah dalam dari septa tertentu sering dilanjutkan suatu struktur yang disebut Pali. Struktur yang berada di dasar dan ditengah koralit yang sering merupakan kelanjutan dari septa disebut Columella (Kolumela).
Selanjutnya (Suharsono, 2004) menyebutkan bahwa dari cara terbentuknya, koralit dibedakan menjadi dua, yaitu extra tentacular dan Intra tentacular. Extra tentacular (Koralit terbentuk dari luar koralit lama). Intra tentacular (koralit yang baru terbentuk dari koralit lama). Cara pembentukan koloni karang yang demikian akhirnya membentuk berbagai koloni yang dibedakan berdasarkan konfigurasi koralit. Bentuk koralit terdiri dari hydnoporoid, dendroid, phaceloid, plocoid, flabellate, cerioid dan meandroid.
Lebih jelasnya bentuk-bentuk koralit pada karang Non Acropora dan bentuk- bentuk percabangan koloni dan radial koralit dari marga Acropora sajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk koralit pada koloni karang dan bentuk percabangan koloni dan radial koralit dari marga Acropora
Asosiasi karang dengan Zooxanthellae
Karang hidup berasosiasi dengan biota lainnya. Dalam kehidupan berasosiasi ini karang berperan sebagai produsen yang sekaligus sebagai konsumen. Kedudukan yang unik ini disebabkan oleh karena karang bersimbiosis
dengan zooxanthelae yang menghasilkan bahan organik. Menurut Nyabakken (1992 ) zooxanthellae merupakan sel-sel yang berwarna coklat, kuning emas, atau kuning kecoklatan, yang merupakan spesies utama dari Dinoflagellata, termasuk beberapa diatom dan kriptomona. Terapan fungsional simbiosis pertama-tama dapat ditinjau dari kaitannya dengan transfer nutrisi diantara keduanya. Dalam memenuhi nutrisinya semua karang dapat menggunakan tentakel-nya untuk menangkap mangsa (plankton). Proses penangkapannya mempergunakan bantuan nematocyte suatu bentuk protein spesifik yang mampu kemampuan proteksi dan melumpuhkan biomassa tertentu seperti zooplankton. Meskipun mempunyai kemampuan feeding active, akan tetapi kebanyakan proporsi terbesar makanan karang berasal dari simbiosis yang unik, yaitu zooxanthellae. Zooxanthellae ini merupakan algae uniselluler yang bersifat mikroskopik hidup dalam berbagai jaringan tubuh karang yang transparan dan menghasilkan energi langsung dari cahaya matahari melalui fotosintesis (Levinton , 1995).
Siklus reproduksi karang
Siklus reproduksi karang secara umum adalah sebagai berikut:
Telur dan sperma dilepaskan ke kolom air, fertilisasi menjadi zigot terjadi di permukaan air dan dijumpai predator, terjadi pembelahan sel setelah 1 – 2 jam, zygot berkembang menjadi larva planula yang kemudian mengikuti pergerakan air. Menurut (Barnes dan Hughes, 1973), larva karang mempunyai kebiasaan untuk terapung di permukaan, setelah itu berenang kembali ke dasar. Bila menemukan dasaran yang sesuai, maka planula akan menempel di dasar. Planula akan tumbuh menjadi polip kemudian planula mencari substrat membentuk koloni karang (rekrutmen), kemudian koloni mulai tumbuh dengan sempurna. Sikslus reproduksi karang secara umum ditampilkan pada Gambar4.
Gambar 4. Siklus reproduksi karang secara umum, (Heward et. al., 1996) Sebagian besar spesies karang zooxanthellae akan melepaskan telur dan spermanya atau dikenal dengan memijahkan (spawning) dibandingkan dengan cara mengerami larva (brooding) (Veron, 1995). Hasil pengamatan Richmond dan Hunter (1990) mengatakan bahwa dari 210 spesies karang yang sudah dipelajari sifat reproduksinya, sebagian besar (131)spesies dari mereka adalah hermaprodit broadcast spawners, 11 spesies bersifat hermaprodit brooders, 37 spesies gonochoris broadcaster dan tujuh spesies gonochoris brooders.
Fungsi biofisik terumbu karang
Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai gudang keaekaragaman hayati laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan (feeding ground), tempat berpijah (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang berfungsi sebagai biofisik dimana siklus biologi kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktifitas yang sangat tinggi. Terumbu karang
merupakan sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung dan sumber obat-obatan.
Terumbu karang sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan konstruksi. Disamping itu terumbu karang juga mempunyai nilai yang penting sebagai pendukung dan penyedia bagi perikanan pantai termasuk didalamnya sebagai penyedia lahan dan tempat budidaya berbagai hasil laut. Terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi, baik rekreasi pantai maupun rekreasi bawah laut lainnya. Terumbu karang juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta sebagai tempat perlindungan biota-biota langka.
Faktor pengontrol terumbu karang
Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan laut seperti cahaya, gelombang, arus, salinitas suhu, sedimentai, ketersediaan makanan (nutrien), pasang surut, dan tipe substrat. Tingkat kejernihan air dipengaruhi oleh partikel tersuspensi antara lain akibat dari pelumpuran dan ini akan berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang masuk ke dalam laut, sementara cahaya sangat diperlukan oleh zooxanthella yang fotosintetik dan hidup di dalam jaringan tubuh binatang pembentuk terumbu karang (Veron, 1995).
Gelombang laut umumnya menentukan pola dan dominasi suatu jenis karang yang hidup pada suatu daerah. Pada daerah yang energi gelombangnya kuat akan didominasi oleh jenis Pociloporoid, energi gelombang yang lemah dan terlindung akan didominasi oleh karang Acroporoid, sedangkan energi yang lemah didominasi oleh kelompok Porites.
Sedimentasi yang berada disekitar terumbu karang sangat berpengaruh terhadap terumbu karang. Sumber sedimen dapat dipengaruhi oleh pola arus dan gelombang yang ada pada suatu daerah. Karang yang tumbuh dekat dengan daratan, sedimen dapat berasal dari aliran sungai. Abrasi pantai juga akan mengakibatkan sedimentasi yang dapat secara langsung merusak jaringan karang (Hubbard, 1992) Sedimen akan menghambat penetrasi sinar matahari yang menyebabkan karang bekerja ekstra untuk membersihkannya. Demikian juga
sedimen dapat mengganggu proses rekrutmen, pada karang anakan bahkan bisa membunuh karang tersebut. Secara keseluruhan sedimen dapat mempengaruhi pertumbuhan karang (Veron, 1995).
Salinitas berpengaruh terhadap karang yang tumbuh di sekitar teluk yang dangkal. Penurunan salinitas mempunyai efek yang lebih buruk dari pada kenaikan salinitas. Banjir akan menurunkan salinitas dan berpengaruh terhadap karang apalagi bersamaan saat air surut dan hujan turun lebat. Kejadian ini dapat mematikan karang yang ada disekitarnya. Pasang surut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan karang, karena pertumbuhan karang ke atas, dipengaruhi oleh pasang surut. Hal ini dapat dilihat pada bagian karang yang mati pada bagian