• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... viii PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 4 TINJAUAN PUSTAKA

Zat Gizi dan Non Gizi dalam Klaim Gizi dan Kesehatan ... 5 Klaim Gizi dan Kesehatan ... 6 Klaim Gizi ... 9 Klaim Kesehatan ... 10 Label Pangan ... 14 Iklan Pangan ... 15 Bayi, Anak Balita, Ibu Hamil dan Menyusui ... 18 METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian ... 20 Metode ... 20 Jenis Data dan Cara Pengumpulan ... 21 Zat Gizi dan Non gizi serta Klaim Gizi dan Kesehatan ... 21 Pendapat Responden terhadap Klaim Gizi dan Kesehatan

yang Beredar ... 22 Teknik Pengolahan Data ... 22 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah dan Jenis Produk Pangan Diamati ... 24 Jumlah Label dan Iklan Pangan yang Diamati... 25 Zat Gizi dan Non Gizi yang Dinyatakan dalam Label dan Iklan

Pangan ... 27 Klaim Gizi dan Kesehatan pada Label dan Iklan Pangan ... 31 Jenis Klaim Gizi dan Kesehatan ... 31 Sebaran Zat Gizi dan Non Gizi pada Klaim Gizi dan Kesehatan 32 Sebaran Klaim Gizi dan Kesehatan menurut Jenis Pangan 34 Kesesuaian Klaim Gizi dan Kesehatan terhadap Ketentuan yang

Berlaku ... 37 Ulasan terhadap Beberapa Klaim Gizi dan Kesehatan ... 43 Penggunaan Istilah Ilmiah dan Istilah Lain ...……... 62

Pendapat Responden terhadap Klaim Gizi dan Kesehatan yang Beredar ...

63 Materi Klaim Gizi dan Kesehatan dalam Iklan ... 63 Peranan klaim dalam pemilihan produk ... 68 Keyakinan responden terhadap klaim pada iklan pangan …….. 68 Tanggapan terhadap sejumlah contoh klaim ... 70 SIMPULAN DAN SARAN ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN ... 81

1 Hasil monitoring iklan pangan ... 3 2 Jumlah label dan iklan menurut sumber data ………. 26 3 Data tayangan iklan di sembilan stasiun televisi………... ……. 27 4 Zat gizi dan non gizi dalam label dan iklan pangan ………... 28 5 Zat gizi dan non gizi yang paling sering dicantumkan …...… 29 6 Jenis zat gizi pada masing-masing jenis pangan ……….. 30 7 Sebaran zat gizi dan non gizi pada setiap jenis klaim …...… 33 8 Jumlah klaim berdasarkan jenis produ……….. 35 9 Status zat gizi dan non gizi terhadap Nutrient Reference Value (NRV) 38 10 Status zat gizi dan non gizi terhadap Acuan Label Gizi (ALG) ... 40 11 Sandingan Peraturan Pangan Fungsional (BPOMRI 2005) terhadap zat

gizi dan non gizi dijumpai ... 42

12 Jumlah responden menemukan iklan susu formula bayi ... 65 13 Peranan klaim dalam pemilihan produk ... 68 14 Persentase responden yang percaya terhadap klaim ... 69 15 Pendapat responden terhadap klaim gizi dan kesehatan yang beredar ... 71

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pengelompokan klaim ……… ... 9 2 Jumlah produk yang diamati ... 24 3 Jumlah zat gizi pada label dan iklan masing-masing pangan ... 30 4 Jenis klaim gizi dan kesehatan ... 32 5 Materi klaim gizi dan kesehatan dalam iklan susu formula bayi ... 64 6 Materi klaim gizi dan kesehatan dalam iklan susu formula lanjutan dan

makanan pendamping air susu ibu ... 66

7 Materi klaim gizi dan kesehatan dalam iklan susu untuk anak balita .. 67 8 Materi klaim gizi dan kesehatan dalam iklan susu untuk ibu hamil

dan/atau menyusui ... 68

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kuesioner ………... 82 2 Zat-zat gizi dalam Angka Kecukupan Zat Gizi tahun 1991 - 2005 85 3 Zat-zat gizi esensial ... 85 4 Pedoman FSA-UK tentang garam, lemak dan gula ... 86 5 Klaim kandungan gizi dan persyaratan pencantuman – CAC …... 86 6 Klaim gizi yang diberlakukan di Negara Uni Eropa ... 87 7 Klaim kandungan zat gizi yang berlaku di Indonesia ………... 88 8 Contoh klaim fungsi gizi di Malaysia ………... 88 9 Klaim peranan biologis (Biological role claim) Canada ……… 89 10 Diet-Related Health Claims dan klaim yang tidak diizinkan

-Canada ………. 90

11 Data Responden ……… 91

Di Indonesia, bayi, anak balita serta ibu hamil dan menyusui merupakan kelompok masyarakat yang mendapat perhatian khusus dalam program pembangunan kesehatan di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional Tahun 2004-2009). Menurut data dari Departemen Kesehatan, terdapat sejumlah masalah gizi di Indonesia berkenaan dengan kelompok bayi, anak balita serta ibu hamil dan menyusui, diantaranya anemi gizi besi. Pada tahun 2001 prevalensi anemia gizi besi pada kelompok anak balita sebesar 47% dan pada ibu hamil sebesar 40,1% sementara pada tahun 2003 prevalensi anak balita dengan gizi buruk sebesar 8,3% dan gizi kurang 19,2%. Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) yang diidentifikasi berdasarkan angka Total Goiter Rate (TGR) pada anak sekolah tahun 2003 sebesar 11% dan masalah defisiensi vitamin A terdapat pada 50% balita (kadar vitamin A dalam serum <20mcg/dl) (Depkes 2005).

Pada tingkat dunia, kesehatan bayi, anak balita serta kaum ibu juga menjadi perhatian hingga saat ini sebagaimana dituangkan dalam dua sasaran dari Millenium Development Goals (MDGs) masing-masing sasaran keempat dan kelima. Sasaran keempat dari MDGs tersebut adalah menurunkan angka kematian anak balita dan sasaran kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu. (http://www.who.int/ mdg/goals/en/index.html [27 Oktober 2007].

Bersamaan dengan masalah kurang gizi, Indonesia juga telah menghadapi masalah gizi lebih yang cenderung meningkat. Pada tahun 2002 prevalensi anak balita dengan gizi lebih yang dihitung berdasarkan berat badan menurut umur adalah 2,2% dan pada tahun 2003 menjadi 2,4% (Depkes 2005). Menurut Sardesai (2003), obesitas merupakan salah satu perwujudan dari gizi lebih dan terkait dengan sejumlah penyakit degeneratif termasuk diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan kanker. Penyakit degeneratif atau yang saat ini dikenal dengan sebutan penyakit tidak menular (non communicable disease) perlu mendapat perhatian termasuk di negara berkembang seperti Indonesia. Dalam The world

health report 2002 disebutkan bahwa angka kematian yang berhubungan dengan penyakit tidak menular pada negara berkembang sebesar 66% (WHO 2004).

Diet yang tidak sehat merupakan salah satu penyebab utama penyakit tidak menular yang antara lain ditunjukkan dengan konsumsi pangan yang tidak seimbang, seperti tinggi lemak, tinggi gula, tinggi garam dan rendah serat. Konsumsi pangan yang tidak seimbang dapat berasal dari pangan yang disiapkan di rumah, pangan siap saji di warung, rumah makan, restoran dan penjaja lain, atau pangan olahan hasil industri pangan.

Pada umumnya label dan iklan pangan olahan hasil industri pangan yang beredar saat ini memuat berbagai klaim gizi atau klaim kesehatan termasuk pada pangan yang ditujukan untuk bayi, anak berusia dibawah lima tahun (balita) serta ibu hamil dan menyusui. Pencantuman klaim gizi atau klaim kesehatan pada pangan yang ditujukan untuk bayi, anak balita serta ibu hamil dan menyusui perlu mendapat perhatian mengingat kelompok masyarakat tersebut merupakan kelompok rawan dan pangan bagi kelompok tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan kualitas manusia.

Klaim gizi dan kesehatan yang menekankan pada zat gizi tertentu mengarahkan konsumen kepada kelebihan yang dimiliki pangan tersebut, namun hal tersebut juga dapat membuat konsumen kurang memperhatikan kandungan zat gizi lain termasuk yang ada kaitannya dengan penyakit seperti penyakit tidak menular yaitu lemak, gula atau garam. Menurut Peraturan Pemerintah tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, keterangan pada label pangan harus benar dan tidak menyesatkan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (1). Suatu label pangan yang tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan, maka keterangan tersebut merupakan keterangan yang tidak benar.

Pencantuman klaim gizi dan kesehatan selain berpengaruh terhadap kesehatan dan perkembangan kualitas konsumen, juga berpengaruh terhadap perdagangan pangan. Bagi produsen, klaim kesehatan merupakan suatu cara pemasaran (Hawkes 2004). Hal ini menggambarkan bahwa klaim kesehatan pada label dan iklan pangan merupakan suatu peluang untuk menyampaikan keunggulan produk dan untuk meningkatkan daya saing produk tersebut. Salah

satu gambaran tentang penggunaan klaim gizi dan kesehatan pada label pangan dapat diketahui dari survei yang dilakukan di Amerika. Menurut survei yang dilakukan oleh U.S Food and Drug Administration pada tahun 2000-2001 terhadap pangan olahan yang dikemas, diketahui bahwa klaim kesehatan tercantum pada 4,4% kemasan, klaim fungsi (structure-function claim) tercantum pada 6,2% kemasan dan klaim kandungan zat gizi tercantum pada 49,7% kemasan (LeGault et al. 2004).

Pemerintah memandang perlu mengatur dan mengendalikan pencantuman klaim tentang manfaat pangan bagi kesehatan pada label dan iklan pangan, agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat benar dan tidak menyesatkan serta demi terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab, mengingat label dan iklan pangan juga merupakan sarana dalam kegiatan perdagangan. Peraturan mengenai tata cara dan persyaratan pencantuman tentang manfaat pangan bagi kesehatan merupakan salah satu alat Pemerintah yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan klaim gizi dan kesehatan. Persyaratan tersebut adalah apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain melalui uji laboratorium atau uji klinis.

Hasil pengawasan iklan pangan di Indonesia yang dilaksanakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan selama beberapa tahun terakhir, menemukan sejumlah pelanggaran. Menurut data pengawasan tahun 2003, jumlah iklan pangan yang tidak memenuhi syarat sebesar 30% dan hasil pengawasan pada tahun-tahun berikutnya sampai dengan pertengahan 2007 (Januari–Mei) menunjukkan bahwa hampir separuh iklan pangan tidak memenuhi syarat seperti terlihat pada Tabel 1. Iklan yang tidak memenuhi syarat tersebut terkait dengan adanya pernyataan sebagai obat, pernyataan yang berlebihan dan menyesatkan.

Tabel 1 Hasil monitoring iklan pangan Tahun Jumlah sampel

iklan diawasi Memenuhi Syarat (%) Tidak Memenuhi Syarat (%) 1 2003 1050 70 30 2 2004 1145 66 34 3 2005 1628 55 45 4 2006 2210 57 43 5 2007 336 54 46

Mengamati perkembangan pencantuman keterangan tentang manfaat kesehatan pada label dan iklan pangan terutama pada pangan yang diperuntukkan bagi bayi, anak balita serta ibu hamil dan menyusui, tugas akhir ini dimaksudkan untuk mempelajari klaim gizi dan kesehatan pada produk pangan tersebut yang meliputi susu formula bayi, susu formula lanjutan, makanan pendamping air susu ibu, susu untuk anak balita serta susu untuk ibu hamil dan/atau menyusui. Penyusunan tugas akhir ini juga didukung dengan pandangan responden terhadap klaim gizi dan kesehatan yang beredar sehingga diharapkan data tugas akhir ini dapat mendorong upaya penyusunan ketentuan klaim gizi dan kesehatan di Indonesia.

Tujuan

Tugas akhir ini dimaksudkan untuk mengevaluasi klaim yang beredar sehingga diketahui 1) jenis klaim gizi dan kesehatan yang umum terdapat pada label dan iklan pangan untuk bayi, anak balita serta ibu hamil dan/atau ibu menyusui, 2) zat gizi dan non gizi yang paling banyak dicantumkan dalam label dan iklan pangan tersebut, 3) kesesuaian klaim gizi dan kesehatan yang dijumpai terhadap ketentuan yang berlaku serta 4) pendapat responden tentang klaim gizi dan kesehatan yang beredar.

Diharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat sebagai bahan rekomendasi bagi instansi terkait untuk menyusun ketentuan tentang klaim gizi dan kesehatan di Indonesia dalam rangka perlindungan kesehatan konsumen dan menunjang perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab.

Klaim gizi dan kesehatan yang tercantum pada label maupun iklan pangan memberikan gambaran tentang keberadaan dan manfaat suatu zat yang terdapat dalam pangan. Pernyataan tentang keberadaan dan manfaat zat tersebut sangat terkait dengan jumlah zat yang terkandung dan bahkan dalam beberapa keadaan juga terkait dengan kualitas zat tersebut. Pada uraian definisi klaim gizi dan klaim kesehatan yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission, istilah yang digunakan untuk zat dalam pangan pada klaim gizi adalah zat gizi (nutrient) dan unsur pokok (constituent) pangan pada klaim kesehatan (CAC 2004). Tidak dijelaskan lebih lanjut apakah unsur pokok pangan tersebut termasuk zat gizi.

Sementara dalam definisi zat gizi yang juga dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission dikenal istilah substansi (substance). Zat gizi adalah setiap substansi yang biasanya dikonsumsi sebagai suatu unsur pokok (constituent) dari pangan yang 1) menghasilkan energi atau 2) dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan kehidupan atau 3) yang jika mengalami kekurangan substansi tersebut akan menyebabkan timbulnya perubahan karakteristik biokimia atau fisiologis (CAC 1993). Memperhatikan definisi zat gizi tersebut, maka seluruh zat atau substansi dalam pangan kemungkinan dapat disebutkan sebagai zat gizi.

Istilah lain yang dikenal terutama terkait dengan pangan fungsional adalah komponen fungsional (BPOM 2005) atau ingredien (Goldberg 1994) atau komponen lain, dan bio komponen. Komponen atau ingredien tersebut antara lain serat pangan, oligosakarida, gula alkohol, bakteri asam laktat. Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan pengkajian ini maka seluruh zat gizi, unsur pangan, komponen atau ingredien, komponen lain, dan bio komponen dari sampel klaim gizi dan kesehatan yang ditemukan disebut sebagai zat gizi dan non gizi.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, jumlah dan jenis zat gizi yang diketahui berperan terhadap kebutuhan dan kesehatan manusia terus meningkat. Hal ini juga tercermin dalam peraturan pemerintah tentang Angka

Kecukupan Gizi. Angka Kecukupan Gizi yang umum dikenal dengan sebutan AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (DEPKES 2002). Secara reguler Angka Kecukupan Gizi dikaji dan direvisi oleh para pakar terkait dalam pertemuan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (Almatsier 2003) dan selanjutnya ditetapkan sebagai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Hasil pengkajian setiap empat tahun dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi menunjukkan jenis zat gizi yang diatur semakin banyak (Lampiran 2). Sampai dengan tahun 1991 jumlah zat gizi yang diatur sebagai Angka Kecukupan Gizi Rata-rata Yang Dianjurkan sebanyak 11 (sebelas) zat gizi meliputi tujuh vitamin dan empat mineral (Ditjen POM 1998). Pada tahun 1994 jumlah zat gizi yang ditetapkan dalam Daftar Angka Kecukupan Gizi sebanyak 15 (limabelas) zat gizi, meliputi protein, tujuh vitamin dan tujuh mineral (DEPKES 1994). Sementara pada tahun 2002 sebanyak 18 zat gizi meliputi protein, 11 (sebelas) vitamin dan enam mineral (DEPKES 2002). Angka Kecukupan Gizi yang berlaku hingga saat ini adalah yang ditetapkan pada tahun 2005 meliputi 21 (duapuluh satu) zat gizi yang terdiri dari protein, 11 (sebelas) vitamin yaitu vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, piridoksin, vitamin B12, vitamin C dan sembilan mineral yaitu kalsium, fosfor, magnesium, besi, iodium, seng, selenium, mangan dan fluor (DEPKES 2005).

Meskipun demikian, jumlah zat gizi yang diatur dalam Angka Kecukupan Gizi tersebut jauh lebih kecil dibanding dengan jumlah zat gizi yang telah dikenal. Sebanyak empat puluh sembilan zat gizi esensial telah diketahui saat ini namun kurangnya pengetahuan terutama yang berkenaan dengan kebutuhan zat gizi pada manusia menyebabkan Angka Kecukupan Gizi belum dapat ditetapkan untuk semua zat gizi yang telah diketahui (Almatsier 2003). Uraian selengkapnya tentang zat gizi ensensial seperti dicantumkan pada Lampiran 3.

Klaim Gizi dan Kesehatan

Klaim gizi atau klaim kesehatan banyak dijumpai pada berbagai label dan iklan pangan. Perkembangan pengetahuan tentang zat gizi dan non gizi serta

peranannya dalam kesehatan manusia merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan klaim gizi dan kesehatan. Klaim adalah setiap pesan atau representasi, termasuk dalam bentuk gambar, grafik atau simbol yang menyatakan, memberi kesan atau secara tidak langsung menyatakan bahwa suatu pangan memiliki karakteristik tertentu (Anonim 2007). Sejalan dengan peningkatan perhatian konsumen terhadap pedoman makan yang sehat, banyak industri pangan yang menyoroti produk pangan yang rendah lemak atau yang mencantumkan klaim manfaat kesehatan (http://www.which.co.ok/files/ application/pdf/0501healthclaims_br-445-55332.pgf. [29 Oktober 2007]).

Terkait dengan klaim pada label dan iklan pangan, di Indonesia dikenal istilah klaim kandungan zat gizi (termasuk klaim perbandingan zat gizi), klaim fungsi zat gizi, dan klaim manfaat terhadap kesehatan sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Teknis Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional [BPOMRI 2005]. Pada saat tugas akhir ini dilaksanakan, peraturan tersebut dalam tahap peninjauan untuk direvisi sesuai dengan ketentuan Codex Alimentarius Commission.

Pengelompokan dan penamaan klaim gizi dan klaim kesehatan di beberapa negara tidak selalu sama, namun pada tingkat internasional kesepakatan klaim gizi dan kesehatan yang dituangkan dalam standar atau pedoman Codex Alimentarius Commission (CAC) digunakan sebagai acuan. Dokumen CAC yang memuat uraian tentang klaim antara lain General Guidelines on Claims (CAC/GL 1-1979. Rev.1-1991), General Standard for the Labeling of and Claims for Prepackaged Foods for Special Dietary Uses (CodexStan 146-1985), Guidelines on Nutrition Labeling (CAC/GL 2-1985. Rev.1-1993) dan Guidelines for Use of Nutrition and Health Claims (CAC/GL 23-1997. Rev.1-2004). Dokumen tersebut secara regular dikaji ulang setiap tahun dalam sidang-sidang terkait.

Pada prinsipnya semua negara mengatur beberapa hal yang sama tentang klaim antara lain tidak boleh menyesatkan konsumen dan tidak memuat klaim yang dikaitkan dengan peranan sebagai obat; pengobatan (treatment), pencegahan (preventive) atau penyembuhan (cure) penyakit. Pengertian menyesatkan, sering kali mengundang diskusi panjang terutama antara produsen dan instansi pemerintah terkait. Saat ini tidak tersedia peraturan atau pedoman yang memuat

secara rinci dan lengkap perihal ruang lingkup dan contoh-contoh klaim yang termasuk dalam kategori menyesatkan.

Terkait dengan peranan sebagai obat, di Canada secara jelas ditetapkan bahwa suatu produk digolongkan sebagai obat jika dimaksudkan untuk 1) mendiagnosa, mengobati, meringankan (mitigation) atau mencegah suatu penyakit, disorder, kelainan fisik atau simptomnya dan 2) memulihkan (restoring), memperbaiki (correcting) atau memodifikasi fungsi organ tubuh dan dihubungkan dengan penyakit yang termasuk dalam daftar penyakit yang ditetapkan dalam undang-undang pangan dan obat (schedule A), antara lain diabetes, ketidakteraturan waktu datang bulan (disorder of menstrual flow), hipertensi, dan obesitas (CFIA 2004).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pencantuman pernyataan yang menyesatkan masih mungkin terjadi pada pangan yang benar telah ditambah, diperkaya atau difortifikasi dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lain. Hal tersebut terjadi jika karena pola pengkonsumsian pangan yang bersangkutan, maka penambahan, pengkayaan atau fortifikasi tidak memberi manfaat apapun bagi konsumen kecuali manfaat komersial yang diperoleh produsen.

Menurut penelitian Consumer’s Association di Inggris konsumen menilai klaim pada produk pangan sebagai suatu cara mudah dan cepat untuk mengidentifikasi produk pangan yang lebih sehat (http://www.which.co.uk/ files/application/pdf/0501health claims_br-44555332.pdf. [29 Oktober 2007]). Oleh karena itu pencantuman klaim perlu mendapat perhatian agar tidak menyesatkan konsumen. Hasil pengamatan Consumer’s Association Inggris terhadap produk pangan yang ditujukan kepada anak-anak menemukan bahwa banyak produk mengandung tambahan gula, garam dan lemak jenuh yang tinggi jika dibandingkan dengan pedoman tentang garam, lemak dan gula yang ditetapkan oleh Food Standardization Agency Inggris (http://www.which.co. uk/files/application/pdf/0311labelschildren_br-44555337.pdf. [29 Oktober 2007]). Pedoman tentang garam, lemak dan gula tersebut seperti tercantum pada Lampiran 4.

Codex Alimentarius Commission (CAC 2004), mengelompokan klaim gizi dan kesehatan sebagaimana tercantum dalam gambar 1 berikut.

Gambar 1 Pengelompokan klaim.

Klaim Gizi

Menurut Pedoman Codex klaim gizi adalah adalah setiap representasi yang menyatakan, memberi kesan atau secara tidak langsung menyatakan bahwa suatu pangan mempunyai sifat (properties) tertentu yang tidak terbatas pada nilai energi, kandungan protein, lemak dan karbohidrat serta vitamin dan mineral (CAC 2004). Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1, dalam Pedoman Codex tersebut diuraikan bahwa klaim gizi terdiri dari klaim kandungan zat gizi (nutrient content claim) dan klaim perbandingan (comparative claim). Klaim kandungan zat gizi menguraikan tentang level suatu zat gizi yang terkandung dalam suatu pangan dan klaim perbandingan adalah suatu klaim yang membandingkan level zat gizi dan/atau energi pada dua atau lebih pangan. Bentuk pernyataan yang dikaitkan dengan klaim kandungan gizi antara lain “sumber”, “tinggi”, “rendah” dan untuk klaim perbandingan zat gizi antara lain “dikurangi”, “lebih dari” (CAC 2004). Penggunaan klaim gizi tersebut harus memenuhi persyaratan spesifik untuk masing-masing zat gizi (Lampiran 5).

Di Malaysia uraian dan persyaratan tentang klaim kandungan zat gizi tersebut sama seperti yang diuraikan pada Codex (MOH 2006). Sementara Eropa menetapkan klaim kandungan zat gizi yang lebih rinci dari Codex, dengan menambahkan beberapa persyaratan khsusus (Lampiran 6). Indonesia mengatur klaim kandungan zat gizi dalam dua kelompok berdasarkan pada level zat gizi didalam pangan yang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG); yaitu 10–19% AKG dan kelompok lainnya sama dengan atau lebih dari 20% AKG

Klaim Gizi

Klaim Kesehatan Klaim Fungsi Zat Gizi Klaim Perbandingan Zat Gizi

Klaim Fungsi Lain

Klaim Kandungan Zat Gizi

(BPOMRI 2005). Dibandingkan dengan ketentuan Codex, persyaratan yang diberlakukan di Indonesia lebih sederhana dan bersifat umum. Uraian tentang pengelompokan klaim kandungan gizi di Indonesia dan bentuk pernyataan klaim gizi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7.

Klaim kandungan zat gizi di Indonesia berlaku untuk 38 jenis zat gizi dan non gizi; yaitu vitamin A, karotenoid, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B12, asam folat, vitamin C, vitamin D, vitamin E, kalium, kalsium, zat besi, seng, tembaga, iodium, magnesium, mangan, selenium, kromium, boron, vanadium, gula alkohol, asam lemak tidak jenuh, whey protein, laktoferin, protein kedelai, lisin, serat pangan, prebiotik, probiotik, kolin, isoflavon, fitosterol dan fitostanol dan polifenol. Khusus untuk natrium, pernyataan dan persyaratan kandungannya dikaitkan dengan pengurangan penggunaan natrium. Bentuk pernyataan klaim gizi untuk natrium adalah: “Bebas”, “Sangat rendah”, “Rendah”, “Kurang”, “Sedikit mengandung” dan “Tidak digarami”. (BPOM RI 2005).

Klaim Kesehatan

Klaim kesehatan adalah setiap representasi yang menyatakan, memberi kesan atau secara tidak langsung menyatakan terdapat hubungan antara suatu pangan atau unsur pokok dari pangan tersebut dengan kesehatan (CAC 2004). Klaim kesehatan meliputi: 1) klaim fungsi zat gizi (nutrient function claims) yang menguraikan peranan fisiologis zat gizi dalam pertumbuhan, perkembangan dan fungsi normal tubuh, 2) klaim fungsi lain (other function claims) yang berkenaan dengan efek menguntungkan spesifik dari mengkonsumsi pangan atau unsur pokok pangan tersebut dalam konteks total diet terhadap fungsi normal atau aktivitas biologis tubuh yang dihubungkan dengan kontribusi terhadap kesehatan

Dokumen terkait