• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yunus Subagyo Swarinoto. Lahir di Kota Blitar, Jawa Timur, pada tanggal 24

Oktober 1957 dari pasangan Ayah Nicolaas Swarinoto (Almarhum) dan Ibu Soeminem. Setelah tamat dari Sekolah Menegah Atas Negeri di Blitar tahun 1976, melanjutkan studi di Jakarta. Lulus Pendidikan Pengamat (Observer) Meteorologi dari Pusat Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan Geofisika Jakarta pada tahun 1977. Lulus Sarjana Muda Ilmu Publisistik dari Sekolah Tinggi Publisistik (sekarang Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, IISIP) Jakarta pada tahun 1984. Lulus Pendidikan Prakirawan (Forecaster) Meteorologi dari Akademi Meteorologi dan Geofisika Jakarta pada tahun 1986. Lulus Sarjana (S1) dari Universitas Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika dengan Bidang Studi Fisika Atmosfer dan Meteorologi pada tahun 1996. Lulus Magister (S2) Ilmu Geografi Fisik dari Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Depok pada tahun 2006. Sejak tahun 2009, penulis menempuh pendidikan program doktor (S3) dengan mayor Klimatologi Terapan di Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 1978 bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pusat Meteorologi dan Geofisika (PMG) Jakarta pada Sub Bidang Riset Klimatologi. Tahun 2002 diangkat menjadi Koordinator Sub Bidang Analisa Klimatologi dan Kualitas Udara di Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta. Kemudian pada tahun 2004 ditunjuk sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pusat Penelitian dan Pengembangan BMG Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2006 dilantik menjadi Kepala Bidang Managemen Data Klimatologi dan Kualitas Udara di Pusat Sistem Data dan Informasi (SISDATIN) Klimatologi dan Kualitas Udara BMG Jakarta. Pada November 2008 ditetapkan menjadi Kepala Bidang Manajemen Data Meteorologi di Pusat SISDATIN Meteorologi BMG Jakarta. Lalu pada tanggal 1 Mei 2009 diangkat menjadi Kepala Bidang Manajemen Database di Pusat Database Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jakarta. Pada tanggal 8 November 2010 ditunjuk sebagai Kepala Pusat Meteorologi Publik di Kedeputian Bidang Meteorologi BMKG. Mulai 4 Januari 2012, ditetapkan sebagai Kepala Pusat Database di Kedeputian Bidang Instrumentasi Kalibrasi Rekayasa dan Jaringan Komunikasi BMKG. Sejak tanggal 25 Februari 2014 mendapatkan tugas baru menjadi Deputi DG Bidang Meteorologi BMKG. Ikut serta dalam Riset Unggulan Terpadu (RUT) V pada tahun 1998 bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kemudian berpartisipasi dalam RUT VIII pada tahun 2000 bekerjasama dengan Kementrian Riset dan Teknologi (KMRT). Berpartisipasi dalam Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) pada tahun 2001 bekerjasama dengan BPPT. Sejak November 2004 masuk ke dalam jenjang fungsional peneliti. Kini penulis bertindak sebagai Peneliti Madya (IV-C) dalam Bidang Klimatologi. Pengetahuan tambahan dalam bidang klimatologi didapat dari dinas luar negeri untuk seminar/ simposium/ training/ workshop/ kunjungan di beberapa negara antara lain: Amerika Serikat (New York: 2001, 2002, 2005; Alabama: 2011),

Australia (Melbourne: 2006, 2012, 2013; Perth: 2009; Sydney: 2012), Belanda (Utrech: 2008, 2010, 2013), Brunei Darussalam (Bandar Seri Begawan: 2011, 2013, 2014), China (Shanghai: 2005, Beijing: 2010, Nanjing: 2011), Filipina (Quezon City: 1991, 1997, 2013; Ilo-Ilo: 2006), India (New Delhi: 2005, 2011), Inggris (Exeter: 2014, London: 2014), Jepang (Tokyo: 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2004, 2005; Tsukuba: 2003), Jerman (Neuss: 2010, Frankfurt: 2012, Hamburg: 2012), Korea Selatan (Seoul: 2006), Malaysia (Kualalumpur: 2010, 2012), Perancis (Paris: 2006, 2013; Toulouse: 2013), Peru (Lima: 2008), Singapura (Singapura: 2005, 2009, 2014), Thailand (Bangkok: 2004, 2005, 2006, 2011), dan Taiwan (Taipei: 2002). Saat ini masih aktif bekerja di Kantor Pusat BMKG Jakarta untuk operasional Kedeputian Bidang Meteorologi BMKG. Sementara itu dalam bidang penelitian menggeluti masalah-masalah yang berkaitan dengan bidang meteorologi, klimatologi, dan kualitas udara. Selain itu juga berprofesi sebagai dosen luar biasa pada Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STTMKG), sebelumnya sebagai Akademi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (AMKG), di Pondokbetung, Cileduk, Tangerang, Banten pada mata kuliah Pengantar Klimatologi dan Kualitas Udara, Observasi Klimatologi dan Kualitas Udara, Meteorologi Tropis, Analisa Numerik, Klimatologi Terapan, Pengolahan Data Klimatologi dan Kualitas Udara, dan Hidrologi serta melakukan bimbingan pada mahasiswa AMKG yang sedang melaksanakan tugas seminar dan tugas akhir. Kini aktif melakukan kegiatan penelitian dengan bekerjasama dengan instansi lain dari dalam negeri (Kemenkes, Kemendiknas, BPPT, Kemenristek, DRN, dll.) dan luar negeri (IRI-USA, KNMI- Netherlands, DWD-Jerman, MF-Perancis, dll.). Terkait dengan penelitian disertasi ini, maka telah diterbitkan (published) naskah pertama dengan judul Model Sistem Prediksi Ensemble Total hujan Bulanan Dengan Nilai Pembobot: Kasus Wilayah Kabupaten Indramayu, dalam Jurnal Meteorologi dan Geofisika ISSN 1411-3082 dengan akreditasi LIPI No. 403/AU/P2MI-KIPI/O4/2012 pada edisi Volume 13 Nomor 3 Edisi Bulan Oktober Tahun 2012 halaman 189-200. Naskah kedua dengan judul Pengaruh Time Lag SML Sebagai Prediktor Dalam Model Sistem Prediksi Ensemble Pembobot Prakiraan Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu, dalam Jurnal Meteorologi dan Geofisika ISSN 1411-3082 dengan akreditasi LIPI No. 403/AU/P2MI-KIPI/O4/2012 pada edisi Volume 14 Nomor 1 Edisi Bulan Oktober Tahun 2012 halaman 33-43. Untuk penerbitan internasional telah pula dikirimkan naskah dengan judul "Weighted ensemble prediction system model for monthly rainfall in Indramayu District, West Java, Indonesia" kepada Journal of Theoritical and Applied Climatology dalam status diterima (acceptanced) untuk direview tahap II oleh pakar terkait.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bentuk presipitasi (precipitation) yang paling umum terbentuk di permukaan bumi adalah hujan dan salju (Spiridonov dan Curic 2010). Untuk wilayah tropis, bentuk presipitasi umumnya adalah hujan. Hujan merupakan contoh endapan yang berbentuk tetes air yang jatuh dan mencapai permukaan bumi (Barry dan Chorley 1998; Tjasyono dan Harijono 2006). Jenis endapan lain berbentuk tetes air yang langsung menguap ke dalam atmosfer dan tidak sampai di permukaan bumi disebut sebagai virga. Hal ini disebabkan antara lain karena diameter ukuran butiran tetes air dimaksud tidak cukup besar, yakni berukuran kurang dari 200 mikron (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007).

Hujan sebagai salah satu unsur iklim memiliki peranan yang sangat penting di wilayah tropis seperti wilayah Indonesia (Nieuwolt 1978). Di mana pada wilayah tropis relatif lebih banyak ditemui pemukiman penduduk yang lebih padat dibandingkan dengan wilayah sub tropis ataupun wilayah polar (McGregor dan Nieuwolt 1998). Penduduk beserta lingkungannya sangat memerlukan keberadaan dan ketersediaan air untuk dapat melangsungkan kehidupannya secara berkesinambungan.

Indonesia dipandang sebagai wilayah benua-maritim (Ramage 1971) dengan kondisi wilayah dikelilingi oleh permukaan air yang lebih banyak dibandingkan dengan permukaan daratan. Sekitar 70% dari wilayah ini merupakan permukaan air. Bagian daratan wilayah Indonesia memiliki topografi yang kompleks berupa pegunungan dan lembah (Qian 2008). Wilayah Indonesia yang berada di sekitar khatulistiwa juga memiliki variabilitas hujan yang tinggi (Swarinoto et al. 2008; Gunawan dan Gravenhorst 2005; Gunawan 2006). Unsur iklim terutama curah hujan sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor (Swarinoto dan Basuki 2004) seperti pertanian, kehutanan, perkebunan, pengairan, kelautan, infrastruktur, dan lain sebagainya.

Terdapat beberapa lokasi di Indonesia yang sangat rentan terhadap kondisi hujan (BMG 2003; Swarinoto 2006). Kondisi hujan di atas normal bisa mengakibatkan banjir maupun tanah longsor. Sebaliknya kondisi hujan di bawah normal bisa mengakibatkan kekeringan. Lebih jauh kekeringan hebat berkepanjangan memiliki kaitan erat dengan kebakaran hutan dan lahan yang berdampak kepada polusi udara. Untuk itu manajemen air menjadi amat penting dilakukan pada lokasi tertentu (BMG 2003), apalagi jika lokasi tersebut tidak memiliki atau minim sarana irigasi teknis, sehingga lokasi tersebut hanya bergantung terutama pada curah hujan alami. Adapun parameter yang amat penting dari unsur hujan ini antara lain adalah intensitas hujan, total hujan, dan hari hujan atau keseringan terjadi hujan (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007).

Berkaitan erat dengan masalah manajemen air ini, maka prediksi hujan menjadi informasi yang penting pada aktifitas berbagai sektor (Swarinoto 2006). Utamanya diperlukan untuk keperluan operasional guna perencanaan ke depan dari berbagai macam sektor. Prediksi hujan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi keberadaan air yang diperlukan ataupun tidak diperlukan oleh banyak sektor. Sebagai contoh, dalam sektor pertanian, prakiraan

awal musim hujan berkaitan dengan awal tanam, pola tanam, dan bahkan jenis tanaman. Dalam sektor pengairan, prakiraan hujan berkaitan dengan pengaturan pengeluaran air dari suatu waduk, prediksi banjir harian, dan lain-lain.

Prakiraan hujan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Baik dengan cara statistik maupun cara dinamik (Swarinoto 2001). Bahkan telah dikembangkan pula prediksi hujan dengan cara gabungan. Di mana prediksi hujan secara statistik dan dinamik dilakukan sekaligus. Prediksi hujan dengan cara statistik mengandalkan pengolahan data statistik berdasarkan data series cukup panjang yang tersedia (Robertson et al. 2009). Sementara itu prediksi hujan dengan cara dinamik mengandalkan perkembangan antara lain kondisi dinamika atmosfer, dinamika suhu permukaan laut, dinamika posisi matahari, dan lain-lain yang sudah maupun sedang berlangsung.

Dalam penelitian disertasi ini digunakan pemodelan sistem prediksi total hujan bulanan di wilayah yang relatif sempit dalam skala wilayah kabupaten dengan cara statistik yang lazim disebut sebagai”sistem prediksi statis/ empiris". Berbagai teknik atau metode secara empiris dapat digabungkan menjadi satu keluaran dari hasil penggabungan berbagai metode tersebut yang dikenal dengan nama Sistem Prediksi Gabungan (SPG) atau Ensemble Prediction System (EPS). Model SPG (Park 2006) memiliki pengertian sebagai suatu model yang terdiri atas kumpulan dari dua atau lebih model sistem prediksi tunggal yang diverifikasi (Jolliffe dan Stephenson 2010) dalam waktu yang bersamaan.

Terkait dengan model SPG ini dapat diketengahkan hal-hal sebagai berikut:

a. Model SPG untuk pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 (Froude 2011) oleh European Center for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) di Eropa dan National Centers for Environmental Prediction (NCEP) di Amerika Serikat. Kini model SPG ini telah banyak diadopsi oleh banyak pusat operasional cuaca/ iklim di seluruh dunia.

b. Model SPG dibentuk dengan mengkombinasikan model Sistem Prediksi Tunggal (SPT) (Park 2006). Luaran model SPG bersifat lebih konsisten dan lebih dapat dipercaya keandalannya dalam sistem prediksi (Hagedorn, et al. 2005).

c. Model SPG ini sudah sering digunakan dalam bidang iklim dan sains atmosfer (Viney et al. 2005), dimana hasil luaran model ini secara operasional memiliki kualitas yang baik. Model SPG ini dikonstruksi dengan berbagai cara yang unik. Di antaranya disiapkan dengan penggunaan model-model yang berlainan, penggunaan berbagai macam resolusi, penggunaan bermacam- macam syarat awal (initial condition) perturbasi, penggunaan berbagai macam model perturbasi, dan bahkan terdiri atas beberapa ensemble members.

d. Tujuan utama dari penggunaan model SPG ini adalah untuk mengatasi kelemahan akurasi dari luaran model SPT (Wilks 1995). Kebanyakan studi tentang akurasi model SPG dalam prakiraan cuaca/iklim menunjukkan bahwa luaran model SPG ini mampu menghasilkan performa yang lebih baik daripada luaran model SPT pembentuknya (Viney et al. 2005).

e. Keluaran dari model SPG dapat menghasilkan prediksi yang bersifat probabilistik, sedangkan model SPT menghasilkan keluaran model yang bersifat deterministik (Demeritt et al. 20007).

Terdapat 3 (tiga) cara yang dapat digunakan untuk melakukan konstruksi dari model SPG (Viney et al. 2005) ini, yakni:

a. Menggunakan nilai rerata kasar (raw mean) atau lebih lazim disebut sebagai ensemble mean;

b. Mengadopsi nilai median harian dari semua ensemble members;

c. Menggunakan multi variabel linear regresi dalam periode kalibrasi dan mengaplikasikan selama masa validasi.

Model SPG dengan nilai Pembobot (SPGP) untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten dalam penelitian ini disiapkan dengan cara memanfaatkan beberapa luaran dari model SPT yang telah tersedia (Yun et al. 2003). Ada 4 (empat) model SPT yang akan digunakan dalam penelitian ini, yakni: SPT Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS), SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, dan SPT Autoregresive Integrated Moving Average (ARIMA). Sementara itu Wavelet digunakan untuk melakukan analisis kekuatan variasi terlokalisasi dalam data deret waktu. Dengan melakukan dekomposisi deret waktu ke dalam time-frequency space maka dapat ditentukan modus dominan variabilitas dan bagaimana modus tersebut bervariasi terhadap waktu (Torrence dan Compo 1998).

Keempat model SPT tersebut telah tersedia untuk keperluan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jakarta. Keempat model SPT dimaksud juga belum dioperasionalkan di lapangan untuk melakukan prediksi iklim secara nasional oleh BMKG.

Setiap model SPT memiliki tingkat keandalan yang berbeda, maka untuk dapat memperhitungkan tingkat keandalan masing-masing model SPT ke dalam model SPGP digunakan nilai koefisien korelasi Pearson (r) dalam periode tertentu sebagai nilai pembobot. Nilai r (Conrad dan Pollak 1950; Usman dan Akbar 2000; Nazir 2003) ini didapat dari setiap luaran model SPT. Luaran dari model SPT ini lebih lanjut dibandingkan dengan data observasi lapangnya. Hasil nilai r yang diperoleh digunakan untuk menentukan besarnya nilai pembobot. Kemudian nilai pembobot yang diperoleh digunakan untuk membentuk persamaan regresi linear berganda dalam menyiapkan model SPGP.

Beberapa hasil penelitian tentang model SPG yang telah dipublikasikan secara internasional dan mendasari pelaksanaan penelitian disertasi ini disajikan dalam Tabel 1.1 Berdasarkan pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian ini adalah berbasis pada data hasil observasi yang memiliki resolusi tinggi (skala lokal), domain daerah penelitian relatif sempit yakni wilayah kabupaten, dan metode pembobotan yang digunakan berbasis pada nilai r yang diperoleh selama periode tertentu.

Tabel 1.1 Hasil penelitian tentang model SPG yang telah dipublikasikan secara internasional

Referensi Data Digunakan Hasil Prediksi Yun et al. 2005 DEMETER (CERFAC, Curah hujan bulanan Tellus, 57A, 280- CNRM, ECMWF, global

289 INGV, LODYC, MPI,

UKMO)

Hagedorn et al. 2005 DEMETER Suhu udara permuka-

Tellus, 57A, 219-233 an dan tekanan udara

permukaan laut global Qian et al. 2010 ECHAM4.5 Curah hujan bulanan Mon. Wea. Rev. 138, TRMM dan kecepatan angin

2780-2802 850 hPa di SriLanka

Berner et al. 2011 NCEP, GEFS, GFS Suhu udara dan kece-

Mon. Wea. Rev. 139, patan angin harian di

1972-1995 Amerika Serikat

Yun et al. 2003 AMIP, ECMWF Suhu udara 850 hPa

J. of Climatol., 16, dan curah hujan bu-

3834-3840 lanan di India hingga

Papua New Guinea Froude, 2011 EPS (BoM, CMA, CMC, Siklon Ekstratropis Wea. and For., 26, ECMWF, JMA, KMA, Belahan Bumi Selat- 388-398 NCEP, UKMO, CPTEC) an (error, posisi,

intensitas, kecepatan) Demeritt et al., 2007 EFAS, JRC, ECMWF Early Warning Sys-

Environ. Hazard, 7, tem untuk prediksi

115-127 banjir dan curah hujan

Taylor et al., 2002 NCEP, ECMWF Prediksi unsur cuaca

IEEE Trans. on Power 1-10 hari ke depan

System, 17, 626-632 berbasis data global

Mallet, 2010, Data asimilasi antara Prediksi unsur Ozon Amer. Geophys. Union, model dan observasi di daratan Eropa

1-10 Eropa

Frederiksen et al., 2004 CSIRO-BMRC GCM, Ketinggian geopoten- Tellus, 56A, 485-500 CCAM sial 500 hPa di Belah-

Perumusan Masalah

Model SPG lazim diterapkan pada data grid yang berbasis skala global (model global) hingga regional (model regional) dengan resolusi spasial rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa luaran model global sering tidak mampu menunjukkan kompleksitas proses atmosfer dalam skala meso hingga lokal (Qian 2008). Akibatnya hasil prediksi menjadi tidak sesuai dengan kondisi lapang. Untuk itu penyiapan model SPGP yang berbasis pada data observasi stasiun dalam skala meso hingga lokal dengan resolusi spasial tinggi menjadi suatu tantangan yang sangat perlu dilakukan.

Model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten di Indonesia belum pernah dilakukan untuk memenuhi keperluan operasional oleh BMKG (BMG 2004; BMG 2005; BMG 2006; BMKG 2011). Berbagai model SPG telah banyak dilakukan di beberapa pusat prediksi cuaca/iklim dunia dengan luaran yang dapat memperbaiki luaran model SPT sehingga model SPGP yang dilakukan dalam penelitian ini perlu diaplikasikan untuk wilayah tropis Indonesia dengan basis wilayah kabupaten seperti wilayah Kabupaten Indramayu.

Setiap luaran dari model SPT unsur iklim hujan bulanan akan memiliki tingkat keandalan yang berbeda-beda (Wiryajaya et al. 2009). Hal ini tercermin dari besar-kecilnya nilai r dari masing-masing luaran model SPT terhadap data observasi lapangnya. Hasilnya sangat bervariasi seperti yang diperoleh dalam kajian di beberapa lokasi di wilayah Indonesia (BMKG 2011). Semakin tinggi nilai r semakin dekat kesesuaian pola distribusi hujan antara nilai prediksi dengan nilai observasinya. Untuk itu penggunaan model SPGP untuk memprediksi total hujan bulanan di wilayah kabupaten sangat diperlukan untuk mengatasi variasi tingkat keandalan luaran model SPT. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi keandalan luaran model dalam melakukan prediksi total hujan bulanan di wilayah kabupaten.

Dalam penelitian ini tidak dibedakan antara lokasi-lokasi yang memiliki sarana irigasi teknis maupun tidak atau bahkan lokasi-lokasi dengan sarana irigasi teknis dengan distribusi yang tidak merata. Walaupun lokasi-lokasi di wilayah penelitian memiliki sarana irigasi teknis, namun beberapa di antaranya masih memiliki sawah lahan kering atau sawah tadah hujan yang masih cukup luas.

Kebaruan

Digunakannya data observasi stasiun (bukan merupakan data grid maupun data reanalisis) dalam skala lokal hingga meso dengan kerapatan tinggi merupakan kebaruan pertama dari penelitian ini.

Perancangan dan aplikasi penggunaan model SPGP yang belum pernah diaplikasikan secara operasional dan berbasis data observasi pada wilayah kabupaten merupakan kebaruan kedua dari penelitian ini.

Kemampuan meminimalisasi kelemahan yang dihasilkan oleh luaran model SPT dengan mengaplikasikan model SPGP sehingga mampu mempertahankan konsistensi kesesuaian luarannya dengan kondisi lapang merupakan kebaruan ketiga dari penelitian ini.

Penggunaan wilayah kajian yang lebih sempit berbasis pada wilayah kabupaten (bukan regional maupun global) dengan kondisi iklim tropis (bukan sub tropis maupun polar) untuk aplikasi model SPGP merupakan kebaruan keempat dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk:

(1) merancang, mengkonstruksi, dan mengaplikasikan model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu untuk mengatasi ketidakkonsistenan kemampuan luaran model SPT pembentuknya dalam mengantisipasi kondisi lapang;

(2) mengevaluasi keandalan luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu secara spasial;

(3) mengevaluasi peranan dinamika Suhu Muka Laut (SML) Japan Re-Analysis 25 years (JRA-25) di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu yang dimasukkan ke dalam proses pengolahan data menggunakan teknik PLSR guna memahami peranan time lag data SML JRA-25 terhadap luaran model SPGP; dan

(4) menduga nilai Kandungan Air Tanah (KAT) berbasis luaran model SPGP maupun SPGP-PLSR untuk memprediksi puncak produksi padi dalam beberapa bulan ke depan.

Manfaat Penelitian

Ketersediaan model SPT ANFIS, model SPT Wavelet-ANFIS, model SPT Wavelet-ARIMA, dan model SPT ARIMA yang dimiliki oleh Puslitbang BMKG belum digunakan secara operasional. Model SPGP ini digunakan untuk memperbaiki kelemahan dari luaran keempat model SPT pembentuknya (Wilks 1995; Yun et al. 2003). Kegunaannya adalah agar luaran model SPGP menjadi lebih bermanfaat untuk keperluan operasional ketimbang masing-masing luaran model SPT pembentuknya karena SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet ARIMA, dan SPT ARIMA memiliki akurasi yang tidak konsisten dilihat dari hasil aplikasikan di beberapa tempat yang berbeda di wilayah Indonesia antara lain: di Balikpapan (Sonjaya et al. 2009), di Bali (Wiryajaya et al. 2009), dan di beberapa lokasi yang telah dikaji oleh Pusat Penelitian Pengembangan BMKG terkini (BMKG 2011). Model SPGP untuk total hujan bulanan guna keperluan operasional skala meso-lokal di wilayah Kabupaten Indramayu dapat diperoleh. Setiap luaran model SPT pembentuk model SPGP diperhitungkan tingkat keandalannya dengan nilai r masing-masing yang dimasukkan ke dalam nilai pembobot dari persamaan pembentuk model SPGP.

Hasil pengujian luaran model SPGP di wilayah Kabupaten Indramayu, dimana wilayah kabupaten ini mudah mengalami kondisi ekstrim terkait ketersediaan air sehingga pemahaman akan kualitas luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu guna memperoleh informasi keandalan secara spasial dapat diperoleh.

Diperoleh pemahaman terhadap peranan data SML JRA-25 dengan time lag 1 dan 2 bulan dalam pengolahan data dengan menggunakan teknik PLSR untuk meningkatkan keandalan luaran model SPGP dalam melakukan prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu.

Memperoleh dugaan nilai KAT di wilayah Kabupaten Inramayu untuk beberapa bulan ke depan berbasis pada luaran model SPGP maupun SPGP-PLSR untuk total hujan bulanan yang telah disiapkan. Dugaan nilai KAT ini dapat digunakan dalam memprediksi puncak produksi padi di wilayah ini. Artinya kemungkinan besar-kecilnya hasil produksi padi dapat diprediksi menggunakan dugaan nilai KAT yang diperoleh mendahului puncak produksi padi dalam beberapa bulan sebelumnya. Untuk itu informasi KAT ini menjadi sangat bermanfaat guna mendukung ketahanan pangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dituangkan dalam bentuk kerangka pemikiran penelitian yang disajikan dalam Gambar 1. Tahap pertama, adalah pembentukan persamaan untuk model SPGP. Model SPT yang telah dimiliki oleh BMKG (SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, dan SPT ARIMA), diaplikasikan terhadap series data total hujan bulanan 1981-1990 untuk prediksi total hujan bulanan periode 1991-2000. Selanjutnya dihitung nilai r dari setiap luaran model SPT berdasarkan pada series data 1991-2000 tersebut. Berbasis pada nilai r, dihitung besarnya masing-masing nilai Pembobot. Caranya adalah dengan menjumlahkan semua nilai r dari model SPT sebagai nilai penyebut dan masing- masing nilai r dari setiap model SPT sebagai nilai pembilang. Ratio antara nilai pembilang dengan nilai penyebut dinamakan sebagai nilai Pembobot. Nilai Pembobot masing-masing model SPT digunakan untuk membentuk persamaan regresi linier berganda sebagai model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu.

Selanjutnya persamaan model SPGP selanjutnya diaplikasikan pada series data total hujan bulanan observasi 1991-2000 untuk memperoleh nilai model SPGP dalam series 2001-2009. Hasil luaran model SPGP ini kemudian diregresikan dengan data SML JRA-25 yang ada di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu dengan time lag 1 (satu) dan 2 (dua) bulan (Swarinoto 2004b; Tresnawati dan Komalasari 2011) menggunakan teknik Partial Least Square Regression (PLSR). Prediksi luaran model SPGP-PLSR ini berkaitan dengan pengaruh (forcing) data SML JRA-25 di sekitar daerah penelitian terhadap kondisi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu sebagai daerah penelitian (Swarinoto 2004b; Estiningtyas 2007; Tresnawati dan Komalasari 2011). Penggunaan teknik PLSR untuk skala wilayah yang lebih sempit memberikan kontribusi kepada perbaikan hasil prediksi curah hujan bulanan tersebut

Dokumen terkait