• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL SISTEM PREDIKSI GABUNGAN DENGAN NILAI

PEMBOBOT UNTUK TOTAL HUJAN BULANAN GUNA

MENDUGA NILAI KANDUNGAN AIR TANAH

PADA PERTANAMAN PADI

YUNUS SUBAGYO SWARINOTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

MODEL SISTEM PREDIKSI GABUNGAN DENGAN NILAI

PEMBOBOT UNTUK TOTAL HUJAN BULANAN GUNA

MENDUGA NILAI KANDUNGAN AIR TANAH

PADA PERTANAMAN PADI

YUNUS SUBAGYO SWARINOTO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Klimatologi Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

(4)

RINGKASAN

YUNUS SUBAGYO SWARINOTO. Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO, EDVIN ALDRIAN, dan AJI HAMIM WIGENA.

Banyak lokasi di wilayah Indonesia yang sangat rentan terhadap kondisi hujan. Kondisi hujan di atas normal dapat mengakibatkan banjir, tanah longsor. Kondisi hujan di bawah normal dapat menyebabkan kekeringan. Kekeringan berkepanjangan bahkan dapat mengakibatkan kebakaran hutan/lahan. Berkaitan dengan kondisi hujan ini, maka manajemen air menjadi penting. Utamanya bagi lokasi-lokasi yang tidak/minim memiliki sarana irigasi teknis. Berkaitan dengan manajemen air ini maka prediksi hujan menjadi amat perlu disiapkan dan dilakukan. Dalam hal ini prediksi hujan dapat digunakan untuk mengantisipasi nilai Kandungan Air Tanah (KAT) khususnya untuk mendukung program ketahanan pangan.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk (1) merancang, mengkonstruksi, dan mengaplikasikan model Sistem Prediksi Gabungan dengan nilai Pembobot (SPGP) untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu guna dapat mengatasi ketidakkonsistenan kemampuan luaran model Sistem Prediksi Tunggal (SPT) di lapangan; (2) mengevaluasi keandalan luaran model SPGP total hujan bulanan untuk wilayah Kabupaten Indramayu secara spasial; (3) mengevaluasi peranan dinamika Suhu Muka Laut (SML) Japan Re-Analysis 25 years (JRA-25) di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu ke dalam proses pengolahan data menggunakan teknik PLSR untuk memahami peranan time lag data SML JRA-25 tersebut terhadap luaran model SPGP; dan (4) menduga nilai Kandungan Air Tanah (KAT) berbasis luaran model SPGP maupun SPGP-PLSR untuk memprediksi besarnya nilai produksi padi dalam beberapa bulan ke depan.

(5)

Prediksi hujan bulanan luaran model SPT di wilayah Kabupaten Indramayu menghasilkan nilai r yang tidak konsisten dengan kisaran r = 0,45 - 0,83 dan rerata r = 0,63 untuk luaran SPT ANFIS; kisaran r = 0,20 - 0,53 dan rerata r = 0,37 untuk luaran SPT Wavelet-ANFIS; kisaran r = 0,50 - 0,95 dan rerata r = 0,68 untuk luaran SPT Wavelet-ARIMA, dan kisaran r = 0,14 - 0,66 dan rerata r = 0,43 untuk luaran SPT ARIMA. Sementara itu luaran model SPGP menghasilkan nilai r dengan kisaran r = 0,58 - 0,94 dengan rerata r = 0,72. Selanjutnya luaran model SPT-PLSR menghasilkan nilai r dengan kisaran r = 0,64 - 0,90 dan rerata r = 0,75. Hasil perhitungan nilai Kesalahan Akar Kuadrat Rerata (Root Mean Square Error, RMSE) luaran model SPGP memiliki kisaran 32-181 mm/bulan dengan rerata RMSE = 108 mm/bulan, sedangkan luaran model SPGP-PLSR menghasilkan kisaran RMSE = 37-142 dengan rerata RMSE = 92 mm/bulan.

Hasil perhitungan nilai KAT(SPGP) menunjukkan nilai r dengan kisaran r = 0,41 - 0,84 dengan rerata r = 0,66. Sementara itu nilai r untuk nilai KAT(SPGP-PLSR) menghasilkan kisaran r = 0,57 - 0,93 dengan rerata r = 0,76. Selanjutnya hasil pengolahan data menunjukkan bahwa secara umum puncak hasil produksi padi di beberapa lokasi di wilayah Kabupaten Indramayu menghasilkan nilai tertinggi saat hasil pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) menunjukkan nilai yang signifikan untuk beberapa bulan mendahului puncak produksi padi tersebut.

Berdasarkan pada hasil-hasil tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan:

(1) Model SPGP telah dirancang, dikonstruksi, dan diaplikasikan untuk melakukan prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu;

(2) Luaran model SPGP memiliki keandalan spasial yang lebih baik daripada luaran model SPT pembentuknya dimana luaran model SPGP ini dapat menghasilkan nilai r yang lebih konsisten (kisaran nilai r lebih kecil, minimal nilai r lebih besar, maksimal nilai r lebih tinggi, rerata nilai r lebih besar) daripada luaran model SPT masing-masing pembentuk model SPGP tersebut.

(3) Selanjutnya luaran model SPGP-PLSR memiliki keandalan yang lebih baik daripada luaran model SPGP dimana luaran model SPGP-PLSR dengan waktu tunda selama 2 bulan di depan untuk data SML JRA-25 sebagai nilai prediktor dapat menghasilkan nilai r dengan kisaran yang lebih baik (minimum nilai r lebih besar, maksimum nilai r relatif sama, rerata nilai r lebih tinggi) daripada luaran model SPGP dengan nilai RMSE yang lebih rendah. Pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) menghasilkan nilai kisaran r yang lebih baik (minimum nilai r lebih tinggi, maksimum nilai r lebih tinggi, rerata nilai r lebih tinggi) daripada hasil pendugaan nilai KAT(SPGP).

(4) Luaran model SPGP-PLSR bermanfaat untuk melakukan pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) yang lebih lanjut dapat digunakan untuk memprediksi kondisi KAT beberapa bulan ke depan. Informasi KAT(SPGP-PLSR) ini berguna untuk memprediksi puncak produksi padi dalam beberapa bulan ke depan guna mendukung ketahan pangan di wilayah Kabupaten Indramayu.

(6)

SUMMARY

YUNUS SUBAGYO SWARINOTO. The Weighted Ensemble Prediction System Model for Monthly Rainfall Total to Guess the Value of Soil Water Content for Paddy Crops. Supervised by YONNY KOESMARYONO, EDVIN ALDRIAN, and AJI HAMIM WIGENA.

Lots of locations within Indonesian region such as Indramayu District, have susceptibility to the rainfall conditions. Above normal rainfall condition has relationship with flood and landslide occurrences. Below normal rainfall condition is able to cause drought. Longer drought tends to trigger the forest fire even. In relation to the rainfall condition, water management becomes very important. Especially for locations where have no (not enough) technical irrigation facilities. In line with this water management so consequently that the rainfall prediction becomes very necessary to be prepared and done. Remembering that the rainfall prediction output can be used to forecast the Soil Water Content (SWC), especially to support the food sustainability program.

The goals of this disertation research are as follow: (1) developing constructing, and applicating the Weighted Ensemble Prediction System (WEPS) model of monthly rainfall total within Indramayu District area to cope with the inconsistency output of Single Prediction System (SPS) model in the fields; (2) evaluating the WEPS model output capability of monthly rainfall total within Indramayu District area spatially. (3) evaluating Sea Surface Temperature (SST) dynamic of Japan Re-Analysis 25 years (JRA-25) surrounding Indramayu District area in data processing using Partial Least Square Regression (PLSR) technique in order to understand the play role of JRA-25 SST data time lag to the WEPS model output; and (4) quessing the value of SWC based on WEPS and WEPS-PLSR models output to predict the peak of paddy production within several months ahead in Indramayu District territory.

In this research, the monthly rainfall prediction within Indramayu District was processed based on WEPS model. WEPS model was developed based on the output of Single Prediction System (SPS) models using 1991-2000 data series during certain period. The SPS models used here are ANFIS, Wavelet-ANFIS, Wavelet-ARIMA, and ARIMA. The equations of WEPS model was developed based on Pearson correlation coeficient (r) which has been gotten using SPS model outputs during the certain period. The WEPS model equations were applied in order to get the values of monthly rainfall prediction of 2001-2009 series. Further, output of the WEPS model are regressed to SST JRA-25 data around the domain of research based on 2006-2009 data series with 1 and 2 months lead time lag using the Partial Least Square Regression (PLSR) technique. The output of this model is so called the WEPS-PLSR. Based on these WEPS-PLSR results, the SWC(WEPS-PLSR) can be guessed.

Monthly rainfall prediction output of SPS models are producing inconsistency range and mean of Pearson correlation coeficient values as follow: r = 0,45 - 0,83 with rm = 0,63 for ANFIS SPS model output; r = 0,20 - 0,53 with

rm = 0,37 for Wavelet-ANFIS SPS model output; r = 0,50 - 0,95 with rm = 0,68

for Wavelet-ARIMA SPS model output, then r = 0,14 - 0,66 with rm = 0,43 for

(7)

of WEPS model output shows r = 0,58 - 0,94 with rm = 0,72. Further, the

WEPS-PLSR model output shows r = 0,64 - 0,90 with rm = 0,75. The range and mean of

Pearson correlation coeficent values are getting better as shown by WEPS-PLSR model output.

Computation of Root Mean Square Error (RMSE) values show as follow: RMSE = 32-181 mm/month with RMSEm = 108 mm/month for WEPS model

output and RMSE = 37-142 mm/month with RMSEm = 92 mm/month for

WEPS-PLSR model output. The range and mean of RMSE values are getting better as shown by WEPS-PLSR model output.

Results computation of SWC(WEPS) model output shows the range of Pearson correlation coeficient r = 0,41 - 0,84 with rm = 0,66. Meanwhile,

SWC(WEPS-PLSR) shows r = 0,57 - 0,93 with rm

Keywords: monthly rainfall, SPS model, EPS model, PLSR, Soil Water Content = 0,76.The range and mean of values are getting better as shown by SWC(WEPS-PLSR) model output. Mostly, paddy production at some locations within Indramayu District show its peak coinciding with the highest values of SWC(WEPS-PLSR) for several months preceeding.

The conclussions can be derived based on the results as mentioned above, such as follow:

(1) The WEPS model has been developed, contructed, and also applied to predict the monthly rainfall total within Indramayu District territory.

(2) The WEPS model output has a better accuracy spatially comparing to its SPS model output which has formed this WEPS. The output of WEPS model shows more consistent and better of the Pearson correlation coeficient values (narrowing of r range value, higher of r minimum value, higher of r maximum valus, higher of r mean value) than its SPS forming this WEPS.

(3) The WEPS-PLSR model output has a better results than WEPS model output using 2 months ahead time lag of SST JRA-25 data as predictors to show the play role of JRA-25 SST data dynamic. Result of Pearson correlation coeficient computation shows a better values (higher of r minimum value, relatively the same value of r maximum, higher of r mean). RMSE value also decreases as shown by the WEPS-PLSR model output comparing to the WEPS model output.

(4) Based on the WEPS-PLSR model output, the guessing of SWC(WEPS-PLSR) value has a better Pearson correlation coeficient range (higher of r mimimum value, higher of r maximum value, higher of r mean value) than the result of SWC(WEPS) model output. The WEPS-PLSR output is very useful and able to guess better the SWC(WEPS-PLSR) values and can be used further to predict the values of SWC for several months ahead in order to predict the peak of paddy production to support the food sustainability program within Indramayu District territory.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Ujian Sidang Tertutup : Senin, 24 April 2014 Penguji pada Ujian Tertutup : (1) Prof Dr Ir Irsal Las, MS

(2) Dr Widada Sulistya, DEA Ujian Sidang terbuka : Rabu, 16 Juli 2014

(10)

Judul Disertasi : Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi

Nama : Yunus Subagyo Swarinoto NIM : G261090011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ketua

Prof Dr Ir Yonny Koesmaryono, MSc

Prof Dr Ir Edvin Aldrian, MSc Anggota

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Klimatologi Terapan

Dr Ir Impron, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 April 2014

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala berkat, anugerah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian disertasi dan menyusun Disertasi Program Doktor pada program studi Klimatologi Terapan (KLI), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini ialah model prediksi, dengan judul Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada semua pihak yang telah memfasilitasi, mendukung, membantu, dan bekerjasama dalam penyelesaian penelitian disertasi ini. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Dr Ir Sri Woro B. Harijono, MSc atas segala kesempatan, dorongan, dukungan, bantuan, dan fasilitas untuk melanjutkan studi di Jurusan Klimatologi Terapan IPB dan melaksanakan penelitian disertasi ini.

2. Bapak Dr Andi Eka Sakya, MEng selaku Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas segala dorongan, bantuan, izin, dan masukan atas penyelesaian penelitian disertasi ini dan selaku Dosen Penguji Luar Komisi dalam Ujian Sidang Terbuka.

3. Bapak Dr P.J. Prih Harjadi atas segala bantuan, dorongan, fasilitas, dan dukungan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini.

4. Bapak Prof Dr Ir Yonny Koesmaryono, MSc atas kesediaannya menjadi Ketua Komisi Pembimbing dan atas segala kesabaran, arahan, saran, kritik, dorongan, dan masukan sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini.

5. Bapak Prof Dr Ir Edvin Aldrian, MSc atas kesediaanya menjadi anggota komisi pembimbing dan atas segala kesabaran memberikan masukan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini.

6. Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc atas kesediaannya selaku anggota komisi pembimbing dan masukan untuk penyelesaian penelitian disertasi ini. 7. Bapak Prof Dr Ir Irsal Las, MS dari Badan Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Pertanian sebagai Dosen Penguji Luar Komisi dalam Ujian Sidang Tertutup dan Ujian Sidang Terbuka.

8. Bapak Dr Widada Sulistya, DEA dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika sebagai Dosen Penguji Luar Komisi dalam Ujian Sidang Tertutup. 9. Bapak Dr Ir Impron, MSc sebagai Ketua Program Studi

Geofisika-Meteorologi IPB dalam ujian sidang tertutup.

(12)

11. Ibu Eva Suiver, SSi dari Pusat Iklim Agroklimat dan Iklim Maritim BMKG untuk pengolahan data neraca air lahan dan penghitungan nilai Kandungan Air Tanah yang digunakan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini.

12. Bapak Novia Ardhy, SKom dari Pusat Database BMKG atas segala bantuan dalam menyiapkan alur-alur diagram yang digunakan dalam penyelesaian naskah disertasi ini.

13. Ibu Tri Nurmayati, SSi dari Pusat Database BMKG atas semua bantuan untuk pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini.

14. Istriku Maria Widiastuti, SPd dan anak-anakku Praditya Megananda Swarinoto, SKom, Dhioatmaja Megafajari Swarinoto, serta Cahyaningwidya Megaratrie Swarinoto atas kasih sayang, doa, kesabaran, pengertian, dan dukungan penuh dalam penyelesaian penelitian disertasi ini.

15. Ayahanda Nicolaas Swarinoto (almarhum), Ibunda Soeminem, Adik-Adikku, serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya. 16. Rekan-rekan satu angkatan di program studi KLI GeoMet IPB Bogor tahun

2009, Dr Ir Salwati, MS; Ir Urip Haryoko, MSi; dan Erwin Eka Syahputra, SSi, MSi atas kebersamaan, kekompakan, dorongan, dan suka duka dalam menempuh pendidikan di program studi KLI GeoMet IPB Bogor dan kerjasamanya dalam penelitian maupun dalam penyelesaian disertasi ini. 17. Bapak Djunaedi O'ing dan kawan-kawan dari Sekretariat Jurusan Departemen

Geofisika dan Meteorologi IPB Bogor atas segala bantuan pengurusan administrasi dan lain sebagainya.

18. Ibu Ressa Mahardhika, SSi, MSi selaku Kepala Tata Usaha Kedeputian Bidang Meteorologi BMKG, Ibu Yaumi Izzati, ST dan Bapak Rifal Fatoni sebagai staf administrasi Kedeputian Bidang Meteorologi BMKG atas semua bantuan dalam penyiapan penyelesaian naskah disertasi ini.

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu, bekerjasama, dan berpartisipasi untuk mendukung penelitian dan penyelesaian disertasi ini.

Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xviii

DAFTAR LAMPIRAN xix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Kebaruan 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 11

3 METODE 19

Daerah Penelitian 19

Bahan 22

Alat 22

Prosedur Analisis Data 22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total

Hujan Bulanan 25

Peranan SML Dalam Meningkatkan Keandalan Luaran Model SPGP

Untuk Total Hujan Bulanan 34

Pendugaan Nilai KAT Berbasis Luaran Model SPGP dan SPGP-PLSR 41

5 SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 55

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil penelitian tentang model Sistem Prediksi Gabungan yang telah

dipublikasikan secara internasional 4 2 Daftar lokasi pos penakar hujan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu

yang digunakan dalam penelitian disertasi 21 3 Nilai r luaran masing-masing model SPT untuk prediksi total hujan bulanan

1991-2000 di wilayah Kabupaten Indramayu 25

4 Nilai pembobot (1991-2000) untuk membentuk persamaan modelSPGP

total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu 26 5 Persamaan Gabungan untuk membentuk model SPGP total hujan

bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu 27 6 Nilai r (2001-2009) luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di

wilayah Kabupaten Indramayu beserta luaran model SPT pembentuknya 30

DAFTAR GAMBAR

1 Alur kerangka pemikiran untuk penyiapan model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu, memasukkan peranan SML JRA-25 untuk meningkatan luaran model SPGP-PLSR, dan hasil pendugaan nilai KAT untuk

mendukung program ketahanan pangan 9

2 Wilayah administrasi Kabupaten Indramayu, topografi, dan lokasi penakar

hujan yang digunakan dalam penelitian disertasi 20

3 Total hujan bulanan normal 1981-2010 untuk lokasi Anjatan (ANJ) dan

lokasi Juntinyuat (JUN) di wilayah Kabupaten Indramayu 21 4 Hasil prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu

menggunakan model Sistem Prediksi Tunggal (SPT) dan model Sistem Prediksi Gabungan dengan nilai Pembobot (SPGP) untuk lokasi-lokasi (a) Anjatan

dan (b) Juntinyuat 29

5 Medan nilai r luaran model SPT ANFIS untuk total hujan bulanan di wilayah

Kabupaten Indramayu 31

6 Medan nilai r luaran model SPT Wavelet-ANFIS untuk total hujan bulanan di

wilayah Kabupaten Indramayu 31

7 Medan nilai r luaran model SPT Wavelet-ARIMA untuk total hujan bulanan

di wilayah Kabupaten Indramayu 32

8 Medan nilai r luaran model SPT ARIMA untuk total hujan bulanan di wilayah

Kabupaten Indramayu 33

9 Medan nilai r luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah

Kabupaten Indramayu 33

10 Medan nilai r luaran (a) model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 1

bulan 36

(15)

11 Medan nilai r luaran (a) model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML

JRA-25 time lag 2 bulan 37

12 Medan nilai RMSE (a) luaran model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor

data SML JRA-25time lag 1 bulan 39

13 Medan nilai RMSE (a) luaran model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data

SML JRA-25 time lag 2 bulan 40

14 Pendugaan nilai KAT(SPGP) bulanan di (a) lokasi Anjatan dan (b)

lokasi Juntinyuat berbasis luaran model SPGP 42 15 Pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) bulanan di (a) lokasi Anjatan dan

(b) lokasi Juntinyuat berbasis luaran model SPGP-PLSR 44 16 Medan nilai koefisien korelasi Pearson r (2006-2009) dari pendugaan (a)

nilai KAT(SPGP) dan (b) nilai KAT(SPGP-PLSR) di wilayah Kabupaten

Indramayu 45

17 Kaitan antara pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) dengan total produksi

padi di (a) lokasi Anjatan dan (b) lokasi Juntinyuat 46

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data grid SML JRA-25 dengan resolusi 1° x 1° di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu (106° - 111° BT, 4° - 10° LS) yang digunakan

dalam pengolahan data penelitian ini 55

2 Hasil prediksi total hujan bulanan di beberapa lokasi dalam wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan model SPT dan SPGP (warna

hitam untuk data observasi, warna orange untuk SPGP, dan warna

putus-putus untuk SPT) 56 3 Pendugaan nilai KAT bulanan di beberapa lokasi berbasis luaran

model SPGP, warna merah nilai KAT(SPGP) dan warna biru nilai

KAT(OBS) 58

4 Pendugaan nilai KAT bulanan di beberapa lokasi berbasis luaran model (SPGP-PLSR), warna merah nilai KAT(SPGP-PLSR) dan warna biru

nilai KAT(OBS) 60

5 Kaitan antara pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) dengan total produksi

padi di beberapa lokasi dalam wilayah Kabupaten Indramayu 62 6 Total hujan bulanan rerata untuk lokasi Anjatan (ANJ) dan lokasi

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bentuk presipitasi (precipitation) yang paling umum terbentuk di permukaan bumi adalah hujan dan salju (Spiridonov dan Curic 2010). Untuk wilayah tropis, bentuk presipitasi umumnya adalah hujan. Hujan merupakan contoh endapan yang berbentuk tetes air yang jatuh dan mencapai permukaan bumi (Barry dan Chorley 1998; Tjasyono dan Harijono 2006). Jenis endapan lain berbentuk tetes air yang langsung menguap ke dalam atmosfer dan tidak sampai di permukaan bumi disebut sebagai virga. Hal ini disebabkan antara lain karena diameter ukuran butiran tetes air dimaksud tidak cukup besar, yakni berukuran kurang dari 200 mikron (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007).

Hujan sebagai salah satu unsur iklim memiliki peranan yang sangat penting di wilayah tropis seperti wilayah Indonesia (Nieuwolt 1978). Di mana pada wilayah tropis relatif lebih banyak ditemui pemukiman penduduk yang lebih padat dibandingkan dengan wilayah sub tropis ataupun wilayah polar (McGregor dan Nieuwolt 1998). Penduduk beserta lingkungannya sangat memerlukan keberadaan dan ketersediaan air untuk dapat melangsungkan kehidupannya secara berkesinambungan.

Indonesia dipandang sebagai wilayah benua-maritim (Ramage 1971) dengan kondisi wilayah dikelilingi oleh permukaan air yang lebih banyak dibandingkan dengan permukaan daratan. Sekitar 70% dari wilayah ini merupakan permukaan air. Bagian daratan wilayah Indonesia memiliki topografi yang kompleks berupa pegunungan dan lembah (Qian 2008). Wilayah Indonesia yang berada di sekitar khatulistiwa juga memiliki variabilitas hujan yang tinggi (Swarinoto et al. 2008; Gunawan dan Gravenhorst 2005; Gunawan 2006). Unsur iklim terutama curah hujan sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor (Swarinoto dan Basuki 2004) seperti pertanian, kehutanan, perkebunan, pengairan, kelautan, infrastruktur, dan lain sebagainya.

Terdapat beberapa lokasi di Indonesia yang sangat rentan terhadap kondisi hujan (BMG 2003; Swarinoto 2006). Kondisi hujan di atas normal bisa mengakibatkan banjir maupun tanah longsor. Sebaliknya kondisi hujan di bawah normal bisa mengakibatkan kekeringan. Lebih jauh kekeringan hebat berkepanjangan memiliki kaitan erat dengan kebakaran hutan dan lahan yang berdampak kepada polusi udara. Untuk itu manajemen air menjadi amat penting dilakukan pada lokasi tertentu (BMG 2003), apalagi jika lokasi tersebut tidak memiliki atau minim sarana irigasi teknis, sehingga lokasi tersebut hanya bergantung terutama pada curah hujan alami. Adapun parameter yang amat penting dari unsur hujan ini antara lain adalah intensitas hujan, total hujan, dan hari hujan atau keseringan terjadi hujan (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007).

(18)

awal musim hujan berkaitan dengan awal tanam, pola tanam, dan bahkan jenis tanaman. Dalam sektor pengairan, prakiraan hujan berkaitan dengan pengaturan pengeluaran air dari suatu waduk, prediksi banjir harian, dan lain-lain.

Prakiraan hujan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Baik dengan cara statistik maupun cara dinamik (Swarinoto 2001). Bahkan telah dikembangkan pula prediksi hujan dengan cara gabungan. Di mana prediksi hujan secara statistik dan dinamik dilakukan sekaligus. Prediksi hujan dengan cara statistik mengandalkan pengolahan data statistik berdasarkan data series cukup panjang yang tersedia (Robertson et al. 2009). Sementara itu prediksi hujan dengan cara dinamik mengandalkan perkembangan antara lain kondisi dinamika atmosfer, dinamika suhu permukaan laut, dinamika posisi matahari, dan lain-lain yang sudah maupun sedang berlangsung.

Dalam penelitian disertasi ini digunakan pemodelan sistem prediksi total hujan bulanan di wilayah yang relatif sempit dalam skala wilayah kabupaten dengan cara statistik yang lazim disebut sebagai”sistem prediksi statis/ empiris". Berbagai teknik atau metode secara empiris dapat digabungkan menjadi satu keluaran dari hasil penggabungan berbagai metode tersebut yang dikenal dengan nama Sistem Prediksi Gabungan (SPG) atau Ensemble Prediction System (EPS). Model SPG (Park 2006) memiliki pengertian sebagai suatu model yang terdiri atas kumpulan dari dua atau lebih model sistem prediksi tunggal yang diverifikasi (Jolliffe dan Stephenson 2010) dalam waktu yang bersamaan.

Terkait dengan model SPG ini dapat diketengahkan hal-hal sebagai berikut:

a. Model SPG untuk pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 (Froude 2011) oleh European Center for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) di Eropa dan National Centers for Environmental Prediction (NCEP) di Amerika Serikat. Kini model SPG ini telah banyak diadopsi oleh banyak pusat operasional cuaca/ iklim di seluruh dunia.

b. Model SPG dibentuk dengan mengkombinasikan model Sistem Prediksi Tunggal (SPT) (Park 2006). Luaran model SPG bersifat lebih konsisten dan lebih dapat dipercaya keandalannya dalam sistem prediksi (Hagedorn, et al. 2005).

c. Model SPG ini sudah sering digunakan dalam bidang iklim dan sains atmosfer (Viney et al. 2005), dimana hasil luaran model ini secara operasional memiliki kualitas yang baik. Model SPG ini dikonstruksi dengan berbagai cara yang unik. Di antaranya disiapkan dengan penggunaan model-model yang berlainan, penggunaan berbagai macam resolusi, penggunaan bermacam-macam syarat awal (initial condition) perturbasi, penggunaan berbagai bermacam-macam model perturbasi, dan bahkan terdiri atas beberapa ensemble members.

d. Tujuan utama dari penggunaan model SPG ini adalah untuk mengatasi kelemahan akurasi dari luaran model SPT (Wilks 1995). Kebanyakan studi tentang akurasi model SPG dalam prakiraan cuaca/iklim menunjukkan bahwa luaran model SPG ini mampu menghasilkan performa yang lebih baik daripada luaran model SPT pembentuknya (Viney et al. 2005).

(19)

Terdapat 3 (tiga) cara yang dapat digunakan untuk melakukan konstruksi dari model SPG (Viney et al. 2005) ini, yakni:

a. Menggunakan nilai rerata kasar (raw mean) atau lebih lazim disebut sebagai ensemble mean;

b. Mengadopsi nilai median harian dari semua ensemble members;

c. Menggunakan multi variabel linear regresi dalam periode kalibrasi dan mengaplikasikan selama masa validasi.

Model SPG dengan nilai Pembobot (SPGP) untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten dalam penelitian ini disiapkan dengan cara memanfaatkan beberapa luaran dari model SPT yang telah tersedia (Yun et al. 2003). Ada 4 (empat) model SPT yang akan digunakan dalam penelitian ini, yakni: SPT Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS), SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, dan SPT Autoregresive Integrated Moving Average (ARIMA). Sementara itu Wavelet digunakan untuk melakukan analisis kekuatan variasi terlokalisasi dalam data deret waktu. Dengan melakukan dekomposisi deret waktu ke dalam time-frequency space maka dapat ditentukan modus dominan variabilitas dan bagaimana modus tersebut bervariasi terhadap waktu (Torrence dan Compo 1998).

Keempat model SPT tersebut telah tersedia untuk keperluan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jakarta. Keempat model SPT dimaksud juga belum dioperasionalkan di lapangan untuk melakukan prediksi iklim secara nasional oleh BMKG.

Setiap model SPT memiliki tingkat keandalan yang berbeda, maka untuk dapat memperhitungkan tingkat keandalan masing-masing model SPT ke dalam model SPGP digunakan nilai koefisien korelasi Pearson (r) dalam periode tertentu sebagai nilai pembobot. Nilai r (Conrad dan Pollak 1950; Usman dan Akbar 2000; Nazir 2003) ini didapat dari setiap luaran model SPT. Luaran dari model SPT ini lebih lanjut dibandingkan dengan data observasi lapangnya. Hasil nilai r yang diperoleh digunakan untuk menentukan besarnya nilai pembobot. Kemudian nilai pembobot yang diperoleh digunakan untuk membentuk persamaan regresi linear berganda dalam menyiapkan model SPGP.

(20)

Tabel 1.1 Hasil penelitian tentang model SPG yang telah dipublikasikan secara internasional

Referensi Data Digunakan Hasil Prediksi Yun et al. 2005 DEMETER (CERFAC, Curah hujan bulanan Tellus, 57A, 280- CNRM, ECMWF, global

289 INGV, LODYC, MPI,

UKMO)

Hagedorn et al. 2005 DEMETER Suhu udara permuka-

Tellus, 57A, 219-233 an dan tekanan udara

permukaan laut global Qian et al. 2010 ECHAM4.5 Curah hujan bulanan Mon. Wea. Rev. 138, TRMM dan kecepatan angin

2780-2802 850 hPa di SriLanka

Berner et al. 2011 NCEP, GEFS, GFS Suhu udara dan kece-

Mon. Wea. Rev. 139, patan angin harian di

1972-1995 Amerika Serikat

Yun et al. 2003 AMIP, ECMWF Suhu udara 850 hPa

J. of Climatol., 16, dan curah hujan bu-

3834-3840 lanan di India hingga

Papua New Guinea Froude, 2011 EPS (BoM, CMA, CMC, Siklon Ekstratropis Wea. and For., 26, ECMWF, JMA, KMA, Belahan Bumi Selat- 388-398 NCEP, UKMO, CPTEC) an (error, posisi,

intensitas, kecepatan) Demeritt et al., 2007 EFAS, JRC, ECMWF Early Warning Sys-

Environ. Hazard, 7, tem untuk prediksi

115-127 banjir dan curah hujan

Taylor et al., 2002 NCEP, ECMWF Prediksi unsur cuaca

IEEE Trans. on Power 1-10 hari ke depan

System, 17, 626-632 berbasis data global

Mallet, 2010, Data asimilasi antara Prediksi unsur Ozon Amer. Geophys. Union, model dan observasi di daratan Eropa

1-10 Eropa

Frederiksen et al., 2004 CSIRO-BMRC GCM, Ketinggian geopoten- Tellus, 56A, 485-500 CCAM sial 500 hPa di Belah-

(21)

Perumusan Masalah

Model SPG lazim diterapkan pada data grid yang berbasis skala global (model global) hingga regional (model regional) dengan resolusi spasial rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa luaran model global sering tidak mampu menunjukkan kompleksitas proses atmosfer dalam skala meso hingga lokal (Qian 2008). Akibatnya hasil prediksi menjadi tidak sesuai dengan kondisi lapang. Untuk itu penyiapan model SPGP yang berbasis pada data observasi stasiun dalam skala meso hingga lokal dengan resolusi spasial tinggi menjadi suatu tantangan yang sangat perlu dilakukan.

Model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten di Indonesia belum pernah dilakukan untuk memenuhi keperluan operasional oleh BMKG (BMG 2004; BMG 2005; BMG 2006; BMKG 2011). Berbagai model SPG telah banyak dilakukan di beberapa pusat prediksi cuaca/iklim dunia dengan luaran yang dapat memperbaiki luaran model SPT sehingga model SPGP yang dilakukan dalam penelitian ini perlu diaplikasikan untuk wilayah tropis Indonesia dengan basis wilayah kabupaten seperti wilayah Kabupaten Indramayu.

Setiap luaran dari model SPT unsur iklim hujan bulanan akan memiliki tingkat keandalan yang berbeda-beda (Wiryajaya et al. 2009). Hal ini tercermin dari besar-kecilnya nilai r dari masing-masing luaran model SPT terhadap data observasi lapangnya. Hasilnya sangat bervariasi seperti yang diperoleh dalam kajian di beberapa lokasi di wilayah Indonesia (BMKG 2011). Semakin tinggi nilai r semakin dekat kesesuaian pola distribusi hujan antara nilai prediksi dengan nilai observasinya. Untuk itu penggunaan model SPGP untuk memprediksi total hujan bulanan di wilayah kabupaten sangat diperlukan untuk mengatasi variasi tingkat keandalan luaran model SPT. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi keandalan luaran model dalam melakukan prediksi total hujan bulanan di wilayah kabupaten.

Dalam penelitian ini tidak dibedakan antara lokasi-lokasi yang memiliki sarana irigasi teknis maupun tidak atau bahkan lokasi-lokasi dengan sarana irigasi teknis dengan distribusi yang tidak merata. Walaupun lokasi-lokasi di wilayah penelitian memiliki sarana irigasi teknis, namun beberapa di antaranya masih memiliki sawah lahan kering atau sawah tadah hujan yang masih cukup luas.

Kebaruan

Digunakannya data observasi stasiun (bukan merupakan data grid maupun data reanalisis) dalam skala lokal hingga meso dengan kerapatan tinggi merupakan kebaruan pertama dari penelitian ini.

Perancangan dan aplikasi penggunaan model SPGP yang belum pernah diaplikasikan secara operasional dan berbasis data observasi pada wilayah kabupaten merupakan kebaruan kedua dari penelitian ini.

(22)

Penggunaan wilayah kajian yang lebih sempit berbasis pada wilayah kabupaten (bukan regional maupun global) dengan kondisi iklim tropis (bukan sub tropis maupun polar) untuk aplikasi model SPGP merupakan kebaruan keempat dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk:

(1) merancang, mengkonstruksi, dan mengaplikasikan model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu untuk mengatasi ketidakkonsistenan kemampuan luaran model SPT pembentuknya dalam mengantisipasi kondisi lapang;

(2) mengevaluasi keandalan luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu secara spasial;

(3) mengevaluasi peranan dinamika Suhu Muka Laut (SML) Japan Re-Analysis 25 years (JRA-25) di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu yang dimasukkan ke dalam proses pengolahan data menggunakan teknik PLSR guna memahami peranan time lag data SML JRA-25 terhadap luaran model SPGP; dan

(4) menduga nilai Kandungan Air Tanah (KAT) berbasis luaran model SPGP maupun SPGP-PLSR untuk memprediksi puncak produksi padi dalam beberapa bulan ke depan.

Manfaat Penelitian

Ketersediaan model SPT ANFIS, model SPT Wavelet-ANFIS, model SPT Wavelet-ARIMA, dan model SPT ARIMA yang dimiliki oleh Puslitbang BMKG belum digunakan secara operasional. Model SPGP ini digunakan untuk memperbaiki kelemahan dari luaran keempat model SPT pembentuknya (Wilks 1995; Yun et al. 2003). Kegunaannya adalah agar luaran model SPGP menjadi lebih bermanfaat untuk keperluan operasional ketimbang masing-masing luaran model SPT pembentuknya karena SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet ARIMA, dan SPT ARIMA memiliki akurasi yang tidak konsisten dilihat dari hasil aplikasikan di beberapa tempat yang berbeda di wilayah Indonesia antara lain: di Balikpapan (Sonjaya et al. 2009), di Bali (Wiryajaya et al. 2009), dan di beberapa lokasi yang telah dikaji oleh Pusat Penelitian Pengembangan BMKG terkini (BMKG 2011). Model SPGP untuk total hujan bulanan guna keperluan operasional skala meso-lokal di wilayah Kabupaten Indramayu dapat diperoleh. Setiap luaran model SPT pembentuk model SPGP diperhitungkan tingkat keandalannya dengan nilai r masing-masing yang dimasukkan ke dalam nilai pembobot dari persamaan pembentuk model SPGP.

(23)

Diperoleh pemahaman terhadap peranan data SML JRA-25 dengan time lag 1 dan 2 bulan dalam pengolahan data dengan menggunakan teknik PLSR untuk meningkatkan keandalan luaran model SPGP dalam melakukan prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu.

Memperoleh dugaan nilai KAT di wilayah Kabupaten Inramayu untuk beberapa bulan ke depan berbasis pada luaran model SPGP maupun SPGP-PLSR untuk total hujan bulanan yang telah disiapkan. Dugaan nilai KAT ini dapat digunakan dalam memprediksi puncak produksi padi di wilayah ini. Artinya kemungkinan besar-kecilnya hasil produksi padi dapat diprediksi menggunakan dugaan nilai KAT yang diperoleh mendahului puncak produksi padi dalam beberapa bulan sebelumnya. Untuk itu informasi KAT ini menjadi sangat bermanfaat guna mendukung ketahanan pangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dituangkan dalam bentuk kerangka pemikiran penelitian yang disajikan dalam Gambar 1. Tahap pertama, adalah pembentukan persamaan untuk model SPGP. Model SPT yang telah dimiliki oleh BMKG (SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, dan SPT ARIMA), diaplikasikan terhadap series data total hujan bulanan 1981-1990 untuk prediksi total hujan bulanan periode 1991-2000. Selanjutnya dihitung nilai r dari setiap luaran model SPT berdasarkan pada series data 1991-2000 tersebut. Berbasis pada nilai r, dihitung besarnya masing-masing nilai Pembobot. Caranya adalah dengan menjumlahkan semua nilai r dari model SPT sebagai nilai penyebut dan masing-masing nilai r dari setiap model SPT sebagai nilai pembilang. Ratio antara nilai pembilang dengan nilai penyebut dinamakan sebagai nilai Pembobot. Nilai Pembobot masing-masing model SPT digunakan untuk membentuk persamaan regresi linier berganda sebagai model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu.

Selanjutnya persamaan model SPGP selanjutnya diaplikasikan pada series data total hujan bulanan observasi 1991-2000 untuk memperoleh nilai model SPGP dalam series 2001-2009. Hasil luaran model SPGP ini kemudian diregresikan dengan data SML JRA-25 yang ada di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu dengan time lag 1 (satu) dan 2 (dua) bulan (Swarinoto 2004b; Tresnawati dan Komalasari 2011) menggunakan teknik Partial Least Square Regression (PLSR). Prediksi luaran model SPGP-PLSR ini berkaitan dengan pengaruh (forcing) data SML JRA-25 di sekitar daerah penelitian terhadap kondisi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu sebagai daerah penelitian (Swarinoto 2004b; Estiningtyas 2007; Tresnawati dan Komalasari 2011). Penggunaan teknik PLSR untuk skala wilayah yang lebih sempit memberikan kontribusi kepada perbaikan hasil prediksi curah hujan bulanan tersebut (Swarinoto dan Wigena 2011) yaitu peningkatan nilai r.

(24)

Kabupaten Indramayu. Untuk itu dihitung dan disiapkan medan nilai r dan medan nilai Kesalahan Akar Kuadrat Rerata (RMSE).

(25)

9 Gambar 1 Alur kerangka pemikiran untuk penyiapan model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu, memasukkan

(26)
(27)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Prediksi unsur iklim curah hujan dengan akurasi tinggi di wilayah tropis dapat dikategorikan sulit dilakukan. Apalagi jika prediksi tersebut diarahkan pada luaran yang bersifat kuantitatif (Hadi 1987). Selain variabilitas dan perubahan sinyal iklim sangat beragam disebabkan oleh berbagai macam variasi spasial bagi wilayah dengan topografi yang kompleks (Qian et al. 2010), kondisi ini berkaitan dengan kejadian unsur iklim curah hujan yang bersifat random (Swarinoto dan Suyono 2001). Namun demikian, untuk keperluan operasional yang bersifat perencanaan ke depan, kegiatan prediksi dalam waktu yang terbatas perlu tetap disiapkan dan dilakukan sehingga diperlukan model sistem prediksi. Model sistem prediksi terdiri atas: model SPT dan model SPG. Prediksi total hujan bulanan dalam penelitian ini menggunakan model SPGP yang dibentuk berbasis pada luaran beberapa luaran model SPT.

Model Sistem Prediksi Gabungan Terbobot

Model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten yang dibentuk menggunakan nilai koefisien korelasi Pearson dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.1) mengadopsi apa yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Yun, et al. 2005) dengan persamaan seperti berikut:

= ∑==1 � (2.1) dengan: Fe = total hujan bulanan luaran model SPG (mm); N = banyaknya model

SPT yang digunakan; ri = nilai koefisien korelasi Pearson dari setiap model SPT

ke-i; dan Fi

1≠ ∑==1 � (2.2) Persamaan (2.2) dapat ditulis menjadi sebagai berikut:

1 ≠ r

= total hujan bulanan luaran model SPT masing-masing ke-i (mm). Hasil penjumlahan nilai koefisien korelasi Pearson yang diperoleh dari setiap model SPT dapat ditulis sebagai berikut:

1 + r2 + ... + rN (2.3)

dengan: r1 = nilai r dari luaran model SPT pertama; r2 = nilai r dari luaran model

SPT kedua; dan rN = nilai r dari luaran model SPT ke-N.

Agar setiap nilai r yang didapat dari setiap luaran model SPT pembentuk model SPG dapat diperhitungkan secara proporsional, maka dalam persamaan (2.1) harus dapat dikondisikan bahwa jumlah nilai r pembentuk persamaan regresi multi linear tersebut mempunyai nilai maksimum adalah 1. Jika jumlah nilai r yang didapat dari masing-masing model SPT dalam persamaan (2.3) tidak atau belum sama dengan 1, maka digunakan manipulasi matematik untuk menghitung nilai wi sebagai Pembobot berdasarkan pada nilai r dalam persamaan (2.4) untuk

(28)

1

=

� 1

�1+�2+ … +�

2

=

2 �1+�2+ … +�

=

�1+ �2+ … + �

(2.4)

Akibatnya hasil penjumlahan nilai pembobot wi

∑==1 = 1 (2.5) dengan: N = banyaknya model SPT yang digunakan untuk membentuk model SPG; dan w

dalam persamaan (2.4) dapat ditulis menjadi seperti berikut:

i

( ) = ∑ ==1 ( ) (2.6)

dengan: F

= nilai pembobot berdasarkan nilai r dari masing-masing luaran model SPT ke-i.

Selanjutnya berdasarkan pada persamaan (2.1), maka persamaan untuk model SPGP dapat ditulis sebagai berikut:

e(i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPGP berdasarkan

pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT yang digunakan untuk membentuk model SPGP (mm); wj = nilai pembobot ke-j berdasarkan pada nilai r

dari masing-masing luaran model SPT; dan Fj

F

(i) = total hujan bulanan ke-i luaran dari model SPT ke-j.

Model SPT yang digunakan dalam membentuk persamaan model SPGP untuk total hujan bulanan dalam persamaan (2.6) terdiri atas 4 (empat) model sehingga persamaan (2.6) dapat ditulis menjadi seperti berikut:

e(i) = w1F1(i) + w2F2(i) + w3F3(i) + w4F4

dengan: F

(i) (2.7)

e(i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPGP berdasarkan

pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT yang digunakan untuk membentuk model SPGP (mm); w1 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r dari

luaran model SPT ANFIS; w2 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r dari

luaran model SPT Wavelet-ANFIS; w3 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r

dari luaran model SPT Wavelet-ARIMA; w4 = nilai pembobot berdasarkan pada

nilai r dari luaran model SPT ARIMA; F1(i) = total hujan bulanan tahun ke-i

luaran model SPT ANFIS (mm); F2(i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran

model SPT Wavelet-ANFIS (mm); F3(i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran

model SPT Wavelet-ARIMA (mm); dan F4(i) = total hujan bulanan tahun ke-i

(29)

Regresi Kuadrat Terkecil Parsial

Luaran dari model SPGP untuk total hujan bulanan yang dibentuk berdasarkan pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT pembentuknya lebih lanjut dihilangkan sifat multi-kolinieritasnya dengan menggunakan teknik Partial Least Square Regression (PLSR) atau Regresi Kuadrat Terkecil Parsial terhadap data SML JRA-25 di sekitar daerah penelitian (Swarinoto dan Wigena 2011). Teknik yang digunakan ini disebut juga sebagai teknik statistical downscaling. Data SML JRA-25 yang digunakan dalam pengolahan data ini mempunyai time lag 1 (satu) dan 2 (dua) bulan (Swarinoto 2004b).

Teknik PLSR digunakan untuk melakukan ekstraksi atas sejumlah komponen (Wigena 2010).Komponen tersebut disebut sebagai peubah laten, di mana dari peubah prediktor (X) dipilih sejumlah komponen yang relevan dengan sejumlah peubah respon (Y). Caranya dengan proses dekomposisi peubah X dan peubah Y secara simultan dengan batasan bahwa komponen-komponen tersebut dapat menjelaskan sebanyak mungkin keragaman antara peubah prediktor X dan peubah respon Y. Proses dekomposisi dimaksud selanjutnya diikuti dengan tahapan regresi. Dalam hal ini hasil dekomposisi peubah prediktor X digunakan untuk melakukan prediksi peubah respon Y. Akibatnya dalam melakukan proses pengolahan data dengan teknik PLSR ini telah mencakup teknik Principal Component Analysis (PCA) dan Regresi Berganda.

Dalam pengolahan data, peubah prediktor X memiliki ukuran N*K. Dalam hal ini N = jumlah data dan K = jumlah peubah prediktor, maka peubah prediktor X dapat ditulis sebagai Xk di mana k = 1, 2, 3,…, K. Sementara itu peubah respon Y memiliki ukuran N*M. Dalam hal ini N = jumlah data dan M = jumlah peubah respon, maka peubah respon dapat ditulis sebagai Ym, di mana m = 1, 2, 3,..., M.

Model PLSR akan mendapatkan sejumlah komponen baru yang akan memodelkan X dan Y sedemikian sehingga X dan Y memiliki hubungan. Komponen baru tersebut selanjutnya disebut sebagai skor X, yang dicatat dengan ta, dengan a = 1, 2, 3, …., A.

Skor X(ta) merupakan kombinasi linier peubah-peubah asal xk dengan

koefisien yang disebut sebagai pembobot yang dicatat sebagai wka

��� = ∑� � ��; = 1, 2, … ,

�= � (2.8)

Skor X digunakan sebagai prediktor untuk X dan juga Y, dengan penjelasan sebagai berikut:

(a = 1, 2, 3,…, A). Proses tersebut dapat diformulasikan (Wang et al. 2002) sebagai berikut:

a. Skor X sebagai prediktor bagi X:

� � = ∑ �� ���� + �

=� + (2.9)

(30)

� � = ∑ �� � ��� + �

=��+ (2.10)

Residu Y yakni fim

� �

= ∑ � �� �� +

= ∑ � �� � +

= ��+ = �+

(2.11)

Selanjutnya koefisien model PLSR, b

menyatakan deviasi antara respon pengamatan dengan respon dugaan. Berdasarkan pada persamaan (2.8), maka persamaan (2.10) dapat ditulis sebagai model regresi berganda sebagai berikut:

mk

���� = ∑ �� �� ��

�=�� (2.12)

Prediksi bagi data pengamatan yang baru dapat diperoleh berdasarkan pada data X dan matriks koefisien B tersebut.

Teknik PLSR yang digunakan dalam pengolahan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memasukkan unsur dinamis SML JRA-25 ke dalam luaran model prediksi yang berbasis pada pendekatan statistik. Hasil terakhir yang didapat ini bertindak sebagai hasil prediksi total hujan bulanan untuk keperluan operasional. Kemudian hasilnya dievaluasi dengan data observasi lapang yang telah tersedia.

(B) dapat ditulis sebagai berikut:

Evaluasi Hasil Prediksi

Nilai prediksi total hujan bulanan luaran model SPGP untuk keperluan operasional yang dihasilkan harus dievaluasi menggunakan data hasil observasi dengan menggunakan beberapa cara (Jolliffe dan Stephenson 2003). Guna dapat mengetahui keandalan luaran model prediksi dari segi kesesuaian pola antara luaran model terhadap data observasi digunakan nilai r yang diperoleh dari series luaran model prediksi dan data observasi lapang dengan series yang sama (Usman dan Akbar 2000; Nazir 2003). Untuk itu digunakan persamaan seperti berikut:

�( , ) = ∑ .

= =1

�∑==1 ².∑==1 ²

(2.13)

dengan: r(Fe,O) = nilai koefisien korelasi Pearson antara luaran model prediksi

terhadap data observasi lapang; Fe = f - fm, f = nilai luaran model prediksi (mm);

fm = rerata nilai luaran model prediksi (mm), O = o - om, o = nilai data observasi

lapang (mm), dan om

Nilai r berkisar antara -1 sampai dengan +1. Jika nilai r = -1 berarti kesesuaian pola yang dihasilkan oleh luaran model prediksi memiliki kesesuaian tinggi dengan data observasi, tetapi dengan arah yang berlawanan. Sebaliknya jika

(31)

nilai r = +1 berarti luaran model prediksi menghasilkan kesesuaian pola yang tinggi dengan data observasi dengan arah yang sama. Sementara itu jika nilai r = 0, maka luaran model prediksi disebut sebagai tidak memiliki kesesuaian pola sama sekali dengan data observasi atau dikatakan bahwa luaran model prediksi tidak memiliki korelasi sama sekali dengan data observasi lapang.

Untuk menghitung besarnya nilai bias dari luaran model prediksi terhadap data observasinya dapat digunakan nilai Kesalahan Akar Kuadrat Rerata (Root Mean Square Error, RMSE) (Wilks 1995; Carcia et al. 2008). Persamaan yang digunakan adalah seperti berikut:

��� = �1∑==1( − )² (2.14)

dengan: RMSE = Root Mean Square Error (mm/ bulan); N = banyak data yang digunakan evaluasi; Fe = nilai prediksi total hujan bulanan (mm); dan O = nilai observasi lapang data total hujan bulanan (mm).

Nilai terbaik RMSE = 0 yang berarti besaran nilai yang dihasilkan oleh luaran model prediksi sama dengan besaran nilai dari data observasi. Kisaran nilai RMSE dari 0 hingga +∞. Semakin kecil nilai RMSE berarti semakin baik performa dari luaran model prediksi terhadap data observasinya. Kondisi ini dikatakan sebagai luaran model prediksi memiliki keandalan tinggi. Semakin besar nilai RMSE mengindikasikan bahwa nilai luaran model prediksi semakin jauh terhadap nilai data observasinya. Berarti luaran model prediksi memiliki keandalan yang rendah.

Kandungan Air Tanah

Curah hujan merupakan sumber tersedianya air di permukaan bumi. Pada permukaan air yang luas seperti danau maupun permukaan yang sangat sempit seperti daun basah, di sana terjadi pertukanan molekul air keluar-masuk antara permukaan air dengan atmosfer (Bruce dan Clark 1977). Sementara itu keluarnya air dari semua jenis permukaan seperti air, tanah, dan tanaman ke dalam atmosfer disebut sebagai evapotranspirasi (evapotranspiration). Evapotranspirasi merupakan suatu proses masuknya uap air dari permukaan bumi ke dalam atmosfer. Curah hujan dan evapotranspirasi ini merupakan faktor yang aktif dalam terminologi keikliman. Khususnya dalam masalah neraca air. Neraca air mengacu kepada kesetimbangan antara adanya air datang/ masuk dari curah hujan dengan adanya air keluar melalui proses evapotranspirasi (Thornthwaite dan Mather 1957).

(32)

melalui tumbuh-tumbuhan (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Peristiwa evaporasi dan transpirasi dari permukaan tanah secara bersama-sama disebut sebagai evapotranspirasi. Evapotranpirasi disebut juga sebagai kebutuhan air. Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak, maka evapotranspirasi tersebut dinamakan sebagai evapotranspirasi potensial.

Kesetimbangan antara banyaknya air yang masuk (curah hujan) dengan banyaknya uap air yang keluar (uap air) dari permukaan tanah merupakan peristiwa kesetimbangan iklim (climatic balance) (BMKG 2012). Dalam hal ini tanah bertindak sebagai media penyimpan air hujan (Handoko 1994). Tanah yang memiliki kapasitas memegang air yang besar akan sangat menguntungkan bagi tanaman khususnya bagi daerah yang memiliki musim hujan relatif pendek. Dimana tanah tersebut dapat menampung air hujan dalam jumlah besar yang akan digunakan oleh tanaman pada saat tidak ada hujan lagi.

Berdasarkan pada perbandingan antara data sekuensial/ berturutan curah hujan dan evapotranspirasi, maka besar/ nilai dari parameter kelembapan lainnya (related moisture parameter) dapat dihitung. Parameter-parameter dimaksud antara lain adalah surplus air (Surplus Kandungan Air Tanah, SKAT) dan defisit air (Defisit Kandungan Air Tanah, DKAT), cadangan air tanah, dan limpasan air dan lain sebagainya dapat dihitung.

Selanjutnya untuk tanah tadah hujan, satu-satunya sumber air hanya berasal dari curah hujan saja. Mengingat pada wilayah tadah hujan, tidak tersedia fasilitas irigasi teknis. Sementara itu dalam menghitung besarnya nilai evapotranspirasi banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi dan sangat sulit diperkirakan dengan teliti. Untuk itu digunakan cara-cara pendekatan yang lebih mudah dengan menggunakan persamaan-persamaan, melakukan pengukuran dengan alat lysimeter, memprakirakan dengan banyaknya nilai evaporasi dari penguapan panci terbuka, dan masih banyak lagi.

Prioritas keluaran air secara berturutan adalah untuk memenuhi nilai Evapotranspirasi Potensial (ETP). Kemudian infiltrasi hingga Kandungan Air Tanah (KAT) mencapai tingkat Kapasitas Lapang (KL). Nilai KL ditentukan oleh jenis tanah di daerah penelitian. Selanjutnya surplus air berupa genangan permukaan (surface run-off) serta perkolasi (sub-surface run-off). Kedalaman tinjau tanah adalah satu meter dengan molekul tanah dipandang homogen.

Dalam penelitian ini penghitungan nilai KAT digunakan pendekatan persamaan-persamaan matematis (Murdiyarso 1979; Sulistio 2002; Pusmahasib 2002) seperti berikut:

KAT = KL * k| APWL |

di mana: KAT = Kandungan Air Tanah (mm); KL = Kapasitas Lapang (mm); APWL = Akumulasi Potensial Kehilangan Air (Accumulation Potential of Water Loss); dan k = konstanta.

Selanjutnya nilai k dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti berikut:

(2.16)

(33)

dimana: k = konstanta; p0 = 1,000412351; p1

KAT = KAT

= -1,073807306; dan KL = Kapasitas Lapang (mm).

Pada bulan pertama perhitungan nilai KAT dimana selisih antara curah hujan (CH) dengan evapotranspirasi potensial (ETP) atau ditulis (CH - ETP) bernilai positif, maka berlaku:

terakhir

Kondisi ini berlangsung hingga KAT = KL tercapai. Sejak bulan KAT = KL tercapai dan selama curah hujan masih berlangsung dan berlebih, maka nilai KAT akan bersifat tetap, yakni KAT = KL.

(34)
(35)

3

METODE

Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Indramayu sebagai daerah penelitian. Wilayah ini dipilih dengan pertimbangan rentan terhadap keberadaan air. Apalagi dalam kondisi yang ekstrim seperti dalam tahun-tahun La Nina dan El Nino. Kelebihan pasokan air mengakibatkan banjir. Mengingat selain air yang didapat dari kejadian hujan yang berlangsung di atas wilayah Kabupaten Indramayu, air bisa juga dikirim dari wilayah lain yang masuk melalui aliran sungai ke dalam wilayah Kabupaten Indramayu. Khususnya dari wilayah yang berada di sebelah selatan dari wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki elevasi relatif lebih tinggi. Sebaliknya kekurangan air dapat mengakibatkan kekeringan. Banjir dan kekeringan sangat berkaitan dengan jatuhnya produksi padi dari wilayah ini. Walaupun secara umum wilayah Kabupaten Indramayu memiliki sarana irigasi teknis, namun fasilitas tersebut tidaklah merata. Beberapa kecamatan masih memiliki sawah tadah hujan yang relatif luas seperti antara lain Arahan, Cantigi, Losarang, Kerangkeng, dan Kandanghaur. Total luasan sawah tadah hujan di wilayah Kabupaten Indramayu sebanyak 18.275 hektar atau sekitar 8,96 % dari total luasan wilayah Kabupaten Indramayu (Jabarprov.go.id 2013).

Kabupaten Indramayu memiliki orografis menghadap ke Laut Jawa seperti yang disajikan pada Gambar 3.1. Topografi wilayah dari daerah penelitian pada umumnya relatif rendah di bagian utara yang menghadap ke Laut Jawa dan relatif lebih tinggi di bagian selatan yang berdekatan dengan pegunungan kapur tengah di tengah dataran Pulau Jawa (Sandy 1995). Secara umum wilayah Kabupaten Indramayu relatif datar. Sekitar 70% wilayah Kabupaten Indramayu berada pada elevasi kurang dari 20 meter di atas permukaan laut. Kondisi atmosfer wilayah Kabupaten Indramayu sangat dipengaruhi oleh proses-proses konvektif. Bukan karena proses lain seperti orografis. Baik proses konvektif yang berskala lokal maupun regional dan bahkan global. Proses konvektif lokal berkaitan dengan kondisi atmosfer di atas wilayah Kabupaten Indramayu sendiri dan pasokan uap air dari lautan di sekitarnya. Sementara itu proses konvektif regional antara lain berkaitan dengan aktifitas Monsun. Sedangkan proses konvektif global berkaitan dengan proses-proses lautan-atmosfer seperti La Nina maupun Dipole Mode.

Kabupaten Indramayu secara geografis terbentang di antara 107° 52' - 108° 36' Bujur Timur dan 6° 15' - 6° 40' Lintang Selatan. Kabupaten ini mencakup luasan wilayah sebesar 204,11 hektar (http://jabarprov.go.id. 2013). Terdiri atas 110.877 hektar tanah sawah dengan fasilitas irigasi teknis sebanyak 72.591 hektar, fasilitas irigasi setengah teknis dari PU sebanyak 4.365 hektar, dan 3.129 hektar memiliki fasilitas irigasi teknis non PU. Kemiringan tanah rerata sebesar 0 - 2%. Jenis tanah pada umumnya Alluvial (63%), sisanya Clay Grumosol (24%) dan Podsolik (12%).

(36)

mm/bulan, sedangkan total hujan minimum terjadi pada bulan Agustus mencapai 10 mm/bulan. Selanjutnya sebagai contoh kondisi normal hujan bulanan 1981-2000 untuk wilayah Kabupaten Indramayu disajikan pada Gambar 3.2. Pola hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu adalah pola monsunal dengan satu puncak hujan terjadi dalam Musim Hujan (MH) dan satu lembah hujan terjadi pada Musim Kemarau (MK).

[image:36.595.90.485.188.752.2]

Lokasi Anjatan mewakili wilayah bagian barat dan lokasi Juntinyuat mewakili wilayah bagian timur dari Kabupaten Indramayu. Di mana wilayah bagian barat Kabupaten Indramayu mengalami MH yang relatif lebih basah daripada wilayah bagian timur. Namun demikian dalam MK, wilayah bagian timur relatif lebih basah daripada wilayah bagian barat.

(37)

Gambar 3.2 Total hujan bulanan normal 1981-2010 untuk lokasi Anjatan (ANJ) dan lokasi Juntinyuat (JUN) di wilayah Kabupaten Indramayu

Tabel 3.1 Daftar lokasi pos penakar hujan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu yang digunakan dalam penelitian

Nama Lokasi Bujur (°E) Lintang (°S)

Anjatan 107,92 6,36

Bangkir 108,29 6,39

Bantarhuni 107,95 6,59

Bondan 108,30 6,61

Bugis 107,91 6,39

Bulak 107,11 6,36

Cidempet 108,25 6,35

Cikedung 108,70 6,47

Jatibarang 108,31 6,46

Juntinyuat 108,44 6,43

Kedokanbunder 108,28 6,55

Sudimampir 108,37 6,40

Sumurwatu 108,10 6,52

Tugu 108,20 6,51

Ujungaris 108,29 6,46

Wanguk 107,96 6,42

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data total hujan harian hasil observasi dari 16 pos penakar hujan di wilayah Kabupaten Indramayu (Gambar 3.1). Series data yang digunakan memiliki kondisi yang baik (Carcia et al. 2008). Nama lokasi pos penakar hujan yang digunakan dalam pengolahan data (Tabel 3.1) adalah sebagai berikut: Anjatan, Bangkir, Bantarhuni, Bondan, Bugis,

0 50 100 150 200 250 300 350

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

M

o

n

th

ly

R

ain

fa

ll

(m

m

)

Months

Normal 1981-2010

ANJ

(38)

Bulak, Cidempet, Cikedung, Jatibarang, Juntinyuat, Kedokanbunder, Sudimampir, Sumurwatu, Tugu, Ujungaris, dan Wanguk.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah (1) data total hujan bulanan hasil observasi dari 16 lokasi penakar hujan di wilayah Kabupaten Indramayu, (2) data SML JRA-25 rerata bulanan dengan resolusi 1° x 1° dari luasan 106° - 111° BT, 4° - 10° LS (JMA 2010), dan data produksi padi dari beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Indramayu. Gambaran spasial data grid SML JRA-25 di sekitar Kabupaten Indramayu disajikan pada Lampiran 1. Data curah hujan diperoleh dari BMKG, Dinas Pengairan Kabupaten, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten, dan Perusahaan Umum Jasa Tirta. Sementara itu data SML JRA-25 ini diperoleh dari Japan Meteorological Agency (JMA) melalui situs akses resmi dari JMA. Sedangkan data produksi padi diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu.

Alat

Alat yang digunakan untuk pengolahan data dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer desktop yang dilengkapi dengan printer dan perangkat lunak pembantu seperti Matlab, Microsoft Excel, Minitab versi 14, dan ArcView versi 3.3.

Prosedur Analisis Data

1. Memilih model SPT yang telah tersedia di Puslitbang BMKG, yakni: SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, dan SPT ARIMA untuk memprediksi total hujan bulanan di setiap lokasi stasiun di wilayah Kabupaten Indramayu. Setiap model SPT tersebut diaplikasikan terhadap series data hujan bulanan yang telah disediakan (1981-1990) untuk diperoleh nilai luaran masing-masing model SPT (1991-2000).

2. Menghitung nilai r (Usman dan Akbar 2000; Nazir 2003) berbasis pada luaran masing-masing model SPT terhadap data hujan bulanan observasi, sehingga terhadap setiap series data diperoleh masing-masing nilai r.

3. Menghitung besar masing-masing nilai pembobot dari setiap luaran model SPT dengan cara membagi nilai r masing-masing luaran model SPT dengan total keempat nilai r dari masing-masing SPT yang digunakan.

4. Menggabungkan keempat model SPT tersebut dengan cara membentuk persamaan regresi linier berganda dengan nilai pembobot yang diperoleh. Persamaan ini selanjutnya disebut sebagai persamaan SPGP.

(39)

Indramayu dengan menggunakan time lag 1 (satu) dan 2 (dua) bulan (Swarinoto 2004b). Luaran proses ini disebut sebagai SPGP-PLSR. Pengaruh variabilitas regional data SML berkontribusi kepada kualitas luaran model yang diperoleh (Qian dan Zubair 2010).

6. Mengevaluasi luaran model SPGP dan luaran model SPGP-PLSR tersebut terhadap data observasi lapangnya dengan cara menghitung nilai r dan nilai RMSE.

7. Memetakan nilai r dan RMSE secara spasial hasil luaran model SPGP dan SPGP-PLSR untuk total hujan bulanan (Walford 1996; Prahasta 2005) berdasarkan pada peta dasar Badan Informasi Geospasial (BIG) atau BAKOSURTANAL dengan skala 1: 50.000.

(40)
(41)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan

Luaran Model SPT

Berdasarkan pada hasil pengolahan data hujan bulanan (1981-1990) berupa prediksi total hujan bulanan (1991-2000) berbasis pada model SPT ANFIS (F1), model SPT Wavelet-ANFIS (F2), model SPT Wavelet-ARIMA (F3), dan

model SPT ARIMA (F4

Hasil pengolahan data hujan bulanan dengan series 1981-1990 dengan mengaplikasikan masing-masing model SPT nampak menunjukkan hasil prediksi dengan series 1991-2000 (Tabel 4.1.1) dengan nilai r yang tidak menggembirakan.

[image:41.595.102.511.316.619.2]

), maka diperolah tabulasi nilai r sebagai berikut:

Tabel 4.1.1 Nilai r luaran masing-masing model SPT untuk prediksi total hujan bulanan 1991-2000 di wilayah Kabupaten Indramayu

Nama Lokasi ANFIS WANFIS WARIMA ARIMA

Anjatan 0,62 0,38 0,66 0,16

Bangkir 0,37 0,27 0,56 0,11

Bantarhuni 0,63 0,47 0,64 0,26

Bondan 0,70 0,40 0,70 0,31

Bugis 0,70 0,41 0,70 0,20

Bulak 0,47 0,20 0,61 0,28

Cidempet 0,51 0,38 0,54 0,15

Cikedung 0,58 0,28 0,66 0,31

Jatibarang 0,50 0,31 0,59 0,13

Juntinyuat 0,36 0,11 0,55 0,14

Kedokanbunder 0,51 0,19 0,50 0,02

Sudimampir 0,41 0,01 0,61 0,04

Sumurwatu 0,56 0,28 0,59 0,07

Tugu 0,64 0,41 0,70 0,11

Ujungaris 0,71 0,59 0,67 0,11

Wanguk 0,63 0,38 0,71 0,34

Maksimum 0,71 0,59 0,71 0,34 Minimum 0,36 0,01 0,50 0,02

Rerata 0,56 0,32 0,62 0,17

(42)

Hal ini ditunjukkan oleh kinerja keempat model SPT dengan kisaran minimum nilai r = 0,17 - 0,62. Sementara itu kisaran maksimum nilai r = 0,34 - 0,71. Sedangkan kisaran rerata nilai r = 0,17 - 0,62. Hasil keseluruhan menunjukkan minimum nilai r yang sangat rendah (0,01), deviasi rerata nilai r = 0,45 dan maksimum nilai r yang tidak cukup tinggi (0,71). Untuk itu agar dapat diperoleh minimum nilai r yang lebih tinggi, rerata nilai r dengan deviasi rendah, dan maksimum nilai r yang lebih tinggi dengan kisaran maksimum nilai r dengan minimum nilai r yang rendah, maka perlu diaplikasilan model SPGP dengan basis series data input yang sama (1981-2000) untuk prediksi series 1991-2000.

Persamaan Model Gabungan

[image:42.595.84.485.369.633.2]

Tabulasi nilai pembobot yang didasarkan pada nilai r yang didapat dari aplikasi setiap luaran model SPT yang digunakan berdasarkan pada persamaan (2.4) seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.2 berikut.

Tabel 4.1.2 Nilai pembobot (1991-2000) untuk membentuk persamaan model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu

Nama Lokasi ANFIS WANFIS WARIMA ARIMA

Anjatan 0,34 0,21 0,36 0,09

Bangkir 0,29 0,20 0,43 0,08

Bantarhuni 0,31 0,24 0,32 0,13

Bondan 0,33 0,19 0,33 0,15

Bugis 0,35 0,20 0,35 0,10

Bulak 0,30 0,13 0,39 0,18

Cidempet 0,32 0,24 0,34 0,09

Cikedung 0,32 0,15 0,36 0,17

Jatibarang 0,33 0,20 0,39 0,08

Juntinyuat 0,31 0,10 0,47 0,12

Kedokanbunder 0,42 0,16 0,41 0,02

Sudimampir 0,40 0,01 0,60 0,04

Sumurwatu 0,37 0,19 0,40 0,04

Tugu 0,34 0,22 0,32 0,05

Ujungaris 0,34 0,28 0,32 0,05

Wanguk 0,31 0,18 0,35 0,16

Untuk setiap lokasi pos penakar hujan di wilayah Kabupaten Indramayu terdapat masing-masing 4 (empat) nilai pembobot. Keempat nilai pembobot dimaksud digunakan untuk membentuk persamaan model SPGP. Sebagai contoh untuk lokasi Anjatan (6,36 °S, 107,92 °E) memiliki persamaan model SPGP untuk total hujan bulanan sebagai berikut: Fe(i) = 0,34*F1(i) + 0,21*F2(i) + 0,36*F3(i) +

0,09*F4(i). Untuk lokasi Bangkir memiliki persamaan Fe(i) = 0,29*F1(i) +

(43)

pos penakar hujan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu masing-masing memiliki persamaan model SPGP untuk total hujan bulanan (Swarinoto, Koesmaryono, Aldrian, dan Wigena 2012). Jumlah persamaan model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu adalah 16 persamaan seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.3.

Tabel 4.1.3 Persamaan Gabungan untuk membentuk model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu

Nama Lokasi Persamaan Gabungan

Anjatan 0,34*F1 + 0,21*F2 + 0,36*F3 + 0,09*F4 Bangkir 0,29*F1 + 0,20*F2 + 0,43*F3 + 0,08*F4 Bantarhuni 0,31*F1 + 0,24*F2 + 0,32*F3 + 0,13*F4 Bondan 0,33*F1 + 0,19*F2 + 0,33*F3 + 0,15*F4 Bugis 0,35*F1 + 0,20*F2 + 0,35*F3 + 0,10*F4 Bulak 0,30*F1 + 0,13*F2 + 0,39*F3 + 0,18*F4 Cidempet 0,32*F1 + 0,24*F2 + 0,34*F3 + 0,09*F4 Cikedung 0,32*F1 + 0,15*F2 + 0,36*F3 + 0,17*F4 Jatibarang 0,33*F1 + 0,20*F2 + 0,39*F3 + 0,08*F4 Juntinyuat 0,31*F1 + 0,10*F2 + 0,47*F3 + 0,12*F4 Kedokanbunder 0,42*F1 + 0,16*F2 + 0,41*F3 + 0,02*F4 Sudimampir 0,40*F1 + 0,01*F2 + 0,60*F3 + 0,04*F4 Sumurwatu 0,37*F1 + 0,19*F2 + 0,40*F3 + 0,04*F4 Tugu 0,34*F1 + 0,22*F2 + 0,32*F3 + 0,05*F4 Ujungaris 0,34*F1 + 0,28*F2 + 0,32*F3 + 0,05*F4 Wanguk 0,31*F1 + 0,18*F2 + 0,35*F3 + 0,16*F4

Berdasarkan pada persamaan tersebut di atas (Tabel 4.1.3), untuk lokasi Anjatan maka kontribusi model SPT ANFIS ke dalam hasil prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu adalah sebesar 0,34 ke dalam luaran model SPGP. Sementara itu kontribusi model SPT Wavelet-ANFIS sebesar 0,21. Selanjutnya model SPT Wavelet-ARIMA berkontribusi sebesar 0,36. Terakhir model SPT ARIMA berkontribusi sebesar 0,09. Berdasarkan pada Tabel 4.1.2 tersebut dibangun persamaan model SPGP untuk hujan bulanan seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.3. Dimana F1 merupakan model SPT ANFIS, F2 merupakan model SPT ANFIS, F3 merupakan model SPT Wavelet-ARIMA, dan terakhir F4 merupakan model SPT ARIMA.

(44)

Hasil Prediksi SPGP

Hasil prediksi (luaran) model SPGP untuk total hujan bulanan beserta luaran model SPT pembentuknya untuk beberapa lokasi di wilayah Kabupaten Indramayu disajikan dalam Gambar 4.1.2. Lokasi Anjatan (107,92 °BT, 6,36 °LS) mewakili wilayah Kabupaten Indramayu bagian barat dan lokasi Juntinyuat (108,44 °BT, 6,43 °LS) mewakili wilayah Kabupaten Indramayu bagian timur digunakan sebagai contoh analisis dalam penelitian ini. Garis putus-putus warna biru tua (SPT ANFIS), warna merah (SPT Wavelet-ANFIS), warna hijau (SPT Wavelet-ARIMA), warna ungu (SPT ARIMA), serta garis solid warna hitam (Observasi) dan warna Orange (SPGP). Setiap angka pada absis menunjukkan setiap Bulan Januari pada tahun yang bersangkutan. Sebagai contoh angka 1 menunjukkan Bulan Januari 2001, angka 13 menunjukkan Bulan Januari 2002, dan seterusnya hingga angka 97 menunjukkan Bulan Januari 2009.

Berdasarkan pada Gambar 4.1.2 tersebut di atas maka diketahui bahwa untuk kedua lokasi Anjatan dan lokasi juntinyuat maka luaran model SPGP untuk total hujan bulanan dapat menunjukkan pola yang sangat sesuai dengan data observasi lapangnya. Saat total hujan bulanan tinggi di Bulan Januari-Februari dan saat total hujan bulanan terendah pada Bulan Juli-Agustus maka luaran SPGP dapat menunjukkan nilai yang sesuai dengan kondisi lapang. Hal ini ditunjukkan dengan kisanan nilai r yang diperoleh r = 0,58 - 0,94 (garis solid warna orange). Sementara itu untuk luaran model SPT pembentuk SPGP dimaksud menghasilkan nilai kisaran r = 0,45 - 0,83 untuk ANFIS (garis putus-putus warna biru tua), r = 0,20 - 0,53 untuk Wavelet-ANFIS (garis putus-putus warna merah), r = 0,50 - 0,95 untuk Wavelet-ARIMA (garis putus-putus warna hijau), dan r = 0,14 - 0,66 untuk ARIMA (garis putus-putus warna ungu).

Luaran model SPGP mampu menunjukkan perbaik

Gambar

Gambar 3.1 Wilayah administrasi Kabupaten Indramayu (warna hitam), topografi,
Tabel 4.1.1 Nilai r luaran masing-masing model SPT untuk prediksi total hujan
Tabel 4.1.2 Nilai pembobot (1991-2000) untuk membentuk persamaan model
Gambar 4.1.2 Hasil prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyak Negara, khususnya Negara-negara common law telah mengakomodasikan beberapa kebijakan hukum lingkungan yang berorientasi massive interest, seperti class actions,

Berdasarkan hasil pengujian dari hipotesis pertama dan kedua, maka simpulan yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut; 1). Terdapat perbedaan abnormal

Al-Imam Ahmad berpendapat orang yang mencela salah seorang dari shahabat Rasulullah , baik dari kalangan ahlul bait ataupun selain mereka, maka hukumannya dengan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah apakah variabel suku bunga kredit investasi, produk domestik regional bruto

Kedua rumusan yang dimaksud adalah bagaimana karakteristik kata dan kalimat anak usia 8 tahun dalam Kado untuk Ummi karya Sri Izzati.. 1.3

Dilarang membunuh orang-orang lemah (wanita, anak-anak, orang tua). Nabi Muhammad selalu senantiasa mewasiatkan kepada para panglima perang untuk bertakwa dan merasa

Nakon izbacivanja navedenih epruveta standardna devijacija za materijal M1 iznosi ±3,39 J, te također nije u dozvoljenom području odstupanja od ±2 J, te na temelju provedenih

Beberapa penelitian dalam sistem informasi reminder berbasis SMS Gateway yang telah dilakukan antara lain, penelitian yang dilakukan[2] pada penelitiannya yang