Penulis dilahirkan di Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 4 Juni 1988 sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan
Sudirman Beda dan Masniati.
Penulis diterima sebagai mahasiswa sarjana (S1) pada tahun 2007 di Institut Pertanian Bogor (Jurusan Teknologi Hasil Perairan) melalui Jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan lulus tahun 2011. Penulis kemudian melanjutkan studi S2 (Program Magister Sains) di Institut Pertanian Bogor (Program Studi Teknologi Hasil Perairan) dan lulus tahun 2013. Penulis merupakan salah satu
penerima beasiswa dari Bakrie Center Foundation (BCF) untuk program tahun 2012.
Sebagai salah satu syarat meraih gelar Magister Sains (M.Si), penulis melakukan penelitian tesis yang berjudul ”Isolasi Senyawa Antioksidan sebagai Penangkal Radikal Bebas dari Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza.)” dibimbing oleh Dr. Ir. Nurjanah, M.S dan Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol.
Latar Belakang
Proses penggilingan gabah menjadi beras menyebabkan kandungan gizi yang terdapat pada lapisan perikarp dan aleuron terbuang serta menyebabkan indeks glikemik (IG) menjadi tinggi. Pangan dengan IG tinggi akan menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat, sebaliknya pangan dengan IG rendah menaikkan kadar glukosa darah dengan lambat (Rimbawan dan Siagian 2004). Beras yang memilikiIG rendah disarankan untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 dalam menjalankan diet (Indrasari et al. 2008).
Jumlah penderita DM di Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan menjadi sekitar 21.3 juta jiwa pada tahun 2030 mendatang (Anonymous 2009). Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia berada pada peringkat keempat jumlah penderita DM terbanyak di dunia. Untuk memberikan alternatif pangan pokok khususnya bagi penderita DM tipe 2, beras pratanak dapat dijadikan pilihan. Proses pratanak dimaksudkan selain untuk menghindari kerusakan baik kuantitas (meningkatkan rendemen) dan kualitas (mempertahankan kandungan gizi) juga untuk menurunkan indeks glikemik beras yang dihasilkan (Hasbullah et al. 2012). Menurut Akhyar (2009), beras pratanak mempunyai sifat fungsional memberikan dampak positif bagi kesehatan terutama karena nilai indeks glikemiknya rendah.Pengolahan beras pratanak saat ini meliputi proses perendaman selama 4 jam dan pengukusan (tekanan pengukusan 0.8 kg/cm2) selama 20 menit (Widowati et al. 2007). Menurut Unnikrishnan dan Bhattacharya (1987), proses pratanak bertekanan tinggi (2.5 kg/cm2) dapat mempercepat proses gelatinisasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji pengaruh tekanan pengukusan terhadap kualitas fisik dan komposisi kimia beras pratanak,serta sifat organoleptik nasi pratanak; (2) Menguji indeks glikemik nasi pratanak pada berbagai tekanan pengukusan.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi kualitas beras pratanak pada beberapa proses pengolahan kepada konsumen.
2. Memberikan alternatif pangan pokok yang memiliki IG rendah, sehingga sesuai jika dikonsumsi oleh penderita DM, obesitas dan untuk keperluan diet.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah bahwa rekayasa proses pengolahan beras pratanak dapat memperbaiki kualitas fisik, kimia serta menurunkan indeks glikemik beras.
Beras yang berasal dari tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam jenis serealia yaitu biji-bijian dari famili rumput-rumputan (gramine).Beras mengandung karbohidrat yang tinggi, sehingga menjadi bahan makanan pokok manusia, pakan ternak dan industri yang menggunakan karbohidrat sebagai bahan baku. Selain padi, yang tergolong dalam serealia antara lain jagung (Zea mays), gandum (Triticum sp), cantel (Sorghum sp), barley (Horgeum vulgare), rye (Secale cereale) dan oats (Avena sative) (Muchtadi et al.2010).
Struktur Fisik Gabah
Pada kegiatan perontokkan, butiran biji padi terlepas dari malainya yang disebut gabah. Gabah umumnya memiliki bentuk oval memanjang, berwarna kuning kecokelatan dan memiliki tekstur kasar (Patiwiri 2006). Stuktur umum gabah terdiri dari tiga bagian yaitu kulit biji, butir biji dan lembaga. Gabah dapat diuraikan menjadi bagian-bagian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur fisik butiran gabah (Patiwiri 2006)
Bagian terluar kulit biji gabah berupa sekam yang terdiri dari 3 lapisan yaitu
palea, lemma dan glume (Patiwiri 2006). Palea dan lemmamerupakan sel epidermis terluar yang berisi sel memanjang sampai mendekati persegi dengan panjang 100µm. Pada bagian ini terdapat rambut dengan panjang 150-250µm (Muchtadi et al. 2010).
Di bawah lapisan sekam terdapat pericarp yang memilikisel isodiametris berdinding tebal dan memanjang. Pericarp terdiri dari epicarp, mesocarp dan
tegmen. Tegmen terdiri dari dua lapisan yaitu spermoderm dan periderm yang mengandung lemak (Muchtadi et al. 2010). Di bawah lapisan perikarpterdapat lapisan testa dan aleuron. Lapisan aleuron terdiri dari sel-sel parenkim dengan dinding tipis setebal 2 µm. Dalam sitoplasma sel aleuron berisi padat dengan
adalahendosperm yangtersusun dari sel-sel parenkim yang berdinding tebal radial memanjang dan padat. Sel tersebut berisi granula pati dan beberapa butiran protein.
Bagian lembaga pada gabah relatif kecil dan terdapat pada sisi ventral biji. Lembaga merupakan sel parenkim yang mengandung lemak sebesar 15-20% dari total lemak yang ada (Muchtadi et al. 2010).
Porsi terbesar di dalam butiran gabah ditempati oleh endosperm, yaitu sebanyak 72.5%, sekam 20%, bekatul 5.5% dan lembaga 2% (Patiwiri 2006). Menurut Muchtadi et al. (2010), butiran beras pecah kulit disusun oleh perikarp 1- 2%, aleuron dan testa 4-6%, embrio 2-3% dan endosperm 89-94%. Sekam mempunyai berat 18-28% dari berat butir gabah pada tingkat kadar air 13% berat basah. Sketsa irisan penampang butiran beras ditunjukkan pada Gambar 1.
Kualitas Fisik Beras
Gabah yang telah dikupas kulit sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK). Pada struktur butiran beras pecah kulit terdiri dari endosperm, lapisan perikarp testa dan aleuron atau secara ringkas berupa endosperm dan lapisan bekatul (Patiwiri 2006). Beras pecah kulit jarang langsung dikonsumsi karena rasanya yang kurang enak dan tekstur yang lebih keras, namun lebih kaya zat gizi karena lapisan bekatul mengandung protein, lemak dan vitamin B2.Untuk mendapatkan
rasa nasi yang enak, umumnya beras pecah kulit diolah lebih lanjut menjadi beras sosoh.
Derajat Sosoh
Beras sosoh atau beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul yang telah digosok untuk mendapatkan warna putih mengkilap. Beras sosoh memiliki rasa yang lebih enak daripada beras pecah kulit serta memiliki warna yang menarik (Patiwiri 2006). Derajat sosoh adalah tingkat terkelupasnya lapisan bekatul dari suatu butiran beras. Semakin banyak bekatul yang dihilangkan, maka semakin tinggi derajat sosoh beras tersebut. Apabila bekatul dihilangkan seluruhnya dari suatu butiran beras, maka besarnya derajat sosoh beras tersebut adalah 100%.
Beras Kepala, Beras Patah dan Beras Menir
Beras dipisahkan menjadi beberapa ukuran, yaitu beras kepala, beras patah dan menir. Beras kepala dan beras patah umumnya dikonsumsi dalam bentuk nasi. Sedangkan beras menir karena bentuknya yang kurang menarik jika dimasak dalam bentuk nasi,umumnya dimasak menjadi bubur atau diolah menjadi tepung beras sebagai bahan baku pembuatan bihun atau kue.
Tingginya beras patah dari hasil penggilingan, disamping disebabkan oleh kinerja mesin penggilingan, juga dapat disebabkan oleh kualitas gabah sebelum digiling. Dengan penanganan pascapanen yang kurang tepat khususnya pada proses pengeringan dan pengangkutan, gabah dapat menjadi mudah patah atau retak bahkan telah patah sebelum digiling (Patiwiri 2006).
Persyaratan standar mutu beras berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) terdiri dari komponen umum dan komponen fisik beras. Komponen umum terdiri dari bebas hama penyakit, bebas bauapek, asam dan bau asing lainnya,
fisik beras ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1Komponen fisik beras
Komponen Mutu
a
Satuan Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V
Derajat Sosoh (min) % 100 100 100 95 85
Kadar air (maks) % 14 14 14 14 15
Beras kepala (min) % 100 95 84 73 60
Butir utuh (min) % 60 50 40 35 35
Butir patah (maks) % 0 5 15 25 35
Butir menir (maks) % 0 0 1 2 5
Butir merah (maks) % 0 0 1 3 3
Butir kuning/rusak (maks) % 0 0 1 3 5
Butir mengapur (maks) % 0 0 1 3 5
Butir asing (maks) % 0 0 0.02 0.05 0.2
Butir gabah (maks) % 0 0 1 2 3
Campuran var lain (maks) % 5 5 5 10 10
a
Sumber : Patiwiri (2006).
Komposisi Kimia
Komposisi kimia beras sangat bervariasi, tergantung faktor genetika varietas padi dan pengaruh lingkungan. Umumnya beras mengandung air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Muchtadi et al. 2010). Komposisi kimia beras pecah kulit dan beras giling dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2Komposisi kimia beras pecah kulit dan beras giling Komposisi
a
Satuan Beras pecah kulit Beras giling Kadar Air (%) 14.0 14.0 Kalori (kkal/100 g) 352 354 Protein (g/100 g) 8.3 7.1 Lemak (g/100 g) 1.9 0.5 Karbohidrat (g/100 g) 74.9 77.8 Serat kasar (g/100 g) 0.7 0.4 Abu (g/100 g) 1.1 0.6 Kalsium (mg/100 g) 9 8 Fosfor (mg/100 g) 183 104 Riboflavin (mg/100 g) 0.07 0.05 Besi (mg/100 g) 1.6 1.2 Thiamin (mg/100 g) 0.29 0.10 Niacin (mg/100 g) 3.9 2.3 a Sumber : Juliano (1972).
Karbohidrat adalah senyawa organik yang terdapat di alam yang jumlahnya paling banyak dan bervariasi, disusun oleh tiga jenis atom yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) dengan rumus molekul umum Cx(H2O)y
Karbohidrat merupakan penyusunterbanyak dari serealia yang umumnya berbentuk pati (bagian utama), pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula bebas. Dalam beras pecah kulit terkandung 85-90% pati, 2-2.5% pentosan dan 0.6-1.1% gula (Muchtadi et al. 2010).
yang menunjukkan hidrat dan karbon (Kusnandar 2010). Karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat sederhana (monosakarida dan disakarida), oligosakarida dan polisakarida. Selain pengelompokkan tersebut, karbohidrat juga dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat yang dapat dicerna dan tidak dapat dicerna. Karbohidrat yang dapat dicerna adalah monosakarida (glukosa, galaktosa dan fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa dan sukrosa) dan polisakarida (maltodekstrin, amilosa dan amilopektin). Karbohidrat yang tidak dapat dicerna antara lain oligosakarida (rafinosa, stakiosa dan verbaskosa) dan polisakarida (selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin dan pati resisten).
Di dalam beras, pati terdapat dalam bentuk granula. Granula pati berwarna putih mengkilap, tidak berbau dan tidak berasa. Granula pati memiliki struktur kristalin yang terdiri atas unit kristal dan unit amorf. Daerah kristalin pada kebanyakan pati tersusun atas fraksi amilopektin, sedangkan fraksi amilosa banyak terdapat pada daerah amorf (Kusnandar 2010). Daerah kristal dan amorf digambarkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Model struktur kristalin (Kusnandar 2010)
Granula pati selalu disusun oleh dua polimer yaitu amilosa dan amilopektin. Ilustrasi susunan amilosa dan amilopektin dalam granula pati dapat dilihat pada Gambar 3. Rasio amilosa dan amilopektin dalam granula pati berbeda-beda untuk setiap sumber pati, tetapi umumnya kandungan amilopektin lebih besar dibandingkan anilosa (Kusnandar 2010).
Gambar 3 Ilustrasi susunan amilosa dan amilopektin (Kusnandar 2010) Amilosa memiliki rantai glukosa yang panjang dan tidak bercabang, sedangkan amilopektin terdiri dari rantai glukosa yang bercabang. Rantai glukosa amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 4. Perbandingan antara jumlah amilosa dan amilopektin dalam suatu jenis pati akan menentukan sifat fisiknya. Semakin sedikit kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektin, semakin lengket nasi yang dibuat dari beras tersebut.
Gambar 4 Struktur kimia amilosa dan amilopektin (Kusnandar 2010)
Pati bersifat tidak larut dalam air dingin, tetapi bila dipanaskan dengan air akan membentuk pasta, karena granula pati membengkak (menyerap air) dan tidak dapat kembali lagi ke kondisi semula. Proses perubahan ini disebut sebagai gelatinisasi pati. Struktur amilosa yang tidak bercabang membuat amilosa terikat lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan akibatnya sulit dicerna. Sementara amilopektin yang memiliki struktur bercabang memiliki ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka, sehingga lebih mudah tergelatinisasi dan akibatnya lebih mudah dicerna. (Rimbawan dan Siagian 2004). Gelatinisasi pati adalah peristiwa hilangnya sifat birefringence granula pati akibat penambahan air secara berlebihan dan pemanasan pada waktu dan suhu tertentu, sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible). Mekanisme gelatinisasi pati ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Mekanisme gelatinisasi pati (Kusnandar 2010)
Pada dasarnya proses gelatinisasi terjadi melalui 3 fase yaitu : (1) air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbisisi ke dalam granula, (2) ditandai dengan pengembangan granula dengan cepat, (3) jika suhu naik terus, maka molekul amilosa terdifusi keluar granula. Kadar lemak atau protein yang tinggi mampu membentuk kompleks dengan amilosa, sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan menghambat pengeluaran amilosa dari granula.
Amilosa mampu membentuk struktur kristal karena adanya interaksi molekuler yang kuat. Kristalisasi terjadi bila larutan pekat amilosa didinginkan perlahan-lahan. Kristalisasi ini sering pula dilihat sebagai retrogradasi, proses dimana molekul pati menjadi tidak larut dalam air secara irreversible sehubungan dengan pembentukan ikatan intermolekuler yang kuat.
Penemuan tentang pencernaan dan penyerapan hasil pencernaan pati dalam usus kecil yang tidak sempurna sebagai fenomena normal, telah meningkatkan perhatian pada fraksi pati yang tidak dapat dicerna. Fraksi tersebut selanjutnya dikenal sebagai “pati resisten”, dan penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa fraksi pati tersebut mempunyai fungsi fisiologis mirip dengan serat pangan (Muchtadi 2011).
Berdasarkan daya cernanya, pati diklasifikasikan sebagai berikut : (1) pati dapat dicerna. Pati ini dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, baik yang cepat dicerna (PCD) maupun yang lambat dicerna (PLD), dan (2) pati resisten. Pati resisten pertama kali dikemukakan oleh Englyst sebagai fraksi kecil pati yang
tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amilase dan pullulanasae secara in vitro. Pati resisten adalah pati yang tidak dapat dicerna dalam usus kecil (Muchtadi 2011).
Pati resisten dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu PR1, PR2, PR3 dan
PR4 (dikenal juga dengan sebutan pati tipe I, II, III dan IV).PadaTabel 3 disajikan
beberapa macam PR beserta jenis pangan sebagai sumbernya.
Granula pati tersusun dari amilosa (berpilin) dan amilopektin (bercabang)
Masuknya air merusak kristalinitas amilosa dan merusak helix. Granula membengkak
Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan tinggi. Amilosa berdifusi keluar dari granula
Granula mengandung amilopektin, rusak dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel
Jenis Pati Resisten
Deskripsi Sumber Pangan Resistensi diminimalkan PR1 Terproteksi secara fisik Serealia yang digiling
secara penuh atau parsial, biji-bijian dan kacang- kacangan
Penggilingan, pengunyahan
PR Granula pati resisten tipe B tidak
tergelatinisasi, lambat
dicerna oleh α-amilase
2 Kentang mentah, pisang
mentah, kacang-kacangan, jagung
Pengolahan pangan dan pemasakan PR3 Pati teretrogradasi Kentang yang dimasak
(dipanaskan) dan didinginkan, roti, cornflakes Kondisi pengolahan PR Pati termodifikasi secara kimia akibat adanya ikatan silang dengan pereaksi
4 Produk pangan yang
diformulasi dengan pati termodifikasi Agak sulit dicerna a Sumber : Muchtadi (2011). Protein
Protein adalah makromolekul yang mengandung atom karbon (C), oksigen (O), hidrogen (H) dan nitrogen (N). Beberapa rantai protein juga mengandung atom sulfur (S). Protein disusun oleh beragam monomer asam amino yang berikatan satu sama lain melalui ikatan peptida (Kusnandar 2010). Protein merupakan molekul polipeptida berukuran besar yang disusun oleh lebih dari 100 buah asam amino dengan urutan tertentu, dihubungkan satu sama lain secara kovalen oleh ikatan peptida.
Sebagaimana protein, asam amino juga mengandung atom C, H, O dan N. Di antara asam amino tersebut, terdapat pula asam amino yang mengandung atom S, yaitu metionin. Terdapat 20 jenis asam amino di alam yang dapat membentuk struktur protein. Sembilan di antara asam amino tersebut adalah asam amino esensial yaitu isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, treonin, valin, lisin, histidin dan agrinin (Kusnandar 2010). Asam amino memiliki dua buah gugus fungsional yang terikat pada atom karbon, yaitu gugus amin (NH2) yang bersifat basa dan
gugus karboksil (-COOH) yang bersifat asam. Struktur umum asam amino dapat dilihat pada Gambar 6.
R
H3N CH C O
O
Gambar 6 Struktur umum asam amino (Kusnandar 2010)
Gugus R (rantai samping)
Gugus Karboksil Gugus Amin
Protein merupakan bagian terbesar penyusun serealia setelah air dan karbohidrat. Protein tanaman dibagi atas dua kelompok yaitu protein cadangan dalam biji dan protein fungsional dalam bagian vegetatif dari tanaman. Protein cadangan dapat dibagi menjadi empat fraksi berdasarkan urutan pelarut yaitu albumin (larut air), globulin (larut garam), prolamin (larut alkohol) dan glutelin (larut dalam alkali dan asam). Pada serealia fraksi utama proteinnya adalah prolamin dan globulin (Muchtadi et al. 2010).
Kualitas protein beras dianggap tertinggi diantara protein serealia, terutama karena kandungan lisinnya relatif tinggi. Asam amino esensial yang terdapat pada beras antara lain isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptophan dan valin (Muchtadi et al. 2010)
Lemak
Lemak adalah salah satu kelompok lipid sederhana yang disintesis dari asam lemak dan gliserol. Lemak tersusun oleh atom utama karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Asam lemak penyusun lemak dapat dikelompokkan menjadi asam lemak esensial dan asam lemak non esensial. Lemak yang diperlukan oleh manusia adalah asam lemak esensial, yaitu asam lemak yang tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia sehingga harus disuplai dari pangan, misalnya asam oleat, linoleat dan linolenat (Kusnandar 2010).
Kandungan lemak tertinggi pada serealia terdapat dalam lembaga dan lapisan aleuron. Kurang lebih 80% lemak dalam beras pecah kulit terdapat dalam fraksi dedak-bekatul. Kadar lemak beras 2% dari total berat terdiri dari lemak netral 77.3%, fosfolipida 16.5%, glikolipida 9.8%. Asam lemak oleat, linoleat dan palmitat merupakan asam lemak utama dari bekatul (Muchtadi et al. 2010).
Mineral
Menurut Kusnandar (2010), mineral adalah komponen anorganik yang terdapat dalam tabel periodik unsur. Di antara mineral yang ada di alam, hanya 17 mineral yang diperlukan oleh tubuh manusia yaitu yang disebut dengan mineral esensial. Mineral esensial dapat dikelompokkan menjadi mineral makro dan mikro. Yang termasuk mineral makro adalah kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg), sodium (Na), klor (Cl), potasium (K) dan sulfur (S). Sedangkan yang termasuk mineral mikro adalah iodin (I), seng (Zn), besi (Fe), tembaga (Cu), flor (F), selenium (Se), molibdenum (Mo), mangan (Mn) dan cobalt (Co).
Kandungan mineral dalam beras tergantung dari perbedaan komposisi dan ketersediaan nutrisi tanah tempat tumbuhnya. Mineral terdistribusi pada semua bagian biji, tetapi yang paling banyak terdapat pada lapisan perikarp dan aleuron. Mineral yang terdapat pada serealia adalah kalium, fosfor, belerang, magnesium, klorida, kalsium, natrium dan silikon. Sedangkan mineral yang dalam jumlah sedikit adalah besi, seng, mangan dan tembaga (Muchtadi et al. 2010).
Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik berantai pendek yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk mempertahankan kesehatan dan kebugaran. Vitamin dikelompokkan berdasarkan kelarutannya, yaitu vitamin larut air (vitamin B dan
kompleks karena terdiri atas berbagai jenis vitamin, yaitu B1 (thiamin), B2
(riboflavin), B3 (niasin, asam nikotinat), B4 (kolin), B5 (asam pentotenat), B6
(pirodoksin), vitamin B12
Kandungan vitamin dalam beras yang terutama adalah thiamin, riboflavin, niasin dan pirodoksin. Jenis vitamin lainnya yaitu asam pentotenat, biotin, inositol, vitamin B
(sianokobalamin) serta biotin dan folasin (Kusnandar 2010).
12 dan vitamin E.
Beras Pratanak
Proses pratanak merupakan proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan. Tujuan dari pratanak adalah untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan (Hariyadi 2006).
Pengolahan beras pratanak sangat beragam, umumnya gabah akan melalui tiga tahapan proses yaitu perendaman (steeping), pengukusan (steaming) dan pengeringan (drying). Setelah proses pengeringan, gabah selanjutnya digiling hingga diperoleh beras pratanak. Proses pratanak berpengaruh lebih nyata terhadap sifat fisik butiran beras dibandingkan dengan sifat kimianya. Proses pratanak dipilih karena cenderung menurunkan indeks glikemik beras (Widowatiet al. 2007).
Proses pratanak adalah proses gelatinisasi pati di dalam beras. Pada proses gelatinisasi pati terjadi pengembangan granula secara irreversible dan kompaknya granula pati. Kejadian tersebut membutuhkan kandungan air 30-35% dan panas kurang lebih 26 kkal per kg gabah untuk kesempurnaan proses. Pada Tabel 4 dapat dilihat terjadinya perubahan zat gizi pada proses pratanak.
Tabel 4Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan Jenis Beras a Air (g) Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Beras pecah kulit 13 335 7.4 1.9 76.2 Beras setengah giling 12 353 7.6 1.1 78.3 Beras giling 13 360 6.8 0.7 78.9 Beras parboiled 12 364 6.8 0.6 80.1
a
Sumber : Damarjati (1981).
Secara umum proses pratanak akan mengubah sifat fungsional beras yaitu terjadinya peningkatan kandungan amilosa dan serat pangan serta penurunan daya cerna pati. Difusi dan pelekatan komponen penyusun bekatul dan sebagian sekam berpengaruh nyata meningkatkan kandungan serat pangan, terutama serat pangan tidak larut. Oleh karena itu butiran beras pratanak lebih kokoh dan tidak mudah patah saat penggilingan, sehingga meningkatkan mutu giling (Widowatiet al. 2009). Perbedaan sifat fungsional beras giling dan beras pratanak dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5Sifat fungsional beras giling dan beras pratanak Sifat Fungsional a Beras Giling (%) Beras Pratanak (%) Amilosa 22.04 23.87 Serat pangan tak larut 3.64 6.64 Serat pangan larut 2.06 2.53 Serat pangan total 5.69 9.17 Daya cerna pati 72.88 40.84
a
Sumber : Widowati et al.(2009).
Pada zaman dahulu proses pratanak ini ditujukan untuk mendapatkan gabah yang lebih mudah dikupas sekamnya.Proses pratanak padi bukannya statis, tetapi berkembang dalam aspek ekonomi, nutrisi dan praktis dalam rangka modifikasi hasil berasnya. Proses pratanak dimulai dengan timbulnya isu dari media massa, bahwa orang yang makan nasi pratanak akan terhindar dari penyakit beri-beri yang disebabkan kekurangan vitamin B1
Peningkatan nilai gizi pada beras pratanak disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrien lainnya dalam endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat mengerasnya lapisan aleuron yang mengakibatkan sedikitnya bekatul dan nutrien yang hilang. Beras pratanak memiliki kandungan vitamin B yang lebih tingi dibandingkan beras biasa serta kandungan minyak dan lemak yang rendah dibandingkan dengan beras biasa sehingga beras pratanak lebih tahan lama untuk disimpan (Nuraheni 1980).
(thiamin).
Perendaman bertujuan untuk memasukkan air ke dalam ruang interseluler dari sel-sel pati endosperm dan sebagian air diserap oleh sel-sel pati tersebut sampai tingkat tertentu sehingga cukup untuk proses gelatinisasi. Selama perendaman, gabah harus benar-benar terendam air. Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dengan menggunakan air bersuhu kamar dan perendaman menggunakan air panas (Akhyar 2009).
Pemasakkan bertujuan untuk melunakkan struktur sel-sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati endosperm menjadi seperti pasta akibat proses gelatinisasi. Pemasakkan dilakukan agar gelatinisasi pati dan sterilisasi yang homogen dari gabah tercapai, yaitu dengan menggunakan uap panas yang bersuhu tinggi dengan tekanan uap yang rendah (Akhyar 2009).
Pengeringan gabah pratanak bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai tingkat optimal untuk penggilingan dan penyimpanan, serta memaksimalkan hasil giling. Pengeringan juga mempengaruhi tekstur dan warna produk hasil akhir. Pengeringan sebaiknya dilakukan segera setelah pemasakkan. Penundaan pengeringan menyebabkan proses gelatinisasi terus berlanjut sehingga warna menjadi gelap. Penundaan pengeringan juga menyebabkan pertumbuhan mikroba meskipun gabah pratanak dalam keadaan steril, karena suhu dan kadar air tersebut sangat disukai oleh mikroba, terutama kapang dan cendawan. Akan tetapi bila pengeringan terlalu cepat akan menyebabkan retak (Akhyar 2009).
Prinsip proses pengeringan bahan adalah pemindahan uap air bahan melalui cara evaporasi. Evaporasi terjadi terutama pada permukaan bahan tersebut, yaitu
yang diberikan baik secara konveksi, konduksi maupun radiasi (Damarjati 1981). Pada proses penggilingan beras, gabah kering giling yang telah dibersihkan dari kotoran dilakukan proses penghilangan sekam sehingga diperoleh beras pecah kulit (brown rice), dilanjutkan dengan proses penyosohan sehingga diperoleh beras giling. Penyosohan akan menyebabkan lapisan bekatul