• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1985 sebagai anak ketiga dari pasangan Madinah H Wahab dan Anna Rosalia. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 38 Jakarta, dan pada tahun yang sama masuk ke Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Tahun 2005 penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di laboratorium Proses dan Kontrol Lingkungan, PT Dystar Colours Indonesia, Cilegon, dengan judul Sintesis Zat Warna Remazol Red B.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan di IPB, penulis juga menjadi asisten praktikum Kimia Dasar I pada tahun 2004, Kimia TPB, dan Kimia Lingkungan pada tahun 2005.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN ... 1 TINJAUAN PUSTAKA Nata de Soya ... 1 Selulosa Asetat... 2 Membran Komposit ... 2 Pencirian Membran... 3

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 3

Pembuatan Nata de Soya... 3

Penyiapan serbuk BC... 3

Pembuatan Selulosa Asetat ... 4

Pembuatan Membran ... 4

Pencirian Membran... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Nata de soya ... 4

Selulosa Asetat... 6

Membran komposit ... 6

Fluks Air ... 6

Fluks dan Indeks Rejeksi Dekstran... 8

Sifat mekanik ... 9

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 9

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hubungan derajat substitusi dengan kadar asetil ... 2

2 Kelarutan selulosa asetat... 2

3 Klasifikasi membran berdasarkan nilai fluks dan tekanan... 3

4 Komposisi CA dan PS pada tiap jenis membran ... 4

5 Penurunan nilai fluks air tiap jenis membran pada tekanan tertentu... 8

6 Ketebalan, elongasi, dan kekuatan tarik membran... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Reaksi Asetilasi Selulosa ... 2

2 Serbuk BC dari Nata de soya ... 5

3 Serpihan CA... 6

4 Membran komposit CA-PS ... 7

5 Hubungan antara fluks air dan waktu pada tiap tekanan... 7

6 Hubungan tekanan dengan nilai fluks air... 8

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Penetapan kadar air dan kadar α-selulosa ... 13

2 Penetapan kadar air dan kadar asetil selulosa asetat ... 14

3 Data kadar air dan kadar α-selulosa ... 15

4 Data kadar air dan kadar asetil selulosa asetat ... 16

5 Perhitungan rendemen selulosa asetat... 18

6 Data pengukuran fluks air ... 19

7 Data pengukuran fluks dekstran 200 ppm ... 21

PENDAHULUAN

Tahu merupakan salah satu makanan yang umum dikonsumsi oleh penduduk Indonesia karena harganya yang relatif murah. Tahu dibuat dengan bahan dasar kedelai yang memiliki kandungan protein tinggi, yaitu sebesar 35% atau bahkan mencapai 40-43% pada varietas unggul. Oleh karena itu, tahu merupakan sumber asupan protein yang sangat baik. Jika seseorang tidak boleh atau tidak dapat mengonsumsi protein hewani (misalnya pada vegetarian), maka kebutuhan protein dapat dipenuhi dengan mengonsumsi tahu atau produk turunan kedelai lain (IPTEKnet 2002).

Limbah yang dihasilkan dari produksi tahu sangat melimpah. Setiap 100 kg kedelai akan menghasilkan 1500-2000 l air limbah. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman. Air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Jika air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur atau dialirkan ke sungai, maka air sumur atau sungai tersebut tidak dapat dimanfaatkan lagi karena dapat menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya (KLH 2001).

Pemanfaatan limbah tahu di antaranya sebagai bahan pembuatan makanan ternak, nata de soya, makanan kecil (kastengel, stik tahu) (KLH 2001). Akan tetapi, produk tersebut tidak bernilai komersial tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan lebih lanjut untuk memperoleh produk yang lebih bernilai, salah satunya adalah membran selulosa asetat. Harga membran tersebut yang dipasarkan oleh Sterlitech Corporation (2002) berukuran 3x30 cm dan ukuran pori 0,45 µm adalah $232.00.

Selulosa yang merupakan bahan dasar membran umumnya diperoleh dari kayu dan kapas. Semakin tinggi populasi manusia di bumi, semakin menyempit lahan bagi tumbuhan, akibatnya harus dicari sumber selulosa lain (Awalludin et al. 2004). Selain tumbuhan, selulosa dapat dihasilkan oleh bakteri (Acetobacter, Agrobacterium, Rhizobium, Sarcina) yang dikenal sebagai selulosa bakteri (BC) (Krystynowicz & Bielecki 2001). Media yang umum digunakan adalah air kelapa. Seiring dengan berkembangnya industri nata de coco, harga air kelapa menjadi semakin meningkat. Limbah tahu dapat dijadikan alternatif

penghasil BC. Produk yang dihasilkan dinamakan nata de soya.

Nata de soya merupakan suatu BC yang dapat dijadikan sumber untuk membuat seluosa asetat (CA). Proses pembuatan CA dari BC telah banyak dilaporkan, di antaranya oleh Safriani (2000), Yulianawati (2002), dan Arifin (2004). CA tersebut dapat dijadikan bahan untuk membuat membran. Modifikasi membran CA telah banyak dilaporkan. Kim & Lee (1998) dan Ristiyani (2006) menggunakan polietilena glikol, sedangkan Somantri (2003) menggunakan formamida. Modifikasi tersebut hanya berpengaruh terhadap permeabilitas dan selektifitas membran, tetapi tidak berpengaruh terhadap kekuatannya. Polistirena (PS) dapat digunakan sebagai campuran polimer alami untuk meningkatkan kekuatan membran yang diperoleh (Meenakshi et al. 2002). Campuran PS dengan polimer alami juga dapat memudahkan penguraiannya (Sutiani 1997)

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi sifat membran komposit CA-PS melalui analisis fluks air, indeks rejeksi, dan sifat mekaniknya. Analisis ini bermanfaat untuk menentukan jenis dan kekuatan membran yang dibentuk. Membran komposit yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan membran dengan bahan CA saja.

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar industrinya berbasis pertanian, salah satunya adalah industri tahu. Industri ini umumnya tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah, sehingga limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi nata de soya.

Nata de Soya

Nata de soya adalah biomassa yang

sebagian besar terdiri dari selulosa atau disebut juga BC. Massa ini berasal dari pertumbuhan bakteri dengan limbah tahu sebagai media (Warintek 2005). Limbah tahu dapat dijadikan media karena komposisinya yang mengandung sumber nitrogen dan karbon.

BC merupakan salah satu produk metabolit dari mikroorganisme genus Acetobacter, Agrobacterium, Rhizobium, dan Sarcina. Penghasil BC yang paling efisien adalah Acetobacter xylinum yang akhir-akhir

ini diklasifikasi ulang sebagai Gluconobacter xylinus (Krystynowicz & Bielecki 2001).

Produk BC dari suatu galur Acetobacter murni secara kimiawi, yaitu bebas dari lignin dan hemiselulosa serta produk-produk biogenik lainnya (Masaoka et al.1993). Oleh karena itu, BC dapat dimurnikan dari media dan dari sel-sel bakteri yang terperangkap di dalamnya dengan larutan basa encer, misalnya NaOH 0.1 N, selama 20 menit, pada suhu 80oC. Inkubasi pembuatan BC dilakukan pada pH 4. Hal ini dikarenakan A. xylinum juga

memproduksi selulase di samping BC.

Selulase dapat menurunkan derajat

polimerisasi dari satu BC. Pada pH tersebut, jumlah selulase yang diproduksi sedikit (Toyosaki et al. 1995).

Selulosa Asetat

CA adalah selulosa yang gugus hidroksilnya diganti oleh gugus asetil berbentuk padatan putih, tak beracun, tak berasa, dan tak berbau (SNI 1991). Pembuatan CA dapat dilakukan dengan mereaksikan selulosa dengan anhídrida asetat menggunakan katalis H2SO4 (Gambar 1).

Gambar 1 Reaksi asetilasi selulosa

Pembuatan CA terdiri dari empat tahap, yaitu praperlakuan (aktivasi), asetilasi, hidrolisis, dan purifikasi. Tahap aktivasi menggunakan asam asetat glasial sebagai aktivator (Arifin 2004, Awalludin et al. 2004). Asetilasi bertujuan mensubstitusi gugus hidroksil dari selulosa dengan gugus asetil. Hidrolisis dilakukan dengan asam asetat encer untuk mengurangi kadar asetil hingga diperoleh derajat substitusi yang diinginkan (Tabel 1).

Tabel 1 Hubungan derajat substitusi dengan kadar asetil

Derajat substitusi Kadar asetil (%bobot) 0.6-0.9 1.2-1.8 2.2-2.7 2.8-3.0 13.0-18.6 22.2-32.2 36.5-42.2 43.0-44.8 Sumber: Fengel et al. (1985)

Kadar asetil berpengaruh terhadap pelarut yang digunakan pada proses pembuatan membran (Tabel 2). Purifikasi dilakukan dengan sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan BC yang terasetilasi dan yang tidak, lalu disuspensikan ke dalam akuades (Mark et al. 1965).

Tabel 2 Kelarutan selulosa asetat

Kadar asetil (%) Pelarut

43.0-44.8 Diklorometana 37.0-42.0 Aseton 24.0-32.0 2-Metoksietanol 15.0-20.0 Air <13.0 Tidak ada Sumber: Kirk & Othmer (1993).

Membran komposit

Membran dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis yang menahan pergerakan satu atau lebih komponen. Komponen yang dilewatkan disebut permeat dan komponen yang ditahan disebut rentetat (Koros et al. 1996). Klasifikasi membran menurut Osada dan Nakagawa (1992) berdasarkan struktur terbagi atas membran homogen dan heterogen atau lebih dikenal dengan membran simetri dan asimetri. Membran simetri mempunyai struktur pori yang seragam, sedangkan membran asimetri mempunyai lapisan permukaan yang halus dan ukuran pori yang berbeda-beda. Membran asimetri mempunyai keuntungan, yaitu daya tahannya terhadap tekanan maupun fouling membran lebih baik daripada membran simetri. Pembuatan membran asimetri biasanya menggunakan metode inversi fasa.

Membran komposit adalah membran yang dibuat dengan bahan dasar campuran dua atau lebih polimer. Jenis membran ini umum dibuat untuk meningkatkan kualitas membran dibanding dengan satu jenis polimer sebagai bahan dasarnya. Senyawa yang umum digunakan adalah polietilena glikol (PEG) dan formamida. PEG dapat digunakan sebagai pembentuk pori dan meningkatkan permeabilitas membran (Li et al. 1998, Kim & Lee 1998). Penambahan formamida sebanyak

Dokumen terkait