• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencirian Membran Komposit Selulosa Asetat Berbahan Dasar Limbah Tahu Menggunakan Polistirena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pencirian Membran Komposit Selulosa Asetat Berbahan Dasar Limbah Tahu Menggunakan Polistirena"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENCIRIAN MEMBRAN KOMPOSIT

SELULOSA ASETAT BERBAHAN DASAR LIMBAH TAHU

MENGGUNAKAN POLISTIRENA

JAKA RACHMADETIN

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

JAKA RACHMADETIN.Pencirian Membran Komposit Selulosa Asetat Berbahan Dasar Limbah Tahu Menggunakan Polistirena. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ACHMAD SJAHRIZA.

Limbah tahu yang tidak dimanfaatkan dapat dijadikan bahan dasar untuk membuat selulosa dan membran selulosa asetat (CA). Akan tetapi, membran tersebut memiliki sifat mekanik yang kurang baik. Pencampurannya dengan polistirena (PS) dapat meningkatkan kekuatannya. Nata de soya dibuat dari limbah tahu yang kemudian dikeringkan untuk menghasilkan serbuk selulosa. Serbuk selulosa direaksikan dengan pereaksi asetilasi, anhidrida asam asetat, dan pelarut-pelarut lainnya untuk memperoleh serpihan CA. Serpihan CA dicampur dengan PS untuk membentuk membran komposit dengan nisbah CA:PS 90:10, 85:15, dan 80:20. Membran ini diukur fluks air, indeks rejeksi, dan kekuatan tariknya. Serpihan CA yang dihasilkan mempunyai kadar air 4.3%, rendemen 109.76%, dan kadar asetil 43.26% (yang setara dengan derajat substitusi 2.8-3.0). Membran yang memiliki nilai fluks air tertinggi adalah membran 80:20 sebesar 164.23 l/m2, indeks rejeksi tetinggi diperoleh pada membran 90:10 sebesar 31.65%, dan nilai kekuatan tarik tertinggi dihasilkan pada membran 80:20 sebesar 24.11 kgf. Berdasarkan hasil tersebut, penambahan PS dapat meningkatkan nilai fluks air dan kekuatan tarik membran, tetapi menurunkan indeks rejeksinya.

ABSTRACT

JAKA RACHMADETIN. Characterization of Cellulose Acetate Composite Membrane From Soybean Curd Whey Using Polystyrene. Under the direction of SRI MULIJANI and ACHMAD SJAHRIZA.

(3)

PENCIRIAN MEMBRAN KOMPOSIT

SELULOSA ASETAT BERBAHAN DASAR LIMBAH TAHU

MENGGUNAKAN POLISTIRENA

JAKA RACHMADETIN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul PencirianMembran Komposit Selulosa Asetat Berbahan Dasar Limbah Tahu Menggunakan Polistirena, yang dilaksanakan pada bulan April 2006 sampai dengan Maret 2007 bertempat di laboratorium Kimia Anorganik dan Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ilmiah ini, di antaranya Dra. Sri Mulijani, M.S. dan Drs. Achmad Sjahriza selaku pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan kepada Penulis, kepada Drs. M. Farid dan Budi Arifin S.Si atas diskusi-diskusi berharga yang berkaitan dengan penelitian ini, kepada Mas Heri atas segala bantuannya, dan juga kepada Pak Syawal, Pak Sabur, Oom Em, Pak Didi, dan Mba Nur.

Ungkapan terima kasih juga Penulis haturkan kepada seluruh keluarga atas doa dan semangat yang diberikan kepada Penulis. Terima kasih juga diucapkan kepada Atiek atas dukungan dan dorongan semangatnya, untuk rekan-rekan: Endah, Fajar, Ari, Tri, Dogar, Fifie, Angga, Noni, Rio, dan Yanshen atas bantuan dan kebersamaan yang terjalin.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1985 sebagai anak ketiga dari pasangan Madinah H Wahab dan Anna Rosalia. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 38 Jakarta, dan pada tahun yang sama masuk ke Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Tahun 2005 penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di laboratorium Proses dan Kontrol Lingkungan, PT Dystar Colours Indonesia, Cilegon, dengan judul Sintesis Zat Warna Remazol Red B.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Nata de Soya ... 1

Selulosa Asetat... 2

Membran Komposit ... 2

Pencirian Membran... 3

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 3

Pembuatan Nata de Soya... 3

Penyiapan serbuk BC... 3

Pembuatan Selulosa Asetat ... 4

Pembuatan Membran ... 4

Pencirian Membran... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Nata de soya ... 4

Selulosa Asetat... 6

Membran komposit ... 6

Fluks Air ... 6

Fluks dan Indeks Rejeksi Dekstran... 8

Sifat mekanik ... 9

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 9

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hubungan derajat substitusi dengan kadar asetil ... 2

2 Kelarutan selulosa asetat... 2

3 Klasifikasi membran berdasarkan nilai fluks dan tekanan... 3

4 Komposisi CA dan PS pada tiap jenis membran ... 4

5 Penurunan nilai fluks air tiap jenis membran pada tekanan tertentu... 8

6 Ketebalan, elongasi, dan kekuatan tarik membran... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Reaksi Asetilasi Selulosa ... 2

2 Serbuk BC dari Nata de soya ... 5

3 Serpihan CA... 6

4 Membran komposit CA-PS ... 7

5 Hubungan antara fluks air dan waktu pada tiap tekanan... 7

6 Hubungan tekanan dengan nilai fluks air... 8

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Penetapan kadar air dan kadar α-selulosa ... 13

2 Penetapan kadar air dan kadar asetil selulosa asetat ... 14

3 Data kadar air dan kadar α-selulosa ... 15

4 Data kadar air dan kadar asetil selulosa asetat ... 16

5 Perhitungan rendemen selulosa asetat... 18

6 Data pengukuran fluks air ... 19

7 Data pengukuran fluks dekstran 200 ppm ... 21

(9)

PENDAHULUAN

Tahu merupakan salah satu makanan yang umum dikonsumsi oleh penduduk Indonesia karena harganya yang relatif murah. Tahu dibuat dengan bahan dasar kedelai yang memiliki kandungan protein tinggi, yaitu sebesar 35% atau bahkan mencapai 40-43% pada varietas unggul. Oleh karena itu, tahu merupakan sumber asupan protein yang sangat baik. Jika seseorang tidak boleh atau tidak dapat mengonsumsi protein hewani (misalnya pada vegetarian), maka kebutuhan protein dapat dipenuhi dengan mengonsumsi tahu atau produk turunan kedelai lain (IPTEKnet 2002).

Limbah yang dihasilkan dari produksi tahu sangat melimpah. Setiap 100 kg kedelai akan menghasilkan 1500-2000 l air limbah. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman. Air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Jika air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur atau dialirkan ke sungai, maka air sumur atau sungai tersebut tidak dapat dimanfaatkan lagi karena dapat menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya (KLH 2001).

Pemanfaatan limbah tahu di antaranya sebagai bahan pembuatan makanan ternak, nata de soya, makanan kecil (kastengel, stik tahu) (KLH 2001). Akan tetapi, produk tersebut tidak bernilai komersial tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan lebih lanjut untuk memperoleh produk yang lebih bernilai, salah satunya adalah membran selulosa asetat. Harga membran tersebut yang dipasarkan oleh Sterlitech Corporation (2002) berukuran 3x30 cm dan ukuran pori 0,45 µm adalah $232.00.

Selulosa yang merupakan bahan dasar membran umumnya diperoleh dari kayu dan kapas. Semakin tinggi populasi manusia di bumi, semakin menyempit lahan bagi tumbuhan, akibatnya harus dicari sumber selulosa lain (Awalludin et al. 2004). Selain tumbuhan, selulosa dapat dihasilkan oleh bakteri (Acetobacter, Agrobacterium, Rhizobium, Sarcina) yang dikenal sebagai selulosa bakteri (BC) (Krystynowicz & Bielecki 2001). Media yang umum digunakan adalah air kelapa. Seiring dengan berkembangnya industri nata de coco, harga air kelapa menjadi semakin meningkat. Limbah tahu dapat dijadikan alternatif

penghasil BC. Produk yang dihasilkan dinamakan nata de soya.

Nata de soya merupakan suatu BC yang dapat dijadikan sumber untuk membuat seluosa asetat (CA). Proses pembuatan CA dari BC telah banyak dilaporkan, di antaranya oleh Safriani (2000), Yulianawati (2002), dan Arifin (2004). CA tersebut dapat dijadikan bahan untuk membuat membran. Modifikasi membran CA telah banyak dilaporkan. Kim & Lee (1998) dan Ristiyani (2006) menggunakan polietilena glikol, sedangkan Somantri (2003) menggunakan formamida. Modifikasi tersebut hanya berpengaruh terhadap permeabilitas dan selektifitas membran, tetapi tidak berpengaruh terhadap kekuatannya. Polistirena (PS) dapat digunakan sebagai campuran polimer alami untuk meningkatkan kekuatan membran yang diperoleh (Meenakshi et al. 2002). Campuran PS dengan polimer alami juga dapat memudahkan penguraiannya (Sutiani 1997)

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi sifat membran komposit CA-PS melalui analisis fluks air, indeks rejeksi, dan sifat mekaniknya. Analisis ini bermanfaat untuk menentukan jenis dan kekuatan membran yang dibentuk. Membran komposit yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan membran dengan bahan CA saja.

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar industrinya berbasis pertanian, salah satunya adalah industri tahu. Industri ini umumnya tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah, sehingga limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi nata de soya.

Nata de Soya

Nata de soya adalah biomassa yang

sebagian besar terdiri dari selulosa atau disebut juga BC. Massa ini berasal dari pertumbuhan bakteri dengan limbah tahu sebagai media (Warintek 2005). Limbah tahu dapat dijadikan media karena komposisinya yang mengandung sumber nitrogen dan karbon.

(10)

ini diklasifikasi ulang sebagai Gluconobacter xylinus (Krystynowicz & Bielecki 2001).

Produk BC dari suatu galur Acetobacter murni secara kimiawi, yaitu bebas dari lignin dan hemiselulosa serta produk-produk biogenik lainnya (Masaoka et al.1993). Oleh karena itu, BC dapat dimurnikan dari media dan dari sel-sel bakteri yang terperangkap di dalamnya dengan larutan basa encer, misalnya NaOH 0.1 N, selama 20 menit, pada suhu 80oC. Inkubasi pembuatan BC dilakukan pada pH 4. Hal ini dikarenakan A. xylinum juga

memproduksi selulase di samping BC.

Selulase dapat menurunkan derajat

polimerisasi dari satu BC. Pada pH tersebut, jumlah selulase yang diproduksi sedikit (Toyosaki et al. 1995).

Selulosa Asetat

CA adalah selulosa yang gugus hidroksilnya diganti oleh gugus asetil berbentuk padatan putih, tak beracun, tak berasa, dan tak berbau (SNI 1991). Pembuatan CA dapat dilakukan dengan mereaksikan selulosa dengan anhídrida asetat menggunakan katalis H2SO4 (Gambar 1).

Gambar 1 Reaksi asetilasi selulosa

Pembuatan CA terdiri dari empat tahap, yaitu praperlakuan (aktivasi), asetilasi, hidrolisis, dan purifikasi. Tahap aktivasi menggunakan asam asetat glasial sebagai aktivator (Arifin 2004, Awalludin et al. 2004). Asetilasi bertujuan mensubstitusi gugus hidroksil dari selulosa dengan gugus asetil. Hidrolisis dilakukan dengan asam asetat encer untuk mengurangi kadar asetil hingga diperoleh derajat substitusi yang diinginkan (Tabel 1).

Tabel 1 Hubungan derajat substitusi dengan kadar asetil

Derajat substitusi Kadar asetil (%bobot) 0.6-0.9 1.2-1.8 2.2-2.7 2.8-3.0 13.0-18.6 22.2-32.2 36.5-42.2 43.0-44.8 Sumber: Fengel et al. (1985)

Kadar asetil berpengaruh terhadap pelarut yang digunakan pada proses pembuatan membran (Tabel 2). Purifikasi dilakukan dengan sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan BC yang terasetilasi dan yang tidak, lalu disuspensikan ke dalam akuades (Mark et al. 1965).

Tabel 2 Kelarutan selulosa asetat

Kadar asetil (%) Pelarut

43.0-44.8 Diklorometana 37.0-42.0 Aseton 24.0-32.0 2-Metoksietanol 15.0-20.0 Air <13.0 Tidak ada Sumber: Kirk & Othmer (1993).

Membran komposit

Membran dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis yang menahan pergerakan satu atau lebih komponen. Komponen yang dilewatkan disebut permeat dan komponen yang ditahan disebut rentetat (Koros et al. 1996). Klasifikasi membran menurut Osada dan Nakagawa (1992) berdasarkan struktur terbagi atas membran homogen dan heterogen atau lebih dikenal dengan membran simetri dan asimetri. Membran simetri mempunyai struktur pori yang seragam, sedangkan membran asimetri mempunyai lapisan permukaan yang halus dan ukuran pori yang berbeda-beda. Membran asimetri mempunyai keuntungan, yaitu daya tahannya terhadap tekanan maupun fouling membran lebih baik daripada membran simetri. Pembuatan membran asimetri biasanya menggunakan metode inversi fasa.

(11)

13% pada selulosa asetat yang dihasilkan oleh Somantri (2003) meningkatkan permeabilitas membran, tetapi menurunkan selektivitas membran. Berkurangnya formamida akan meningkatkan nilai rejeksi, tetapi menurunkan fluks membran. Darwati et al. (2002) melakukan penambahan formamida dengan variasi konsentrasi 17%, 19%, dan 21% b/b dan diperoleh komposisi optimum adalah membran dengan komposisi 19% selulosa asetat, 19% formamida, dan 62% aseton. Membran ini dapat mereduksi senyawa organik limbah cair tapioka sebesar 72.13%, tetapi meloloskan senyawa-senyawa dengan massa molekul kecil seperti linamarin dan sianohidrin.

Pencirian membran

Pencirian membran dilakukan untuk menganalisis kinerja membran yang meliputi struktur, ukuran pori, dan sifat fisik mekanik serta kimia membran. Fluks merupakan aliran fluida yang melewati membran. Nilai fluks dipengaruhi oleh bahan polimer pembuat membran, tekanan, polarisasi, dan fouling (Mulder 1996). Nilai fluks juga dapat menunjukkan jenis membran yang dihasilkan (Tabel 3). Indeks rejeksi merupakan ukuran dari selektivitas membran. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui jumlah material yang dapat ditahan oleh membran. Nilai indeks rejeksi ini dihitung dari perbandingan jumlah yang dapat ditahan dengan yang dilewatkan oleh membran (Baker 2004).

Tabel 3 Klasifikasi membran berdasarkan nilai fluks dan tekanan

Jenis membran Tekanan (105 N/m2)

Fluks air (l/(m2jam)) Mikrofiltrasi 0.1-2.0 >50

Ultrafiltrasi 1.0-5.0 10-50 Nanofiltrasi 5.0-20 1.4-1.2

Osmosis balik 10-100 0.005-1.4

Sumber: Mulder (1996).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan alat

Bahan–bahan yang diperlukan penelitian ini adalah starter bakteri A. xylinum dari Balai Besar Industri Agro, asam asetat glasial, amonium sulfat, anhidrida asetat, kertas saring, kertas pH, sukrosa, limbah cair tahu, polistirena, diklorometana, CH3COOH,

NaOH, H2SO4, dekstran, dan fenol.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah modul ultrafiltrasi, blender Philips, kain kasa, wadah fermentasi, penangas panas, kertas penutup wadah fermentasi, termometer, pengaduk magnet, pompa vakum, corong Buchner, neraca analitik, pengaduk listrik Versamix Fisher, pelat kaca, oven, sentrifusa Hermle Z300, spektrofotometer UV-Vis Spectronic 20, dan modul pengukur uji tarik di Laboratorium Pengawasan Mutu, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pembuatan nata de soya

Nata de soya dibuat dengan modifikasi prosedur Warintek (tt). Limbah cair tahu segar diendapkan, lalu disaring dengan kain kasa. Filtrat sebanyak 600 ml dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk. Larutan ditambah 6 ml asam asetat, 48 g sukrosa, dan 3 g amonium sulfat, kemudian diaduk hingga larut sempurna. Larutan ini didiamkan hingga mencapai suhu kamar, lalu dituangkan ke dalam wadah fermentasi sebagai media nata. Media nata tersebut diatur pH-nya dengan asam asetat hingga mencapai 4. Starter sebanyak 60 ml dimasukkan ke dalam media nata. Wadah ditutup dengan kertas yang telah dipanaskan dalam oven pada suhu 40ºC selama 2 jam, selanjutnya disimpan dalam ruang fermentasi selama 7 hari sampai terbentuk nata dengan ketebalan 1.5-2.0 cm.

Penyiapan serbuk BC

Penyiapan serbuk BC dilakukan dengan metode kering matahari. Nata de soya direndam dalam larutan NaOH 1% (b/v) pada suhu kamar selama 24 jam dengan nisbah bobot nata (kg) terhadap volume larutan (l) sebesar 2:3. Nata diangkat, lalu direndam kembali di dalam asam asetat 1% selama 24 jam untuk menetralkan pH-nya. Jika pH naik, maka dinetralkan kembali sampai pH 7 konstan. Nata dicuci dengan air, lalu dipotong dan diperas dengan menggunakan pompa

vakum. Lembaran nata tersebut

dikeringudarakan selama 2-3 hari, lalu dihancurkan dengan blender hingga berupa serbuk halus (Arifin 2004). Serbuk nata ini selanjutnya dihitung kadar air dan kadar α -selulosanya (Lampiran 1).

Pembuatan selulosa asetat

(12)

(2004). Serbuk BC sebanyak 0.9 gram dicampurkan dengan 100 ml asam asetat di dalam botol bertutup ganda, lalu dikocok dengan kecepatan 200 rpm selama 20 menit. Selanjutnya, BC disaring vakum dan diperas sekuat mungkin. Perlakuan ini dilakukan duplo. Hasil perasan yang kedua dikembalikan ke dalam botol bertutup ganda dan direndam dalam 50 ml asam asetat glasial selama 3 jam pada suhu kamar. Botol dikocok dengan kecepatan 200 rpm. Setelah 3 jam, selulosa disaring vakum dan diperas sekuat mungkin. BC dimasukkan kembali ke dalam botol bertutup ganda yang baru, lalu ditambahkan asam asetat glasial dan H2SO4

dengan nisbah 100:1 (10:0.1 ml). Campuran diaduk kuat selama 1 menit. Anhidrida asam asetat ditambahkan dengan nisbah 1:5 tetes demi tetes, kemudian diaduk hingga larutan berwarna kemerahan. Larutan dibiarkan selama 2 jam dalam penangas bersuhu 40oC. Waktu 2 jam dihitung sejak ditambahkannya anhidrida asam asetat .

Larutan hasil proses asetilasi dihidrolisis dengan menggunakan campuran air dan asam asetat glasial (2:1) sebanyak 2.4 ml dan dilakukan pengadukan pada beberapa menit pertama. Larutan dibiarkan pada suhu 40oC selama 30 menit dihitung sejak ditambahkannya asam asetat encer.

Larutan hasil hidrolisis disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 4000 rpm untuk memisahkan kotoran sisa asetilasi. Supernatan dituang perlahan ke dalam 500 ml air destilasi yang diaduk kuat dengan pengaduk magnetik hingga muncul serpihan CA yang berwarna putih. Serpihan yang terbentuk disaring vakum. Serpihan CA ini dinetralkan pH-nya dengan NaHCO3 1 N hingga busa

yang muncul hilang kembali. Air destilata digunakan untuk mencuci CA dan menghilangkan NaHCO3 yang tersisa. Hasil

produk CA ini dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah ditimbang bobot kosongnya, lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 50°C selama 24 jam. CA kering dianalisis kadar air dan kadar asetilnya (Lampiran 2), lalu dihitung rendemennya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut,

(1-M2) (W3 – W2)

Rendemen(%) = --- x 100% C(1-M1)W1

keterangan:

W1 = bobot contoh uji (gram)

M1 = kadar air contoh uji (%)

C = kadar α-selulosa (%) W2 = bobot gelas piala (gram)

W3= bobot gelas piala + selulosa asetat kering

(gram)

M2 = kadar air selulosa asetat (%).

Pembuatan membran

Pembuatan membran dilakukan dengan metode inversi fase. CA kering dan PS dengan nisbah 90:10, 85:15, dan 80:20 (Tabel 4) dilarutkan di dalam diklorometana. Nisbah polimer dan pelarut yang digunakan sebesar 14% (b/v). Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca yang telah diberi selotip di kedua sisinya dengan tujuan membuat membran dengan ketebalan yang seragam. Larutan tersebut diratakan dengan menggunakan batang pengaduk hingga diperoleh lapisan tipis yang menempel di atas pelat kaca. Pelarut yang tersisa diuapkan pada suhu kamar, lalu plat kaca direndam dalam akuades hingga membran yang menempel terlepas dari kaca.

Tabel 4 Komposisi CA dan PS pada tiap jenis membran

Jenis membran CA (%) PS (%)

A 90 10

B 85 15

C 80 20

Pencirian membran

Pencirian membran pada penelitian ini hanya dilakukan dengan pengukuran fluks air, indeks rejeksi, dan sifat mekaniknya (elongasi dan kekuatan tarik).

Fluks air

Sampel membran dengan ukuran 5.0x22.5 cm ditempatkan dalam modul alat saring

crossflow. Modul tersebut dihubungkan

dengan pompa, pengukur, dan pengatur tekanan. Akuades dialirkan ke dalam modul dengan menggunakan pompa. Tekanan aliran air diatur dengan variasi yang digunakan sebesar 2.5, 5.0, 7.5, dan 10.0 psi. Permeat ditampung di dalam gelas ukur dan dihitung waktu alirnya tiap 100 ml dengan interval waktu 5 menit selama 90 menit. Pengukuran dilakukan terhadap seluruh jenis membran dan pada tiap tekanan yang digunakan.

Fluks dan Indeks rejeksi dekstran

(13)

keadaan tunak. Metode dan alat yang digunakan adalah sama seperti pada penentuan fluks air, tetapi yang digunakan sebagai umpan adalah dekstran 200 ppm dan hanya diukur pada tekanan optimum. Permeat dekstran yang diperoleh pada keadaan tunak direaksikan dengan fenol 5% dan H2SO4 pekat

dengan nisbah 1:1:5. Campuran dikocok dan didiamkan hingga dingin, lalu diukur absorbansnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. Konsentrasi dekstran pada permeat dihitung dengan menggunakan kurva standar. Indeks rejeksi rejeksi dihitung dari perbandingan antara konsentrasi permeat dan umpan dengan menggunakan persamaan berikut ini,

Indeks Rejeksi (%) = 1 - CPermeat x100%

C

umpan

Sifat mekanik

Membran dipotong menjadi tiga bagian dengan ukuran masing-masing sebesar 0.5x 22.0 cm. Membran tersebut ditempatkan dalam suatu modul uji tarik. Elongasi diperoleh dari perbandingan pertambahan panjang maksimum membran dengan panjang awalnya. Nilai kuat tarik diperoleh dari besar gaya yang terukur saat membran terputus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nata de soya

Nata de soya yang diperoleh pada

penelitian ini berwarna putih dengan ketebalan sekitar 1 cm. BC ini dikeringkan, lalu dihaluskan, sehingga diperoleh serbuk berwarna putih kecoklatan (Gambar 2). Menurut Arifin (2004) BC yang dihasilkan memiliki struktur yang rapat karena adanya ikatan hidrogen antarmolekul selulosa. Perendaman BC di dalam NaOH 1% dapat menggembungkan strukturnya, kemudian

perendaman dalam CH3COOH membuat

struktur BC menjadi lebih terbuka. Ikatan hidrogen yang ada pada BC dapat digantikan oleh ikatan hidrogen antara selulosa dan air. Proses pergantian ikatan hidrogen dapat meningkatkan aksesibilitas BC terhadap pereaksi asetilasi. Hal ini didukung penelitian

Laily et al. (2002) yang menyatakan

perendaman di dalam NaOH dan CH3COOH

dapat menghasilkan nata de soya yang lebih kenyal daripada yang tidak direndam dalam larutan tersebut.

Gambar 2 Serbuk BC dari nata de soya.

Kemurnian selulosa dapat diukur dari kadar α-selulosa. α-Selulosa adalah komponen polisakarida yang setelah dilarutkan dengan NaOH 17.5% (b/v), tetap tidak larut ketika basa diencerkan ke sekitar 8% (b/v) (Fengel & Wegener 1989). Kadar α-selulosa yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 91.98% (Lampiran 3). Kadar α-selulosa berbanding lurus dengan kemurnian selulosa. Semakin tinggi kadar α-selulosa, semakin tinggi pula kemurnian selulosa tersebut. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar α -selulosa yang dihasilkan Yulianawati (2002), Arifin (2004), maupun Tresnawati (2006). Pengeringan yang berbeda, yaitu pengeringan pada suhu kamar diperkirakan dapat meminimalisasi degradasi rantai selulosa akibat pemanasan pada suhu tinggi.

Kadar air selulosa yang diperoleh sebesar

6.23%. Kadar air ini lebih rendah

(14)

tinggi akan menyebabkan proses hidrolisis CA lebih cepat daripada laju pembentukannya, sehingga hasil reaksi yang diinginkan tidak tercapai.

Pembuktian keberhasilan reaksi asetilasi dilakukan dengan analisis spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) yang telah dilakukan oleh Rachmawati (2007). Hasilnya menunjukkan munculnya serapan tajam karbonil pada spektrum FTIR dari CA yang tidak terlihat pada spektrum FTIR dari BC. Hal ini menunjukkan telah terbentuk gugus karbonil yang berasal dari gugus asetil pada selulosa asetat.

Selulosa asetat

Serbuk BC direndam dalam asam asetat untuk menarik air yang masih tersisa di dalam BC karena BC bersifat higroskopis. Proses perendaman di dalam asam asetat ini juga akan menggembungkan serat selulosa yang dapat mengurangi ikatan hidrogen intramolekul selulosa, sehingga mempercepat difusi anhidrida asam asetat. Perendaman dilakukan sebanyak tiga kali untuk meningkatkan efektivitasnya (Arifin 2004).

Banyaknya gugus asetil yang terdapat di dalam CA dapat diukur berdasarkan kadar asetil atau derajat substitusi. Kadar asetil CA dipengaruhi oleh jumlah gugus asetil yang terdapat pada molekul-molekul CA tersebut. Kadar asetil sebanding dengan jumlah gugus asetil yang terkandung di dalamnya (Desiyarni 2006). Derajat substitusi adalah jumlah rerata atom H pada gugus hidroksil, yang diubah menjadi gugus asetil, dalam setiap residu anhidro glukosa (Arifin 2004). Kadar asetil CA yang diperoleh sebesar 43.26% atau setara dengan derajat substitusi 2.8-3.0 (Lampiran 4). Nilai ini mendekati hasil yang diperoleh oleh Tresnawati (2006), tetapi tidak sesuai standar menurut SNI. Kadar air CA sebesar 4.30% dan rendemen yang dihasilkan sebesar 109.76% (Lampiran5). Penambahan anhidrida asetat dilakukan

tetes demi tetes karena reaksi bersifat eksoterm. Penambahan dalam jumlah yang signifikan akan menyebabkan suhu sistem meningkat, sehingga dapat menyebabkan CA yang diinginkan terdegradasi karena tingginya suhu. Hal ini mengakibatkan rendemen yang dihasilkan berkurang, atau bahkan produk CA tidak terbentuk sama sekali. Reaksi asetilasi dihentikan dengan penambahan asam asetat encer. Asam asetat encer ini juga berfungsi untuk mengurangi derajat substisusi CA hingga nilai yang sesuai standar dengan cara menghidrolisis kembali sebagian CA yang terbentuk. Hasil reaksi kemudian disentrifugasi untuk memisahkan BC yang terasetilasi dan yang tidak. Bagian yang terasetilasi berupa supernatan didispersikan ke dalam akuades, sehingga diperoleh serpihan berwarna putih kecoklatan yang merupakan selulosa asetat (Gambar 3).

Membran komposit

Serbuk CA yang dihasilkan mempunyai kadar asetil sebesar 43.26%. Menurut Kirk & Othmer (1993), CA tersebut larut di dalam pelarut diklorometana. Pembuatan membran CA dengan metode inversi fasa menggunakan diklorometana sebagai pelarut dan air sebagai non pelarut telah dilakukan oleh Pasla (2006) dan Tresnawati (2006). Berdasarkan pengamatan, baik CA yang diperoleh maupun PS sebagai polimer aditif yang digunakan dapat larut sempurna di dalam diklorometana. Kedua polimer tersebut dilarutkan hingga homogen, kemudian dicetak di atas pelat kaca hingga diperoleh membran tipis dan transparan seperti terlihat pada Gambar 4. Pengamatan permukaan membran dilakukan oleh Rachmawati (2007). Ukuran pori-pori pada permukaan membran terlihat memiliki ukuran yang tidak seragam

(15)

Gambar 4 Membran komposit CA-PS.

Fluks air

Nilai fluks merupakan salah satu parameter penting dalam kinerja membran filtrasi. Nilai ini menunjukkan jumlah permeat yang dapat dilewatkan oleh suatu membran dengan luas tertentu tiap satu satuan waktu. Hasil pengukuran fluks air (Lampiran 6) menunjukkan nilai yang semakin lama semakin menurun hingga mencapai keadaan tunak yang ditandai dengan tanda lingkaran (Gambar 5). Gejala ini terjadi pada setiap membran dan pada semua tekanan. Menurut Mulder (1996), hal ini disebabkan terjadinya fouling yang dikarenakan air yang digunakan kemungkinan masih mengandung partikel-partikel yang berukuran hampir sama atau lebih besar daripada ukuran pori membran, sehingga partikel tersebut akan menumpuk pada permukaan membran. Kondisi ini mengakibatkan terhambatnya laju alir umpan, sehingga kemampuan membran untuk melewatkan umpan menjadi berkurang.

Penurunan fluks untuk membran mikrofltrasi pada umumnya tidak lebih dari 5% (Mulder 1996). Berdasarkan hasil pengukuran, penurunan nilai fluks pada setiap jenis membran dengan berbagai variasi tekanan lebih dari 5%, yaitu berkisar antara 9.33% dan 14.13% (Tabel 5). Penurunan yang cukup besar ini menunjukkan kinerja membran saat pengukuran filtrasi kurang stabil. Akan tetapi, penurunan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan membran yang dibuat oleh Ristiyani (2006). Ristiyani membuat membran CA dengan menggunakan polietilena glikol (PEG) sebagai porogen dan penurunan fluks air membran tersebut berkisar antara 12.50% dan 22.41%.

(a)

(b)

(c)

(16)

Tabel 5 Penurunan nilai fluks air tiap jenis membran pada tekanan tertentu

Jenis membran Tekanan Fluks

(l/(m2 jam)) Penurunan fluks (CA:PS) (psi) Awal Akhir (%)

A 2.5 120.64 107.91 10.55

5.0 133.53 119.52 10.49

7.5 189.87 170.13 10.40

10.0 154.11 136.78 11.25 B 2.5 137.20 122.95 10.38

5.0 157.89 141.51 10.38

7.5 220.59 200.00 9.33

10.0 182.93 160.43 12.30

C 2.5 146.58 130.62 10.89

5.0 179.28 156.79 12.54

7.5 293.16 252.81 13.76

10.0 234.99 201.79 14.13

Nilai fluks pada penelitian ini diberi variasi tekanan terhadap berbagai jenis konsentrasi polimer pada membran. Variasi tekanan yang digunakan sebesar 2.5, 5.0, 7.5, dan 10 psi. Fluks air dari seluruh membran meningkat seiring dengan bertambahnya tekanan. Hal ini terjadi pada tekanan 2.5 hingga 7.5 psi, tetapi nilainya mengalami penurunan pada tekanan 10 psi (Gambar 6). Nilai ini menunjukkan kinerja optimum membran terjadi pada tekanan 7.5 psi.

Gambar 6 Hubungan tekanan dengan nilai fluks air

Penurunan fluks pada tekanan yang tinggi dapat terjadi karena peristiwa kompaksi membran. Menurut Mulder (1996), kompaksi merupakan perubahan mekanik akibat adanya gaya dorong. Tekanan yang tinggi dapat

mengakibatkan struktur CA menjadi lebih rapat, sehingga pori-pori membran mengecil. Akibatnya, laju permeat pada membran menjadi berkurang. Gejala kompaksi juga terjadi pada membran CA dengan menggunakan PEG sebagai porogen yang dibuat oleh Ristiyani (2006). Akan tetapi, gejala kompaksi pada membran tersebut sudah terjadi pada tekanan lebih dari 5 psi. Hal ini menunjukkan bahwa membran komposit CA-PS yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibanding CA-PEG karena dapat bekerja pada tekanan yang lebih tinggi. Membran dengan campuran CA yang lebih banyak memiliki fluks air yang lebih kecil. Menurut Mulder (1996), konsentrasi polimer pembentuk membran sangat memengaruhi karakteristik membran yang terbentuk. Jika konsentasi polimer yang digunakan tinggi, maka membran yang dihasilkan lebih padat, sehingga fluksnya semakin kecil. Fluks air membran A, B, dan C pada tekanan 7.5 psi masing-masing sebesar 252.81, 200.00, dan 170.13 l/m2 jam. Nilai fluks ini jauh lebih baik dibandingkan dengan membran CA-PEG (Ristiyani 2006) yang memiliki kisaran nilai fluks antara 1440.48 dan 1680.65 l/(m2 jam).

Fluks dan Indeks rejeksi dekstran

(17)

lebih tajam. Hal in dikarenakan larutan dekstran memiliki partikel terlarut yang ukurannya lebih besar dibandingkan dengan akuades, sehingga menyebabkan gejala fouling yang lebih cepat.

Gambar 7 Hubungan antara fluks dekstran 200 ppm dan waktu

Fluks dekstran tertinggi pada membran C, yaitu sebesar 164.23 l/(m2 jam), kemudian diikuti B dan A masing-masing sebesar 128.39 l/(m2 jam), 93.36 l/(m2 jam). Nilai ini menunjukkan semakin banyak tambahan PS atau CA semakin sedikit, mengakibatkan fluks semakin besar. Fenomena yang sama seperti yang terjadi pada pengukuran fluks air.

Rejeksi dekstran dilakukan pada keadaan tunak dan tekanan 7.5 psi yang merupakan tekanan optimum. Permeat diukur absorbansnya pada panjang gelombang maksimum hasil pengukuran, yaitu 490 nm. Absorbans tersebut digunakan untuk menentukan konsentrasi dekstran di dalam permeat dengan menggunakan kurva standar (Lampiran 8). Berlawanan dengan nilai fluks, indeks rejeksi dekstran semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi PS. Rejeksi tertinggi diperoleh pada membran A, yaitu sebesar 31.65%, kemudian diikuti B dan C masing-masing sebesar 29.05 dan 24.19%

Sifat mekanik

Membran dipotong menjadi tiga bagian, yaitu dua bagian tepi dan satu bagian tengah agar hasil pengukuran dapat merepresentasikan seluruh bagian membran. Data hasil pengukuran ketebalan, elongasi,

dan kekuatan tarik ketiga membran disenaraikan pada Tabel 6. Ketiga jenis membran memiliki ketebalan yang seragam, yaitu 0.04 mm. Hasil pengukuran elongasi membran A sama dengan membran B, yaitu 6.06%. Elongasi membran C sebesar 6.82%. Nilai kuat tarik membran, baik pada membran A, B, maupun C, memiliki nilai yang berbeda pada ketiga bagian yang diuji. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya pengonsentrasian polimer pada bagian tertentu.

Membran A, B, dan C masing-masing memiliki nilai kuat tarik rata-rata 16.89, 20.97, dan 24.11 kgf. Peningkatan konsentrasi PS menyebabkan meningkatnya kuat tarik karena PS memiliki sifat mekanik yang lebih kuat dibandingkan dengan selulosa asetat. Menurut Meenakshi et al. 2001, serat buatan umumnya memiliki sifat mekanik yang lebih kuat dibandingkan dengan serat alami.

Tabel 6 Ketebalan, elongasi dan kekuatan tarik membran.

Membran Tebal (mm)

Elongasi (%)

Kekuatan tarik (kgf) A 0.04 4.55 21.33

0.04 9.09 13.33

0.04 4.55 16.00

Rerata A 0.04 6.06 16.89

B 0.05 6.82 14.93

0.04 6.82 26.66

0.04 4.55 21.33

Rerata B 0.04 6.06 20.97

C 0.04 6.82 19.33

0.04 6.82 28.33

0.04 6.82 24.66

Rerata C 0.04 6.82 24.11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(18)

13.76 l/(m2 jam). Fluks dekstran ketiga membran tersebut masing-masing sebesar 93.36, 128.39, dan 164.23 l/(m2 jam) dengan indeks rejeksi 31.65, 29.05, dan 24.19%. 16.89, 20.97, dan 24.11 kgf. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan PS dapat meningkatkan fluks dan kuat tarik membran, tetapi menyebabkan turunnya indeks rejeksi. Berdasarkan nilai fluksnya, membran yang diperoleh tergolong membran mikrofiltrasi.

Saran

Sebaiknya digunakan beberapa senyawa komposit lainnya yang dapat meningkatkan kinerja membran. Optimalisasi pembuatan membran juga perlu dilakukan dengan variasi suhu dan lama pengadukan untuk mendapatkan komposisi dan pori-pori yang lebih seragam.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin B. 2004. Optimasi kondisi asetilasi selulosa bakteri dari nata de coco [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Awalludin A, Achmadi SS, Nurhidayati N. 2004. Karboksilasi selulosa bakteri. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan. 305-312.

Baker RW. 2004. Overview of membrane scienceandtechnology.http://media.wiley. com/product_data/excerpt/56/04708544/0 470854456.pdf [15 Mei 2005].

Darwati, Natanael CL, Rahayu I. 2002. Pembuatan dan karakterisasi membran ultrafiltrasi dari bahan selulosa asetat dengan variasi konsentrasi aditif (formamida) dan aplikasinya untuk penanganan limbah tapioka [Laporan penelitian]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran.

Darwis AA. 2003. Produksi membran filtrasi dari selulosa mikrobial dan penerapannya dalam industri pertanian [Laporan Penelitian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Desiyarni. 2006. Perancangan proses pembuatan selulosa asetat dari selulosa mikrobial untuk membran ultrafiltrasi.

[Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Fengel D, Wegener G. 1984. Wood:

Chemistry, Ultrastructure, Reaction. Berlin: Walter de Gruyter.

IPTEKnet. 2002. Tahu. Jakarta: IPTEKnet. http:// www.iptek.net.id/ind/warintek/ Pengolahan_pangan_idx.php?doc=6c22 [15 Mei 2005].

[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2001. Informasi praktis pengelolaan dan pemanfaatan limbah tahu tempe. http://www.menlh.go.id/usahakecil/olah/ tahu.htm [15 Mei 2005].

Kim JH, Lee KH. 1998. Effect of PEG additive on membrane formation by phase inversion. J Memb Sci 138:153-163.

Kirk RE, Othmer DF. 1993. Encyclopedia of Polymer Science and Technology. New York: Interscience Publisher.

Koros WJ, Ma YH, Shimidzu YH.1996. Terminolgy for membranes and membrane processes (IUPAC Recommendations 1996). http://www.ch e.utexas.edu/nams/IUPAC.html [15 Mei 2005].

Krystynowicz A, Bielecki S. 2001. Biosynthesis of bacterial cellulose and its potential application in the different industries. http://216.239.53.10. 4/ search?q=cache:i9ZFFPoDfYJ:www.bi otechnology-pl.com/science/

krystynowicz. htm+krystynowicz&hl+id &ie+UTF-8 [13 Juni 2005].

Laily N, Istini S, Nurani D. 2002. Pengaruh pasca panen terhadap kekenyalan dan kekerasan selulosa bakteri-nata de soya.

Jurnal saint dan teknologi.

V5.N5.20. http://www.iptek.net.id/ind/jur nal/jurnal_idx.php? doc=V5.N5.20.htm [15 Mei 2005].

Li J, Wang S, Nagai K, Nakagawa T, Mau AWH. 1998. Effect of polyethyleneglyc ol (PEG) on gas permeabilities and permselectivities in its cellulose acetate

(CA) blend membranes. J Memb Sci

138:143-1152.

(19)

Masaoka S, Ohe T, Sakota N. 1993. Production of cellulose from glucose by Acetobacter xylinum. J Ferment Bioeng 75: 18-22.

Meenakshi P, Noorjahan SE, Rajini R, Venkateswarlu U, Rose C, Sastry TP. 2002. Mechanical and microstructure studies on the modification of CA film blending with PS. Bull Mater Sci 25:25-29.

Mulder M. 1996. Basic Principles of

Membrane Technology. Netherland:

Kluwer.

Osada Y, Nakagawa T. 1992. Membrane

Science and Technology. New York:

Marcel Dekker.

Pasla FR. 2006. Pencirian membran selulosa asetat berbahan dasar selulosa bakteri dari limbah nanas [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rachmawati S. 2007. Kajian mikrostruktur membran komposit selulosa asetat berbahan dasar limbah cair tahu menggunakan polistirena. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Ristiyani R. 2006. Pencirian membran selulosa asetat dari kulit nanas dengan penambahan poli(etilena)glikol sebagai porogen [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Safriani. 2000. Produksi biopolimer selulosa asetat dari nata de soya [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1991. Selulosa asetat. SNI 06-2115-1991. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

Somantri RU. 2003. Pengaruh penambahan formamide dan lama penguapan pelarut (aseton) terhadap membran selulosa asetat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sterlitech. 2002. Sterlitech cellulose acetate (CA) membrane rice and size informati on.http://www.sterlitech.com/products/m embranes/celluloseacetate/caorderinginfo. htm [2 Juni 2005].

Sutiani A. 1997. Biodegradasi poliblend polistiren-pati [Tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.

Toyosaki H, Watanabe A, Takahara N. 1995. Screening of bacterial cellulose producing Acetobacter strain suitable for agitated culture. Biosci Biotechnol Biochem 59:1498-1502.

Tresnawati A. 2006. Kajian spektroskopi inframerah transformasi Fourier dan mikroskop susuran elektron membran selulosa asetat dari limbah nanas [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Warintek. 2005. Nata de soya. http://warint ek/natadesoya/pagan/merintisbisnis/progr essio. html [8 Mei 2005].

(20)
(21)

Lampiran 1 Penetapan kadar air dan kadar α-selulosa

1. Penetapan kadar air

Cawan Petri kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 105ºC selama 1 jam, lalu didinginan di dalam desikator, kemudian ditimbang bobotnya. Contoh uji ditimbang sebanyak 0.2-1.0 g di dalam Petri tersebut lalu dikeringkan kembali pada suhu yang sama. Bobot contoh dan Petri ditimbang setiap interval 1-3 hari. Setelah bobotnya konstan dapat diperoleh kadar air dengan persamaan berikut:

Kadar air (%) = 1- W3 – W1 x 100%

W2

2. Penetapan kadar α-selulosa

Kaca masir kosong dengan 20 ml larutan pencuci sulfat-kromat dan dibiarkan 1-2 hari. Larutan pencuci ini dibuat dengan melarutkan 5 gram K2CrO7 teknis ke dalam 100

ml H2SO4 teknis (aq) 1:1. Setelah pencucian ini, kaca masir menjadi berwarna merah

kecoklatan, lalu dibilas dengan etanol teknis, sehingga sisa kromat tereduksi menjadi berwarna hijau, yang lolos dari kaca masir. Jika kaca masir masih agak kehijauan, dibilas lagi dengan air suling seperlunya. Setelah putih bersih, kaca masir dikeringkan selama 1 jam pada suhu (105±3)°C dalam oven bersirkulasi-udara, lalu ditimbang bobotnya dengan teliti (W1), setelah didinginkan di dalam desikator.

Sebanyak 1 gram contoh uji ditimbang teliti (W2) dalam gelas piala 250 ml. Ke

dalam gelas piala itu, ditambahkan 20 ml NaOH teknis 17.5% (b/v), lalu diaduk selama 5 menit. Setelah 15 menit, ditambahkan 25 ml air suling, dan diaduk kembali selama 1 menit. Setelah 5 menit, contoh uji disaring-vakum dengan kaca masir tadi, lalu dicuci 12 kali, dengan 25 ml air suling tiap pencucian. Residu dalam kaca masir lalu diberi 40 ml CH3COOH 10%, dan dibiarkan selama 5 menit, sebelum disaring-vakum kembali. Residu

dalam kaca masir dikeringkan pada suhu (105±3)°C dalam oven bersirkulasi-udara, sampai tercapai bobot konstannya (W3). Bobot (residu+kaca masir) itu ditetapkan setiap

interval 1-3 hari, setelah didinginkan di dalam desikator.

Karena sifat sangat-higroskopis dari selulosa penetapan kadar α-selulosa harus disertai penetapan kadar air. Penimbangan contoh uji untuk kedua penetapan ini harus dilakukan bersamaan. Jika kadar air contoh uji dilambangkan M, kadar α-selulosa dapat dihitung dari persamaan berikut ini:

W3 – W1

(22)

Lampiran 2 Penetapan kadar air dan asetil selulosa asetat

Labu Erlenmeyer 250 ml kosong dikeringkan selama 1 jam pada suhu (105±3)°C dalam oven bersirkulasi-udara, lalu ditimbang bobotnya dengan teliti (W1), setelah

didinginkan di dalam desikator. Sebanyak 0.01-1 gram selulosa asetat ditimbang teliti (W2) di dalam labu itu, lalu dikeringkan kembali pada suhu yang sama selama 24 jam.

Bobot (selulosa asetat+labu) ditetapkan setiap interval 1-3 hari, setelah didinginkan di dalam desikator. Setelah tercapai bobot konstan (W3), kadar air dapat dihtung dengan

persamaan berikut:

W3 – W1

Kadar air (%) = ( 1 - ---) x 100% W2

Penetapan kadar asetil dilakukan dengan modifokasi prosedur ASTM (1991), dan volume larutan-larutan yang dituliskan berikut adalah untuk ±1 gram selulosa asetat. Jika digunakan kurang dari 0.5 gram, digunakan volume sebanyak yang untuk 0.5 gram.

Ke dalam labu, ditambahkan 40 ml etanol 75% (v/v) dengan pipet, lalu labu dipanaskan di penangas air bersuhu 55°C selama 30 menit. Labu dikeluarkan dari penangas, keudian dimasukkan 40 ml NaOH 0.5 N ke dalamnya, dengan buret. Labu dipanaskan kembali selama 15 menit pada suhu yang sama. Selanjutnya, labu ditutup rapat dengan lembaran aluminium dan dibiarkan selama 72 jam pada suhu ruang.

Setelah itu, sisa NaOH dititrasi dengan HCl 0.5 N standar menggunakan indikator fenolftalein (pp) sampai lenyapnya warna merah muda. Sebanyak 1 ml titran dilebihkan dari titik akhir itu, lalu labu ditutup rapat kembali, dan dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar untuk menarik NaOH yang berdifusi ke dalam selulosa teregenerasi. Kemudian sisa HCl dititrasi dengan NaOH 0.5 N standar sampai muncul warna merah muda permanen pertama kali. Titrasi dilakukan dengan hati-hati karena titrat tidak tanwarna, tetapi berwarna kuning muda sampai coklat, bergantung pada warna selulosa asetat setelah penetapan kadar air. Blangko, yaitu perlakuan serupa dengan penetapan kadar asetil contoh, tetapi tanpa menggunakan contoh, dibuat bersamaan dengan contoh. Kadar asetil selulosa asetat dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:

4,305[(D-C)Na + (A-B)Nb]

Kadar asetil (%) = --- (1-M)W

dengan: A = ml NaOH untuk titrasi contoh, B = ml NaOH untuk titrasi blangko, Nb =

normalitas NaOH; C = ml HCl untuk titrasi contoh, D = ml HCl untuk titrasi blangko, Na

(23)

Lampiran 3 Data kadar air dan kadar α-selulosa

Kadar air selulosa bakteri

Ulangan W1 (g) W2 (g) W3 (g) Kadar air (%) Rerata (%)

1 22.1996 1.0080 23.1468 6.03

2 24.7281 1.0032 25.6694 6.17 6.23

3 24.3224 1.0071 25.2640 6.50

Kadar α-selulosa

Ulangan W1 (g) W2 (g) W3 (g) Kadar α-selulosa (%) Rerata (%)

1 29.3611 1.0015 30.2615 95.88

2 29.8377 1.0003 30.6599 87.65 91.98

3 29.4769 1.0020 30.3452 92.41

Contoh perhitungan ulangan 1 :

%

100

1

(%)

2 1 3

x

W

W

W

air

Kadar

⎟⎟

⎜⎜

=

%

100

0080

.

1

1996

.

22

1468

.

23

1

(%)

x

air

Kadar

=

= 6.03%

3

%

50

.

6

%

17

.

6

%

03

.

6

Re

rata

Kadar

air

=

+

+

= 6.23%

(

1

)

100

%

(%)

2 1 3

x

W

air

kadar

W

W

selulosa

Kadar

=

α

(

1

0

.

0623

)

1

.

0015

100

%

3611

.

29

2615

.

30

(%)

x

selulosa

Kadar

=

α

= 95.88%

3

%

41

.

92

%

65

.

87

%

88

.

95

Re

rata

Kadar

α

selulosa

=

+

+

(24)

Lampiran 4 Data kadar air dan kadar asetil selulosa asetat

Standardisasi NaOH

Ulangan Vol as.oksalat

(ml)

N as.oksalat (N)

Vol NaOH (ml)

N NaOH (N) Rerata (N)

1 10 0.5000 10.23 0.4888

2 10 0.5000 10.26 0.4873 0.4881

3 10 0.5000 10.24 0.4882

Contoh perhitungan NNaOH ulangan 1 :

NaOH NaOH

oksalat as oksalat

as

x

N

V

x

N

V

=

NaOH oksalat as oksalat as NaOH

V

N

x

V

N

=

23

.

10

5000

.

0

10

V

x

N

NaOH

=

N

N

NaOH

=

0

.

4888

3

4882

.

0

4873

.

0

4888

.

0

Re

rata

N

NaOH

=

N

+

N

+

N

= 0.4881 N

Standardisasi HCl

Ulangan V Na2CO3

(ml)

[ Na2CO3]

(N)

V HCl (ml)

[HCl ] (N)

Rerata [HCl ] (N)

1 10 0.5000 10.57 0.4730

2 10 0.5000 10.52 0.4753 0.4742

3 10 0.5000 10.54 0.4743

Contoh perhitungan NHCl ulangan 1 :

HCl HCl

CO Na CO

Na

x

N

V

x

N

V

=

3 2 3 2 HCl CO Na CO Na HCl

V

N

x

V

N

=

2 3 2 3

57

.

10

5000

.

0

10

x

N

HCl

=

N

N

HCl

=

0

.

4730

3

4743

.

0

4753

.

0

4730

.

0

Re

rata

N

HCl

=

N

+

N

+

N

= 0.4742 N

Kadar air selulosa asetat

Ulangan W1 (g) W2 (g) W3 (g) Kadar air (%) Rerata (%)

1 24.9483 1.0022 25.9112 3.92

2 22.1996 1.0030 23.1558 4.97 4.30

(25)

Kadar asetil Ulangan W (g) M (%) C (ml) D (ml) Na (N) A (ml) B (ml) Nb (N) Kadar asetil (%) Rerata (%)

1 1.0029 4.30 20.50 41.00 0.4742 0.15 0.24 0.4881 43.80

2 1.0035 4.30 21.00 41.00 0.4742 0.15 0.24 0.4881 42.71 43.26

3 1.0032 4.30 20.74 41.00 0.4742 0.15 0.24 0.4881 43.27

Dengan : A = ml NaOH untuk titrasi contoh

B = ml NaOH untuk titrasi blanko

Nb = normalitas NaOH

C = ml HCl untuk titrasi contoh

D = ml HCl untuk titrasi blanko

Na = normalitas HCl

M = kadar air (%) selulosa asetat

W = gram contoh selulosa asetat

Contoh perhitungan untuk selulosa asetat ulangan 1:

%

100

0022

.

1

9483

.

24

9112

25

1

(%)

x

air

Kadar

=

= 3.92%

3

%

31

.

4

%

67

.

4

%

92

.

3

Re

rata

kadar

air

=

+

+

= 4.30%

(

)

(

)

[

]

(

M

)

W

N

B

A

N

C

D

asetil

Kadar

a b

+

=

1

305

.

4

(%)

(

)

(

)

[

]

(

1

0

.

0430

)

1

.

0029

4881

.

0

15

.

0

24

.

0

4742

.

0

50

.

20

00

.

41

305

.

4

(%)

+

=

asetil

Kadar

= 43.80%

3

%

27

.

43

%

71

.

42

%

80

.

43

(26)

Lampiran 5 Perhitungan rendemen selulosa asetat

(

)(

)

(

1

)

100

%

1

(%)

Re

1 1

2 3 2

x

W

M

C

W

W

M

ndemen

=

(

)(

)

(

1

0

.

0623

)

3

.

6152

100

%

9198

.

0

7731

..

109

3493

.

113

0430

.

0

1

(%)

Re

ndemen

x

=

= 109.76%

dengan : W1 = bobot contoh uji (gram)

M1 = bobot air contoh uji (%)

W2 = kadar α-selulosa (%)

W3 = bobot gelas piala + selulosa asetat kering (gram)

(27)

Lampiran 6 Data pengukuran fluks air

Data Fluks air membran CA:PS 90:10

Tekanan (psi)

2.5 5 7.5 10 Waktu

(menit) Waktu (detik)

Fluks (l/m2 jam)

Waktu (detik)

Fluks (l/m2 jam)

Waktu (detik)

Fluks (l/m2 jam)

Waktu (detik)

Fluks (l/m2 jam) 5 74.6 120.64 67.4 133.53 47.4 189.87 58.4 154.11 10 77.8 115.68 69.1 130.25 48.4 185.95 60.2 149.50 15 79.8 112.78 70.3 128.02 49.1 183.30 61.5 146.34 20 80.1 112.36 70.7 127.30 49.7 181.09 61.8 145.63 25 80.5 111.80 71.2 126.40 49.7 181.09 62.6 143.77 30 80.7 111.52 71.4 126.05 51.2 175.78 62.7 143.54 35 80.7 111.52 71.8 125.35 51.0 176.47 62.3 144.46 40 81.4 110.57 72.5 124.14 51.6 174.42 63.4 141.96 45 81.3 110.70 73.9 121.79 52.6 171.10 63.7 141.29 50 81.0 111.11 73.2 122.95 52.5 171.43 63.8 141.07 55 82.7 108.83 74.1 121.46 52.4 171.76 64.3 139.97 60 82.5 109.09 74.3 121.13 52.9 170.13 65.0 138.46 65 82.9 108.56 74.8 120.32 52.5 171.43 65.5 137.40 70 83.6 107.66 75.0 120.00 52.7 170.78 65.7 136.99 75 83.3 108.04 75.3 119.52 52.8 170.45 65.8 136.78 80 83.4 107.91 75.3 119.52 52.9 170.13 65.8 136.78 85 83.4 107.91 75.3 119.52 52.9 170.13 65.8 136.78 90 83.4 107.91 75.3 119.52 52.9 170.13 65.8 136.78

Data Fluks air membran CA:PS 85:15

Tekanan (psi)

2.5 5 7.5 10 Waktu

(menit) Waktu (detik)

Fluks

(l/m2 jam) Waktu (detik)

Fluks

(l/m2 jam) Waktu (detik)

Fluks

(l/m2 jam) Waktu (detik)

Fluks (l/m2 jam)

(28)

Data Fluks air membran CA:PS 80:20

Tekanan (psi)

2.5 5 7.5 10 Waktu

(menit) Waktu (detik)

Fluks (l/m2 jam)

Waktu (detik)

Fluks (l/m2 jam)

Waktu (detik)

Fluks

(l/m2 jam) Waktu (detik)

fluks (l/m2 jam)

5 61.4 146.58 50.2 179.28 30.7 293.16 38.3 234.99 10 64.2 140.19 52.3 172.08 31.3 287.54 39.3 229.01 15 65.1 138.25 54.0 166.67 31.8 283.02 39.2 229.59 20 65.7 136.99 54.2 166.05 31.5 285.71 39.7 226.70 25 64.9 138.67 54.8 164.23 32.6 276.07 40.0 225.00 30 66.1 136.16 54.4 165.44 32.8 274.39 40.6 221.67 35 66.4 135.54 55.4 162.45 33.4 269.46 40.2 223.88 40 66.5 135.34 55.7 161.58 34.2 263.16 41.1 218.98 45 67.0 134.33 55.7 161.58 34.5 260.87 42.8 210.28 50 67.4 133.53 56.2 160.14 34.5 260.87 43.4 207.37 55 67.8 132.74 56.8 158.45 34.8 258.62 43.5 206.90 60 67.1 134.13 57.3 157.07 34.7 259.37 43.7 205.95 65 68.3 131.77 56.5 159.29 35.5 253.52 44.1 204.08 70 68.2 131.96 57.1 157.62 35.3 254.96 44.3 203.16 75 68.6 131.20 57.3 157.07 35.4 254.24 44.5 202.25 80 68.9 130.62 57.4 156.79 35.6 252.81 44.6 201.79 85 68.9 130.62 57.4 156.79 35.6 252.81 44.6 201.79 90 68.9 130.62 57.4 156.79 35.6 252.81 44.6 201.79

(29)

Lampiran 7 Data pengukuran fluks dekstran 200 ppm

Data pengukuran fluks dekstran 200 ppm pada tekanan 7.5 psi

Jenis membran (CA:PS)

90:10 85:15 80:20

Waktu

(menit) waktu/100 ml (detik)

Fluks (l/m2 jam)

waktu/100 ml

(detik) fluks

waktu/100 ml (detik)

(30)

Lampiran 8 Data indeks rejeksi dekstran

Data absorbans larutan standar dekstran

Konsentrasi (ppm) Transmitans Absorbans

20.00 80.2 0.0958

40.00 61.6 0.2104

60.00 52.4 0.2807

80.00 36.7 0.4353

100.00 28.2 0.5498

120.00 23.0 0.6383

140.00 17.6 0.7545

160.00 13.6 0.8665

180.00 11.4 0.9431

Kurva standar dekstran

Nilai rejeksi dekstran diukur pada keadaan tunak dan tekanan 7.5 psi Jenis membran Transmitans Absorbans Indeks rejeksi (%)

A 69.4 0.1586 31.65

B 71.7 0.1445 29.05

(31)

PENCIRIAN MEMBRAN KOMPOSIT

SELULOSA ASETAT BERBAHAN DASAR LIMBAH TAHU

MENGGUNAKAN POLISTIRENA

JAKA RACHMADETIN

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(32)

ABSTRAK

JAKA RACHMADETIN.Pencirian Membran Komposit Selulosa Asetat Berbahan Dasar Limbah Tahu Menggunakan Polistirena. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ACHMAD SJAHRIZA.

Limbah tahu yang tidak dimanfaatkan dapat dijadikan bahan dasar untuk membuat selulosa dan membran selulosa asetat (CA). Akan tetapi, membran tersebut memiliki sifat mekanik yang kurang baik. Pencampurannya dengan polistirena (PS) dapat meningkatkan kekuatannya. Nata de soya dibuat dari limbah tahu yang kemudian dikeringkan untuk menghasilkan serbuk selulosa. Serbuk selulosa direaksikan dengan pereaksi asetilasi, anhidrida asam asetat, dan pelarut-pelarut lainnya untuk memperoleh serpihan CA. Serpihan CA dicampur dengan PS untuk membentuk membran komposit dengan nisbah CA:PS 90:10, 85:15, dan 80:20. Membran ini diukur fluks air, indeks rejeksi, dan kekuatan tariknya. Serpihan CA yang dihasilkan mempunyai kadar air 4.3%, rendemen 109.76%, dan kadar asetil 43.26% (yang setara dengan derajat substitusi 2.8-3.0). Membran yang memiliki nilai fluks air tertinggi adalah membran 80:20 sebesar 164.23 l/m2, indeks rejeksi tetinggi diperoleh pada membran 90:10 sebesar 31.65%, dan nilai kekuatan tarik tertinggi dihasilkan pada membran 80:20 sebesar 24.11 kgf. Berdasarkan hasil tersebut, penambahan PS dapat meningkatkan nilai fluks air dan kekuatan tarik membran, tetapi menurunkan indeks rejeksinya.

ABSTRACT

JAKA RACHMADETIN. Characterization of Cellulose Acetate Composite Membrane From Soybean Curd Whey Using Polystyrene. Under the direction of SRI MULIJANI and ACHMAD SJAHRIZA.

(33)

PENCIRIAN MEMBRAN KOMPOSIT

SELULOSA ASETAT BERBAHAN DASAR LIMBAH TAHU

MENGGUNAKAN POLISTIRENA

JAKA RACHMADETIN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(34)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul PencirianMembran Komposit Selulosa Asetat Berbahan Dasar Limbah Tahu Menggunakan Polistirena, yang dilaksanakan pada bulan April 2006 sampai dengan Maret 2007 bertempat di laboratorium Kimia Anorganik dan Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ilmiah ini, di antaranya Dra. Sri Mulijani, M.S. dan Drs. Achmad Sjahriza selaku pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan kepada Penulis, kepada Drs. M. Farid dan Budi Arifin S.Si atas diskusi-diskusi berharga yang berkaitan dengan penelitian ini, kepada Mas Heri atas segala bantuannya, dan juga kepada Pak Syawal, Pak Sabur, Oom Em, Pak Didi, dan Mba Nur.

Ungkapan terima kasih juga Penulis haturkan kepada seluruh keluarga atas doa dan semangat yang diberikan kepada Penulis. Terima kasih juga diucapkan kepada Atiek atas dukungan dan dorongan semangatnya, untuk rekan-rekan: Endah, Fajar, Ari, Tri, Dogar, Fifie, Angga, Noni, Rio, dan Yanshen atas bantuan dan kebersamaan yang terjalin.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007

(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1985 sebagai anak ketiga dari pasangan Madinah H Wahab dan Anna Rosalia. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 38 Jakarta, dan pada tahun yang sama masuk ke Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Tahun 2005 penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di laboratorium Proses dan Kontrol Lingkungan, PT Dystar Colours Indonesia, Cilegon, dengan judul Sintesis Zat Warna Remazol Red B.

(36)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Nata de Soya ... 1

Selulosa Asetat... 2

Membran Komposit ... 2

Pencirian Membran... 3

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 3

Pembuatan Nata de Soya... 3

Penyiapan serbuk BC... 3

Pembuatan Selulosa Asetat ... 4

Pembuatan Membran ... 4

Pencirian Membran... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Nata de soya ... 4

Selulosa Asetat... 6

Membran komposit ... 6

Fluks Air ... 6

Fluks dan Indeks Rejeksi Dekstran... 8

Sifat mekanik ... 9

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 9

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(37)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hubungan derajat substitusi dengan kadar asetil ... 2

2 Kelarutan selulosa asetat... 2

3 Klasifikasi membran berdasarkan nilai fluks dan tekanan... 3

4 Komposisi CA dan PS pada tiap jenis membran ... 4

5 Penurunan nilai fluks air tiap jenis membran pada tekanan tertentu... 8

6 Ketebalan, elongasi, dan kekuatan tarik membran... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Reaksi Asetilasi Selulosa ... 2

2 Serbuk BC dari Nata de soya ... 5

3 Serpihan CA... 6

4 Membran komposit CA-PS ... 7

5 Hubungan antara fluks air dan waktu pada tiap tekanan... 7

6 Hubungan tekanan dengan nilai fluks air... 8

(38)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Penetapan kadar air dan kadar α-selulosa ... 13

2 Penetapan kadar air dan kadar asetil selulosa asetat ... 14

3 Data kadar air dan kadar α-selulosa ... 15

4 Data kadar air dan kadar asetil selulosa asetat ... 16

5 Perhitungan rendemen selulosa asetat... 18

6 Data pengukuran fluks air ... 19

7 Data pengukuran fluks dekstran 200 ppm ... 21

(39)

PENDAHULUAN

Tahu merupakan salah satu makanan yang umum dikonsumsi oleh penduduk Indonesia karena harganya yang relatif murah. Tahu dibuat dengan bahan dasar kedelai yang memiliki kandungan protein tinggi, yaitu sebesar 35% atau bahkan mencapai 40-43% pada varietas unggul. Oleh karena itu, tahu merupakan sumber asupan protein yang sangat baik. Jika seseorang tidak boleh atau tidak dapat mengonsumsi protein hewani (misalnya pada vegetarian), maka kebutuhan protein dapat dipenuhi dengan mengonsumsi tahu atau produk turunan kedelai lain (IPTEKnet 2002).

Limbah yang dihasilkan dari produksi tahu sangat melimpah. Setiap 100 kg kedelai akan menghasilkan 1500-2000 l air limbah. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman. Air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Jika air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur atau dialirkan ke sungai, maka air sumur atau sungai tersebut tidak dapat dimanfaatkan lagi karena dapat menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya (KLH 2001).

Pemanfaatan limbah tahu di antaranya sebagai bahan pembuatan makanan ternak, nata de soya, makanan kecil (kastengel, stik tahu) (KLH 2001). Akan tetapi, produk tersebut tidak bernilai komersial tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan lebih lanjut untuk memperoleh produk yang lebih bernilai, salah satunya adalah membran selulosa asetat. Harga membran tersebut yang dipasarkan oleh Sterlitech Corporation (2002) berukuran 3x30 cm dan ukuran pori 0,45 µm adalah $232.00.

Selulosa yang merupakan bahan dasar membran umumnya diperoleh dari kayu dan kapas. Semakin tinggi populasi manusia di bumi, semakin menyempit lahan bagi tumbuhan, akibatnya harus dicari sumber selulosa lain (Awalludin et al. 2004). Selain tumbuhan, selulosa dapat dihasilkan oleh bakteri (Acetobacter, Agrobacterium, Rhizobium, Sarcina) yang dikenal sebagai selulosa bakteri (BC) (Krystynowicz & Bielecki 2001). Media yang umum digunakan adalah air kelapa. Seiring dengan berkembangnya industri nata de coco, harga air kelapa menjadi semakin meningkat. Limbah tahu dapat dijadikan alternatif

penghasil BC. Produk yang dihasilkan dinamakan nata de soya.

Nata de soya merupakan suatu BC yang dapat dijadikan sumber untuk membuat seluosa asetat (CA). Proses pembuatan CA dari BC telah banyak dilaporkan, di antaranya oleh Safriani (2000), Yulianawati (2002), dan Arifin (2004). CA tersebut dapat dijadikan bahan untuk membuat membran. Modifikasi membran CA telah banyak dilaporkan. Kim & Lee (1998) dan Ristiyani (2006) menggunakan polietilena glikol, sedangkan Somantri (2003) menggunakan formamida. Modifikasi tersebut hanya berpengaruh terhadap permeabilitas dan selektifitas membran, tetapi tidak berpengaruh terhadap kekuatannya. Polistirena (PS) dapat digunakan sebagai campuran polimer alami untuk meningkatkan kekuatan membran yang diperoleh (Meenakshi et al. 2002). Campuran PS dengan polimer alami juga dapat memudahkan penguraiannya (Sutiani 1997)

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi sifat membran komposit CA-PS melalui analisis fluks air, indeks rejeksi, dan sifat mekaniknya. Analisis ini bermanfaat untuk menentukan jenis dan kekuatan membran yang dibentuk. Membran komposit yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan membran dengan bahan CA saja.

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar industrinya berbasis pertanian, salah satunya adalah industri tahu. Industri ini umumnya tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah, sehingga limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi nata de soya.

Nata de Soya

Nata de soya adalah biomassa yang

sebagian besar terdiri dari selulosa atau disebut juga BC. Massa ini berasal dari pertumbuhan bakteri dengan limbah tahu sebagai media (Warintek 2005). Limbah tahu dapat dijadikan media karena komposisinya yang mengandung sumber nitrogen dan karbon.

(40)

ini diklasifikasi ulang sebagai Gluconobacter xylinus (Krystynowicz & Bielecki 2001).

Produk BC dari suatu galur Acetobacter murni secara kimiawi, yaitu bebas dari lignin dan hemiselulosa serta produk-produk biogenik lainnya (Masaoka et al.1993). Oleh karena itu, BC dapat dimurnikan dari media dan dari sel-sel bakteri yang terperangkap di dalamnya dengan larutan basa encer, misalnya NaOH 0.1 N, selama 20 menit, pada suhu 80oC. Inkubasi pembuatan BC dilakukan pada pH 4. Hal ini dikarenakan A. xylinum juga

memproduksi selulase di samping BC.

Selulase dapat menurunkan derajat

polimerisasi dari satu BC. Pada pH tersebut, jumlah selulase yang diproduksi sedikit (Toyosaki et al. 1995).

Selulosa Asetat

[image:40.595.322.510.107.164.2]

CA adalah selulosa yang gugus hidroksilnya diganti oleh gugus asetil berbentuk padatan putih, tak beracun, tak berasa, dan tak berbau (SNI 1991). Pembuatan CA dapat dilakukan dengan mereaksikan selulosa dengan anhídrida asetat menggunakan katalis H2SO4 (Gambar 1).

Gambar 1 Reaksi asetilasi selulosa

[image:40.595.323.509.286.363.2]

Pembuatan CA terdiri dari empat tahap, yaitu praperlakuan (aktivasi), asetilasi, hidrolisis, dan purifikasi. Tahap aktivasi menggunakan asam asetat glasial sebagai aktivator (Arifin 2004, Awalludin et al. 2004). Asetilasi bertujuan mensubstitusi gugus hidroksil dari selulosa dengan gugus asetil. Hidrolisis dilakukan dengan asam asetat encer untuk mengurangi kadar asetil hingga diperoleh derajat substitusi yang diinginkan (Tabel 1).

Tabel 1 Hubungan derajat substitusi dengan kadar asetil

Derajat substitusi Kadar asetil (%bobot) 0.6-0.9 1.2-1.8 2.2-2.7 2.8-3.0 13.0-18.6 22.2-32.2 36.5-42.2 43.0-44.8 Sumber: Fengel et al. (1985)

Kadar asetil berpengaruh terhadap pelarut yang digunakan pada proses pembuatan membran (Tabel 2). Purifikasi dilakukan dengan sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan BC yang terasetilasi dan yang tidak, lalu disuspensikan ke dalam akuades (Mark et al. 1965).

Tabel 2 Kelarutan selulosa asetat

Kadar asetil (%) Pelarut

43.0-44.8 Diklorometana 37.0-42.0 Aseton 24.0-32.0 2-Metoksietanol 15.0-20.0 Air <13.0 Tidak ada Sumber: Kirk & Othmer (1993).

Membran komposit

Membran dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis yang menahan pergerakan satu atau lebih komponen. Komponen yang dilewatkan disebut permeat dan komponen yang ditahan disebut rentetat (Koros et al. 1996). Klasifikasi membran menurut Osada dan Nakagawa (1992) berdasarkan struktur terbagi atas membran homogen dan heterogen atau lebih dikenal dengan membran simetri dan asimetri. Membran simetri mempunyai struktur pori yang seragam, sedangkan membran asimetri mempunyai lapisan permukaan yang halus dan ukuran pori yang berbeda-beda. Membran asimetri mempunyai keuntungan, yaitu daya tahannya terhadap tekanan maupun fouling membran lebih baik daripada membran simetri. Pembuatan membran asimetri biasanya menggunakan metode inversi fasa.

[image:40.595.115.298.408.568.2]

Gambar

Tabel 1 Hubungan derajat substitusi dengan kadar asetil
Tabel 3  Klasifikasi membran berdasarkan nilai fluks dan tekanan
Tabel 4  Komposisi CA dan PS pada tiap jenis membran
Gambar 2  Serbuk BC dari nata de soya.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Analisa seismic adalah analisa dinamis, dinama massa struktur dan beban, kekakuan, damping dari stuktur dan jenis tanah pendukung struktur jacket diperhitungkan dalam

Nyeri bukan hanya unik karena sangat berbeda satu dengan yang lainnya mengingat sifatnya yang individual, termasuk dalam penanganannya pun kita seringkali

Adapun paket teknologi yang dikembangkan yaitu mengsinergikan teknik budidaya pertanian yang memanfaatkan limbah sampah organik disekitar pekarangan sekolah yang

Permasalahan perumahan informal ditandai dengan beberapa kondisi sebagai berikut, yakni (1) kebutuhan perumahan bagi penduduk yang terus meningkat belum dapat dipenuhi oleh

Permasalahan penghidupan yang terjadi pasca bencana gempa 2009, merupakan permasalahan yang sangat signifikan yang harus ditanggulangi baik dari segi sosial,

Hal yang menyebabkan perilaku tersebut ialah adanya kekhawatiran dari pekerja akan hilangnya kesempatan untuk bekerja di Amerika, dimana mereka dapat memperoleh hasil yang jauh

Penelitian tentang hubungan perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di Desa Rumbio wilayah kerja Puskesmas Kampar

The planning of management BOS funds in SMP Negeri 16 Yogyakarta starts with preparation of budget plans (RKAS &amp; RAPBS) that are made 4 months earlier before the academic