Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 11 EFEKTIFITAS TERAPI AROMA TERHADAP PENURUNAN SKALA
NYERI DISMENOREA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 KABUN TAHUN 2015
Ns. Apriza, M.Kep
Dosen S1 Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau email : 12a_apriza@yahoo.com
ABSTRAK
Dismenorea adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid/menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri didaerah perut bagian bawah sampai panggul. Angka kejadian dismenorrea di dunia sangat besar. Presentase angka kejadian dismenorrea di Amerika sekitar 60%, dan di Swedia sekitar 72%. Sedangkan di Indonesia angka kejadian (prevalensi) nyeri menstruasi berkisar 45-95% di kalangan remaja yang mengalaminya. Penyakit bulanan pada wanita bisa saja disebabkan oleh problem otot di sekitar rongga panggul. Untuk mengatasi problem ini kita dapat mengatasi dengan cara non farmakologi yaitu dengan terapi aroma lavender. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui keefektifan aroma terapi lavender dalam mengurangi nyeri dismenorea pada remaja putri saat menstruasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2015, menggunakan quasi eksperimen dalam satu kelompok (one group pre test – post test design). Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purvosive sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang dengan menggunakan lembar observasi yang berisi skala numeric. Analisa yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan uji paired sample T-test. Hasil uji (p= 0,001). Secara signifikan ada perbedaan antara rata-rata skala nyeri sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terapi aroma lavender efektif terhadap penurunan skala nyeri dismenorea. Dan diharapkan kepada remaja putri agar menggunakan terapi aroma lavender dalam penanganan dismenorera serta memberikan informasi kepada teman-teman maupun keluarga tentang manfaat aroma terapi lavender dalam mengatasi nyeri haid.
Kata kunci : Nyeri Dismenorea, Terapi Aroma Lavender Daftar bacaan : 33 (2002-2015)
PENDAHULUAN
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat adalah Miillenium Development Goals (MDGs) yang merupakan sebuah paket berisi delapan tujuan utama yang mempunyai batas waktu tahun 2015 dengan target yang sangat
teratur. Salah satu targetnya adalah menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu (Pradipta, 2011).
Angka kesakitan dan kematian masih terhitung tinggi, penyebab utamanya adalah penyakit infeksi. Penyakit infeksi juga terjadi pada balita, penyakit infeksi yang terjadi
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 12 pada balita bila tidak ditangani
dengan baik akan berdampak negatif pada anak dikemudian hari. Penyakit yang sering terjadi pada balita diantaranya diare. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011)
Data WHO (2010) menunjukkan angka kejadian diare pada anak balita di dunia mencapai 1 miliar kasus tiap tahun, dengan korban meninggal sekitar 6 juta jiwa yang sebagian besar terjadi di negara berkembang. Kematian diare pada balita dinegara berkembang diperkirakan meningkat dari 2,9 juta kematian pada tahun 2004 menjadi 4,5 juta kematian pada tahun 2011.
Anak balita di Indonesia dilaporkan mengalami diare sebanyak 1-2 episode pertahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survey demografi kesehatan Indonesia tahun 2007 prevalensi diare pada anak balita di Indonesia laki-laki 14,8% dan perempuan 11,5 %. Berdasarkan umur, prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 24-45 bulan, karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi (SDKI, 2007)
Berdasarkan data dari Dinas Provinsi Riau pada tahun 2010, angka kejadian diare di Provinsi Riau sebanyak 84.634, tahun 2011 sebanyak 87.660 orang dan pada tahun 2012 diare menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit pada pasien rawat inap di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau (Dinas Kesehatan Propinsi Riau 2010).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan
kematian yang disebabkan Diare, khususnya pada anak balita. Program lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat serta penyehatan air dan sanitasi, namun kasus diare masih terhitung tinggi. Sehingga pada tahun 2010 Depkes mencoba menerapkan strategi baru untuk menurunkan kejadian diare melalui Program cuci tangan pakai sabun. Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku yang belum biasa dilakukan sehari-hari oleh masyarakat pada umumnya. Data dari survei baseline yang dilakukan oleh Environmental Services Program (ESP-USAID) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada waktu-waktu kritis sangat rendah yaitu: sebelum makan 14,3%, sesudah buang air besar 11,7%, setelah menceboki bayi 8,9%, sebelum menyuapi anak 7,4% dan sebelum menyiapkan makanan 6%. Sedangkan jalur utama penularan berbagai penyakit adalah melalui tangan yang terkontaminasi bakteri, virus atau telur cacing yang menyebabkan diare dan berbagai penyakit ataupun kecacingan. Hasil kajian dari Curtiss dan Cairmcross (2003), menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan sabun dapat mengurangi penyakit-penyakit yang berkaitan dengan diare sampai 42-47% (Widya, 2010).
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Rumbio Wilayah kerja Puskesmas Kampar, kondisi lingkungan di Desa Rumbio masih kurang baik, pemanfaatan jamban secara bersamaan, banyak ibu yang membuang kotoran anaknya di sembarangan tempat dan air minum yang di konsumsi berasal dari sungai. Dari hasil wawancara terhadap 10
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 13 orang ibu yang memiliki anak, 9
orang ibu (90%) mengatakan bahwa mereka tidak cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dan setelah mencebok bayi, tidak cuci tangan pakai sabun sebelum menyuapi anak, dan tidak cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Dari fenomena di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai ’’hubungan perilaku Cuci Tangan Ibu Pakai Sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di Desa Rumbio Wilayah Kerja Puskesmas Kampartahun 2013”.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah survey Analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita yang ada di Desa Rumbio tahun 2013 yang berjumlah 358 orang dengan jumlah sampel 186 orang. Teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling, bentuk pertanyaan dichotomous choice dan skala likert. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rumbio
Wilayah Kerja Puskesmas Kampar Tahun 2013 pada tanggal 25-30 September 2013. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Pengumpulan data menggunakan data primer dan pengolahan data menggunakan komputerisasi yang meliputi editing, coding, scoring dan cleaning. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat dan analisa bivariat:
HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang hubungan perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di Desa Rumbio wilayah kerja Puskesmas Kampar Tahun 2013 ini dilakukan pada tanggal 25 sampai 30 September 2013 dengan jumlah responden sebanyak 186 orang. Data yang diambil pada penelitian ini meliputi perilaku cuci tangan ibu sebagai variabel independen dan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan sebagai variabel dependen. Dari Penyebaran kuesioner didapatkan hasil sebagai berikut :
Analisa Univariat 1. Umur Responden
Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur ibu Di
Desa Rumbio wilayah kerja Puskesmas Kampar Tahun 2013 No Usia F (%) 1 16-25 tahun 68 36,5 2 26-35 tahun 98 52,7 3 36-45 tahun 20 10,8 Jumlah 186 100
Sumber : Penyebaran kuesioner
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
berada pada rentang umur 26-35 tahun yaitu sebanyak 98 responden (52,7%).
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 14 2. Pekerjaan Responden
Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pekerjaan Di
Desa Rumbio wilayah kerja Puskesmas Kampar Tahun 2013
No Pekerjaan F (%)
1 Bekerja 119 64
2 Tidak Bekerja ( IRT ) 67 36
Jumlah 186 100
Sumber : Penyebaran kuesioner Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa sebagian
besar responden bekerja yaitu 119 orang (64%). 3. Pendidikan Responden
Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pendidikan Ibu Di Desa Rumbio wilayah kerja Puskesmas Kampar Tahun 2013
No Pendidikan F (%)
1 Dasar ( SD dan SMP 129 69,4
2 Lanjutan ( SMA dan Perguruan Tinggi ) 57 30,6
Jumlah 186 100
Sumber : Penyebaran kuesioner
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
berpendidikan dasar yaitu 129 orang (69,4%).
4. Perilaku cuci tangan ibu pakai sabun
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Perilaku cuci tangan ibu pakai sabun di Desa Rumbio Wilayah Kerja Puskesmas Kampar
No Perilaku Cuci Tangan Ibu Pakai Sabun
F (%)
1 Positif 80 43
2 Negatif 106 57
Jumlah 186 100
Sumber : Penyebaran kuesioner
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku
negatif tentang cuci tangan pakai sabun yaitu sebanyak 106 orang (57%).
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 15 5. Kejadian Diare
Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi kejadian Diare pada balita usia 12-23 bulan di Desa Rumbio Wilayah Kerja Puskesmas Kampar Tahun 2013
No Kejadian Diare F (%)
1 Ya 102 54,8
2 Tidak 84 45,2
Jumlah 186 100
Sumber : Penyebaran kuesioner Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita
mengalami diare yaitu sebanyak 102 orang (54,8%). Analisa Bivariat
Analisa Bivariat adalah analisa untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Uji yang dilakukan adalah uji Chi Square dengan ketentuan p value < 0,05 maka Ho ditolak artinya kedua
variabel secara statistik menunjukkan hubungan yang bermakna, apabila pvalue > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, artinya kedua variabel tersebut tidak menunjukkan hubungan yang signifikan
Tabel 4.6 : Hasil Pengamatan Hubungan perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di desa Rumbio Tahun 2013
Sumber : Penyebaran kuesioner
Berdasarkan tabel 4.4 diatas didapatkan nilai p Value = 0,001 (p < 0,05) artinya ada hubungan yang signifikan antara perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di Desa Rumbio Tahun 2013. Artinya ibu yang memiliki
perilaku tidak cuci tangan pakai sabun memiliki angka kejadian diare tinggi yaitu 73 orang (39,2), dan ibu yang memiliki perilaku cuci tangan pakai sabun memiliki angka kejadian diare rendah yaitu 29 orang (15,6%).
PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti tentang hubungan perilaku
cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di Desa Rumbio Wilayah Kerja Puskesmas Kampar tahun
Perilaku cuci tangan ibu pakai sabun Kejadian Diare P. Value Ya Tidak Total N % N % p value N % 0,001 Positif 29 15,6 51 27,4 0,001 80 61,4 Negatif 73 39,2 33 17,8 106 38,6 Total 102 54,8 84 45,2 186 100
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 16 2013. Setelah dilakukan
penyebaran kuesioner data tersebut dianalisis secara univariat dan bivariat, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Perilaku Cuci Tangan Ibu Pakai Sabun di Desa Rumbio wilayah kerja Puskesmas Kampar Tahun 2013
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai Perilaku Cuci Tangan Ibu Pakai Sabun dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku negatif tentang cuci tangan pakai sabun yaitu sebanyak 106 orang (57%).
Potter & perry (2005), mengatakan perilaku akan terbentuk berdasarkan proses, begitu pula pada perilaku kesehatan. Perilaku akan ditunjukkan dengan keyakinan yang dimiliki. Keyakinan itu dipengaruhi oleh latar belakang intelektual dan pengetahuan yang dimiliki.
Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) menurut Depkes RI (2009) merupakan perilaku sehat dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman yang telah terbukti secara ilmiah dapat mencegah penyebaran penyakit-penyakit menular seperti diare, ISPA dan Flu Burung, bahkan disarankan untuk mencegah penularan virus H1N1.
Menurut peneliti perilaku ibu yang negatif tentang cuci tangan pakai sabun dipengaruhi oleh faktor pendidikan ibu. Dari hasil penelitian dapat di ketahui sebagian besar ibu berpendidikan dasar (SD dan SMP) yaitu sebanyak 129 orang (69,4%). Tinggi rendanya
pendidikan ibu erat kaitannya dengan perilaku terhadap cuci tangan pakai sabun. Dengan pendidikan yang rendah maka pengetahuan ibu akan berkurang dan hal ini akan mempengaruhi perilaku ibu dalam melakukan sesuatu pekerjaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Reni Septiana tahun 2011 Di Kelurahan Tarok Dipo Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Bukit tinggi Tahun 2009 didapatkan perilaku ibu negatif tentang cuci tangan pakai sabun yaitu sebanyak 73 %.
2. Kejadian Diare pada Balita Usia 12-23 bulan di Desa Rumbio wilayah kerja Puskesmas Kampar tahun 2013.
Kejadian Diare pada Balita Usia 12-23 bulan di Desa Rumbio dapat diketahui bahwa sebagian besar responden balita usia 12-23 bulan mengalami diare yaitu sebanyak 102 orang (54,8%),
Menurut Depkes RI (2005), Diare pada balita adalah suatu kondisi dimana balita atau bayi buang air besar dengan konsistensi cair atau setengahbcair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Astuti (2008), mengatakan tingkah laku sangat erat kaitannya dengan pandangan yang ada dalam diri seseorang, apabila seseorang berpandangan baik dalam suatu hal maka tingkah laku seseorang juga akan baik dan sebaliknya apabila seseorang berpandangan buruk dalam suatu hal maka tingkah laku seseorang juga akan buruk.
Menurut peneliti, kejadian diare pada balita terjadi karena
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 17 faktor pengalaman yang dialami ibu
pada anak sebelumnya. Ketika ibu mempunyai pengalaman ketika tidak mencuci tangan pakai sabun pada anak sebelumnya tidak terjadi gangguan kesehatan seperti diare maka akan mempengaruhi ibu untuk tidak melakukan cuci tangan pakai sabun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Reni Septina yang menyatakan sebagian besar balita mengalami diare yaitu (62 %).
3. Hubungan Perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di desa Rumbio Tahun 2013
Berdasarkan hasil analisis bivariat Hubungan Perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di desa Rumbio Tahun 2013 dengan jumlah responden 186 orang dapat dilihat bahwa dari hasil penelitian diketahui sebagian besar responden memiliki perilaku negatif tentang cuci tangan pakai sabun pada balita usia 12-23 bulan sebanyak 106 orang (57%) dan sebagian besar balita mengalami diare yaitu sebanyak 102 orang (54,8%). Hasil uji statistik tentang hubungan Perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan dengan nilai p < 0,000 sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan
Menurut peneliti, terjadi diare pada balita disebabkan oleh beberapa hal:
1. Anggapan ibu yang salah. Ibu menganggaap bahwa cuci tangan pakai sabun tidak ada hubungannya dengan kejadian diare pada anaknya, hal ini akan mengubah prilaku ibu untuk tidak mencuci tangan pakai sabun.
2. Pengalaman Ibu
Jika pengalaman ibu baik atau tidak terjadi gangguan kesehatan seperti diare pada saat anak sebelumnya maka ibu akan mengulangi lagi prilaku buruk tersebut kepada anak selanjutnya. 3. Pekerjaan ibu.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian ibu bekerja (64%). Ketika ibu pulang dari kerja dan melihat anaknya menangis, maka ibu tidak sempat untuk mencuci tangan untuk mengambil anaknya.
4.Berdasarkan hasil analisis kuesioner, didapatkan bahwa 54,8% ibu jarang mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, 55,9% ibu tidak pernah mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan, 46,2% ibu jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi anak, 53,2% ibu kadang-kadang mencuci tangan dengan sabun sesudah membuang kotoran anak, 51,6% ibu kadang-kadang mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, 56,9% ibu kadang-kadang mencuci tangan dengan sabun setelah buang sampah, 54,8% ibu selalu mencuci tangan dengan sabun setelah berkebun, 63,4% ibu kadang-kadang mencuci tangan dengan sabun setelah memasak, 61,8% ibu tidak pernah mencuci tangan dengan sabun setelah pulang dari kerja, dan 54,3% ibu jarang
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 18 mencuci tangan dengan sabun
setelah menggunakan fasilitas umum (WC).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sartika tahun 2011, didapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan signifikan antara perilaku cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p value 0,001 < α (0,05), dimana ibu yang berperilaku negatif mengalami diare pada balita.
KESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian mengenai hubungan perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di desa Rumbio wilayah kerja Puskesmas Kampar Tahun 2013 dengan jumlah sampel 106 orang ibu yang mempunyai bayi usia 12-23 bulan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebagian Ibu mempunyai perilaku negatif tentang cuci tangan pakai sabun
2. Sebagian Ibu mengalami kejadian diare pada Balita di desa Rumbio
3. Terdapat hubungan perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di desa Rumbio.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, E. (2001). Biostatistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Depkes RI. (2011). Buku saku diare. Jakarta: Depertemen Kesehatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar. (2012). Laporan data kesakitan diare tahun 2012 Hidayat, A, A. (2007). Metode
Penelitian dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman dan Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo, S. (2006). Perilaku
manusia. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset (2008). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta (2005). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Profil Kesehatan Provinsi Riau.
(2011). Penderiita diare Di Provinsi Riau. http://profil Kesehatan Provinsi Riau.com/2013/001/
Penderiita diare di Provinsi Riau//.html. diperoleh tanggal 19 mei 2013
Puskesmas Kampar (2012), Jumlah penderita diare di Wilayah Kerja Puskesmas Kampar Setiadi. (2007). Konsep dan
Penulisan Riset
Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 19 Suriadi. (2006). Asuhan keperawatan
anak. Jakarta: Sagung seto SDKI. (2007). Buletin diare. http:
//SDKI/2011/001/data diare di Indonesia//.html. diperoleh tanggal 3 september 2013 Tietjen. (2012). Manfaat cuci tangan
pakai sabun. Dari http://makalahku.co.id.
diperoleh tanggal 4 september 2013
Utami. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan cuci tangan pada masyarakat. Dari http://adobereader.wordpress. diperoleh tanggal 3 september 2013
Umar. (2004). Pencegahan diare pada balita. Dari http://diarepunyaku.wordpres s. diperoleh tanggal 1 september 2013
Pradipta. (2011). Peran mahasiswa kedokteran dalam pencapaian MDGs. Dari http://ranyaterus.com.diperole h tanggal 4 september 2013 Warman. (2011). Hubungan faktor
lingkungan, faktor ekonomi dan pengetahuan ibu dengan kejadian diare akut pada
balita. Dari
http://yayanakhyor.wordpress . diperoleh tanggal 4