• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Solo : Aneka Solo, 1995, hal 10. Statistik DaerahKecamatan Padang Barat Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Solo : Aneka Solo, 1995, hal 10. Statistik DaerahKecamatan Padang Barat Tahun"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

2 PENDAHULUAN

Sumatera Barat adalah sebuah provinsi yang terletak di pesisir pulau Sumatera. Provinsi ini merupakan bagian dari Indonesia, yang memiliki lautan yang lebih luas dari pada daratan.1 Sumatera Barat merupakan salah satu daerah penghasil ikan laut dan potensial di pulau Sumatera. Kegiatan penangkapan ikan laut tersebut dilakukan di sepanjang pantai pesisir selatan, kota Padang, Padang Pariaman, Agam dan Pasaman.

Kecamatan Padang Barat merupakan salah satu dari 11 kecamatan yang ada di kota Padang. Berada dikawasan Barat Pantai Sumatera yang merupakan pusat pemerintahan

ibu kota Provinsi.2 Kelurahan Purus merupakan

salah satu kelurahan yang terletak di wilayah pesisir kota Padang. Penduduknya sebagian bermata pencaharian sebagai nelayan, baik

sebagai nelayan tetap maupun nelayan

sambilan.

Nelayan Purus masih berada di dalam taraf sosial ekonomi yang sederhana seperti nelayan yang turun kelaut masih mengandalkan alat penangkapan ikan tradisional. Nelayan tradisional masih mengandalkan perahu dayung, walaupun sudah ada sebagian nelayan yang memiliki perahu yang di gerakkan dengan mesin tempel, tetapi alat yang digunakan masih berupa pancing, jaring, jala dan pukat. Sebagaian besar dari nelayan ini merupakan nelayan tradisional yang mempunyai tingkat

pendapatan yang masih rendah.3Selain itu

adanya keterbatasan pendidikan, kemampuan dan keterampilan serta teknologi yang dipunyai membuat mereka kurang mampu menghadapi tantangan alam. Bergantung pada musim dan cuaca mengakibatkan hasil tangkap tidak menentu.

Keberadaan kehidupan nelayan selama ini di hadapkan dengan sejumlah permasalahan

yang terus membelitnya. Salah satunya

Kejadian gempa bumi 30 September 2009 di Sumatera Barat berpusat di Kota Padang yang membuat perekonomian masyarakat di kota Padang lumpuh total. Gempa yang menjadi suatu fenomena alam ini membuat masyarakat kota Padang yang tinggal di sepanjang pantai khawatir akan datangnya Tsunami.

1

Agus Irwan. Pengelola Hasil Perikanan. Solo : Aneka Solo, 1995, hal 10

2

Statistik DaerahKecamatan Padang

Barat Tahun 2012

3

Ali Imran Mustafa. Padang Kota

Tercinta Pintu Gerbang Pantai Barat Indonesia,

Citra utama abadi Padang, 1991,126

Kondisi ini membuat masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang pantai merasa tidak nyaman dan banyak masyarakat yang tinggal di pinggir pantai Kota Padang terutama di daerah Purus memilih pindah ke daerah yang jaraknya jauh dari pantai. Sebagian Masyarakat Purus masih tetap memilih tinggal di daerah pinggir pantai. Masyarakat yang tinggal di daerah pantai purus yang bermata pencarian sebagai nelayan juga merasa takut bahkan tidak pergi melaut untuk menagkap ikan karena khawatir akan terjadi gempa susulan yang

berpotensi Tsunami.4 Dampak dari gempa bumi

2009 sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan salah satunya di Purus.

Peristiwa gempa bumi dan isu-isu Tsunam, maka para nelayan yang takut untuk melaut melakukan berbagai macam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Salah satunya dengan peralihan mata

pencaharian. Peralihan mata pencaharian ini para nelayan tidak menggantungkan hidupnya dari melaut melainkan beralih menjadi tukang bangunan, buruh maupun sebagai Pedagang.

Daerah pantai Purus saat ini

merupakan daerah yang mengalami

perkembangan terutama setelah dibukanya jalan di sepanjang pantai Purus. Aktivitas masyarakat

Purus sebagai pedagang makanan.

Menjamurnya rumah makan dan cafe–cafe di

kawasan pantai Purus, telah membantu

perekonomian masyrakat nelayan maupun masyarakat sekitar. Dengan hal tersebut adanya peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat kelurahan Purus. Hal ini di perkuat dengan hasil wawancara dengan Emia Kamel. Sebelum berjualan Emia Kamel bekerja sebagai nelayan, tapi setelah gempa dan adanya isu-isu tsunami ia merasa takut pergi melaut (mencari ikan), sekarang Emia Kamel dan istrinya berjualan dipinngir pantai Purus untuk memenuhi

kebutuhan.5

Dari uraian diatas, maka penelitian ini memfokuskan pada kehidupan sosial ekonomi nelayan setelah gempa 2009. Keadaan ini menjadi menarik dan penting untuk diteliti dalam hal perekonomian nelayan setelah gempa 2009. Maka dari itu peneliti memberi judul tulisan ini “Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan Purus Pasca Gempa 2009”

4

Wawancara dengan Hamid , Tanggal 28

Mei 2015, Jam 14.00- 15.00 5

Wawancara dengan Kamel, tanggal 28

(3)

3 BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH

Pembatasan masalah pada dasarnya merupakan upaya untuk membatasi ruang lingkup persoalan mana yang termasuk dalam sasaran penelitian, sehingga focus permasalahan akan menjadi lebih jelas dan akan menjadi lebih jelas dan akakan mudah dirumuskan. Batasan temporal antara tahun 2009 ini diambil sebagai awal penelitian, karena terjadinya gempa bumi dan isu” tsunami yang menyebabkan kelumpuhan perekonomian di kota Padang terutama masyarakat nelayan salah satunya di pantai Purus. Batasan akhir penelitian ini adalah 2014 karena pada tahun ini masayarakat nelayan sudah memiliki taraf perekonomian kehidupan yang lebih baik.

Batasan spatial penelitian adalah kecamatan Padang Barat yaitu di kelurahan Purus, pemilihan lokasi ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat Purus bermata pecaharian sebagai nelayan dan terjadinya peralihan profesi setelah terjadinya gempa dan isu-isu tsunami.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka

rumusan masalah peneliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi

nelayan Purus sebelum gempa 2009 ?

2. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi

nelayan Purus pasca gempa 2009 ?

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan kehidupan sosial

ekonomi masyarakat nelayanb Purus sebelum dan sesudah gempa 2009

b. Mendeskripsikan kehidupan sosial

ekonomi nelayan Purus pasca gempa 2009

BAHAN DAN METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodesejarah yang meliputi langkah-langkah:

pertama, Heuristik merupakan pengumpulan

sumber-sumber dengan jalan mencari dan

mengumpulkan data yang dianggap relevan dengan permasalahan. Tahap Kedua, kritik sumber melakukan kritik sumber yaitu data yang sudah

dikumpulkan, kemudian diseleksi sehingga

diketahui apakah data tersebut dapat digunakan atau tidak sebagai informasi, penelitian krisis sumber menempuh dua cara yaitu kritik eksternal dan internal. Kritik eksternal yaitu pengujian otensitas atau kesulitan data. Tahap ketiga adalah

interpretasi yang bertujuan untuk membuat

hubungan kausalitas dan merangkaikan fakta sejarah yang sejenis dan kronologis untuk

memperoleh alur cerita yang sistematis melalui penafsiran fakta yang telah diuji kebenarannya, agar dapat diceritakan kembali.

Tahap terakhir adalah historiografi.

Historiografi adalah menulis dalam bentuk ilmiah setelah didapati fakta, sehingga barulah ditulis

dalam bentuk skripsi. Sehingga dapat

menggungkap Kehidupan Sosial Ekonomi

Nelayan Purus pasca gempa 2009 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tanggal 30 September 2009, wilayah pantai Barat Provinsi Sumatera Barat tepatnya Kota Padang yang merupakan salah satu kota yang mengalami musibah gempa bumi yang berkekuatan 7,9 Skala Richter yang menguncang wilayah Sumatera Barat. Bencana gempa bumi ini bukan hanya menyebabkan sebagian sarana dan prasarana rusak, pemukiman warga yang rusak serta jatuhnya korban jiwa.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan

Bencana/Diskominfo Kota Padang, jumlah korban jiwa di Kota Padang mencapai 383 orang, rumah rusak berat 33.597, rusak sedang 35.816, rusak ringan 37.615, dan sarana dan prasarana yang

mencapai 1.600 lebih.6 Dampak gempa bumi ini

berakibat langsung terhadap perdagangan, jasa keuangan, pariwisata, sektor pendidikan dan kesehatan, yang merupakan faktor penting Kota Padang sebagai pusat utama.

Bencana alam gempa bumi yang melanda kota Padang berdampak sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan mata pencaharian masyarakat. Kekhawatiran akan keberlanjutan mata pencaharian inilah yang dituntut terus bertahan hidup dan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, serta memanfaatkan asset, akses, dan aktivitas yang mereka miliki.

Permasalahan penghidupan yang terjadi pasca bencana gempa 2009, merupakan permasalahan yang sangat signifikan yang harus ditanggulangi baik dari segi sosial, ekonomi, mental.Banyak hal yang dilakukan untuk tetap bertahan hidup dengan kondisi daerah yang masih dilanda bencana.Untuk melanjutkan hidup ditengah kondisi ini sulit memulainya kembali, rasa takut lebih besar dari pada rasa untuk bangkit lagi.Melanjutkan hidup tidak terlepas dari faktor aset, akses dan aktivitas merupakan hal yang sangat penting untuk melanjutkan hidup.

Dampak langsung terjadi kepada masyarakat nelayan di daerah Kota Padang, yang merupakan masyarakat yang mengalami tingkat kemiskinan

6

Lihat lampiran Badan Penanggulangan

(4)

4 terburuk pasca gempa bumi 2009.Berdasarkan informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota

Padang tahun 2010.7 Kecamatan yang dianggap

mengalami masalah serius adalah, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Padang Selatan, Padang Barat dan Koto Tangah, terutama masyarakat nelayan yang hidupnya digaris kemiskinan atau nelayan yang berprofesi nelayan kecil.

Sektor yang sangat berpengaruh dalam

pemulihan perekonomian masyarakat nelayan Purus adalah dari segi produksi, distribusi dan

konsumsi keluarga di Kelurahan Purus

terganggu.Sebagai akibat bencana yang

menghancurkan sistem ekonomi dan sosial serta pelayanan umum di kawasan tersebut.Akibat dari bencana alam ini menimbulkan banyak hal

permasalahan yang ditinggalkan terutama

kemiskinan masyarakat yang meningkat tajam, hal ini merupakan dampak dari bencana alam yang terjadi di daerah Kota Padang. Diperkirakan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat di Kelurahan Purus akan beransur pulih dalam jangka waktu kurang lebih dua tahun, hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam menanggulangi pemulihan kemiskinan dari bencana alam yang terjadi.

Perubahan penghidupan yang dialami oleh masyarakat Minangkabau khusunya di Kelurahan Purus jauh berbeda sebelum terjadinya gempa 2009, hal ini dapat dilihat dari sektor perekonomian masyarakat nelayan Purus yang mencari alternatif lain untuk menghidupi keluarga mereka untuk melanjutkan hidup dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semua pekerjaan dilakukan asal halal mulai dari buruh, kerja bangunan, tukang ojek, potong rambut maupun berjualan kecil-kecilan dengan sisa uang yang terkumpul sebelum adanya gempa. Usaha dan cara bertahan hidup yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kelurahan.

Dampak dari gempa tersebut terjadi penurun angka yang bermata pencaharian sebagai nelayan yaitu sekitar 215 orang mengalihkan mata pencaharian sebagai pedangang, buruh bangunan, sopir angkot, buruh serabutan.

Setelahterjadinya gempa 2009 terjadi

penurunan jumlah nelayan di Kelurahan Purus. Tahun 2008 nelayan tetap berjumlah 300 orang dan nelayan tidak tetap 65 orang. Tahun 2009 nelayan tetap di Kelurahan Purus 300 orang dan terjadi peningkatan jumlah nelayan tidak tetap 368 orang. Pada tahun 2010 setelah gempa 2009 penurun jumlah nelayan yang mana jumlah nelayan tetap 150 orang dan nelayan tidak tetap 35 orang hal tersebut di karnakan masih adanya ketakutan bagi

7

Wawancara dengan Eri di dinas perikanan dan

kelautan kota Padang

para nelayan yang takut kelaut dan mencari alternativ pekerjaan lainnya. Tahun 2011 sampai 2014 jumlah nelayan tetap semakin menurun namun jumlah nelayan sambilan pada tahun 2011 sebanyak 35 orang dan 2012 menurun hingga 30 orang, sementara tahun 2013 dan 2014 jumlah nelayan sambilan berjumlah 55 orang karna selain bekrja sebagai nelayan mereka juga mempunyai pekerjaan lain seperti buruh bangunan, maupun pedagang.

1. Usaha Sampingan Atau Peralihan Mata Pencaharian

Dengan adanya usaha sampingan ini menjadi usaha sehari-hari menjadikan mata pencaharian yang awalnya nelayan yang penghasilannya tidak menentu mulai dialihkan menjadi tukang ojek, tukang bangunan, buruh, pedagang, maupun sopir angkot.Peralihan ini

bertujuan untuk meemenuhi kebutuhan

ekonomi keluarga.Berdasarkan wawancara

dilapangan banyak masyarakat Purus mencari usaha lain agar tetap bisa melanjutkan hidup dengan mencari usaha sampingan selain nelayan menjadi tukang ojek, tukang bangunan, buruh, pedagang, sopir angkot.dan lain-lain sebagainya.

Masyarakat nelayan pada Kelurahan Purus mengalami peralihan mata pencaharian dan mencari kerja sampingan setelah gempa bumi 2009. Dengan adanya pekerjaan sampingan ini membuat masyarakat pada Kelurahan Purus berangsur pulih dari kondisi perekonomian yang tidak baik pada saat setelah gempa bumi tersebut.

Peralihan mata pencaharian ini merupakan alternatif lain yang selain menjadi nelayan, sehingga membutuhkan kemandirian untuk tetap melanjutkan hidup.Berawal dari temannya

yang bekerja sebagai tukang bangunan

ditambah lagi wilayah Kota Padang yang daerahnya hampir sebagian bangunanya rata dengan tanah kebutuhan akan buruh bangunan meningkat baik untuk memperbaiki jalan, rumah-rumah, pertokoan maupun hotel-hotel yang hancur oleh gempa bumi.

Bapak Yacub adalah seorang contohnya, setelah gempa bumi 2009 ia, memilih bekerja sebagai Tukang Ojek sebagai usaha sampingan

setelah terjadinya gempa.8Pada awalnya ia

meminjam uang kepada keluarga istrinya sebesar Rp. 500.000 untuk memberikan uang muka untuk kredit motor, setelah itu ia mulai beralih menjadi usaha sebagai Tukang Ojek,

8

Wawancara deangan Yacub di Purus tanggal 20

(5)

5 diawali dengan mengantar anaknya pergi sekolah, setelah itu ia mencari penumpang baik pengantar anak sekolahan sampai pada Ibu-ibu yang pulang dari pasar.

2. Peran Para Istri-Istri Nelayan Untuk Membantu Perekonomian Keluarga

Strategi penghidupan yang dilakukan

masyarakat nelayan Purus yaitu usaha

sampingan yang dilakukan oleh para istri

nelayan untuk membantu perekonomian

keluarga.Peran wanita terutama istri nelayan pada Kelurahan Purus sangat berdampak, pada perekonomian keluarga, peran para wanita atau para istri dalam mencukupi penghidupan rumah tangga nelayan Purus.

Sebelum terjadinya gempa bumi 2009, banyak dari para istri nelayan yang sebelumnya hanya kerja sebagai Ibu rumah tangga dan tidak

memiliki penghasilan. Istri nelayanhanya

bergantung pada penghasilan para suami yang bermata pencaharian sebagai nelayan. pada saat sekarang setelah terjadinya gempa bumi 2009,

telah merubah aktivitas mereka yang

sebelumnya menjadi seorang Ibu rumah tangga, berubah menjadi pedagang maupun bekerja dalam memenuhi kebutuhannya.

Para Ibu-ibu nelayan Purus merasakan dampak yang begitu besar bencana gempa bumi terjadi, bukan hanya dari segi ketakutan yang dirasakan, melainkan perekonomian mereka yang lumpuh total oleh dampak terjadinya bencana alam. Mereka merasakan setelah terjadinya gempa bumi pendapatan yang diberikan suami sebagai nelayan menurun dan tidak mencukupi lagi memenuhi kebutuhan

mereka.Mereka memiliki inisiatif untuk

berkerja maupun berjualan di pinggiran pantai maupun di jalan-jalan yang dekat pantai.

Para nelayan pun juga merasakan hal yang

sama setelah terjadinya gempa bumi,

penghasilan mereka sangat menurun dan tidak lagi mencukupi kebutuhan hidup mereka. Kondisi seperti ini membuat para istri masyarakat nelayan turun tangan untuk bekerja memenuhi kebutuhan mereka, adapun pekerjaan yang mereka lakukan seperti, tukang cuci pakaian, pembantu rumah tangga, membuka lapangan pekerjaan baru dengan cara berjualan di daerah pantai Purus.

Selain kegiatan tersebut peran wanita atau istri menjadi berat ketika para nelayan melaut yang bekerja sebagai juragan-juragan kapal, pulangnya setelah dapat ikan yang sampai berhari-hari terkadang mencapai satu minggu dilautan.Pulangnya nelayan dari laut ada yang tidak mendapat kan ikan setelah berhari-hari di

laut, dengan alasan ini juga mengapa mereka bekerja mencari sampingan, mereka dituntut memenuhi semua kebutuhan keluarga yang

disebabkan para suami yang pulangnya

terkadang berhari-hari tidak pulang, sehingga mereka harus bekerja dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

Pantai Purus dibuka sebagai tempat wisata, serta dibangunnya wisata kuliner masakan laut di sekitar daerah Purus terutama sejak peresmiannya jembatan pantai Purus pada tahun 2011, sangat membantu masyarakat nelayan pada umumnya, terutama dalam menjual hasil tangkapan laut yang didapatkan, dibandingkan dengan menjual dipasar atau tengkulak, para nelayan lebih mudah dan cepat mendapatkan uang dengan hasil penjualan ikan kewarung-warung kuliner.

Berdirinya kedai dan warung makan disepanjang pantai Purus memberikan dampak langsung kepada masyarakat nelayan, begitu juga dengan para Ibu-ibu atau istri nelayan di Kelurahan Purus, terutama bagi mereka yang memiliki kemampuan memasak dapat bekerja di warung makan atau pun berjualan langsung di daerah pinggir-pinggir pantai Purus, dengan kegiatan tersebut dapat membantu secara langsung perekonomian rumah tangga nelayan dan masyarakat di Kelurahan Purus sehingga

bisa meningkatkan dan membantu

perekonomian masyarakat setelah terjadinya gempa.

Sejak berdirinya Jembatan Baru Purus

Atas, masyarakat Kelurahan Purus

memamfaatkan pembangunan yang disediakan

pemerintah dengan membangun

warung-warung kecil dan menjual makanan ringan. Dengan hal tersebut adanya peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat Kelurahan Purus.

Pantai Purus dibuka sebagai pantai pariwisata maka terdapat hotel-hotel yang dibangun di daerah kelurahan Purus salah satunya hotel Mercure yang berada di kelurahan Purus. Denganadanya hotel-hotel yang ada di pinggiran pantai di kelurah Purus masyarakat nelayan juga memperoleh keuntungan dalam hal tersebut karena mempermudah para nelayan memasrkan ikannya, karena hotel-hotel tersebut membeli ikan secara langsung kepad nelayan maupun angen yang sudah ada.

Sektor yang sangat berpengaruh dalam pemulihan perekonomian masyarakat nelayan Purus adalah dari segi produksi, distribusi dan

konsumsi keluarga di Kelurahan Purus

(6)

6 menghancurkan sistem ekonomi dan sosial serta pelayanan umum di kawasan tersebut.Akibat dari bencana alam ini menimbulkan banyak hal

permasalahan yang ditinggalkan terutama

kemiskinan masyarakat yang meningkat tajam, hal ini merupakan dampak dari bencana alam

yang terjadi di daerah Kota Padang.

Diperkirakan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat di Kelurahan Purus akan beransur pulih dalam jangka waktu kurang lebih dua tahun, hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam menanggulangi pemulihan kemiskinan dari bencana alam yang terjadi.

Kondisi dilapangan ditemukan bahwa mayarakat nelayan di Kelurahan Purus sudah hidup pada garis kemiskinan sebelum terjadinya gempa bumi 2009, ditambah lagi terjadinya gempa menambah daftar cacatan lebih terhadap kemiskinan pada masyarakat nelayan di Purus. Hal ini tergambar dari kondisi kesejahteraan

hidup keluarga nelayan melalui tingkat

pendapatan mata pencaharian mereka, kondisi rumah yang ditempati, kurangnya potensi atau keahlian yang dimiliki oleh masyarakat nelayan Purus walaupun ada potensi tetapi mereka tidak tahu cara mempergunakannya, keterampilan mereka belum bisa untuk dikembangkan,

pendidikan mereka masih rendah.9

Kondisi perekonomian masyarakat Purus sangat memprihatinkan terutama terjadi pada Ibu rumah tangga nelayan Kota Padang pasca gempa 30 September 2009. Sumber ekonomi mereka hampir hilang, ditambah dengan bencana alam lain yang mereka alami seperti ombak besar, cuaca yang tidak mendukung

untuk melaut.10Dalam aspek ilmu pengetahuan

sangat rendah, teknologi dalam menangkap ikan masih sangat sederhana, keterampilan dalam usaha mereka masih lemah, informasi terhadap lembaga keuangan atau permodalan masih kurang apalagi dalam akses pemasaran hasil tangkapan mereka.

Perubahan penghidupan yang dialami oleh masyarakat nelayan di Kelurahan Purus sangat besar. Hal ini sangat terlihat jelas dari aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kelurahan Purus pada kejadian sebelum dan sesudah gempa 30 september 2009. Perubahan

9Komnas HAM Perwakilan Sumbar.2009 “Laporan

Pengkajian Dan Pemantauan Kondisi Masyarakat Sumatera Barat Pasca Gempa 30 September 2009,

Padang”.Padang Komnas HAM Perwakilan

Sumbar. Hal 3

10Pusham UNP. 2009, “pengkajian Masyarakat

Pantai Pasca Gempa 30 September 2009 Di Sumatera Barat”.hal 5

penghidupan yang terjadi pada masyarakat nelayan Purus adalah banyak dari para nelayan yang mencari alternative pekerjaan sampingan selain melaut untuk tetap bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka.

Pekerjaan sebagai nelayan sebelum gempa 2009 berpenghasilan Rp. 150,000 per hari dan setelah terjadinya gempa besar tahun 2009 pendapatan nelayan mulai menurun sehingga Rp.65.000 per harinya bahkan rendah dari pada itu. Para nelayan yang tidak pergi melaut pasca

gempa 2009 mereka mencari alternativ

pekerjaan sebagai pedangang bersama istrinya berpenghasilan Rp. 100.000 per harinya. Bagi para nelayan yang masih aktif melaut saat cuaca tidak memungkin kan ia bekerja sambilan sebagai tukang ojek bisa berpengasilan kalau ramai berpenghasilan Rp. 50.000 . Dan bahkan ada juga nelayan yang hanya mengandalkan tenaga saja ia berusaha menafkasi istrinya bekerja sebagai Buruh bangunan Pasca gempa 2009 berpengasilan sekitar Rp. 75.000 per harinya dan buruh serabutan Rp. 50.000 itu pun tidak tetap karena jika tidak ada pekerjaan ia tidak dapat bekerja. Berdasarkan penjelasan dia atas maka setelah terjadinya gempa 2009 maka masyarakat nelayan yang dahulunya menjadi nelayan sekarang banyak yang beralih mata pencaharian, bahkan para istri-istri nelayan ikut serta dalam membantu perekonomian nelayan. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan

sebelumnya maka dalam hal ini penelitian menyimbulkan bahwa:

Sebelum terjadinya gempa 2009 masyarakat Purus yang bermata pencaharian sebagai nelayan hanya menfokuskan pekerjaannya sebagai nelayan meski pengasilan sebagai nelayan tidak titap. Sehingga kehidupan nelayan masih di garis kemiskinan. Nelayan dalam memenuhi kehidupan sehari-hari dengan salah satu cara yaitu Bautang atau meminjam merupakan alternatif lain yang digunakan sebagai tempat bergantung ketika tidak dapat uang dari hasil melaut.

Bencana alam gempa bumi yang melanda kota Padang berdampak sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan mata pencaharian masyarakat. Kekhawatiran akan keberlanjutan mata pencaharian inilah yang terus dituntut bertahan hidup dan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, serta memanfaatkan asset, askes, dan aktivitas yang mereka miliki. Permasalahan penghidupan yang terjadi pasca gempa 2009, merupakan permasalahan yang sangat signifikan yang harus ditanggulangi baik dari sosial, ekonomi,

(7)

7 maupun mental. Banyak hal yang dilakukan untuk tetap bertahan hidup dengan kondisi daerah yang masih dilanda bencana.

Agar dapat mempertahankan kehidupannya, masyarakat nelayan Purus setelah gempa mereka melakukan beberapa strategi untuk pemulihan

kehidupannya. Perubahan penghidupan yang

dialami oleh masyarakat Minangkabau khususnya di kelurahan Purus sangat jauh berbeda sebelum terjadinya 2009, hal ini dapat dilihat dari sektor perekonomian masyarakat nelayan Purus yang mencari alternatif lain untuk menghidupi keluarga mereka untuk melanjutkan hidup dalam memnuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan apapun dilakukan asal halal mulai dari buruh, kerja bangunan, tukang ojek, potong rambut, maupu berjulan kecil-kecilan dengan sisa uang yang terkumpulan sebelum adanya gempa.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Abdulsyani. 1994. Sosiologi Skematika, Teori Dan

Terapan, Jakarta : Bumi Aksara.

Bintaro, R, Interaksi .1983. Desa-Kota dan

Permasalahannya, Jakarta : Ghaalia Indonesia.

Gottschalk, Louis. . 1975. Mengerti Sejarah. Terjemahan Nogroho Notosusanto, Jakarta: Universitas Indonesia-Press.

Hasan Alwi. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Irwan , Agus. 1995. Pengelola Hasil Perikanan. Solo : Aneka Solo.

Kuntowijoyo. 1994. 2001. Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana

Kusnadi. 2009 . Keberadaan Nelayan Dan

Dinamika Ekonomi Pesisir Yogyakarta:

Arrusedia

Mestika Zed. 1999. Metodologi Sejarah. UNP: Jurusan Fakultas Ilmu Sosial.

Mustafa, Imran, Ali. 1991. Padang Kota Tercinta

Pintu Gerbang Pantai Barat Indonesia,

Citra utama abadi Padang.

Pollnac .1998.Karakter Sosial Budaya Dalam

Pengembangan Perikanan Berskala Kecil.

Michael M. Cerrnia.

Rutido, Bambang. 1991. Adaptasi Sosial Budaya

Minangkabau. Padang: Pusat Penelitian

Unand.

Sajogo, Putjiwati. 1986. Sosiologi Pembangunan. Jakarta: fakultas pasca sarjana, KIP Jakarta. Soemardjan, Selo. 1986. Perubahan Sosial Di

Yogyakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wahyu Adji dkk. 2007. Ekonomi XII, Jakarta: Erlangga.

B. JURNAL

Pusham UNP. 2009, “pengkajian Masyarakat Pantai Pasca Gempa 30 September 2009 Di Sumatera Barat”.

Referensi

Dokumen terkait

Saat krisis global terjadi, justru banyak AC merek China yang masuk ke pasar Indonesia, namun konsumen tetap memperhatikan kualitas dan kenyamanan udara AC yang

Gereja Kristus tidak boleh menutupi telinga berhadapan dengan jeritan umatnya, kadang-kadang jeritan dalam masyarakat; Gereja Kristus tidak boleh mengabaikan tangisan anak-anak

MARKET BASKET ANALYSIS DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HASH-BASED PADA TRANSAKSI PENJUALAN APOTEK UNTUK.. MENERAPKAN

Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (skizofrenia).. Banyak halusinasi auditorik menonjol di

Sedangkan perencanaan pembuatan unit instalasi pemroses energi biomasa dari kotoran sapi harus memperhatikan empat faktor, yaitu : (a) ketersediaan dan kemudahan

Pengusaha-pengusaha tambang di Australia bergerak melalui komunitas pertambangan yang ada di Australia melalui saluran-saluran seperti misalnya demonstrasi, media massa serta

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 16 Tahun 2003 tentang Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan

Peranan biaya standar dalam efektivitas pengendalian biaya bahan baku bukan melalui pengurangan biaya yang besar dengan mengabaikan kualitas produk yang