• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

III. RIWAYAT LAIN - LAIN

• 2005 – Sekarang : Staf Ahli Departemen Eksterna Sema FKUKM

• 2005 – Sekarang : Wakil Ketua Unit Kegiatan Olah Raga UKM

• 2005 – Sekarang : Pengurus Harian Nasional

(Eks Officio BSO) Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia

• 2004 – 2005 : Ketua II Bidang Eksterna Sema FK UKM

• 2004 – 2005 : Staf Departemen Eksterna TBM Avicenna Aesculapius Sema FK UKM

• 19 Desember 2005 : Peserta Seminar Nasional “Youth Against AIDS” di Makassar

• 4 Juni 2005 : Peserta Seminar Karya Tulis Ilmiah Sema FK UKM “Diabetes Mellitus : Penanganan, Komplikasi, dan Terapi Herbal”

• 5 – 26 Januari 2005 : Tim Relawan Bencana Tsunami ”Maranatha Peduli Aceh”

• 28 Desember 2004 : Peserta Seminar Nasional ISMKI 2004

”Standarisasi Pendidikan Kedokteran Menjawab Tantangan Indonesia Sehat 2010” di Banda Aceh

• 2004 : Calon Ketua Sema FK UKM.

• 2003 – 2004 : Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Sema FK UKM.

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

TBC yang telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia adalah pembunuh menular yang paling banyak membunuh orang muda dan orang dewasa di dunia. TBC membunuh 8000 orang setiap harinya, atau 2 – 3 juta orang setiap tahunnya. Delapan juta orang menderita TBC setiap tahunnya, dimana 80 persennya berada di 22 negara dengan masalah TBC paling besar yaitu India, Cina, Indonesia, Pakistan, Filipina, Rusia, Africa Selatan, Tanzania, Uganda, Vietnam, Zimbabwe, nigeria, Myanmar, Mozambik, Kenya, Ethiopia, Korea, Kongo, Kamboja, Brazil, Banglades, Afganistan. Delapan puluh persen dari penderita TBC adalah mereka yang berada dalam usia produktif secara ekonomis, oleh karena itu TBC menyebabkan banyak keluarga yang mandiri jatuh miskin. TBC juga pembunuh nomor satu dari orang-orang yang menderita HIV/AIDS, mereka menjadi tigapuluh kali lebih rentan. Lebih dari 100.000 anak – anak akan mati sia-sia karena TBC, sementara ratusan dari ribuan anak-anak akan menjadi yatim piatu karena TBC. Lebih dari 17.000 pengungsi menderita TBC setiap tahunnya. Kurang lebih 50 juta orang diperkirakan terinfeksi TBC dengan MDR.

Empatpuluh persen dari kasus TBC di Dunia ditemukan di Asia Tenggara dan setidaknya 1 juta kematian setiap tahunnya terjadi di asia tenggara. Situasi ini diperumit lagi dengan penyebaran HIV yang sangat cepat dan munculnya jenis TBC yang kebal terhadap pengobatan di wilayah tersebut. Hampir 60 persen dari kasus TBC yang menyusul kasus AIDS menunjukkan bahwa TBC adalah kemungkinan infeksi yang paling membahanyakan hidup terkait dengan HIV. Di Indonesia penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia setelah China dan India.Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua

2

kelompok usia , dan nomor satu dari seluruh penyakit infeksi. Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TBC paru BTA positif.

Hasil pencatatan dan pelaporan tahun 2003 di Jawa Barat yang terdiri dari 30 kabupaten/kota, pencapaian cakupan penemuan penderita / case detection rate (CDR) hanya sebesar 38% dari target sebesar 50% dari sasaran penderita sebesar 115/100.000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2004 pencapaiannya hanya sebesar 49.9% dari target 60% sasaran penderita sebesar 107/100.000 penduduk. Dan pada tahun 2004 kasus baru penderita TBC paru BTA (+) sebesar 53,95% dari seluruh penderita TBC di Jawa Barat, dan dari jumlah ini hanya 71% yang berhasil dievaluasi dan hanya 60,8% yang dinyatakan sembuh.

Di Kotamadya Cimahi tahun 2003 lebih parah lagi, pencapaian CDR ini hanya 18% dari target sebesar 50% dari sasaran penderita sebesar 115/100.000 penduduk. Walaupun pencapaian pada tahun 2004 meningkat tajam sebesar 45.23% akan tetapi target sudah meningkat menjadi 60% dari sasaran 107/100.000 penduduk. Pada tahun 2004, 56% dari seluruh penderita TBC di Kota Cimahi merupakan kasus baru TBC paru BTA (+), dan dari jumlah ini hanya 38% yang berhasil dievaluasi dan hanya 31% yang dinyatakan sembuh.

Di Puskesmas Cipageran tahun 2003 pencapaian CDR hanya 7% dari target sebear 50% sasaran penderita 115/100.000 penduduk walaupun angka kesembuhan pada tahun ini mencapai 85%. Pencapaian 2004 hanya 26,15% dari target 60% dari 107/100.000 penduduk dengan angka kesembuhan menurun drastis menjadi 41,17%.

World health organization (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan TBC adalah dengan menerapkan strategi DOTS dan bank dunia menyatakan bahwa strategi DOTS merupakan strategi kesehatan paling cost effective.

Sejak tahun 1995, program pemberantasan Tuberkulosis paru yang sekarang menjadi program penanggulangan TBC telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy) yang direkomendasi

3

oleh WHO. Lima langkah DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang yang batuk selama tiga minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama enam bulan oleh pengawas minum obat (PMO), dan ada suatu sistem pencatatan/pelaporan. Akan tetapi program DOTS tersebut belum dapat menjangkau seluruh Puskesmas. Demikian juga rumah sakit pemerintah, swasta, dan unit pelayanan kesehatan lainnya. Tahun 1995 – 1998, cakupan penderita TBC dengan strategi DOTS baru mencapai 10 persen dan error rate pemeriksaan laboratorium belum dihitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85 persen. Penatalaksanaan penderita dan sistem pencatatan pelaporan belum seragam disemua unit pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda atau Multi Drug Resistance (MDR) kuman TBC terhadap obat anti tuberkulosis (OAT).

Dengan latar belakang diatas, penulis melakukan penelitian mengenai Gambaran penderita TBC paru BTA (+) terhadap pelaksanaan program DOTS di wilayah kerja PKM Cipageran Kota Cimahi tahun 2005.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian tersebut diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Bagaimana pandangan penderita terhadap pelaksanaan program DOTS di PKM Cipageran sebagai lingkup terkecil usaha pelayanan kesehatan pemerintah di Kecamatan Cipageran.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud: Melakukan tinjauan pelaksanaan program DOTS di PKM menurut penderita TBC BTA(+) di wilayah kerja PKM Cipageran.

4

Diagnosis dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis

Penelanan obat diawasi PMO Kesinambungan ketersediaan OAT Pencatatan dan pelaporan

Memperoleh data metode yang dilakukan dalam penegakan diagnosis.

Memperoleh data pengawasan menelan OAT oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

Memperoleh data kesinambungan penderita dalam memperoleh OAT. Memperoleh data pencatatan penderita TBC di PKM

1.4. Manfaat Penelitian

1. Membantu pemerintah dalam mengontrol penderita dalam menyukseskan pelaksanaan program DOTS.

2. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan PKM Cipageran terutama pada pelaksanaan program DOTS.

3. Sebagai sumbangan bagi civitas akademika FK UKM, terutama mengenai program DOTS dan pelaksanaannnya

4. untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menulis suatu karya tulis dan menambah pengetahuan penulis dalam bidang kedokteran terutama dalam ruang lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat.

1.5. Kerangka Pemikiran

Î

Program DOTS terlaksana dengan baik.

5

1.6. Metodologi Penelitian

Metode penelitian : Deskriptif Rancangan penelitian : Cross sectional Metode pengumpulan data : Survei

Teknik pengumpulan data : Wawancara terpimpin Instrumen penelitian : Kuesioner

Responden : Penderita TBC Paru BTA (+) tahun 2005

Cara sampling : whole sample

1.7. Lokasi dan Waktu penelitian

Lokasi :

Puskesmas Cipageran, kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi Kampus Universitas Kristen Maranatha

Waktu :

65

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah :

Metode penegakan diagnosis sesuai dengan pelaksanaan DOTS poin ke-2. Pengawasan menelan OAT oleh PMO belum berfungsi optimal dan sesuai

dengan program DOTS poin ke-3.

Ketersediaan OAT pada responden di PKM Cipageran sudah

berkesinambungan, pelaksanaan program DOTS poin ke 4 terlaksana dengan baik.

pencatatan penderita TB di PKM Cipageran tahun 2005 belum sesuai dengan program DOTS poin ke-5.

4.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas perlu diajukan beberapa saran kepada pihak terkait yaitu :

1. Puskesmas

Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan promosi kesehatan dan kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi, agar masyarakat dapat mengerti dan mengetahui program DOTS. Sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat, misalnya penyluhan TBC dengan DOTS dengan pendekatan Agama atau dengan pendekatan kesenian tradisional setempat.

Membuat penyuluhan kelompok atau bahkan pelatihan pada PMO agar PMO dapat menjalankan fungsi PMO secara lebih definitif.

Mengoptimalkan pencatatan penderita TBC, terutama pencatatan pada kartu TB02 agar Kemanapun penderita TBC pergi dia bisa menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan pengobatannya dan tidak

66

sampai tercatat dua kali. Misalnya dengan melakukan pelatihan bersertifikasi kepada petugas pencatat penderita TB di PKM atas standarisasi yang sudah ditetapkan oleh Dinas kesehatan.

2. Dinas Kesehatan

Melakukan kajian data P2TB terhadap keberhasilan program dan kendala yang dihadapi termasuk penanggulangan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB paru. Misalnya mengkaji data pelaksanaan program DOTS dilapangan secara langsung sehingga kendala-kendala PKM dalam melaksanakan program dapat dicarikan solusinya.

Mengadakan pelatihan petugas P2TB dan petugas laboratorium agar proses diagnosis TBC dapat lebih akurat lagi.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan program DOTS dalam ruang lingkup yang lebih luas dari penelitian ini dengan desain berbeda sehingga bahan pengkajian pemerintah tentang program DOTS lebih akurat. Misalnya dalam ruang lingkup seluruh Indonesia, Propinsi, atau Daerah Tingkat II, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas literatur dan penelitian mengenai TBC dan program DOTS berskala nasional di Indonesia.

Dokumen terkait