• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cinta kami ya Rosul akankah sampai padamu Rindu kami ya Rosul tak sabar ingin bertemu Dalam hidup sekejap ini

Ku junjung tinggi namamu

Dalam renunganku teringat padamu Selalu bergema shalawat untukmu Tak terlupakan semua pengorbananmu Di jalanmu yang menuju kemenangan Bila waktuku dating hasratku di jalanmu Jalan yang selalu terang

Jalan lurus yang ku tuju

Ya rosul hadir dalam hijrah hidupku Perjalanan yang berbatu dan berliku Meski gelombang uji coba menghadang Aku kan berdiri kukuh dan berjuang

Waluyo dalam bukunya Teori dan Apresiasi Puisi mengistilahkan unsur batin puisi denagan istilah hakikat puisi. Ada empat unsur hakikat puisi, yakni: 1. Tema

Waluyo (1987:106) mengatakan “Tema merupakan pokok atau subject-matter

yang dikemukakan oleh penyair”. Ungkapan tersebut mengindikasikan bahwa

tema merupakan sebuah atmosfer dari sebuah puisi, sebuah puisi pasti memiliki sebuah tema (umumnya satu) yang melingkupi keseluruhan puisi.

Oleh sebab itu dalam menafsirkan tema dalam puisi, puisi tersebut harus ditafsirkan secara utuh.

Tema puisi di atas adalah tokoh idola dimana si aku liris mengidolakan orang yang sangat besar yaitu seorang Rosululloh SAW

ROSULULLAH SAW

Cinta kami ya Rosul akankah sampai padamu Rindu kami ya Rosul tak sabar ingin bertemu 2. Perasaan (Feeling)

Perasaan ini adalah keadaan jiwa penyair ketika menciptakan puisi tersebut. Pendapat penulis ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh

Waluyo (1987:121) bahwa perasaan adalah “ suasana perasaan penyair yang

ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca”.

Perasaan yang ada dalam puisi tersebut adalah rasa bangga, kagum dan tegar dalam menghadapi hidup dan ia mencoba selalu berada di jalan yang benar karena hidup ini hanya sekejap.

Dalam hidup sekejap ini Jalan yang selalu terang

Jalan yang lurus ku tuju aku kan berdiri kukuh dan berjuang 3. Nada dan Suasana

Nada adalah sikap penyair dalam menyampaikan puisi terhadapa pembaca, beraneka ragam sikap yang sering digunakan oleah penyair, seperti yang

dikemukakakn oleh Waluyo (1987:125) “…apakah dia ingin bersikap

menggurui, menasihati, menyindir, atau bersikap lugas…”.

Nada dalam puisi tersebut adalah si penulis puisi bersikap lugas dalam menyampaiakan keinginannya untuk selalu mencontoh Rosululloh karena si aku berkeyakinan bahwa hidup ini hanya sementara.

Cinta kami ya Rosul akankah sampai padamu Rindu kami ya Rosul tak sabar ingin bertemu Dalam hidup sekejap ini

Ku junjung tinggi namamu

Suasana dalam puisi tersebut adalah rasa aman dan nyaman karena mengingatkan kembali kepada kita akan tujuan hidup di dunia. Hidup ini hanya sementara jadi usahakan agar selalu berada di jalan yang benar.

Dalam hidup sekejap ini Jalan yang selalu terang Jalan lurus yang kutuju

4. Pesan (Amanat)

Waluyo (1987:130) menyatakan bahwa “Pesan adalah maksud yang hendak

disampaikan atau himbauan atau pesan atau tujuan yang hendak disampaikan

penyair”.

Meninjau pernyataan beliau, pesan merupakan inti dari sebuah puisi yang merupakan gagasan subjektif penyair terhadapa sesuatu.

Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa dalam hidup yang sementara ini kita harus mencontoh Rosululloh SAW agar hidup ini berada di jalan yang lurus dan benar.

Dalam hidup sekejap ini Jalan yang selalu terang Jalan lurus yang kutuju

5. Nilai-nilai moral dalam puisi Kenanglah Aku Dalam Selembar Puisi adalah

1). Beriman

Bila waktuku datang hasratku di jalanmu 2). Taat dan patuh

Ku junjung tinggi namamu

Di jalanmu yang menuju kemenangan 3). Shaleh

Jalan yang selalu terang Jalan lurus yang ku tuju 4). Berjiwa besar

Cinta kami ya Rosul akan kah sampai padamu Rindu kami ya Rosul tak sabar ingin bertemu

6. Diksi

Pemilihan kata, kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu.

Diksi dalam puisi tersebut adalah menggunakan bahasa sehari-hari tidak ada unsur puitisnya. Meskipun menggunakan bahasa-bahasa sehari-hari puisi tersebut bermakna dan bernilai.

Dalam renunganku teringat padamu Selalu bergema shalawat untukmu Tak terlupakan semua pengorbananmu Di jalanmu yang menuju kemenangan 7. Pengimajian

Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran atau citra rasa. Pengimajian disebut juga pencitraan.

Imaji pendengaran:

Selalu bergema shalawat untukmu Imaji penglihatan:

Tak terlupakan semua pengorbananmu Di jalanmu yang menuju kemenangan 8. Rima

Rima adalah pengulangan numyi dalam puisi untu membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi itu, paenyair juga mempertimbangkan lambing bunyi. Denagn cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi.

Dalam puisi tersebut tidak ada permainan rima, tetapi terdapat pengulangan pronominal persona mu seperti pada kata: padamu, namamu, padamu, untukmu, pengorbananmu, jalanmu. Dari pengulangan

pronominal persona mu jelaslah bahwa si aku mengidolakan mu dan diusahakan mencontoh si mu yang dalam puisi ini mu sebagai tokoh idola yaitu Rosululloh. Begitu mulia si aku dan karakter seperti inilah yang dapat menjadi pondasi bangsa.

Perjalanan yang berbatu dan berliku Meski gelombang uji coba menghadang Aku kan berdiri kukuh dan berjuang 9. Tipografi

Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama.

Puisi tersebut berbentuk konvensional.

Judul ________________ ________________ ________________ ________________ _______________ _______________ _______________ _______________ _______________ _______________ ______________ ______________ ______________ ______________ _______________ _______________ _______________ _______________

Nama Lengkap : Deffi Putri Kelas : 10.1

Sekolah : SMA Negeri 18 Bandung

Absen/Kode : C10

Kenanglah dalam Selembar Puisi

Jika malam ini aku tiada Jangan kou berduka Jangan pula kou melara Karena aku takkan terima

Jika malam ini aku mati Jangan kou meninti air mata Jangan pula kou merana Karna aku takkan bahagia

Jika malam ini aku benar tiada dan mati Kenanglah aku sebagai puisi

Kenanglah aku dalam mimpi Disetiap kou terbangun di pagi

Karena, disetiap harimu Langkahmu, Nafasmu

Aku masih abadi

Meski hanya menjadi selembar puisi

Waluyo dalam bukunya Teori dan Apresiasi Puisi mengistilahkan unsur batin puisi denagan istilah hakikat puisi. Ada empat unsur hakikat puisi, yakni: 1. Tema

Waluyo (1987:106) mengatakan “Tema merupakan pokok atau subject

-matter yang dikemukakan oleh penyair”. Ungkapan tersebut

puisi, sebuah puisi pasti memiliki sebuah tema (umumnya satu) yang melingkupi keseluruhan puisi. Oleh sebab itu dalam menafsirkan tema dalam puisi, puisi tersebut harus ditafsirkan secara utuh.

Puisi yang berjudul Kenanglah Aku Dalam Selembar Puisi merupakan puisi yang bertemakan percintaan yang bernilai religius karena si aku liris menginginkan orang yang dicintainya harus ikhlas menerima kematian si aku dan meskipun si aku telah tiada di dunia ini si aku tetap ada dan abadi meski hanya menjadi selembar puisi, hal ini ditunjukkan pada bait ke-3 dan bait ke-4.

Jika malam ini aku benar tiada dan mati Kenanglah aku sebagai puisi

Kenanglah aku dalam mimpi Disetiap kou terbangun di pagi

Karena, disetiap harimu Langkahmu, Nafasmu Aku masih abadi

Meski hanya menjadi selembar puisi 2. Perasaan (Feeling)

Perasaan ini adalah keadaan jiwa penyair ketika menciptakan puisi tersebut. Pendapat penulis ini didukung oleh pernyataan yang

dikemukakan oleh Waluyo (1987:121) bahwa perasaan adalah “ suasana

perasaan penyair yang ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh

pembaca”.

Perasaan penulis dalam puisi kenanglah aku dalam selembar puisi adalah kepasrahan penulis dan keikhlasan penulis menyambut kematian dan jika ia benar-benar mati malam itu, ia meningini agar orang-orang yang dekat dengan si aku liris jangan menangis dana jangan berduka karena si penulis tidak akan terima. Hal ini ditunjukkan pada bait ke-1 dan ka-2.

Jika malam mini aku tiada Jangan kou berduka Jangan pula kou melara Karena aku takkan terima

Jika malam ini aku mati Jangan kou meninti air mata Jangan pula kou merana Karna aku takkan bahagia 3. Nada dan Suasana

Nada adalah sikap penyair dalam menyampaikan puisi terhadapa pembaca, beraneka ragam sikap yang sering digunakan oleh penyair, seperti yang dikemukakakn oleh Waluyo (1987:125) “…apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, menyindir, atau bersikap lugas…”.

Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi tersebut Nada puisi tersebut adalah bernada menasihati hal ini ditunjukkan pada bait ke-1, bait ke-2.

Jangan kou berduka Jangan pula kou melara Jangan kou meninti air mata Jangan pula kou merana

Suasana yang ditimbulkan adalah keharuan akan keikhlasan penulis akan sikapnya karena ia berterima akan takdir yang telah ditentukan Allah.

Jika malam ini aku mati Jangan kou meninti air mata Jangan pula kou merana Karna aku takkan bahagia 4. Pesan (Amanat)

Waluyo (1987:130) menyatakan bahwa “Pesan adalah maksud yang hendak

disampaikan atau himbauan atau pesan atau tujuan yang hendak disampaikan

penyair”.

Meninjau pernyataan beliau, pesan merupakan inti dari sebuah puisi yang merupakan gagasan subjektif penyair terhadapa sesuatu.

Pesan dalam puisi tersebut adalah si aku liris berpesan agar orang-orang terdekatnya jangan bersedih dan harus menerima kematian yang merupakan takdir Allah, meskipun si aku liris sudah tiada namun ia selalu ada dan abadi walau dalam selembar puisi.

Jika malam ini aku benar tiada dan mati Kenanglah aku sebagai puisi

Kenanglah aku dalam mimpi Disetiap kou terbangun di pagi Karena, disetiap harimu Langkahmu, Nafasmu

Aku masih abadi

Meski hanya menjadi selembar puisi

5. Nilai-nilai moral dalam puisi Kenanglah Aku Dalam Selembar Puisi adalah

a. Ikhlas

Keikhlasan penulis menerima takdir yang telah ditentukan oleh Allah yaitu kematian ditunjukkan dengan kata, “Jika malam ini aku mati”.

b. Bertanggung jawab

Si aku liris menginginkan agar kematiannya tidak menjadikan orang lain berduka dan merana karena si aku liris tidak akan terima.

Jika malam mini aku tiada Karena aku takkan terima Jika malam ini aku mati Karna aku takkan bahagia c. Berjiwa besar

Jika malam ini aku benar tiada dan mati Kenanglah aku sebagai puisi

Si aku liris menginginkan agar setelah ia mati orang akan mengenangnya sebagai puisi yang berarti si penulis itu dalam hidupnya telah melakukan hal yang sangat luar biasa karena kenangan masa hidupnya diibaratkan sebagai puisi, dan puisi itu merupakan sesuatu yang bernilai dan bermakna. Orang yang berjiwa besarlah yang bermakna di dalam hidupnya.

d. Penuh cinta kasih Jangan kou berduka Jangan pula kou melara Jangan kou meninti air mata Jangan pula kou merana Karena, disetiap harimu

Langkahmu, Nafasmu Aku masih abadi

Meski hanya menjadi selembar puisi e. Beriman

Si aku liris merupakan orang yang beriman karena si aku bisa menerima kematian yang merupakan takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT

Jika malam ini aku mati 6. Diksi

Pemilihan kata, kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu.

Penulis menggunakan kata yang lugas dan mudah di pahami. Terdapat asonansi /u/ dan /a/, /a/ dan /i/. pada kata berduka, melara, terima, merana, dan kata mati, mimpi, puisi, dan kata harimau, nafasmu.

7. Pengimajian

Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran atau citra rasa. Pengimajian disebut juga pencitraan.

Imaji penglihatan:

Jika malam ini aku tiada Jangan kou berduka Jangan pula kou melara Jika malam ini aku mati Jangan kou meninti air mata Jangan pula kou merana

Jika malam ini aku benar tiada dan mati Kenanglah aku sebagai puisi

8. Rima

Rima adalah pengulangan numyi dalam puisi untu membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi itu, paenyair juga mempertimbangkan

lambang bunyi. Denagn cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi.

Puisi tersebut bait ke-1 berima a-a-a-a, bait ke-2 berima a-b-a-a, bait ke-3 berima a-a-a-a dan bait ke-4 berima a-a-a-a.

9. Tipografi

Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama.

Puisi tersebut berbentuk konvensional.

Judul ________________ ________________ ________________ ________________ _________________ __________________ __________________ ___________________ ________________ ________________ ________________ ________________

Nama Lengkap : Fahmi Fajar Kelas : 10.1

Sekolah : SMA Negeri 18 Bandung No Absen/ Kode : C13

Tokoh Idola

Guruku engkau adalah pahlawan Pahlawan tanpa tanda jasa

Namamu akan selalu hidup Hidup di hatiku yang paling dalam

Engkau patriot pahlawan bangsa Apalah kami tanpa engkau

Mungkinkah tanpamu aku akan seperti ini

Seperti yang kau lihat menjadi seseorang yang sukses

Terima kasih guruku, namamu akan selalu ku kenang Dikenang di hatiku

Dihati yang paling dalam

Karna engkau tak pantas untuk dilupakan

Namaku akan selalu kukenang Dalam sanubariku

Namamu akan selalu hidup Dalam kegelapan

Judul puisi di atas cukup baik tapi tidak terlalu puitis. Frase “Tokoh Idola” berbeda dengan kata-kata “Cahaya Hidup” walaupun bisa menampilkan arti yang sama. Jika dilihat dari temanya yaitu tokoh idola dan dihubungkan dengan keseluruhan isi dari puisi. Judul di atas bisa dikatakan berhasil tapi tidak puitis.

Bentuk puisi di atas sudah berhasil dikatakan sebagai puisi dikarenakan sebuah puisi pada saat ini tidak bisa dibatasi dalam bentuk apa pun. Bahkan ada yang disebut puisi prosais. Tetapi lepas dari itu, kita bisa melihat sebuah ciri khas dari pemakaian kata-katanya.

Pesan moral dalam puisi di atas jelas sekali tentang bagaimana kita sebagai manusia harus berterimakasih pada apapun yang pernah berjasa dalam hidup. Dan pesan moral di atas berhasil dituliskan dalam puisinya.

Guruku engkau adalah pahlawan Namamu akan selalu hidup Pahlawan tanpa tanda jasa

Hidup di hatiku yang paling dalam...1

Namaku akan selalu kukenang Dalam sanubariku

Namamu akan selalu hidup Dalam kegelapan....4

Diksi dan majas akan selalu berhubungan, ketika kita melihat diksi yang baik digunakan dalam puisi. Maka akan dilihat juga majas-majas di dalamnya, kita lihat puisi di atas kaya akan metafor tetapi tidak lepas dari tema. Baris kata seperti Dalam sanubariku, Namamu akan selalu hidup dalam kegelapan, hidup di hatiku yang paling dalam merupakan kata-kata yang mempunyai style dalam penulisannya. Diksi dan majas dalam puisi ini sangat baik. Imajinasi bermain dan menjadi sebuah kata-kata nyata yang puitis.

Walaupun majas sudah ditampilkan, tetapi alur nada dalam puisi tersebut terlihat kurang ketat dalam pemilihan kata-katanya. Tetapi itu tidak menjadi masalah lagi ketika tautan makna yang dibangun dari awal sampai akhir bisa terasakan oleh pembaca. Dan puisi di atas menunjukkan hal itu.

Nama Lengkap : Fanny Septiani Kelas : 10.1

Sekolah : SMA Negeri 18 Bandung No Absen/ Kode : C14

Dokumen terkait