• Tidak ada hasil yang ditemukan

terdapat dalam kemasan. Hal tersebut tentunya mempersulit konsumen jika ingin mengetahui keterangan lebih lanjut, misalnya mengenai nama dan alamat produsen, komposisi, berat bersih, logo halal, dan nomor pendaftaran. Walaupun di dalam kemasan dicantumkan secara lengkap, namun seharusnya di kemasan luar (besar) harus dicantumkan juga keterangan lengkap agar konsumen dapat mendapatkan informasi yang jelas. Hal tersebut berkaitan dengan hak konsumen yaitu hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa dan hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

Unsur berikutnya adalah peraturan mengenai tulisan pada label yang terdapat pada pasal 13 (ayat 1 dan 2) dan pasal 16 PP No. 69/1999. Hampir keseluruhan label produk bumbu instan memenuhi kriteria tulisan pada label dengan persentase sebesar 99.5 persen. Hanya terdapat satu produk, yaitu Kecap Sedaap yang dalam penulisan komposisi (daftar bahan) tidak jelas. Penulisan komposisi melanggar pasal 13 yang menyatakan bahwa “dilarang menggunakan latar belakang, baik berupa gambar, warna maupun hiasan lainnya, yang dapat mengaburkan tulisan pada bagian utama label”. Pada kemasan pouch ukuran 72 ml, tulisan tidak terlihat jelas (susah dibaca) karena warnanya yang putih hampir sama dengan background kemasan yang berwarna krem. Pada tata cara pencantuman tulisan berdasarkan PP No. 69/1999, belum terdapat aturan lengkap mengenai ukuran minimum angka atau huruf yang ditampilkan, sehingga produsen harus lebih dapat memilih ukuran yang tepat agar tulisan yang dicantumkan dapat terlihat dan terbaca dengan jelas oleh konsumen. Namun pada Surat Keputusan Kepala BPOM RI HK.00/05.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan, dituliskan bahwa besar huruf pada label minimal berukuran 1 mm.

Keterangan minimum label berdasarkan PP No. 69/1999 mencakup keterangan mengenai nama produk pangan, daftar bahan yang digunakan (komposisi), berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat produsen, serta tanggal kadaluarsa. Secara keseluruhan, produk yang diamati telah mencantumkan nama produk pangan pada label kemasan. Wijaya (1997) menyatakan selain nama makanan, dapat pula dicantumkan nama dagang, misalnya Coca Cola, Pepsi Cola; bila nama belum ditetapkan dalam standar makanan, gunakan deskripsi yang cocok dan tidak menyesatkan, misalnya mie telur (tidak boleh digunakan untuk produk mie yang tidak mengandung telur); dan kata-kata yang menunjukkan bentuk, sifat, atau keadaan produk tidak perlu merupakan bagian dai makanan, tetapi cukup dicantumkan pada label, antara lain: “segar”, “murni”, “alami”, ”dibuat dari”.

Keterangan minimum berikutnya adalah mengenai daftar bahan atau komposisi. Seluruh produk mencantumkan komposisi yang digunakan untuk membuat produk. Nama bahan yang dicantumkan harus spesifik bukan generik (kecuali untuk bumbu dan tepung), misalnya lemak sapi dan minyak kelapa (Wijaya 1997). Berdasarkan Tabel 10 dan Tabel 11, bahan dominan yang digunakan pada bumbu instan dan pelengkap yaitu garam dan gula. Garam dapur dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena dapat menghambat atau bahkan menghentikan reaksi autolisis (pemecahan sel dengan sendirinya), serta membunuh bakteri yang terdapat dalam bahan makanan. Kemampuannya menyerap kandungan air yang terdapat dalam bahan makanan menyebabkan

41 metabolisme bakteri terganggu akibat kekurangan cairan (Saparinto dan Hidayati 2006). Saparinto dan Hidayati (2006) juga menjelaskan bahwa selain memberikan rasa manis, gula juga berfungsi sebagai pengawet karena memiliki sifat higroskopis (mudah menghisap dan mengeluarkan uap air). Kemampuannya menyerap kandungan air dalam bahan pangan ini bisa memperpanjang masa simpan.

Bahan lain yang digunakan yaitu berupa Bahan Tambahan Pangan (BTP). Wijaya (1997) menyatakan bahwa BTM cukup dicantumkan dengan nama golongan, misal anti kempal dan pemutih. Khusus untuk antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa, harus dilengkapi dengan nama jenis, dan pada pewarna juga perlu dicantumkan nomor indeks khusus. BTP yang digunakan dalam produk bumbu kemasan yaitu penguat atau penyedap rasa. Menurut Saparinto dan Hidayati (2006), penguat rasa digunakan untuk menambah rasa nikmat pada masakan yang diolah. Bahan ini juga dapat menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Zat penguat rasa sintetis berasal dari hasil sintesis zat-zat kimia, misalnya vetsin atau monosodium glutamat (MSG). Penggunaan penguat rasa didominasi oleh mononatrium glutamat, dinatrium inosinat, dan dinatrium guanilat. Bahan tambahan yang digunakan berikutnya yaitu pewarna, produk menggunakan bahan pewarna karamel, tartrazin Cl 19140, dan kuning FCF Cl 15985. Tartrazin merupakan pewarna kuning. Fungsi pewarna itu sendiri adalah untuk mempertajam atau menyeragamkan warna bahan makanan yang mengalami perubahan pada saat pengolahan.

Pada bahan pengawet, produk menggunakan pengawet natrium benzoat dan natrium metabisulfit. Natrium benzoat biasa dikenal sebagai pengawet antibasi (Saparinto dan Hidayati 2006). Zat pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat tumbuhnya bakteri, sehingga tidak terjadi fermentasi (pembusukan), pengasaman atau penguraian makanan karena aktivitas jasad-jasad renik (bakteri) (Nurjanah, Suksmaningsih, Setiawan, dan Rustamaji 1992). Namun penggunaan zat pengawet tidak selalu menguntungkan apabila digunakan dalam jumlah yang berlebihan, karena dapat mengganggu kesehatan (Saparinto dan Hidayati 2006).

BTP berikutnya yaitu pengatur keasaman. Pengatur asam adalah senyawa kimia yang bersifat asam dan berfungsi untuk mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman dalam proses pengolahan bahan makanan. Dengan penambahan bahan pengasam diharapkan makanan yang dihasilkan memiliki cita rasa khas, warna stabil, dan lebih tahan lama. Pengatur keasaman yang banyak digunakan yaitu asam asetat atau yang lebih dikenal sebagai cuka. Pengatur keasaman yang lain yaitu asam asetat dan asam sitrat. Pada komposisi terdapat juga anti kempal yang memiliki fungsi untuk mencegah atau mengurangi kecepatan pengempalan atau menggumpalnya makanan yang mempunyai sifat higroskopis atau mudah menyerap air (Saparinto dan Hidayati 2006). Blanchfield (2000) menyatakan bahwa konsumen ingin mengetahui informasi yang lebih mengenai BTP dan efek samping jika dikonsumsi oleh manusia. Namun pada kemasan bumbu yang diteliti, tidak ada keterangan mengenai efek samping yang dicantumkan. Penggunaan bahan tambahan makanan yang berlebihan tentunya dapat mengganggu kesehatan (Tabel 12). Berdasarkan data tersebut, untuk menghindari bahaya dari dampak penggunaan bahan tambahan pangan, maka

Dokumen terkait