• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Isi Label Pangan dan Klaim pada Kemasan Produk Bumbu Instan dan Bumbu Pelengkap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Isi Label Pangan dan Klaim pada Kemasan Produk Bumbu Instan dan Bumbu Pelengkap"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ISI LABEL PANGAN DAN KLAIM PADA

KEMASAN PRODUK BUMBU INSTAN

DAN BUMBU PELENGKAP

WORO DWIAYUSARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Isi Label Pangan dan Klaim pada Kemasan Produk Bumbu Instan dan Bumbu Pelengkap adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Woro Dwiayusari

(4)

ABSTRAK

WORO DWIAYUSARI. Analisis Isi Label Pangan dan Klaim pada Kemasan Produk Bumbu Instan dan Bumbu Pelengkap. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis label pangan dan klaim pada kemasan produk bumbu instan dan pelengkap dengan menggunakan metode analisis isi. Analisis isi merupakan metode kualitatif yang digunakan untuk memperdalam kajian mengenai dokumen tertulis (label). Variabel yang diteliti yaitu jenis produk, perusahaan yang memproduksi, serta kategori bumbu instan dan pelengkap, unsur label seperti informasi yang dicantumkan pada label, dan isi klaim pada label. Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian dari 98 produk yang dievaluasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan menunjukkan bahwa masih terdapat label yang belum sesuai. Berdasarkan UUPK, pelanggaran terjadi pada pencantuman tanggal kadaluarsa dan tulisan komposisi yang kurang jelas, sehingga pelaku usaha melanggar hak konsumen dalam mendapat informasi yang benar, jelas, dan jujur serta hak keamanan konsumen. Hasil juga menunjukkan bahwa klaim subjektif (mengelabui) masih terdapat pada produk bumbu instan dan pelengkap. Implikasi manajerial dari penelitian ini yaitu produsen harus berhati-hati dalam mencantumkan klaim agar tidak menyesatkan konsumen. Produsen juga harus selalu memerhatikan label kemasan agar sesuai dengan aturan yang ada.

Kata kunci: analisis isi, bumbu, klaim, label pangan, perlindungan konsumen

ABSTRACT

WORO DWIAYUSARI. The Content Analysis of Food Labels and Claims in Product Package of Instant Seasoning and Condiment. Supervised by UJANG SUMARWAN.

The research is aimed to analyze food labels and claims in instant seasoning and condiment by using content analysis method. Content analysis is qualitative which is used to deepen the study about written document (label). The researched variabels are product type, producing company (the manufacture company), instant seasoning and condiment categories, label element is like in the written information on label, and the content of claim in label. The data processing uses a descriptive analysis. The research result from 98 products which is evaluated based on Government Regulations Number 69 on 1999 shows that there are labels which have not approriated yet. Based on Consumer Protection Law, the violations have occured in the inclusion of expired date and the unclear of ingredients inclusion so that the producer violates consumer rights to get a true, clear, and honest information, and also the rights of consumer safety. The result also shows that there are some subjective (deceiving) claims in instant seasoning and condiment. The managerial implication from this research is producer has to be careful in claim inclusion so that it can not deceive the consumer. The producer also has to pay attention to the package label so that it approriates based on the existing regulations.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

ANALISIS ISI LABEL PANGAN DAN KLAIM PADA

KEMASAN PRODUK BUMBU INSTAN

DAN BUMBU PELENGKAP

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Isi Label Pangan dan Klaim pada Kemasan Produk Bumbu Instan dan Bumbu Pelengkap

Nama : Woro Dwiayusari NIM : I24090025

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, MSc Dosen Pembimbing

Dr Ir Hartoyo, MSc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan anugerah yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul analisis isi label pangan dan klaim pada kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen pembimbing akademik, Megawati Simanjuntak, SP, M.Si dan Dr. Ir. Diah Krisnatuti P, MS sebagai dosen penguji, serta para dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. Tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada kedua orang tua, mbak nita, keluarga, dan teman-teman yang selalu memberi dukungan kepada penulis.

Semoga skripsi penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(11)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pencarian Informasi Konsumen 5

Klaim dan Informasi yang Mengelabui 5

Pelabelan Pangan 6

Perlindungan Konsumen 8

Bumbu dan Rempah-rempah 10

Kajian Riset Terdahulu 11

Hasil Riset 11

Konsep dan Variabel Penelitian 12

Metode yang Digunakan 13

Ringkasan Penelitian Terdahulu 14

KERANGKA PEMIKIRAN 14

METODE PENELITIAN 16

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian 16

Populasi dan Contoh Penelitian 16

Variabel Penelitian 17

Pengumpulan dan Analisis Data 18

Definisi Operasional 18

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 19

Hasil 19

Sebaran Contoh Produk Bumbu Instan dan Pelengkap yang

(13)

Pemenuhan Unsur Label Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan 21

Teknis Pencantuman Label 21

Tulisan pada Label 22

Keterangan Minimum Label 22

Keterangan Lain pada Label 30

Keterangan yang Dilarang (Tidak Boleh Dicantumkan) 34 Rata-rata Pemenuhan Syarat Unsur pada Label Kemasan Produk

Bumbu Instan dan Pelengkap 35

Klaim Produk 36

Tinjauan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen 38

Pembahasan 39

SIMPULAN DAN SARAN 44

Simpulan 44

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 48

(14)

DAFTAR TABEL

1 Keterangan tentang label pangan dan fungsinya 7 2 Rincian bab II dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

tentang label pangan 8

3 Unsur label yang diamati pada kemasan produk bumbu instan dan pelengkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 17 4 Sebaran bumbu instan berdasarkan kategori dan perusahaan/produsen

(n=65) 20

5 Sebaran bumbu pelengkap berdasarkan kategori dan

perusahaan/produsen (n=31) 21

6 Kriteria pemenuhan syarat unsur teknis pencantuman label 21 7 Kriteria pemenuhan syarat unsur tulisan pada label 22 8 Kriteria pemenuhan syarat unsur nama produk pangan 22 9 Kriteria pemenuhan syarat unsur daftar bahan 23 10 Sebaran kategori produk bumbu instan berdasarkan bahan yang

digunakan (n=65) 24

11 Sebaran kategori produk bumbu pelengkap berdasarkan bahan yang

digunakan (n=31) 26

12 Pengaruh penggunaan berlebihan pada beberapa bahan tambahan

pangan 27

13 Kriteria pemenuhan syarat unsur berat bersih/isi bersih 27 14 Kriteria pemenuhan syarat unsur nama dan alamat produsen 28 15 Kriteria pemenuhan syarat unsur tanggal kadaluarsa 28 16 Perbandingan keterangan minimum label berdasarkan PP Nomor 69

Tahun 1999 dengan UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 29 17 Keterangan kandungan gizi yang terdapat pada produk 31 18 Kriteria pemenuhan syarat unsur bahan tambahan pangan 34 19 Kriteria pemenuhan syarat unsur keterangan yang dilarang (tidak boleh

dicantumkan) 34

20 Rata-rata pemenuhan syarat unsur label kemasan produk bumbu instan

dan pelengkap 35

21 Sebaran sifat klaim pada kemasan bumbu instan dan pelengkap 36 22 Sebaran sifat klaim berdasarkan kategori produk (n=77) 37 23 Contoh kategori produk yang termasuk klaim objektif 37 24 Contoh kategori produk yang termasuk klaim subjektif 38

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 15

2 Jumlah item/jenis produk bumbu instan dan pelengkap dari setiap

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kategori bumbu instan, ukuran, bentuk, dan perusahaan 48 2 Kategori bumbu pelengkap, ukuran, bentuk, dan perusahaan 51 3 Klaim berbagai produk bumbu instan dan pelengkap 52 4 Perusahaan yang memproduksi bumbu kemasan untuk produsen lain 59 5 Pemenuhan syarat pada kemasan produk bumbu instan dan bumbu

pelengkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

tentang label dan iklan pangan 61

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kaya dengan beragam tradisi dan kuliner yang memiliki rasa khas masing-masing dari Sabang sampai Merauke. Ditunjang dengan produksi rempah-rempah yang melimpah, kuliner Indonesia memiliki rasa yang enak, unik, dan eksotik. Untuk membuat bumbu masak yang enak, dibutuhkan beragam rempah dan terkadang memerlukan waktu yang lama. Oleh sebab itu, pemakaian bumbu masak kemasan dapat menjadi pilihan alternatif. Menurut Mantoroadi (2004), kebutuhan konsumen terhadap produk yang cepat saji atau instan meningkat seiring dengan keinginan yang serba cepat dan praktis dalam persiapan dan penyajian makanan.

Kemunculan produk bumbu instan dan pelengkap dalam kemasan ini juga didukung oleh tren perempuan yang bekerja di sektor publik. Data Badan Pusat Statistik tahun 2012 menunjukkan peningkatan sebanyak 1 390 725 pekerja perempuan pada Agustus 2011-Februari 2012. Semakin padatnya kegiatan perempuan khususnya ibu rumah tangga menyebabkan waktu untuk memasak menu makanan bagi keluarga menjadi terbatas. Bumbu kemasan ini membantu ibu-ibu untuk menyajikan makanan dalam waktu singkat. Tidak hanya ibu-ibu, baik laki-laki maupun remaja laki-laki dan perempuan yang memiliki hobi memasak yang tidak mau repot-repot meracik bumbu, mendapatkan keuntungan dengan kehadiran bumbu kemasan ini. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, bumbu instan kemasan juga bermanfaat bagi para pedagang dalam menyajikan masakan bagi pembeli.

Terkait dengan sikap individu sebagai konsumen yang menyukai hal berbau cepat dan praktis, pemasar memanfaatkan peluang tersebut untuk memproduksi bumbu instan dan bumbu pelengkap dengan beragam merek. Konsumen sebagai seseorang yang membeli dan menggunakan atau mengonsumsi suatu produk akan melakukan pencarian informasi sebagai salah satu faktor pengambilan keputusan pembelian. Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa pencarian informasi merupakan kegiatan konsumen mencari informasi yang disimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal).

Pencarian informasi mengenai produk dapat diketahui salah satunya dengan melihat kemasan produk. Kemasan berfungsi sebagai silent salesman (Lister 1992; Judd, Aalders, Melis 1989 dalam Robertson 1993) yaitu pemberi informasi melalui label pangan yang dicantumkan. Lister (1992) juga menyatakan bahwa bagi produsen ataudistributor, ruang pelabelan adalah komoditas yang langka dan berharga. Pelabelan dibatasi oleh ukuran wadah, bentuk, dan ruang yang tersedia sehingga harus digunakan dengan hati-hati untuk berkomunikasi secara efektif.

(17)

2

membeli dan/atau mengonsumsi Pangan (Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012). Blanchfield (2000) menyatakan bahwa mayoritas konsumen tidak memiliki tuntutan khusus mengenai label pangan, tetapi konsumen mengharapkan informasi yang tertera pada label dapat dijadikan bahan pertimbangan mereka dalam memilih suatu produk. Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa konsumen memberikan perhatian pada label kemasan dengan anggapan bahwa informasi yang tertera dalam label kemasan merupakan informasi yang benar. Anggapan konsumen yang percaya bahwa informasi yang tertera pada label adalah benar, menyebabkan sebagian konsumen tidak memperhatikan label pangan dengan tuntas. Tidak jarang hal ini akan menyebabkan informasi pada label dipandang secara keliru, dimengerti sebagian, atau malah diabaikan sama sekali.

Begitu pula dengan klaim yang dicantumkan pada label, konsumen mengharapkan klaim yang ditampilkan adalah benar. Oleh karena itu, klaim harus dapat menyampaikan informasi dengan benar, jujur, dan bertanggungjawab. Klaim adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya (FAO dan WHO 1992; BPOM 2011). Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dalam Moniharapon (1999) mengungkapkan bahwa kuantitas dan juga kekuatan atau kualitas klaim yang dibuat dalam sebuah pesan dapat mempengaruhi persuasi, sehingga terkadang konsumen membeli karena klaim yang diutarakan oleh produsen, padahal bisa saja klaim tersebut bersifat mengelabui konsumen. Oleh karena itu, untuk mengangkat harkat dan martabat serta melindungi konsumen maka pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, sehingga konsumen dapat terhindar dari praktik penjualan yang merugikan.

Penelitian yang berkaitan dengan label pangan kemasan dan klaim label pernah dilakukan sebelumnya. Moniharapon (1999) menganalisis klaim iklan dan label pada produk pangan yang terdapat pada majalah dan menilai kebenarannya berdasarkan The Nutrition Labelling and Education Act (NLEA 1994), Undang-undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, Pedoman Umum Label dan Periklanan Makanan (Dirjen POM No.02240/B/SK/VII/91), serta Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia). Gunanta (2007) melakukan perbandingan label yang tertera pada beras kemasan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999. Maradhika (2011) melakukan hal yang sama dengan Gunanta namun dengan produk yang berbeda yaitu minuman sari buah (kemasan siap minum). Penelitian-penelitian tersebut memiliki persamaan yaitu menganalisis isi informasi yang didapat dari label pangan yang kemudian dinilai kebenarannya berdasarkan hukum atau peraturan yang berlaku. Dari semua peraturan yang dipakai, penelitian terdahulu belum menggunakan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Untuk itu, perlu penelitian lanjut yang juga menganalisis label dan klaim produk kemasan berdasarkan undang-undang mengenai perlindungan konsumen.

(18)

3 tersebut merupakan akar masalah sehingga penelitian ini dilakukan. Menilik dari penelitian sebelumnya, penelitian ini ditujukan untuk melihat label dan klaim pangan kemasan pada produk bumbu instan dan pelengkap yang beredar di pasaran. Selanjutnya dilakukan evaluasi kelengkapan persyaratan pada pencantuman label pangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 (PP No. 69/1999) tentang Label dan Iklan Pangan dan menganalisis hak-hak konsumen yang dilanggar berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Perumusan Masalah

Maraknya bumbu instan kemasan yang beredar dengan berbagai merek di pasaran menjadikan konsumen selektif dalam melakukan pembelian. Oleh karena itu konsumen melakukan pencarian informasi berkaitan dengan produk yang akan dibeli, salah satu pencarian informasi adalah melalui label pangan yang tertera pada kemasan. Namun, terkadang konsumen beranggapan bahwa informasi yang dicantumkan oleh produsen di label kemasan adalah benar, sehingga sering tidak memperhatikan dengan seksama label yang tertera atau malah mengabaikan label tersebut sama sekali. Padahal tidak selamanya label yang dicantumkan sesuai dengan kenyataannya, banyak terdapat informasi yang mengelabui pada label kemasan.

Menurut Kementerian Perdagangan terdapat temuan sebanyak 621 kasus produk tidak layak edar sepanjang tahun 2012. Angka ini naik drastis dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 28 kasus. Kasus tersebut terdiri atas produk yang melanggar persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebesar 34 persen, 22 persen melanggar manual kartu garansi, 43 persen melanggar ketentuan label dalam Bahasa Indonesia, serta satu persen tidak memenuhi ketentuan produk yang diawasi distribusinya1

Klaim iklan dan label pangan juga ada yang menyesatkan, mengelabui, dan membingungkan konsumen. Misalnya klaim minyak goreng yang mencantumkan ‘bebas kolestrol’, hal tersebut jelas menyesatkan konsumen karena minyak goreng memang bebas dari kolesterol sehingga tidak perlu mencantumkan klaim tersebut. Disamping itu, kolesterol hanya terdapat pada lemak hewani. Klaim seperti

. Sedangkan beberapa contoh penyimpangan terhadap PP No. 69/1999 yang banyak ditemui pada label pangan adalah penggunaan label tidak berbahasa Indonesia dan tidak menggunakan huruf latin, terutama produk impor, label yang ditempel tidak menyatu dengan kemasan, tidak mencantumkan waktu kadaluarsa, tidak mencantumkan keterangan komposisi dan berat bersih, tidak ada kode barang MD, ML atau P-IRT dan acuan kecukupan gizi yang tidak konsisten, serta tidak mencantumkan alamat produsen/importir bagi produknya (BPKN 2009 dalam Maradhika 2012).

1

(19)

4

reduced fat, no sugar added, no salt added, atau no preservatives, semakin membingungkan konsumen (Suksmaningsih 1997 dalam Moniharapon 1999).

Produsen atau pihak-pihak terkait, dalam menjalankan praktik bisnisnya, berkewajiban melakukan penyampaian informasi dengan benar, jelas, dan jujur melalui label pangan yang tertera di kemasan produk. Hal tersebut harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai pemenuhan persyaratan label pada kemasan produk bumbu instan dan pelengkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Untuk memperjelas perumusan masalah, terdapat beberapa pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kesesuaian pencantuman label pangan tersebut dengan peraturan yang berlaku?

2. Apakah terdapat pelanggaran yang terjadi pada pencantuman label tersebut berdasarkan PP No. 69/1999?

3. Apakah terdapat pelanggaran yang terjadi pada pencantuman label tersebut berdasarkan UUPK No. 8/1999?

4. Bagaimana isi klaim pada kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis label pangan dan klaim pada kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap (aplikasi dari metode analisis isi) dan secara khusus bertujuan, antara lain:

1. Menganalisis kesesuaian label kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap sesuai dengan PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan. 2. Menganalisis dan mengevaluasi pelanggaran yang terjadi pada label dan klaim

kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap sesuai dengan PP No. 69/1999 dan UUPK.

3. Mengidentifikasi dan menganalisis isi klaim pada label produk bumbu instan dan bumbu pelengkap.

Manfaat Penelitian

(20)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Pencarian Informasi Konsumen

Keputusan konsumen dalam membeli atau mengonsumsi suatu produk/jasa diawali oleh pengenalan kebutuhan. Sumarwan (2011) menyatakan bahwa pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Faktor-faktor yang memengaruhi pengaktifan kebutuhan yaitu waktu, perubahan situasi, pemilikan produk, konsumsi produk, perbedaan individu, dan pengaruh pemasaran. Seseorang akan melakukan pencarian informasi jika kebutuhan tersebut dapat dipenuhi atau dengan membeli atau mengonsumsi suatu produk/jasa.

Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa pencarian informasi merupakan kegiatan konsumen mencari informasi yang disimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). Dalam pencarian internal konsumen akan mengingat semua produk dan merek, baik yang sangat dikenalnya secara baik maupun tidak dikenalnya. Kemudian konsumen akan fokus pada produk dan merek yang dikenalnya dan membaginya menjadi tiga. Sumarwan (2011) menjelaskan pembagian tersebut menjadi kelompok yang dipertimbangkan (produk dan merek dipertimbangkan lebih lanjut), kelompok yang netral (produk dan merek dianggap tidak berbeda), dan kelompok yang tidak diterima (produk dan merek yang tidak dipertimbangkan). Konsumen akan berlanjut pada tahap pencarian ekstrenal jika pencarian internal tidak membuat apa yang diinginkan konsumen menjadi terpenuhi. Pencarian eksternal adalah proses pencarian informasi mengenai produk dan merek, pembelian, maupun konsumsi kepada lingkungan konsumen (Sumarwan 2011). Salah satunya adalah dengan membaca label kemasan.

Klaim dan Informasi yang Mengelabui

Klaim adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya (BPOM 2011). Klaim yang dicantumkan dapat berupa klaim gizi (klaim kandungan zat gizi dan klaim perbandingan zat gizi) dan klaim kesehatan (klaim fungsi zat gizi, klaim fungsi lain, dan klaim penurunan risiko penyakit). Klaim yang lain yaitu dapat berupa klaim cita rasa dan klaim bahan yang digunakan dalam proses produksi.

(21)

6

merupakan klaim yang menggunakan kriteria yang bersifat sangat subjektif, sulit untuk diukur secara objektif. Informasi mengelabui yang berikutnya merupakan klaim yang mengandung dua arti, sebagian salah dan sebagian benar. Klaim tidak rasional merupakan pernyataan yang tidak mempunyai dasar, bertentangan dengan logika atau tidak masuk akal.

Pelabelan Pangan

Pangan menurut PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman. Label adalah tulisan, tag, gambar, atau deskripsi lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan cara apapun dan dapat memberikan kesan dari suatu produk yang terdapar pada suatu wadah atau kemasan (Wijaya 2001).

Wijaya (1997) mengungkapkan tujuan pelabelan secara umum, yaitu:

1. Memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka kemasan.

2. Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen tentang hal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk tersebut, terutama hal-hal yang tidak kasat mata atau tidak dapat diketahui secara fisik.

3. Memberi petunjuk yang tepat pada konsumen hingga diperoleh fungsi produk yang optimum.

4. Sarana periklanan bagi produsen. 5. Memberi rasa aman pada konsumen.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) dalam Wimala (2011) menjelaskan bahwa secara garis besar label pangan terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Bagian utama merupakan bagian label yang memuat keterangan penting untuk diketahui masyarakat. Bagian utama label setidaknya memuat keterangan mengenai nama produk, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, nomor pendaftaran.

(22)

7 Tabel 1 Keterangan tentang label pangan dan fungsinya

No Jenis Pengertian Fungsi

1 Nama produk Tanda yang dipakai untuk membedakan makanan yang diperniagakan oleh seseorang atau badan dari makanan yang diperdagangkan oleh orang atau badan lain

Memudahkan pengenalan produk dan pembeda produk dengan produk lain

2 Daftar bahan yang digunakan

Susunan bahan penyusun dan/atau komponen yang terdapat dalam makanan

Lebih memahami isi produk

3 Berat bersih Berat produk di luar kemasan Mengetahui proporsi isi terhadap kemasan dan media

4 Nama dan alamat produsen

Alamat lengkap yang memproduksi atau mengedarkan produk pangan tersebut

Memudahkan konsumen melakukan pengaduan jika terjadi sesuatu yang merugikan

5 Tanggal kadaluarsa

Keterangan yang mengindikasikan tahun, bulan, tanggal kapan makanan tersebut aman dikonsumsi dari produksi sampai diterima konsumen

Antisipasi keamanan dan keselamatan konsumen saat mengonsumsi suatu produk

6 Kode produksi

Keterangan berupa huruf atau angka atau perpaduannya yang menunjukkan riwayat barang diproduksi

Memudahkan dalam mendata serta mengidentifikasi produk

7 Nomor pendaftaran

Kode dan nomor yang diberikan BPOM untuk makanan yang telah terdaftar

Mengetahui apakah produk tersebut telah melalui pemeriksaan standar BPOM sehingga aman dikonsumsi Sumber: dimodifikasi dari Wimala (2011)

Keterangan tentang daftar bahan atau komposisi bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan dicantumkan pada label sebagai komposisi secara berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak digunakan (bahan utama), kecuali vitamin, mineral, dan zat penambah gizi lainnya. Bahan yang digunakan sebagaimana yang dimaksud menggunakan nama yang lazim digunakan. Pangan yang mengandung bahan tambahan pangan, pada labelnya harus mencantumkan nama golongan bahan tambahan pangan. Pada label pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan antioksidan dan pemanis buatan, pengawet, pewarna dan penguat rasa harus mencantumkan pula nama bahan tambahan pangan dan nomor indeks khusus untuk pewarna.

(23)

8

Tabel 2 Rincian bab II dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang label pangan

Bagian Perihal Pasal

1 Umum pasal 2-11

2 Bagian utama label pasal 12-14

3 Tulisan pada label pasal 15-16

4 Nama produk pangan pasal 17-18

5 Keterangan tentang bahan yang digunakan pasal 19-22 6 Keterangan tentang berat bersih atau isi bersih pangan pasal 23-25 7 Keterangan tentang nama dan alamat pasal 26

8 Tanggal kadaluarsa pasal 27-29

9 Nomor pendaftaran pangan pasal 30

10 Keterangan tentang kode produksi pangan pasal 31 11 Keterangan tentang kandungan gizi pasal 32-33 12 Keterangan tentang iradiasi pangan dan rekayasa genetika pasal 34-35 13 Keterangan tentang bahan pangan yang dibuat dari bahan baku

alamiah

pasal 36-37

14 Keterangan lain pada label tentang pangan olahan tertentu pasal 38-42 15 Keterangan tentang bahan tambahan pangan pasal 43 Sumber: PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 ayat b menyatakan kewajiban produsen adalah memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Hal tersebut relevan dengan tugas produsen untuk mencantumkan label sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pelaku yang melanggar ketentuan PP No. 69/1999 akan dikenakan tindakan administratif. Tindakan yang dikenakan dalam pasal 61 ayat 2, antara lain: peringatan secara tertulis; larangan peredaran produk untuk sementara waktu maupun penarikan produk dari peredaran; pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia; penghentian produksi untuk sementara waktu; pengenaan denda (paling tinggi lima puluh juta rupiah); dan atau pencabutan izin produksi atau izin usaha.

Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen (UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999). Di dalam UUPK juga dijelaskan tujuan dari perlindungan konsumen, yaitu:

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

(24)

9 e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

g. produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pasal 4 UUPK menjelaskan mengenai hak-hak konsumen, yaitu:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga membahas mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yang tertuang dalam pasal 8 ayat 1. Uraian dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

(25)

10

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Bumbu dan Rempah-rempah

Rempah (spice) adalah tanaman atau bagian tanaman yang bersifat aromatik dan digunakan dalam makanan dengan fungsi utama sebagai pemberi flavor dan bukan sebagai pemberi komponen gizi. Bumbu merupakan bahan yang mengandung satu atau lebih rempah (dalam bentuk segar atau terolah) yang ditambahkan ke dalam makanan pada saat pengolahan atau pada saat preparasi sebelum makanan tersebut disajikan, yang ditujukan untuk memperkaya flavor, aroma dan/atau penampakan keseluruhan dari suatu produk makanan (Syamsir 2011). Begitu pula menurut Rokayah 2001 dalam Rosalia 2007 yang menguraikan bahwa bumbu merupakan campuran yang terdiri atas satu atau beberapa spices

(rempah-rempah) yang ditambahkan pada makanan pada saat pengolahan atau penyiapan, yang berfungsi untuk meningkatkan flavor alami dari makanan, sehingga dapat meningkatkan derajat penerimaan konsumen. Formula bumbu dilakukan dengan mencampurkan dua macam atau lebih rempah-rempah, baik berdasarkan resep yang telah banyak dikenal maupun berdasarkan penemuan-penemuan baru secara organoleptis dapat diterima oleh konsumen.

Bumbu dikenal dengan dua istilah yaitu seasoning dan

condiment. Seasoning adalah bumbu yang ditambahkan ke dalam makanan selama proses pengolahan atau pemasakan (Syamsir 2011) atau bumbu campuran yang mengandung satu atau lebih rempah-rempah atau ekstrak rempah-rempah yang meningkatkan rasa makanan yang ditambahkan selama pemrosesan oleh industri makanan atau selama proses memasak di rumah (Hirasa dan Takemasa 1998). Sedangkan condiment adalah bumbu yang ditambahkan pada makanan pada tahap preparasi (sebelum disajikan, bukan pada saat pemasakan) (Syamsir 2011) atau campuran yang akan ditambahkan ke makanan ketika dimakan, tidak selama memasak (Hirasa dan Takemasa 1998), contohnya adalah kecap dan saus.

(26)

11 ekstrak dari hewan dan tumbuhan. Selain itu ditambahkan senyawa aditif misalnya antioksidan dan pengawet yang berupa antimikroba.

Kajian Riset Terdahulu

Hasil Riset

Gunanta (2007) melakukan penelitian berjudul “Pemenuhan Syarat Label dari Beras Berlabel di Beberapa Pasar Swalayan Jakarta. Dengan menggunakan metode analisis isi, terdapat 38 dari 42 merek beras berlabel yang telah mencantumkan nama dan alamat produsen. Hasil lain menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan syarat kelompok unsur teknis pencantuman label, tulisan pada label, keterangan minimum label, keterangan lain label, dan keterangan yang dilarang (tidak diperbolehkan pada label) masing-masing sebesar 78.57 persen (33 merek); 47.62 persen (20 merek); 24.28 persen (10 merek); 91.67 persen (38 merek), dan 92.46 persen (38 merek). Dari 23 unsur yang diteliti, sebagian besar merek memenuhi 15 sampai dengan 18 unsur label pangan (85.72%). Tidak terdapat merek beras berlabel yang memenuhi 23 syarat unsur label. Informasi tambahan yang banyak dicantumkan pada label adalah informasi cara memasak sebanyak 20 merek (47.62%).

Penelitian serupa dilakukan oleh Maradhika (2012) dengan produk berbeda dengan judul “Kajian Pemenuhan Syarat Label Minuman Sari Buah (Kemasan Siap Minum) di Beberapa Pasar Swalayan Kota Bogor” menggunakan metode

content analysis untuk membandingkan hasil pengamatan label minuman sari buah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999. Analisis yang dilakukan menemukan bahwa pada 68 merek minuman yang diamati menunjukkan hasil tingkat pemenuhan syarat kelompok unsur keterangan minimum label sebesar 94.70 persen, tulisan pada label 88.24 persen, teknis pencantuman label 66.18 persen, keterangan yang dilarang untuk dicantumkan pada label 90.68 persen, dan keterangan lain pada label yaitu 99.41 persen. Sebanyak 55 merek dari total 68 merek minuman yang dianalisis (80.88%) memenuhi ketentuan keterangan minimum yang harus dicantumkan pada label. Hanya sepuluh merek yang telah memenuhi seluruh syarat pemenuhan unsur label minuman sari buah.

Kedua penelitian di atas memiliki kesamaan yaitu menggunakan PP No.69/1999 sebagai dasar peraturan yang digunakan untuk mengevaluasi label pangan. Maradhika (2012) menambahkan pengamatannya mengenai tingkat kepedulian dan kesadaran konsumen dalam label minuman sari buah siap minum. Hasil menunjukkan tanggal kadaluarsa dan komposisi merupakan hal awal yang diperhatikan oleh konsumen. Hal ini sesuai dengan penemuan Oksowela (2008) dalam penelitiannya yang mengukur mengenai persepsi konsumen terhadap tanggal kadaluarsa. Responden selalu memperhatikan informasi produk sebelum melakukan tindakan pembelian (66%) dan hal yang paling utama diperhatikan adalah tanggal kadaluarsa produk (38%). Selanjutnya, dapat diketahui pula bahwa responden tidak mengetahui bahwa perbedaan antara produk ”best before” dengan produk “best before end” terletak pada daya tahan masing-masing produk (45%).

(27)

12

tambahan pangan. Penelitian mengenai pengetahuan dan persepsi risiko terhadap bahan tambahan makanan dilakukan oleh Shim SM et al (2011). Sebanyak 430 konsumen yang tinggal di Seoul, Korea berpartisipasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sangat sadar tentang pengawet, pewarna, dan pemanis buatan dalam makanan. Lebih dari dua pertiga menyatakan bahwa informasi tentang aditif makanan cukup. Hampir setengah dari responden memilih selebaran dan pamflet sebagai media transmisi informasi. Para peserta menunjukkan bahwa leaflet dan poster berguna untuk memahami baik jenis maupun fungsi pengawet. Hasil uji coba pra-survei dan pasca-survei tersirat bahwa persepsi keamanan pada zat aditif makanan dipengaruhi oleh kesadaran konsumen dan pengetahuan. Studi ini menunjukkan bahwa program komunikasi dapat mengakrabkan konsumen dengan berbagai jenis bahan tambahan makanan, sehingga harus dikembangkan dalam rangka meningkatkan persepsi risiko dan untuk merespon kebutuhan informasi konsumen terhadap zat aditif makanan.

Informasi lain yang terrdapat pada label yaitu klaim produk. Moniharapon et al (1999) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Klaim Iklan dan Label pada Produk Pangan” menemukan bahwa isi klaim dari berbagai produk pangan yang diamati, antara lain: klaim gizi (49.6%) klaim gizi dan cita rasa (29.8%), dan klaim cita rasa (8.6%). Klaim gizi terdapat pada kategori susu dan hasil olahan (60.7%), makanan bayi dan anak (66.2%), serta makanan ibu hamil dan menyusui (100.0%). Klaim subjektif terdapat pada kategori makanan bayi dan anak (76.8%) serta tepung dan hasil olahan (100.0%). Klaim yang bersifat objektif terdapat pada susu dan hasil olahan (58.9%) dan makanan diet khusus (80.4%). Sedangkan label produk pangan yang melanggar aturan pelabelan, yaitu SNM (bubur susu), Promina (bubur bayi), dan Prenagen (minuman ibu hamil dan menyusui). Kelebihan dari penelitian ini adalah peraturan yang digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi klaim dan label ada empat, yaitu The Nutrition Labelling and Education Act (NLEA, 1994), UU Pangan No. 7/1996, Pedoman Umum Label dan Periklanan Makanan (Dirjen POM, No.02240/B/SK/VII/91), dan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia. Banyaknya dasar peraturan yang digunakan menjadikan hasil penelitian memiliki sudut pandang yang luas mengenai variabel yang diteliti.

Konsep dan Variabel Penelitian

Pada penelitian Moniharapon (1999), konsep yang digunakan yaitu pencarian informasi oleh konsumen melalui label pada kemasan dan variabel-variabel yang digunakan adalah:

1. Kategori iklan berdasarkan produk pangan;

2. Karakteristik iklan (ukuran iklan, intensitas warna, jenis iklan, posisi iklan dalam majalah, bentuk penyajian iklan, metode penguatan iklan, dan total frekuensi pemunculan berdasarkan merek produk pangan);

3. Pelanggaran iklan (isi klaim, kesaksian konsumen dan penggunaan tenaga profesional);

(28)

13 5. Karakteristik klaim (isi klaim, objektivitas klaim, verifiabilitas klaim, dan

substantiasi klaim).

Penelitian Maradhika dan Gunanta menggunakan variabel-variabel yang disesuaikan dengan PP Nomor 69 Tahun 1999, yaitu:

1. Teknis pencantuman label; 2. Tulisan pada label;

3. Keterangan minimum label (nama produk pangan, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat produsen, serta tanggal kadaluarsa);

4. Keterangan lain (manfaat pangan bagi kesehatan, pernyataan tentang halal, nomor pendaftaran pangan, keterangan tentang kode produksi pangan, kandungan gizi, iradiasi pangan, pangan rekayasa genetika, pangan sintesis yang dibuat dari bahan baku alamiah, pangan olahan tertentu, dan bahan tambahan pangan);

5. Keterangan yang dilarang atau tidak boleh dicantumkan (keterangan yang tidak benar dan menyesatkan, pangan dapat berfungsi sebagai obat, mencantuman nama dan lembaga yang menganalisis produk pangan, keterangan pangan mengandung zat gizi lebih unggul dari produk pangan lain, keterangan pangan terbuat dari bahan baku alamiah apabila pangan dibuat tanpa menggunakan bahan baku alamiah atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah, dan keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila pangan terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi).

Penelitian Oksowela (2008) mengenai persepsi tanggal kadaluarsa memiliki variabel penelitian berupa pertanyaan mengenai karakteristik responden (profil responden), pertanyaan mengenai pengetahuan tanggal kadaluarsa, dan pertanyaan mengenai perilaku dan persepsi konsumen. Konsep yang digunakan dalam penetian ini adalah mutu dan keamanan pangan dalam hal ini dapat dilihat melalui umur simpan produk. Shim SM et al (2011) menggunakan konsep pengetahuan dan persepsi keamanan konsumen. Variabel yang digunakan yaitu status sosiodemografi konsumen, pola pembelian dari makanan (jenis makanan yang sering dibeli, frekuensi pembelian makanan, tempat membeli, atribut penting ketika membeli makanan), kesadaran konsumen dan persepsi keamanan terhadap bahan tambahan makanan, kebutuhan informasi mengenai bahan tambahan makanan, dan efek transmisi pada bahan informasi.

Metode yang Digunakan

Moniharapon et al (1999), Gunanta (2007), dan Maradhika (2012), menggunakan metode kualitatif pada penelitian mereka. Metode kualitatif yang digunakan yaitu analisis isi (content analysis). Analisis data yang dilakukan menggunakan statistika deskriptif. Oksowela (2008) dalam penelitiannya menggunakan penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Data diolah dengan metode statistik menggunakan analisa tabulasi silang, korelasi Spearman dan ANOVA. Shim SM (2011) et al

(29)

14

makanan. Tabulasi silang dan chi-square dilakukan untuk menentukan persepsi keamanan responden berdasarkan data demografi. Evaluasi dari kampanye pendidikan diukur menggunakan frekuensi dan tabulasi silang. Tes multivariat juga dilakukan untuk menentukan pengaruh independen dari brosur dan poster tentang pengetahuan makanan aditif, persepsi keamanan, dan perubahan tingkat perilaku. Analisis Chi-square digunakan untuk menyelidiki bagaimana informasi dari brosur dan poster tentang pengawet dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi keamanan, dan sikap terhadap pengawet.

Ringkasan Penelitian Terdahulu

Label pangan dan klaim merupakan hal penting yang dibutuhkan oleh konsumen dalam melakukan proses pembelian. Oleh karena itu, penelitian-penelitian yang telah dijelaskan di atas mengevaluasi label pangan dan klaim pangan yang tertera berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Penelitian ini juga melakukan hal yang sama, namun dasar peraturan yang digunakan ditambah dengan UU Perlindungan Konsumen guna mengevaluasi dari sudut pandang konsumen itu sendiri. Dilihat dari hasil penelitian terdahulu, ternyata masih terdapat ketidaksesuaian label yang dicantumkan dalam kemasan dengan peraturan yang ada. Oleh karena itu, produsen harus berhati-hati dalam mencantumkan label pangan yang hendak diedarkan atau dijual. Klaim yang bersifat mengelabui juga masih ada, sehingga konsumen harus jeli dalam memilih produk yang akan dibeli maupun dikonsumsi. Konsumen juga ternyata sadar akan pentingnya informasi label pangan, terutama mengenai tanggal kadaluarsa dan komposisi bahan (bahan tambahan pangan).

KERANGKA PEMIKIRAN

Kuliner Indonesia memiliki beragam rasa yang khas, unik, dan eksotik. Dalam pembuatannya, dibutuhkan berbagai macam rempah-rempah dan bahan tambahan lain dengan takaran yang pas dan dibutuhkan waktu agar tercipta masakan yang lezat. Bagi konsumen yang enggan meracik bumbu, bumbu instan dan bumbu pelengkap dalam kemasan merupakan kebutuhan yang memberikan manfaat ganda. Manfaat yang didapat yaitu selain dapat mengefisienkan waktu, konsumen juga dapat membuat masakan dengan rasa yang konsisten.

(30)

15 tentang bahan tambahan pangan, atau klaim produk. Klaim produk merupakan pesan yang ingin disampaikan produsen mengenai karakteristik produk yang ditawarkan.

Namun dalam implementasinya, tidak jarang informasi yang tertera di label dan klaim yang dipaparkan bersifat mengelabui konsumen. Klaim yang bersifat mengelabui terdiri atas klaim objektif, subjektif, dua arti, dan tidak rasional (Sumarwan 2011). Untuk mengangkat harkat dan martabat konsumen, maka pemerintah mengeluarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 mengenai Label dan Iklan Pangan. Oleh karena itu, penting dilakukan analisis mengenai kesesuaian label pangan yang tertera pada kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap berdasarkan PP No. 69/1999 dan klaim yang dijabarkan pada label. Bagan pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Keterangan:

: Aspek yang tidak diteliti : Aspek yang diteliti

Kebutuhan akan bumbu instan dan bumbu pelengkap dalam kemasan

Pencarian informasi

Analisis isi label pangan dan klaim (content analysis) Pemenuhan standar:

- PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan - UU Perlindungan Konsumen

Nomor 8 Tahun 1999 Label pangan:

- Nama produk - Komposisi - Berat bersih

- Nama dan alamat produsen - Tanggal kadaluarsa

- Keterangan halal - Nomor pendaftaran

Klaim pada label: - Isi klaim

- Klaim objektif - Klaim subjektif

(31)

16

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian

Desain penelitian merupakan desain eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Data kualitatif tidak berbentuk numerik, tetapi berbentuk deskripsi, penjelasan, uraian, dan alasan dengan tujuan memberikan informasi mendalam dan pemahaman luas mengenai masalah penelitian (Sumarwan 2011). Penelitian ini menggunakan content analysis untuk mengamati label kemasan pada produk bumbu instan dan bumbu pelengkap yang beredar di pasaran. Holsti (1969) dalam Stemler (2001) mendefinisikan analisis isi sebagai sebuah teknik untuk membuat kesimpulan dengan objektif dan secara sistematis mengidentifikasi karakteristik tertentu dari suatu pesan. Penggunaan analisis isi dapat dilakukan untuk menguji teori dan meningkatkan pemahaman terhadap data (Cavanagh 1997).

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April – Juni 2013 dan berlokasi di berbagai pasar swalayan Kota Bogor yang menjual produk bumbu instan dan bumbu pelengkap dalam kemasan. Pendataan produk di pasar swalayan bersifat saling melengkapi. Pemilihan tempat secara purposive dengan memilih Kota Bogor dan pemilihan Giant Hipermarket Botani Square, Foodmart Ekalokasari, dan Ramayana Bogor Trade Mall dengan pertimbangan bahwa lokasi merupakan pasar modern yang cukup besar yang memiliki produk bumbu yang dijual banyak dan beragam sehingga mempermudah pengambilan data.

Populasi dan Contoh Penelitian

Populasi penelitian merupakan produk dari perusahaan ternama, yaitu PT Unilever Indonesia, PT Indofood CBP Sukses Makmur, PT Ajinomoto Indonesia, PT Sasa Inti, PT Heinz ABC Indonesia, dan PT Wings Food. Perusahaan tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan minimal terdapat satu atau lebih produk dari perusahaan tersebut yang mendapatkan penghargaan Superbrands pada tahun 20122. Nielsen melakukan survey berdasarkan kriteria dominasi pasar (market dominance), jangka waktu yang panjang (longevity), niat baik (goodwill), kesetiaan konsumen (customer loyality), penerimaan pasar secara keseluruhan (overall market acceptance), dan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility)3

Sampel penelitian dilihat pada keenam web perusahaan. Namun merek tersebut disesuaikan dengan merek yang dijual di pasaran karena terdapat beberapa web yang tidak diperbarui (kurang update). Sampel penelitian dipilih menggunakan teknik convenience sampling. Produk-produk bumbu instan dan bumbu pelengkap dalam kemasan yang diteliti merupakan produk yang dijual di ketiga tempat yang telah ditentukan. Dari ketiga tempat tersebut didapat 96

.

2

Diambil dar &Itemid=62&lang=id [diakses 11 Maret2013]

3

(32)

17 sampel yang akan diamati. Pada merek yang sama tetapi memiliki ukuran berbeda, maka yang dipilih adalah kemasan yang dirasa memiliki label terlengkap dan memiliki harga termurah.

Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang akan diteliti yaitu produk bumbu instan dan bumbu pelengkap, unsur label seperti informasi yang dicantumkan pada label, dan isi klaim pada label. Produk bumbu yang diamati mencakup jenis produk, perusahaan yang memproduksi, serta kategori bumbu instan dan pelengkap. Unsur label pada PP Nomor 69 Tahun 1999 dapat dijabarkan pada Tabel 3. Unsur label diukur dengan cara mengevaluasi label yang terdapat pada kemasan bumbu instan dan pelengkap berdasarkan pada PP No. 69/1999 dan UUPK pasal 8 ayat 1. Variabel isi klaim merupakan pernyataan pada label yang berhubungan dengan produk dan merek bumbu.

Tabel 3 Unsur label yang diamati pada kemasan produk bumbu instan dan pelengkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

No Unsur Label Pasal dan ayat

1 Teknis pencantuman label 2, 27 (1), 29 (a,b)

2 Tulisan pada label 13 , 15, 16

3 Keterangan minimum label 3 (2)

1. Nama produk pangan 17, 18

2. Daftar bahan yang digunakan 19, 20

3. Berat bersih atau isi bersih 23, 25

4. Nama dan alamat produsen 26

5. Tanggal kadaluarsa 27, 28, 29

4 Keterangan lain

1. Manfaat pangan bagi kesehatan 6, 21, 33 (1)

2. Pernyataan tentang halal 10 ,11

3. Nomor pendaftaran pangan 30

4. Keterangan tentang kode produksi pangan 31 5. Keterangan tentang kandungan gizi 32, 33 (1) 6. Keterangan tentang iradiasi pangan 34 7. Keterangan tentang pangan rekayasa genetika 35 8. Keterangan tentang pangan sintesis yang dibuat dari bahan baku

alamiah

36, 37

9. Keterangan tentang pangan olahan tertentu 38, 39, 40, 41 10. Keterangan tentang bahan tambahan pangan 22, 43 5 Keterangan yang dilarang (tidak boleh dicantumkan)

1. Keterangan yang tidak benar dan menyesatkan 5 2. Pangan dapat berfungsi sebagai obat 7 3. Mencantuman nama dan lembaga yang menganalisis produk

pangan

8

4. Keterangan bahwa pangan mengandung zat gizi lebih unggul dari produk pangan lain

33 (2)

5. Keterangan pangan terbuat dari bahan baku alamiah apabila pangan dibuat tanpa menggunakan bahan baku alamiah atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah

37

6. Keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila pangan terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi

41

(33)

18

Pengumpulan dan Analisis Data

Kemasan-kemasan produk bumbu kemasan diamati di pasar swalayan, dikumpulkan atau didapatkan melalui pencarian data di internet. Kemudian label pangan yang tertera pada setiap kemasan diamati berdasarkan petunjuk dari PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Analisis data dari hasil pengamatan terhadap label bumbu instan dan bumbu pelengkap dilakukan dengan menggunakan content analysis (analisis isi). Analisis isi yang membandingkan kesesuaian hasil informasi yang didapat dari data pengamatan (observasi) dengan ketentuan (pasal-pasal) dari produk hukum yang berlaku sekarang, dikenal dengan nama Legal Analysis Research (Whitney 1951 dalam Maradhika 2011). Selain itu, data yang telah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif menggunakan tabulasi silang dan persentase.

Definisi Operasional

Bumbu instan adalah bumbu yang terbuat dari berbagai macam bahan yang dikemas dan dapat dipakai secara langsung (ditambahkan pada saat masakan diolah) untuk menambah cita rasa masakan.

Bumbu pelengkap adalah bumbu yang digunakan sebagai pelengkap masakan untuk menambah cita rasa seperti kecap, saus sambal, dan mayonaise.

Label pangan adalah keterangan atau informasi yang dicantumkan pada kemasan bumbu instan dan pelengkap.

Nama produk adalah nama jenis produk atau nama yang dapat menjelaskan sifat atau keadaan sebenarnya dari produk, misalnya bumbu instan, kecap, bumbu kuah kaldu, monosodium glutamat.

Komposisi adalah daftar bahan-bahan yang digunakan produsen untuk membuat bumbu instan dan pelengkap.

Isi netto adalah berat bersih dari bumbu atau berat isi di luar kemasan.

Nama dan alamat produsen adalah alamat lengkap produsen berupa nama, tempat pembuatan dan nomor telepon atau email yang bisa dihubungi.

Tanggal kadaluarsa adalah catatan tanggal, bulan, dan tahun mengenai batas produk bumbu instan dan bumbu pelengkap aman untuk dikonsumsi.

Nomor pendaftaran adalah kode dan nomor yang diberikan BPOM untuk bumbu instan dan pelengkap yang telah terdaftar.

Kode produksi adalah keterangan berupa huruf atau angka atau perpaduannya yang menunjukkan riwayat bumbu instan dan bumbu pelengkap diproduksi.

Label halal adalah keterangan bahwa bumbu instan dan bumbu pelengkap yang dijual bisa dikonsumsi oleh orang muslim.

Cara penyajian adalah cara menyajikan atau mengonsumsi atau menggunakan bumbu instan dan bumbu pelengkap.

(34)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Hasil

Sebaran Contoh Produk Bumbu Instan dan Pelengkap yang Diamati

Jumlah produk bumbu instan dan pelengkap yang berhasil diamati yaitu sebanyak 96 produk yang didapat dari Giant Hipermarket Botani Square, Foodmart Ekalokasari, dan Ramayana Bogor Trade Mall yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat. Produk-produk yang diamati merupakan produk dari enam perusahaan yaitu PT Unilever Indonesia, PT Indofood CBP Sukses Makmur, PT Ajinomoto Indonesia, PT Sasa Inti, PT Heinz ABC Indonesia, dan PT Wings Food Indonesia. Kemasan produk memiliki jenis yang bermacam-macam seperti kemasan sachet, refill, pouch, botol plastik, dan botol kaca dengan berbagai variasi ukuran (dapat dilihat pada Lampiran 1). Untuk produk yang memiliki banyak ukuran dipilih dengan pertimbangan dirasa memiliki kelengkapan label dan dengan harga termurah. Harga bumbu instan dan bumbu pelengkap yang dibeli memiliki harga dengan kisaran Rp500,- sampai dengan Rp30 000,-.

Gambar 2 Jumlah item/jenis produk bumbu instan dan pelengkap dari setiap perusahaan yang telah diamati

Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah jenis produk bumbu instan dan pelengkap terbanyak dimiliki oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur dan yang paling sedikit adalah PT Wings Food Indonesia. Pengambilan contoh bersifat saling melengkapi, yaitu jika pada tempat yang diamati sebelumnya sudah terdapat jenis produk yang sama, maka pada tempat selanjutnya tidak perlu diamati kembali. Dari keseluruhan produk, 65 produk merupakan bumbu instan dan 31 merupakan bumbu pelengkap.

Bumbu dikenal dengan dua istilah yaitu seasoning dan

condiment. Seasoning adalah bumbu yang ditambahkan ke dalam makanan

14

32

12

21

16

1 0

5 10 15 20 25 30 35

Perusahaan

Jum

lah

m

er

ek

PT Unilever Indonesia

PT Indofood CBP Sukses Makmur

PT Ajinomoto

PT Sasa Inti

PT Heinz ABC

(35)

20

selama proses pengolahan atau pemasakan (Syamsir 2011) atau bumbu campuran yang mengandung satu atau lebih rempah-rempah atau ekstrak rempah-rempah yang meningkatkan rasa makanan yang ditambahkan selama pemrosesan oleh industri makanan atau selama proses memasak di rumah (Hirasa dan Takemasa 1998). Sedangkan condiment adalah bumbu yang ditambahkan pada makanan pada tahap preparasi (sebelum disajikan, bukan pada saat pemasakan) (Syamsir 2011) atau campuran yang akan ditambahkan ke makanan ketika dimakan, tidak selama memasak (Hirasa dan Takemasa 1998).

Definisi menurut Syamsir, Hirasa dan Takemasa tersebut menjadi dasar dalam pembagian kategori bumbu instan dan bumbu pelengkap. Kategori bumbu instan yaitu bumbu tepung, bumbu instan/praktis/racik/komplit, penyedap rasa, terasi, minyak wijen, sambal masak/sambal terasi, dan saus. Sedangkan bumbu pelengkap yaitu kecap, sambal, saus tomat, mayonaise, dan bumbu kentang. Kecap, sambal, dan saus tomat bisa juga dikatakan sebagai seasoning jika digunakan pada saat pengolahan atau memasak. Tapi jika ditambahkan pada saat makanan akan dimakan maka termasuk condiment. Berikut sebaran dari masing-masing kategori bumbu instan dan pelengkap.

Tabel 4 Sebaran bumbu instan berdasarkan kategori dan perusahaan/produsen (n=65)

(36)

21 Tabel 5 Sebaran bumbu pelengkap berdasarkan kategori dan perusahaan/produsen

(n=31)

Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hampir separuh produk bumbu pelengkap diproduksi oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur (45.2%). Sedangkan merek yang diamati dari PT Ajinomoto Indonesia dan PT Wings Food Indonesia hanya memiliki masing-masing satu produk saja.

Pemenuhan Unsur Label Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

Teknis Pencantuman Label

Label kemasan dibuat untuk mempermudah konsumen mengetahui informasi mengenai produk yang ingin dibeli. Teknis pencantuman label dijelaskan pada PP No. 69/1999 tentang iklan dan label pangan pasal 2, pasal 27 ayat 1, dan pasal 29 ayat a dan b.

Tabel 6 Kriteria pemenuhan syarat unsur teknis pencantuman label

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Teknis Pencantuman Label % 1

Label dicantumkan pada, di dalam atau di kemasan pangan Label tidak mudah lepas dari kemasan

Label tidak mudah luntur ataupun rusak

Label terletak pada sisi kemasan yang mudah untuk dilihat dan dibaca Tanggal kadaluarsa dicantumkan secara jelas

Label pangan yang sudah diedarkan tidak diperbolehkan untuk dihapus, dicabut, ditutup, diganti, dan dilabel kembali

Tanggal, bulan, dan Tahun kadaluarsa pada pangan yang diedarkan tidak diperbolehkan untuk ditukar

100.0

(37)

22

diletakkan pada sisi kemasan yang mudah dilihat dan dibaca. Pada kemasan isi 6 buah tidak dicantumkan label secara lengkap, hanya terdapat keterangan merek, tanggal kadaluarsa, dan klaim. Label yang lengkap terdapat dalam kemasan (gambar terlampir). Hal tersebut tentunya mempersulit konsumen jika ingin mengetahui keterangan lebih lanjut, misalnya mengenai nama dan alamat produsen, komposisi, berat bersih, logo halal, dan nomor pendaftaran.

Tulisan pada Label

Peraturan mengenai tulisan pada label terdapat pada pasal 13 (ayat 1 dan 2) dan pasal 16. Hampir keseluruhan label produk bumbu instan memenuhi kriteria tulisan pada label dengan persentase sebesar 99.5 persen. Hanya terdapat satu produk, yaitu Kecap Sedaap yang dalam penulisan komposisi (daftar bahan) tidak jelas.

Tabel 7 Kriteria pemenuhan syarat unsur tulisan pada label

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Tulisan pada Label % 1

2

Keterangan pada label ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf Latin

Huruf dan angka harus jelas dan mudah dibaca

100.0

99.0

Rata-rata 99.5

Keterangan Minimum Label

Ketentuan tentang keterangan minimum label yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 yaitu nama produk pangan, daftar bahan, berat bersih/isi bersih, nama dan alamat produsen, serta tanggal kadaluarsa.

Nama Produk Pangan. Berdasarkan penjelasan PP No. 69/1999 pasal 3, nama produk dicantumkan secara jelas di seluruh merek dan nama yang ditampilkan sudah menunjukkan sifat atau keadaan yang sebenarnya. Nama produk ini merupakan deskripsi dari produk itu sendiri, misalnya bumbu racik, bumbu instan, kecap, sambal, atau terasi.

Tabel 8 Kriteria pemenuhan syarat unsur nama produk pangan

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Nama Produk Pangan % 1

2

Harus dicantumkan pada bagian utama label

Nama yang digunakan harus menunjukkan sifat atau keadaan yang sebenarnya

100.0 100.0

(38)

23 Tabel 9 Kriteria pemenuhan syarat unsur daftar bahan

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Daftar Bahan % 1

2 3

Daftar bahan dicantumkan secara berurutan dimulai dari bagian dengan jumlah terbanyak (kecuali vitamin, mineral, dan zat penambah gizi lainnya) Nama bahan yang digunakan adalah nama yang lazim digunakan

Air yang ditambahkan harus dicantumkan sebagai komposisi pangan, terkecuali air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan atau telah mengalami penguapan seluruhnya selama pengolahan

100.0

100.0 100.0

Daftar bahan yang dicantumkan pada produk bumbu instan dan pelengkap sesuai dengan PP No. 69/1999. Pada komposisinya, produk bumbu instan dan pelengkap tidak menambahkan vitamin dan mineral. Pada beberapa produk ditambahkan zat penambah gizi, penjelasan selengkapnya akan dijelaskan pada Tabel 16. Daftar bahan atau komposisi pada produk bumbu instan dan kemasan juga ada yang menggunakan air sebagai bahan baku. Contoh yang menggunakan air sebagai bahan baku berdasarkan kategori produk yaitu bumbu instan/praktis/racik/komplit, sambal masak/sambal terasi, kecap, saus, sambal, dan mayonnaise. Tabel 10 dan Tabel 11 akan menjelaskan bahan dominan yang digunakan dalam proses pembuatan bumbu instan dan pelengkap berdasarkan kategori produk.

Berdasarkan Tabel 10, bahan dominan yang digunakan pada bumbu instan yaitu garam (90.8%). Sebanyak 50 produk (76.9%) menggunakan gula sebagai bahan baku produknya. Daftar bahan yang juga banyak digunakan dalam produk bumbu kemasan yaitu penguat atau penyedap rasa. Zat penguat rasa sintetis berasal dari hasil sintesis zat-zat kimia, misalnya vetsin atau monosodium glutamat (MSG). Penggunaan penguat rasa pada 44 produk didominasi oleh mononatrium glutamat, dinatrium inosinat, dan dinatrium guanilat. Pada pengatur keasaman, terdapat 10 produk yang tidak mencantumkan pengatur keasaman apa yang digunakan. Produsen hanya mencantumkan menggunakan pengatur keasaman tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Bahan tambahan pangan yang digunakan berikutnya yaitu pewarna dan dapat dilihat berdasarkan tabel, sebanyak 9 produk menggunakan bahan pewarna karamel.

(39)

24

Tabel 10 Sebaran kategori produk bumbu instan berdasarkan bahan yang digunakan (n=65)

Bahan yang Digunakan

Kategori Produk Bumbu Instan

Total Bumbu

Tepung

Bumbu Instan/Praktis/ Racik/Komplit

Penyedap

Rasa Terasi

Minyak Wijen

Sambal Masak/ Sambal Terasi

Saus Masak

n % n % n % n % n % n % n % n %

Air 0 0.0 2 3.1 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 3.1 0 0.0 4 6.2

Tepung terigu 6 9.2 1 1.5 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 7 10.8

Tepung gandum 2 3.1 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 3.1

Tepung tapioka 8 12.3 3 4.6 1 1.5 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 12 18.5

Tepung beras 3 4.6 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 3 4.6

Santan 0 0.0 5 7.7 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 5 7.7

Gula 4 6.2 34 52.3 7 10.8 0 0.0 0 0.0 2 3.1 3 4.6 50 76.9

Garam 11 16.9 36 55.4 6 9.2 1 1.5 0 0.0 2 3.1 3 4.6 59 90.8

Bawang merah 2 3.1 18 27.7 4 6.2 0 0.0 0 0.0 1 1.5 0 0.0 25 38.5

Bawang putih 4 6.2 17 26.1 4 6.2 1 1.5 0 0.0 1 1.5 1 1.5 28 43.1

Cabai 3 4.6 12 18.5 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 3.1 0 0.0 17 26.2

Tomat 0 0.0 1 1.5 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 1.5

Rempah-rempah 6 9.2 29 44.6 4 6.2 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 39 60.0

Udang 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 3.1 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 3.1

Minyak wijen 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 1.5 0 0.0 0 0.0 1 1.5

Minyak nabati 0 0.0 9 13.8 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 3.1 3 4.6 14 21.5

Lemak nabati 0 0.0 8 12.3 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 8 12.3

Anti kempal silikon dioksida 0 0.0 7 10.8 3 4.6 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 10 15.4

Pemanis buatan Sukralosa 0 0.0 3 4.6 1 1.5 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 1.5 5 7.7

Pengembang natrium bikarbonat 9 13.8 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 9 13.8

Dekstrin 0 0.0 3 4.6 2 3.1 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 5 7.7

(40)

25 Tabel 10 Sebaran kategori produk bumbu instan berdasarkan bahan yang digunakan (n=65) (lanjutan)

Bahan yang Digunakan

Kategori Produk Bumbu Instan

Total

- Pengatur keasaman - Asam malat - Asam laktat - Asam sitrat

- Asam malat dan sitrat

0

-Mononatrium glutamat

-Mononatrium glutamat,dinatrium inosinat, dan guanilat

-Dinatrium inosinat dan dinatrium guanilat

- Karamel dan Oleoresin paprika

- Karamel, Oleoresin paprika, dan Merah allura Cl 16035

- Beta karoten Cl 40800 - Tartrazin Cl 19140

0

(41)

26

Tabel 11 Sebaran kategori produk bumbu pelengkap berdasarkan bahan yang digunakan (n=31)

Bahan yang Digunakan

Kategori Produk Bumbu Pelengkap

Total

Pengawet: - Natrium glutamat -Natrium benzoat -Kalium sorbat

-Natrium benzoat dan kalium Sorbat -Natrium benzoat dan natrium metabisulfit -Natrium benzoat dan metil p-Hidroksibenzoat

1 Penguat rasa: - Mononatrium glutamat

-Mononatrium glutamat dan dinatrium inosinat -Mononatrium glutamat, dinatrium inosinat, guanilat -Dinatrium inosinat dan dinatrium guanilat

3

- Pengatur keasaman - Asam asetat - Asam sitrat

- Asam asetat dan asam sitrat

2

Pewarna: - Karamel

-Tartrazin Cl 19140

-Tartrazin Cl 19140 dan Kuning FCF Cl 15985

(42)

27 Berdasarkan Tabel 11 terdapat beberapa bahan yang dominan digunakan pada kelompok bumbu pelengkap. Dari keseluruhan kelompok bumbu, gula dan garam merupakan bahan dominan yang digunakan dalam komposisi 29 produk. Pada bahan pengawet, sebanyak 16 produk menggunakan pengawet natrium benzoat dan natrium metabisulfit. Natrium benzoat biasa dikenal sebagai pengawet antibasi (Saparinto dan Hidayati 2006). Pada produk bumbu pelengkap, penguat rasa yang digunakan yaitu mononatrium glutamat, dinatrium inosinat, dan dinatrium guanilat. Dua belas produk bumbu pelengkap mencantumkan pengatur keasaman pada komposisinya, namun tidak dijelaskan pengatur keasaman apa yang digunakan. Sedangkan pada 13 produk lainnya mencantumkan pengatur keasaman yang digunakan yaitu asam asetat dan asam sitrat. Pengatur keasaman yang banyak digunakan yaitu asam asetat atau yang lebih dikenal sebagai cuka (35.5%). Berdasarkan tabel, dari keseluruhan produk bumbu pelengkap, hanya 6 produk yang menggunakan bahan pewarna karamel, tartrazin Cl 19140, serta tartrazin Cl 19140 dan kuning FCF Cl 15985. Tartrazin merupakan pewarna kuning.

Pada penggunaan bahan tambahan pangan atau makanan dan pewarna yang berlebihan tentunya dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Tabel 12 berikut akan menjelaskan hasil penelitian mengenai dampak penggunaan bahan tambahan pangan yang didapat dari catatan para ahli.

Tabel 12 Pengaruh penggunaan berlebihan pada beberapa bahan tambahan pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) Efek pada Binatang Percobaan (dan/atau pada Manusia, Jika Diketahui)

Pewarna tartrazin Reaksi alergi, asma, dan hiperaktif pada anak

Pewarna karamel Efek pada sistem syaraf, menyebabkan penyakit sistem imunitas

Penguat rasa monosodium glutamat

Sakit kepala, jantung berdebar, menjadi lemah, mati rasa pada manusia (Chinese Restorant Syndrome; reaksi hipersensitivitas yang muncul antara lain adalah rasa panas, tertusuk-tusuk di wajah dan leher, serta sesak di dada), kerusakan syaraf, efek psikologi, cacat lahir, dan asma, Asam benzoat dan natrium

benzoat

Menyebabkan penyakit syaraf, reaksi alergi pada manusia (khususnya yang sensitif terhadap asam asetilsalisilat dan tartrazin, asma, memberikan efek sinergis dengan natrium bisulfit)

Sumber: Nurjanah et al 1992 dan Ratnani RD 2009

Berat Bersih/Isi Bersih. Peraturan pencantuman berat bersih dijelaskan pada pasal 19 dan 20. Kriteria pemenuhan syarat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 13 Kriteria pemenuhan syarat unsur berat bersih/isi bersih

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Berat Bersih/Isi Bersih % 1

2 3

4

Harus dicantumkan pada bagian utama label Dicantumkan dalam satuan metrik

Ukuran ‘isi’ harus dicantumkan untuk makanan cair, berat’ untuk makanan padat, dan ‘isi’ atau ‘berat’ untuk makanan semi padat atau kental

Berat bersih atau isi bersih tiap takaran saji harus dimuat pada label yang memuat keterangan jumlah takaran saji

100.0 100.0 100.0

Gambar

Gambar logo resmi halal yang dikeluarkan LPPOM MUI
Tabel 1 Keterangan tentang label pangan dan fungsinya
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 3 Unsur label yang diamati pada kemasan produk bumbu instan dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arus start yang mengalir pada rangkaian sistem timer start , proteksi dan timer trip pada saat motor start adalah sebesar 380A, sedangkan saat terjadi arus

Dilihat dari berat konstruksi, kapal fiberglass merupakan kapal yang paling ringan jika dibandingkan dengan kapal dengan bahan material kayu, ferrocement dan terlebih lagi

Konstruksi cerucuk bambu dipancang pada -3,00 m sedalam 4,00 m, merata seluas pelat pondasi dengan ukuran Ø10 cm dan jarak antar cerucuk bambu 50x50 cm dan berfungsi sebagai

kegiatan” dan “menyangkut jenis sumber daya tertentu” yang penentuanya akan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, maka penerapan asas strcit liability

Handayani, S (2008).” Pelaksanaan wakaf uang dalam perspektif hukum islam setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf dikota Semarang”..

Pasar modal telah dikenal sejak lama di Indonesia, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Pengaturan hukum atau landasan hukum merupakan perangkat yang harus ada di pasar modal,

Manfaat yang diperoleh dengan adanya kegiatan wisata di Danau Linting: (bisa lebih dari satu)b. Kondisi jalan

► Mahasiswa akan dapat memilih suatu proses atau material yg Mahasiswa akan dapat memilih suatu proses atau material yg paling cocok dg kebutuhan suatu disain3. paling cocok