• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup Kajian Administrasi Pendidikan

Keberhasilan suatu organisasi akan banyak ditentukan oleh kualitas personil dalam melaksanakan tugas pekerjaannya yang diperlukan untuk pencapaian tujuan maupun kondisi yang mempengaruhi kesejarteraan fisik dan mental. Agar personil dapat bekerja secara efektif dan efisien, maka diperlukan personil-personil yang cukup cerdas dan terampil. Untuk memperoleh personil seperti itu, perlu dilakukan suatu penyaringan dari calon pekerja dengan baik dan tepat sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan suatu organisasi. Sejalan dengan hal tersebut, Manulang (1985:26) memaparkan mengenai fungsi personil, sebagai berikut:

(a) Membuat anggaran tenaga kerja yang dibutuhkan termasuk di dalamnya menarik tenaga kerja; (b) Membuat job analysis, jobs description, dan job specification; (c) Menilai dan memilih sumber-sumber tenaga kerja; (d) Mengadakan sleksi tenaga kerja; (e) melatih dan mendidik tenaga kerja; (f) Memindahkan dan pempromosikan tenaga kerja; (h) Mengadakan pemberhentian tenaga kerja; (i) Memotivasi tenagakerja; dan (j) Melakukan pemensiunan tenaga kerja.

Jadi, administrasi personil mempunyai tugas sebagai pencatat, pembagian tugas, meningkatkan kesejahteaan sosial, meingkatkan motivasi kerja, mendorong dan menyediakan kesempatan untuk perkembangan professional dan penilaian. Dalam konteks administrasi personil, pembinaan pegawai pendidikan yang lebih professional menjadi hal utama. Secara umum ada tiga bentuk utamanya, yaitu: (a) pembinaan dalam bentuk supervisi; (b) pembinaan dalam bentuk pengembangan karir; dan (c) pembinaan dalam bentuk pelatihan.

Pembinaan merupakan elemen penting dalam konteks manajemen personil pendidikan, bahkan pembinaan identik dengan supervisi. Dalam hal ini, Soewono (1991:2) memaparkan bahwa, “Pembinaan guru disebut juga supervisi pendidikan.” Supervisi atau pembinaan guru ini pada dasarnya sebagai aktivitas memberikan bantuan dan layanan terhadap guru agar meningkat kemampuan dan kualitas pembelajaran dalam meraih tujuan pendidikan. Seperti yang tertuang dalam UUSPN (1989:52) bahwa pembinaan berada dalam rangkaian pengawasan, yaitu:

Pengawasan lebih merupakan upaya untuk memberikan bimbingan pembinaan, dorongan, dan pengayoman bagi satuan pendidikan yang bersangkutan yang diharapkan terus menerus dapat meningkatkan mutu pendidikan maupun mutu pelayanan.

Namun, ada kalanya di lapangan pelaksanaan supervisi tidak lebih dari hanya sekedar petugas yang sedang menjalankan fungsi administrasi seperti penilaian, inpeksi, atau mencari-cari kesalahan para guru. Sebagai mana Rusli Lutan, dkk. (2002:129) paparkan bahwa kedudukan supervisor lebih tepat disebut mitra guru dalam memecahkan masalah dan membangkitkan perubahan dari dalam sekolah. Kondisi inilah menjadikan supervisi mengandung makna yang luas dan dalam, serta memiliki perspektif jauh ke depan.

Banyak ditemukan praktek supervisi di sekolah yang dirasakan kurang efektif untuk meningkatkan mutu pengajaran. Praktek supervisi ini dilaksanakan berdasarkan manajemen tradisional yang memandang guru sebagai pelaksana kurikulum dan sistem pengajaran belaka. Dalam hal ini, supervisi dilakukan untuk menjamin agar guru mengajar sesuai dengan petunjuk kurikulum pengajaran yang telah ditetapkan. Supervisi semacam ini masih dirasakan di dunia persekolahan dewasa ini, meskipun manajemen tradisional semacam ini sudah tidak favorit lagi. Bahkan sekarang ini sudah bergeser pada supervise pengembangan sumber daya manusia dengan pengambilan keputusan bersama menjadi ciri khasnya. Sebagai mana Sergiovanni dan Starratt (1993:267) paparkan, “Teachers and supervisors share responsibility for planning, development, and provision of staff-development activities.” Asumsinya bahwa keputusan bersama akan dibuat lebih

baik, mana kala guru merasa memiliki dan mempunyai komitmen yang meningkat terhadap keputusan tersebut. Dengan demikian kesuksesan dalam pekerjaan akan meningkat pula. Jadi, komponen pertama dalam konsep pembinaan guru adalah supervisi. Dalam kegiatan pembinaan atau supervisi ada dua pihak yang terlibat didalamnya, yaitu: (1) pihak yang melayani terdiri dari penilik sekolah, kepala sekolah, Pembina lainnya di lapangan dan (2) pihak yang dilayani yakni guru sebagai pelaksana tugas membelajarkan siswa agar meningkat kualitas hidupnya. Djam’an Satori (1997:21) memaparkan bahwa, “Fokus utama supervisi pendidikan adalah kualitas proses pembelajaran peserta didik.”

Peningkatan sekolah dengan membantu para guru merefleksikan dalam bentuk praktek, untuk mau belajar lebih banyak tentang apa yang mereka lakukan dan mengapa, untuk mendorong peningkatan diri, untuk saling berbagi akan hal-hal yang telah diketahui kepada teman lain, dan mendorong untuk meningkatkan kemampuan. Kesemuanya ini menjadi kunci dalam melakukan supervisi. Sergiovanni dan Starratt (1993:268) menegaskan, “Supervision is a process designed to help teachers and supervision learn more about their practice, to be better able to use their knowledge and skills to better serve parents and schools, and to make the school a more effective learning community.” Dengan demikian guru diharapkan lebih professional dalam menjalankan karirnya sebagai pendidik.

Tujuan dan aktivitas supervisi melibatkan perubahan. Perubahan merupakan sesuatu yang tidak mudah tetapi harus diupayakan. Sebagai pengawas akan dihadapkan pada berbagai hal yang menyulitkannya, namun bagaimana dengan kerja kerasnya pengawas mencoba untuk meningkatkan kualitas pengajaran secara individu atau kolektif di sekolah agar menjadi budaya dan iklim yang nyaman bagi guru dan siswa. Suasana dan budaya sangat dipengaruhi oleh kebijakan administratif; dan bahkan lebih tertutup terutama dalam hal hubungan antar individu dengan proses belajar mengajarnya. Hal inilah yang menjadi wilayah garapan supervisi. Untuk alasan ini, maka supervisi memiliki peranan utama dalam membangun iklim dan budaya sekolah. Dalam pendidikan jasmani supervise harus diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan jasmani yang ditekankan pada pembangkitan dorongan untuk berubah dari dalam.

Kenyataannya, khusus untuk bidang pendidikan jasmani, masih ada para penilik (supervisor) pendidikan jasmani entah itu Kepala Sekolah atau Penilik Olahraga dan Pengawas Pendidikan Jasmani yang memahami supervisi sebagai bentuk penilaian atau inpeksi terhadap guru pendidikan jasmani. Kenyataan tersebut juga menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi tidak lebih dari hanya sekedar petugas yang sedang menjalankan fungsi administrasi seperti penilaian, inpeksi, atau mencari-cari kesalahan para guru pendidikan jasmani Bahkan yang lebih parah, supervisor tidak paham tentang bagaimana melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani sebenarnya.

Pembinaan guru sebenarnya lebih menekankan pada pertumbuhan professional dengan inti keahlian secara teknis serta dukungan kepribadian dan sikap professional. Maka pembinaan guru sangat penting terutama membekali mereka saat berada di lapangan. Fakry Gaffar (1987: 158-159) memaparkan, “Pembinaan guru merupakan suatu keharusan untuk mengatasi permasalahan tugas di lapangan.” Oleh karena itu, untuk memberdayakan guru secara optimal diperlukan pembinaan yang tepat baik dalam aspek karir, mental, maupun fisik.

Pembinaan guru salah satu bentuknya adalah pengembangan sumber daya manusia. Dalam hal ini Castetter (1996:232) memaparkan mengenai pengembangan staf sebagai berikut:

Staff development is preeminent among those processes designed by the sistem to attract, retain, and improve the quality and quantity of staff members needed to solve its problems and to achieve its goals. The process os staff development is vitally linked to human resources planning because, as it will be recalled, a sound human resources plan calls for:

• Improving the performance in their present positions of all incumbent position holders.

• Developing key skills of selected personnel so as to fill anticipated vacancies.

• Promoting the self development of all personnel in order to enhance their influence as individuala and to facilitate satisfaction.

• Provide a basis for identifying and developing successors in each employee group from executives to support personnel across the school system.

Pengembangan staf sebagai proses peningkatan melalui kegiatan yang menekankan pada pendekatan realisasi diri, pertumbuhan diri, dan pengembangan diri. Jadi, pembinaan melalui pengembangan tersebut meliputi peningkatan dan pertumbuhan kemampuan, sikap, skill, dan pengetahuan. Sebagai mana Winarno Surachmad (1983:179) paparkan bahwa, “Pembinaan guru meliputi ilmu pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan kesejahteraan guru, serta pelayanan kepegawaian dan jenjang karir.” Aspek-aspek inilah yang harus menjadi perhatian utama dalam upaya pengembangan sumber daya manusia guru di sekolah. Hal tersebut tersurat dalam UUSPN No. 2 tahun 1989 pasal 1 dan 27 bahwa upaya pembinaan mutu guru yang dilaksanakan bertujuan agar guru bekualitas tinggi, mempunyai wewenang mengajar serta mampu melaksanakan tugas membimbing, mengajar, dan atau melatih. Maka dari itu, pembinaan guru harus menjadi program yang dirancang sekolah maupun organisasi penyelenggara pendidikan yang diadakan oleh pihak guru dengan langkah-langkah meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Pembinaan guru merupakan pengembangan karir. Karir adalah kerja hidup (life’s work) atau keberhasilan individu dalam pekerjaan yang dipilih untuk mengantarkannya menuju kehidupan yang lebih baik. Pembinaan karir bagi guru adalah perlu dan menjadi proses dalam peningkatan kemampuan berupa perilaku dan sikap positif baik untuk dirinya maupun masyarakat. Pembinaan karir akan berlangsung lebih cepat apabila orang tersebut memahami dan melihat dengan jelas tentang hari depannya. Maka pembinaan karir dapat dimotivasi melalui berbagai cara lainnya seperti (a) kenaikan pangkat dan golongan, (b) kenaikan gaji atau kompensasi, (c) pemberian penghargaan dan pujian, (d) pemberian tugas yang sesuai dengan kemampuannya, (e) peningkatan dalam situasi kerja dan jaminan hidup layak, (f) evaluasi obyektif dari atasan, dan (g) pembinaan berkelanjutan. Dalam proses pembinaan karir di bidang kependidikan dikemukakan Castetter (1996:235) sebagai berikut:

(1) Personal characteristics criteria: health, appearance, loyality, work motivation, cooperation, and interpersonal relations.

(2) Process criteria: in-class behavior, teacher presentation, questions, feedback, teaching style, effective style, and individualization.

(3) Out of clss behavior: non instructional responsibilities.

(4) Pruduct criteria: student accomplishments, as a measured by tests, projects, and observation of sudent behavior.

(5) Multiple criteria: a combination of traits, product, or process.

Kriteria tersebut mengacu pada dua dimensi, yaitu: dimensi proses dan dimensi produk. Adapun yang menjadi kriteria utamanya adalah kualitas pembinaan kemampuan professional yang meliputi dua hal sebagai berikut:

• Proses, pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan pengajaran, kebutuhan guru, dan sesuai dengan program kerja.

• Produk, keberhasilan pembinaan dilihat dari perubahan dan peningkatan pengetahuan, sikap, skill dalam kaitan pengajaran.

Jadi, pembinaan karir sebagai upaya membantu dan melayani guru melalui penciptaan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan kualitas pengetahuan, skill, sikap, kedisiplinan, serta pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan guru agar mau dan mampu berkreasi dalam upaya meningkatkan diri dan efektivitas pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, pembinaan guru bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan guru mengembangkan diri sebagai pekerja professional. Sergiovanni dan Starratt (1993:266) jelaskan, “The concept of staff development, in contrast, seems more in tune with the view of teaching as a profession.” Untuk itu, pembinaan karir sebagai guru professional pada semua jenjang pendidikan perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga cukup memberikan kepuasaan kepada para guru untuk tetap berada dalam jabatanya sebagai guru, karena daya tarik jabatan guru sama dengan menjadi pejabat structural lainnya atau yang berkarir di lingkungan birokrasi. Namun kenyataan di lapangan menurut Oteng Sutisna (1990:23) belum ada pola pembinaan karir guru yang sistimatis.

Menurut Dedi Supriadi dan Fasli Jalal (2001:223) menjelaskan bahwa pembinaan mutu guru perlu secara sungguh-sungguh memberikan perhatian kepada melatih kepekaan guru terhadap latar belakang peserta didik yang semakin

beragam terutama pada pendidikan dasar sebagai konsekuensi dari semakin terbukanya akses peserta didik terhadap sekolah. Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya pembinaan guru yang sering dilakukan guna meningkatkan kinerja dan produktivitas guru. Sebagai mana yang dikemukakan Becker (1993:17) bahwa, “Education and training are the most important investments in human capital.” Dalam pelaksanaannya pembinaan guru dapat dilakukan secara individual atau kelompok.

Dalam pembinaan guru telah ditegaskan bahwa pendidikan dan pelatihan guru menjadi bagian terpenting dalam pengembangan diri dan institusi kependidikan. Salah satu sisi yang harus diperhatikan guru dalam rangka peningkatan kualitas pengajaran adalah menciptakan suasana lingkungan mengajar yang menyenangkan, mengajar yang berwawasan lingkungan sangat penting dalam usaha peningkatan efektivitas pembelajaran.

Sebagai guru profesional harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya secara terus menerus. Apalagi dalam jabatan fungsional harus mampu untuk menjawab tantangan perkembangan masyarakat, karena jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutahirkan. Dalam bersikap guru harus selalu mengadakan pembaruan sesuai dengan tuntutan tugasnya. Usaha perbaikan dan peningkatan kualitas mengajar guru dilaksanakan melalui berbagai kegiatan pembinaan diantaranya melalui On–Serve Education. Karena guru pendidikan jasmani di SD sebagai guru bidang studi maka pola pendidikan dan pelatihan semacam ini sangat tepat. Kegiatannya dalam bentuk layanan yang diberikan kepada para guru untuk bidang studi pendidikan jasmani di tempat mereka mengajar baik secara individual maupun secara kelompok. Kegiatannya dilakukan di pusat-pusat kegiatan belajar mengajar di sekolah, maupun peningkatan kualitas melalui lembaga pendidikan yang formal.

Kesimpulannya, pembinaan guru pendidikan jasmani di SD perlu ditingkatkan secara kontinu dan terpadu, baik pembinaan dalam bentuk supervisi, pengembangan karir, atau pendidikan dan pelatihan. Upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan profesionalisasi guru pendidikan jasmani di SD yang pada

akhirnya mampu membangun generasi bangsa yang lebih berkualitas baik sebagai pribadi maupun sebagai makhluk sosial.

D. Kepemimpinan

Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk menerangkan factor-faktor yang menyebabkan munculnya kepemimpinan dan sifat kepemimpinan. Mengingat banyaknya pendapat tentang teori-teori kepemimpinan, sementara penulis menyimpulkan beberapa teori, seperti yang dikemukakan oleh Pamudji (1986:145-152) yang dapat diringkas sebagai berikut: (a) Teori sifat mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan serangkaian sifat dan ciri tertentu yang dapat menjamin keberhasilan pada setiap situasi; (b) Teori lingkungan adalah munculnya pemimpin sebagai hasil dari waktu, tempat dan keadaan; (c) Teori pribadi dan situasi artinya kepemimpinan sebagai akibat dari seperangkat kekuatan yang tunggal; (d) Teori interaksi dan harapan yang mendasarkan diri pada variable-variabel aksi, reaksi, interaksi dan perasaan; (e) Teori humanistic yang mendasarkan diri pada dalil bahwa manusia karena sifatnya adalah organis yang dimotivasi,s edangkan organisasi karena sifatnya adalah tersusun dan terkendali.; dan (f) Teori tukar menukar adalah berdasarkan asumsi bahwa interaksi sosial menggambarkan suatu bentuk tukar menukar anggota kelompok dalam memberikan kontribusi dengan pengorbanan mereka sendiri dan menerima imbalan dengan pengorbanan kelompok yang lain.

Mengacu pada teori kepemimpinan tersebut, maka lahirlah sifat dan tipe kepemimpinan. Menurut Siagian (1997:39) sifat kepemimpinan harus memiliki kondisi fisik yang baik, berpengetahuan luas, empati, bijaksana, luwes, dinamis, berwawasan ke depan, dan sebagainya. Sedangkan tipe kepemimpinan menurut Wahjosumidjo (1992:102) terdiri dari direktif (pemimpin yang melakukan komunikasi satu arah), konsultatif (pemimpin yang mau mendengar perasaan bawahan), partisipatif (pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan), dan delegatif (pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan bawahan).

Dokumen terkait