• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adapun ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan tujuan agar pembahasan menjadi melebar lepas dari kajian permasalahan yang diangkat. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas pada :

1. Menelususri tentang pengaturan klaim santunan pertanggungan wajib tentang dasar penolakan hak korban atas klaim santunan pertanggungan, bagi korban yang mengalami kecelakaan, sebagai akibat pengoperasian alat kendaraan bermotor sebagai sarana trasformasi di jalan raya.”dan

2. Bagaimana pengaturan tentang gugurnya hak korban atas klaim santunan pertanggungan.

V. Tujuan Penelitian :

Adapun yang menjadi fokus tujuan dari penelitian ini adalah :

a.Untuk mengetahui serta mendalami pengaturan dalam undang undang pertanggungan wajib ini tentang alas dasar dari penolakan dan atau gugurnya pengajuan klaim oleh korban kecelakaan lalu litas atau keluarga korban atas santunan yang diajukan kepada lembaga pengelola, sehingga korban tidak dapat atau kehilangan hak untuk menikmati jaminan sosial sebagaimaba diatur dalam Undang Undang No.34 Tahun 1964 dan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1965.

b.Dari hasil dari penelitian yang terfokus pada peraturan yang terkait, akan dapat memberikan penjelasan kepada mayarakat, sehingga dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat yang pada akhirnya keresahan yang yang mungkin mengarah pada dugaan atau pandangan negatip dari terselenggaranya pertanggungan sosial dapat ditiadakan, atau dengan kata lain tidak terjadi. Sehingga masyarakat yang kurang memahami hak sejatinya dari korban dalam pertanggungan ini tidak terpropokasi eleh pikiran pikiran karena kesalah pemahaman atau kurang pemahaman terhadap hak korban dalam pertanggungan wajib ini.

VI. Tinjauan Pustaka

Dalam hal membahas rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka disampaikan beberapa tinjauan pustaka berupa konsep1 atau bagan antara lain :

1 Sutan Muhammad Zain,tt,Kamus modern Bahasa Indonesia, Grafica,Jakarta ,h.389

1.Pengertian Asuransi atau Pertanggungan.

Asuransi adalah ,” suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti kerugian kerugian besar yang belum pasti’.2 Dari rumusan ini kiranya dapat disampaikan bahwa orang bersedia membayar kerugian yang sedikit dalam kurun waktu sekarang, dengan harapan agar bisa menghadapi kerugian kerugian besar yang mungkin terjadi dikemudian hari atau

mendatang. Misalnya; seseorang mengasuransikan rumahnya (asuransi kebakaran) kepada perusahaan asuransi atau pertanggungan. Ini berarti orang mengasuransikan rumahnya tersebut membayar premi kepada perusahaan asuransi yang bersedia menerima pengalihan kerugian dalam hal kemungkinan terjadinya kebakaran rumah yang

diasuransikan. Perusahaan asuransi akan menggantikan kerugian kerugian yang disebabkan terjadinya kebakaran tersebut.3

2.Resiko.

Adapun yang dimaksudkan dengan resiko, adalah ketidak tentuan atau uncertainty yang mungkin melahirkan kerugian (loos). Unsur ketidak tentuan ini dapat mendatangkan kerugian dalam asuransi atau pertanggungan.Setiap insan (manusia) yang hidup akan selalu menghadapi kemungkinan resiko dalam hidupnya sendiri, sebab manusia tidak dapat memahami secara pasti tentang kapan sesuatu yang tidak diharapkan (evenemen) terjadi.Banyak kejadian kejadian dengan tiba tiba muncul tanpa perkiraan sebelumnya. Tiba tiba terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan atau sesuatu yang menyebabkan kerugian. Dapat dikatakan bahwa setiap manusia menghadapi resiko atas

2H.Abas Salim,1991,Asuransi Dan Manajemen Resiko, edisi ke 2, PT Raja Grafindo Persada,Jakarta,h.,1.

3Ibid.

hidupnya sendiri, misalnya terjadi kematian yang menimpa sanak keluarganya, kurang lebih dua jam sebelumnya keluarganya menghubungi melalui telepon, kemudian ada kabar yang bersangkutan meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Selain kehilangan jawa sanak saudara, tetapi kerugian juga dialami karena kendaraan yang dikemudikan juga hancur. Akibat inilah suatu resiko yang dihadapi manusia sebagai akibat perkembangan dan kemajuan dibidang alat perhubungan atau angkutan. Banyak lagi hal lain kejadian berupa resiko dalam hidup ini. Seperti rumah kebakaran dan lain lain lagi.Apakah resiko itu akan menjadi kenyataan atau tidak, hal itu merupakan sesuatu peristiwa yang tidak tertentu.

3 Tujuan Asuransi

Tujuan pertanggungan atau asuransi adalah bersifat ekonomis. Sedangkan tujuan ekonomis ini dapat lagi dibagi menjadi dua pembagian :

a.peralihan resiko (memperalihkan resiko semua atau sebagian).

b.pembagian resiko (membagi bagi resiko diantara beberapa orang.4 4.Pembagian Asuransi.

4.1.Pada pokoknya asuransi itu dapat digolongkan atas dua macam yaitu :

a. Asuransi Kerugian ( schade verzekering ) , yang digolongkan kedalam asuransi ini meliputi asuransi kebakaran, asuransi laut, asuransi pengangkutan di darat.

b. Asuransi sejumlah uang, (sommen verzekering), yang tergolong dalam asuransi ini adalah asuransi jiwa , asuransi kecelakaan.5

4Ny.Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1980,Pertanggungan Wajib/Sosial,Undang Undang No.33 Dan 34 Tahun 1964,Cet ke lima , Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada ,Yogyakarta,h.4.( Selanjutnya disebut Ny.Emmy Pangaribuan Simanjuntak I).

5Ny.Emmy Pangaribuan Simanjuntak,1980, Hukum Pertanggungan Dan Perkembangannya,Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta,Cet.pertama,Yogyakarta,h.41.

(Selanjutnya disebut Ny.Emmy Pangaribuan Simanjuntak II).

Adapun yang membedakan asuransi kerugian dan asuransi jumlah pada pokoknya, dalam asuransi kerugian penanggung berjanji akan mengganti kerugian tertentu yang diderita tertanggung. Jadi tidak ditentukan berapa jumlah penggantian kerugian yang akan diberikan kepada tertanggung, baru akan ditentukan kemudian. Sedangkan dalam asuransi sejumlah uang, sipenanggung berjanji akan membayar sejumlah uang yang sudah ditentukan besarnya tanpa disandarkan pada suatu kerugian tertentu .

4.2.Pembagian asuransi berdasarkan persesuaian kehendak dapat dibagi atas dua antara lain ;

a. Asuransi sukarela ( Free voluntary insurance) Contoh, asuransi jiwa, kebakaran dll.

b. Ansuransi wajib ( Compulsary insurance)

Contoh asuransi yang diatur dalam UU No.33 dan 34 Th. 1964. Taspen, Asabri, Askes dll.

Ad.a.Pengertian sukarela adalah para pihak dalam mengadakan perjanjian tidak ada suatu paksaan dari pihakmanapun juga. Masing-masing pihak disatu sisi secara sukarela memikul resiko dan dipihak lain secara sukarela pula membayar premi sebagai imbalan peralihan resiko.

Ad.b. Pengertian wajib dalam asuransi wajib, karena ada salah satu pihak mewajibkan kepada pihak lain dalam mengadakan pertanggungan itu. Umumnya yang mewajibkan adalah Pemerintah melalui perundang undangan.Seperti yang diteliti dalam penelitian ini; yaitu Undang Undang No.34 Tahun 1965. Pengikatan diri seseorang ke dalam pertanggungan atau asuransi adalah karena diwajibkan oleh undang undang.

Dalam pengikatan diri ke dalam pertanggungan ada dua hal yaitu :

1.Karena kepentingan dari pemerintah ( dalam bentuk pertanggungan wajib) dan 2.Kepentingan seseorang secara bebas untuk mengikatkan diri ke dalam pertanggungan atau asuransi (dalam bentuk pertanggungan sukarela sukerela).

Pengikatan diri seseorang secara sukarela adakah karena kesadaran pribadi bahwa dalam kehidupan ini terkadang dikelilingi suatu resiko yang menakutkan. Maka dirasa perlu

untuk mengalihkan resiko itu kepada badan usaha yang siap menerima pengalihan resiko (khusus dibidang materiil atau finansiil), sudah tentu dari pengalihan ini akan terlahirkan hak dan kewajiban dari masing masing pihak. Sebagai kewajiban pihak tertanggung berupa pembayaran premi pertanggungan atau asuransi. Dalam hal terjadi evenemen maka penanggung wajib menggantikan kerugian yang diderita atau dialami tertanggung.

Misalnya dalam pengikatan diri ke dalam pertanggungan kebakaran, maka bila terjadi evenemen, maka penanggung akan menggantikan kerugian yang dialami oleh tertanggung sebagai akibat terjadinya kebakaran(evenemen) tersebut.

5.Asuransi Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Pihak yang diwajibkan oleh undang undang dalam pertanggungan wajib atau sosial sebagaimana tertuang dalam Undang Undang No 34 Tahun 1964 adalah sebagaimana tertuang dalam rumusan Pasal 2 ayat(1) Undang Undang No. 34 Tahun 1964 ditetapkan :

”Pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan diharuskan memberikan sumbangan wajib setiap tahun kepada Dana yang dimaksud kan dalam Pasal 1”. (nb UU No.34 Th.

1964).

Sumbangan wajib ini dapat dikatakan kedudukannya sebagai premi dalam pertanggungan wajib ini. Dengan demikian kewajiban untuk membayar premi tersebut adalah pengusaha atau pemilik dari alat angkutan laulintas jalan, seperti kendaraan bermotor roda dua, empat termasuk angkutan kereta api serta angkutan di laut.

6. Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Kecelakaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kecelakaan sebagai akibat dari pengoperasian kendaraan bermotor di jalan umum atau jalan raya. Dengan demikian kecelakaan seperti ini disebut kecelakaan lalu lintas jalan.

Undang-Undang No,22 Tahun 2009(selanjutnya disingkat UU No.22 Tahun 2009) Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, dalam Pasal 1 angka 12 ditegaskan bahwa ”jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.”

Untuk lebih formalnya tentang pengertian kecelakaan lalu lintas jalan, maka dalam Pasal 1 angka 24 UU No.22 Tahun 2009 dengan tegas dinyatakan” suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda”.

Demikian juga dalam Pasal 1 dari UU No.22 Tahun 2009 ditegaskan tentang :

”pengguna jalan”dimaksudkan adalah orang yang mempergunakan jalan untuk berlalu lintas”.(angka 27), ”Lalu lintas” itu sendiri dimaksudkan adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan”.(angka 2).

Kecelakaan lalu lintas yang disingkat laka lantas adalah merupakan suatu peristiwa yang diakibatkan penggunaan kendaraan bermotor di jalan umum, yang dapat merugikan materian ataupun kondisi fisik seorang atau nyawa. Dengan demikian kasus kecelakaan

ini terjadi melibatkan kendaraan lain atau tanpa melibatkan kendaraan lain atau pemakai jalan lain, misalnya laka lantas tanpa pengguna

jalan lain yaitu karena selip kemudian terjerumus atau menabrak pohon, menabrak rambu lalu lintas dan lain-lain. Dari kasus ini mengakibatkan korban atau kerugian material. Dari rumusan Pasal 1 ayat (24), kiranya dapat ditarik suatu unsur dalam kecelakaan ini yaitu :

a. adanya peristiwa yang tidak dapat diduga, terjadinya tidak disengaja,

b. terjadinga kecelakaan sebagai akibat tabrakan antar kendaraan atau tidak melibatkan pengguna jalan lain

c. dari peristiwa itu menimbulkan kerugian material dan d. korban menusia (korban fisik atau korban jiwa).

Adapun yang dimaksudkan dengan pengguna jalan adalah orang yang mengunakan jalan untuk berlalu lintas ( UU No.22 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (27).

7.Klaim Asuransi

Tuntutan hak pemegang polis ini adalah berupa klaim pertanggungan.6 Dengan demikian klaim pertanggungan dimohonkan oleh tertanggung dalam hal terjadi evenemen pertanggungan, yaitu suatu kejadian yang sama sekali tidak diharapkan terjadi (kemudian dengan terjadinya kejadian itu mernimbulkan akibat kerugikan tertanggung). Peristiwa yang tidak diharapkan itu yang menimbulkan kerugian dialihkan kepada badan yang siap menerima pengalihan itu. Badan itu adalah Badan Usaha Perasuransian atau

6Dewan Asuransi Indonesia,1991,Kamus Asuransi Jiwa, h.13.

pertanggungan sebagai penaggung; sedangkan pihak yang mengalihkan adalah sebagai tertanggung.

8.Penolakan dan Atau Gugur Klaim Asuransi.

Penolakan ditinjau dari kata dasarnya yaitu tolak. Dengan demikian menolak artinya tidak mengabulkan.Menolak permohonan artinya tidak mengabulkan permohonan

tersebut atau tidak menerima permohonan yang disampaikan.7 Sedangkan kata gugur dalam padanan kata sehari hari dapat diartikan meninggal, maksudnya tidak memiliki nyawa atau tidak berjiwa. Gugurnya klaim pertanggungan berarti tidak bernyawanya klaim yang disampaikan atau klaim yang diajukan telah mati(gugur).Dapat pula diartikan terkait dengan pengajuan permohonan, permohonan tersebut sudah tidak berlaku lagi atau sudah kehilangan jiwanya dari permohonan yang diajukan.

VII. Metode Penelitian.

1.Jenis penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian ilmu hukum yang beraspek normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder. Penelitian ini dikenal pula dengan doktrinal8 Dalam penelitian ini penelitian hukum ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap permasalahan hukum yang ada.Sehubungan dengan penelitian ini pula yang ingin diungkapkan adalah pengaturan dalam perturan perundang- undangan yang ada pada

7Sutan Muhammad Zain,op.cit ,h 857.

8Roni Hanitijo Soemitro,1983,Metodologi Penelitian Hukum, Galia Indonesia,Jakarta,24.

khususnya mengenai pengaturan klaim santunan pertanggungan wajib khusus tentang dasar penolakan atau gugurnya hak korban atas klaim santunan pertanggungan, bagi korban yang mengalami kecelakaan, sebagai akibat pengoperasian alat kendaraan bermotor sebagai sarana trasformasi di jalan raya.”

2.Jenis pendekatan .

Pembahasan dalam penelitian ini untuk membedah permasalahan yang terjadi adalah melalui pendekatan peraturan perundang undangan yang berlaku khususnya terkait dengan permasalahan yang diangkat, tentang kecelakaan sebagai akibat penggunaan alat angkutan bermotor di jalan raya. Adapun peraturan perundang undangan yang menjadi pokok kajian , khusus yang mengatur kecelakaan dijalan raya dan perundang undangan yang berhubungan pemberian jaminan sosial atas kecelakaan yang terjadi sebagai akibat penggunaan teknologi trasportasi yang menimpa awak alat angkutan umum.

3.Sumber bahan hukum.

Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat seperti perturan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa UU No 22 Tahun 2009, UU No.34 Tahun 1964, PP No 17 Tahun 1965, PP No.18 Tahun 1964. sedangkan bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum berasal dari doktrin-doktrin yang ada dari buku-buku, jurnal hukum, dan internet yang tidak mengikat tetapi

menjelaskan bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar hukum yang khusus memberikan petunjuk arah penelitian. Adapun yang dimaksud dengan bahan hukum sekunder yaitu hasil karya ilmiah para sarjana, hasil-hasil penelitian yang tersangkut dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

4.Teknik analisis bahan hukum

Dengan telah terkumpulnya bahan hukum baik yang berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder kemudian diolah dan dianalisa secara kualitatif.Pada tahap pengolahan bahan hukum yang telah terkumpul, dikatagorikan dan dikualifikasikan berdasarkan permasalahan penelitian, kemudian disusun secara sistimatis sesuai dengan kerangka yang telah disiapkan. Pada tahapan analisis bahan hukum yang telah dikatagorikan dan dikualifikasikan dianalisis dengan mengkaitkan bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lainnya.Kemudian dilaksakan penafsiran dari bahan hukum tersebut untuk dapat ditarik simpulan tentang permasalahan yang dibahas atau diangkat. Keseluruhan hasil analisis disajikan secara diskriptif yaitu dengan memaparkan secara lengkap segala permasalahan terkait dengan yang diteliti disertai ulasan-ulasan dinana perlu secara kritis.

VIII. Jadwal Pelaksanaan

Penelitian berlangsung selamatiga bulan (Agustus- Oktober) dengan alokasi waktu sebagai berikut dengan tahapan :

1.Persiapan : 1). Agustus 2016

2.Pengumpulan data : 2). (satu) bulan (September 2016)

3.Pengolahan dan analisis dan

Penulisan laporan : 3).Oktober 2016.

Jumlah total waktu : 3(tiga ) bulan.

IX. Personalia Penelitian

1.a.Ketua peneliti : Anak Agung Ketut Sukranatha,SH.MH.

b.Pangkat (golongan), NIP. : Pembina (IV/a), 195706051986011002 c.Jabatan fungsional : Lektor Kepala

d.Jabatan struktural : Sekretaris Program Ekstensi/Non Reguler e.Fakultas : Hukum

f.Perguruan tinggi : Universitas Udayana g.Waktu untuk penelitian : 14 jam dalam seminggu X. Perkiraan Biaya Penelitian : Biaya Mandiri

1.Komitmen Pemerintah.

Riset tentang kecelakaan lalu lintas dan cara pencegahannya terus berlanjut untuk mengurangi jumlah kecelakaan, namun kebijakan yang bersifat kuratif juga diperlukan sebagai contingency plan. Tatkala safety berkendaraan dan trasfortasi belum sampai pada yang diharapkan, maka program yang dapat membantu meringankan beban finansial yang diderita oleh para korban kecelakaan lalu lintas dan keluarganya seharusnya tersedia. Penerapan prinsip prinsip asuransi merupakan salah satu mekanisme alternatif untuk menanggulang resiko dalam melaksanakan manajemen risiko.

Pemerintah sudah jauh sebelumnya telah menyadari hal tersebut. Dengan pembuktian diberlakukannya Undang Undang No.33 Tahun 1964 tentang Dana pertanggungan Wajib kecelakaan penumpang dan Undang Undang No.34 Tahun 1964 tentang Dana kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Memperhatikan pembentukan ke dua undang-undang tersebut sangaterat terkait dengan banyaknya korban kecelakaan yang diakbatkan penggunaan alat trasfortasi modern pada waktu itu. Dengan banyak terjadinya kecelakaan maka Pemerintah menganggap perlu membentuk Undang-Undang N0.33 ataupun No.34 Tahun 1964 tersebut. Khusus pembentukan Undang Undang No.34 adalah dirancang untuk memberikan perlindungan kepada pihak ketiga yang berada di luar kendaraan bermotor yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Misalnya para pejalan kaki termasuk dalam skema perlindungan ini.Kedua jenis asuransi atau pertanggungan ini termasuk asuransi sosial yang implikasinya program tersebut sifatnya wajib.9

16

9Kun Wahyu Wardana, op.cit.,h.3-5.

2.Tanggung Jawab Hukum

Dengan terjadinya perkembangan industri otomotif, jumlah kendaraan semakin banyak yang beredar di jalan, maka dengan sendirinya jumlah korban kecelakaan semakin meningkat. Tidak pelak pemerintah melihat bahwa penggunaan kendaraan bermotor sangat berpotensi menyebabkan pengguna jalan lainnya yang tidak bersalah menjadi korban. Kecelakaan itu terjadi bisa karena adanya unsur kelalaian atau kesalahan dari sipengemudi dalam mengendarai kendaraannya. Karena itu Pasal 191 Undang Undang No.22 Tahun 2009Merumuskan ,”Perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan pengangkutan”. Walaupun demikian tidaklah serta merta perusahaan angkutan bertanggung jawab, tetapi jika tidak adanya unsur kesalahan yang dilakukan oleh para pekerja angkutan dalam proses pengangkutan.

Dalam kontek hukum pidana, terkait dengan permasalahan ini dikenal adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf yaitu hal yang dapat dianggap sebagai suatu alasan yang dianggap dapat menghapus sifat melawan hukum perbuatan itu. Implikasi yuridisnya, perbuatan tersebut tidak dikwalifikasikan sebagai suatu peristiwa pidana.

Meski perbuatan itu sesuai dengan yang dilarang oleh undang undang. Kreteria yang dapat dijadikan alasan pemaaf bagi bagi perusahaaan antara lain :

- Adanya keadaan memaksa yang sama sekali tidak dapat dielakkan atau diluar kemampuan

- Disebabkan oleh prilaku korban sendiri atau pihak ketiga

- Disebabkan gerakan orang dan atau hewan walaupun telah diambil tidakan pencegahan.10

3Keamanan Dalam berlalu Lintas.

Menelusuri penegasan Pasal 3 Undang Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa sasaran bertranfortasi antara lain :

a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman selamat, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional,memajukan kesejahteraan umum,memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. (cetak miring dari peneliti)

Dari tujuan pengangkutan huruf a., dalam pelayanan angkutan sedapat mungkin terjamin keselamatan bagi semua pihak akibat dioperasikannya sarana angkutan maksudnya adalah pengoperasian kendaraan bermotor. Menurut rumusan Pasal 1 angka 3 UU No.22 Tahun 2009 dan diulang lagi dalam Pasal 1 ayat (1) PP No.74 Tahun bawa

”angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ketempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan”. Tentang pengertian kendaraan dirumuskan dalam Pasal 1 angka 7 UU No.22 Tahun 2009 adalah ”suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan tidak bermotor.” Dengan pengoperasian sarana angkut ini tidaklah dapat dipungkiri akan bahaya yang ditimbulkan, disebabkan berbagai faktor. Dengan terjadinya peristiwa kecelakaan tetunya dapat

10 Kun Wahyu Wardana, op.cit.,h.22.

membuat seseorang mengalami cidera bahkan kematian. Hal inilah diupayakan seminimal mungkin terjadinya kecelakaan.

Dari konsideran menimbang huruf b Undang Undang No.22 Tahun 2009, dapat pula dipahami akan ketegasan untuk terjaminnya keselamatan dalam berlalulintas :

”Bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem trasnportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan”.

Dari tujuan tersebut jelas sekali keselamatan berlalu lintas merupakan tujuan.

Menyikapi penyampaian Kapolri bahwa ketidak selamatan akibat dari kecelakaan pengguna jalan tiada lain faktor utamanya adalah:

a. kelalaian manusia.

b.faktor lain adalah kondisi dari kendaraan bermotor angkutan umum yang tidak layak jalan. Ketidak layakan kendaraan yang dioperasikan juga ikut mendominasi.

Jika dilihat dari fakta yang ada, maka faktor kondisi jalan merupakan faktor pula dalam terjadinya kecelakaan pengguna jalan. Dalam Tahun 2011 dari data Kepolisian RI tercatat kecelakaan lalulintas 109.776 kecelakaan dan dari kasus kecelakaan tersebut korban meninggal mencapai 31.185 jiwa, dalam tahun 2012 jumlah kasus kecelakaan 109.038 dengan jumlah korban meninggal 27.441 jiwa.11

Untuk daerah Bali angka kecelakaan lalu lintas ( lakalantas) dalan setiap tahunnya rata-rata mencapai 1.500 kasus dengan korban meninggal mencapai 550 korban jiwa.

11 Ibid.

Dari angka ini menunjukkan rata-rata hampir (2) dua jiwa melayang setiap harinya akibat lakalantas.

Adapun penyebab lakalantas ini pada umumnya menurut penjelasan dari Direktur Lalu Lintas Polisi Daerah Bali (Polda), Kombes Pol.Beno Leohennapessy ada beberapa faktor : 1. Karena kelalaian manusia, 2. Kondisi jalan dan 3. Kelaikan kendaraan.12 Faktor kelalaian manusia, tertuju pada sopir atau pengendara ngantuk atau sedang mengendarai kendaraan bermotor dalam kondisi dipengaruhi alkohol (mabuk) serta melanggar batas kecepatan.

Selain faktor tersebut diatas masih banyak faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan di jalan raya yang berakibat fatal( luka-luka, cidera berat, meninggal). Hal ini tiada lain juga disebabkan kurang beretika dalam berlalu lintas, kebut kebutan, ugal-ugalan. Hal ini menunjukkan belum adanya etika serta budaya baik dalam berlalu lintas bagi pengendari.

4.Perlindungan Terhadap Korban Lakalantas.

Dari rumusan Pasal 1 b Undang Undang No 34 Tahun 1964 dapat dipahami bahwa sumbangan wajib yang dipungut dari para pemilik atau pengusaha alat angkutan lalu lintas jalan, terhimpun berupa Dana, kemudian Dana ini dimanfaatkan untuk menutup akibat keuangan karena kecelakaan lalu lintas jalan bagi korban atau bagi ahli waris dari korban yang meninggal dunia. Sumbangan wajib ini harus disetorkankan setiap tahun ( Pasal 2 ayat (1). Dalam praktek dilapangan penyetoran sumbangan wajib

Dari rumusan Pasal 1 b Undang Undang No 34 Tahun 1964 dapat dipahami bahwa sumbangan wajib yang dipungut dari para pemilik atau pengusaha alat angkutan lalu lintas jalan, terhimpun berupa Dana, kemudian Dana ini dimanfaatkan untuk menutup akibat keuangan karena kecelakaan lalu lintas jalan bagi korban atau bagi ahli waris dari korban yang meninggal dunia. Sumbangan wajib ini harus disetorkankan setiap tahun ( Pasal 2 ayat (1). Dalam praktek dilapangan penyetoran sumbangan wajib

Dokumen terkait