• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Ruang Lingkup Model Pembelajaran Role Playing

1. Pengertian role playing

Menurut Hisyam (2008:98), model pembelajaran role playing dikenal dengan nama model pembelajaran bermain peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan skenario yang telah dibuat guru. Siswa diberi kebebasan berimprovisasi namun masih dalam batas-batas skenario dari guru. Metode role playing atau metode bermain peran/sosiodrama adalah suatu metode mengajar di mana guru memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan memainkan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (Djajadisastra, 1982:34). Dengan metode role playing siswa menggambarkan atau mengekspresikan suatu penghayatan dalam keadaan seandainya ia menjadi tokoh yang sedang diperankannya itu.

Menurut Ulinbukit Karo-Karo (1981:60), role playing adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan atau mempertontonkan kepada pelajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Bahan-bahan yang disajikan dengan metode role playing ini adalah hubungan-hubungan sosial (isi hubungan sosial, konflik-konflik sosial, cara-cara orang mengambil keputusan, peranan orang tua dan sebagainya). Sedangkan Yahya (http://apa de-finisi-nya. Blog-spot.com/2008/05/ kumpulan metode pembelajaran pen-dampin-ga. html) menjelaskan bahwa role playing pada prinsipnya merupakan metode untuk „menghadirkan‟ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu

„pertunjukan peran‟ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian.

Berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode role playing adalah sebuah metode pembelajaran dimana guru memberi kesempatan

kepada siswa untuk bermain peran dalam batasan skenario yang diberikan oleh guru. Serta peran-peran yang dilakukan oleh siswa adalah peran yang terjadi di dunia nyata dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas yang menjadi bahan refleksi untuk sebuah penilaian dalam belajar.

2. Asumsi dasar role playing

Menurut Mulyasa (2004:141), sebagaimana dikutip Dindayu (http:// dindayu. wordpress. com/2010/06/17/ model-bermain-peran-role-playing/), terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran role playing untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:

a. Secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi “di sini pada saat ini”. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogi mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogi yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain. b. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk

mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang

paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan dari pada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.

c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang terlalu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.

d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan, dan sistem keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para peserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.

3. Fase-Fase dalam Role Playing

Menurut Hisyam (2008:104-116), role playing dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu: perencanaan, interaksi, dan refleksi atau evaluasi. Berikut ini adalah uraian ketiga tahap tersebut:

a. Perencanaan dan persiapan

Sebelum kita melakukan suatu kegiatan maka kita harus membuat perencanaan yang baik. Karena perencanaan yang baik akan dapat memberikan hasil yang baik pula. Dalam role playing ada beberapa perencanaan yang harus dilakukan yaitu:

1) Mengenal peserta didik

Sebagai seorang guru yang baik maka pasti kita akan mengetahui bagaimana kondisi peserta didik kita. Misalnya saja jumlah peserta didik, pemahaman peserta didik tentang materi yang diajarkan, pengalaman sebelumnya tentang role playing, kelompok umur, latar belakang peserta

didik, minat dan kemampuan peserta didik, dan kemampuan peserta didik untuk melakukan kolaborasi.

2) Menentukan tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran harus didefinisikan secara jelas agar memiliki fokus kerja yang jelas. Selain dirumuskan dengan jelas hendaknya tujuan pembelajaran tersebut diungkapkan kepada peserta didik atau siswa. 3) Mengidentifikasi skenario dan penempatan peran

Dari masalah yang ada di sekitar peserta didik yang akan diangkat dalam role playing maka harus disusun dalam bentuk skenario. Skenario yang ada tersebut akan memberikan informasi tentang apa yang harus diketahui oleh peserta didik. Setelah kita membuat skenario untuk suatu materi tertentu maka kita akan menempatkan beberapa peran yang sesuai dengan skenario yang telah kita buat.

4) Menentukan posisi guru

Dalam hal ini guru harus menentukan posisinya, apakah dia akan ikut berperan atau menjadi pengamat dalam proses role playing.

5) Mempertimbangkan hambatan yang bersifat fisik

Sebelum dilaksanakan role playing maka kita harus benar-benar memperhatikan hambatan-hambatan yang berasal dari piranti fisik seperti ketersediaan ruangan, kondisi kelas, dan sebagainya.

6) Merencanakan waktu

Pelaksanaan role playing akan sangat tergantung dari jenis role playing yang diterapkan. Namun sekiranya perbandingan waktu yang sering digunakan antara pendahuluan, interaksi, dan evaluasi adalah 1:3:2. 7) Mengumpulkan sumber informasi yang relevan

Setelah semua hal-hal yang pokok telah diperhatikan maka kita juga memerlukan tambahan informasi untuk memperkuat skenario yang telah kita buat.

b. Interaksi

Adapun langkah-langkah pengimplementasian rencana ke dalam aksi adalah:

1) Membangun aturan dasar.

2) Mengeksplisitkan tujuan pembelajaran. 3) Membuat langkah-langkah yang jelas. 4) Mengurangi ketakutan di depan publik. 5) Mengambarkan skenario atau situasi. 6) Memulai role playing.

c. Refleksi dan evaluasi 1) Refleksi

Setelah kita melakukan serangkain kegiatan role playing maka harus diadakan refleksi. Dari kegiatan pembelajaran yang baru saja dilakukan ada banyak hal yang ditemukan oleh peserta didik maupun guru. Dalam refleksi ini peserta didik maupun guru mengemukakan manfaat dan pengetahuan yang diperoleh serta perasaan mereka selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan role playing.

2) Evaluasi

Evaluasi ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses pembelajaran role playing berlangsung. Peserta didik diberikan kesempatan untuk memberikan masukan mengenai hal-hal apa saja yang masih harus diperbaiki dalam pembelajaran role playing dan hal mana yang harus dipertahankan.

4. Kelebihan dan kelemahan role playing

Menurut Djajadisastra (1988:41-43), ada beberapa kelebihan dan kekurang role playing:

a. Kelebihan metode role playing

1) Peserta didik belajar untuk memecahkan permasalahan sosial menurut pendapatnya sendiri.

2) Memperkaya peserta didik dalam berbagai pengalaman situasi sosial. 3) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengekspresikan

perasaannya.

4) Memberi kesempatan bagi peserta didik untuk belajar mengungkapkan pendapat dengan jelas dan dimengerti oleh orang lain.

5) Belajar untuk menerima pendapat orang lain sehubungan dengan pemecahan masalah ketika memutuskan suatu peran.

b. Kelemahan role playing

1) Suatu pemecahan yang pernah diperankan dalam role playing belum tentu cocok untuk memecahkan masalah secara nyata.

2) Kecenderungan untuk membenarkan suatu tindakan atau keputusan. 3) Peserta didik yang belum memiliki kematangan psikis sulit untuk

menghasilkan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. 4) Kekurangan pengalaman dalam menghadapi situasi sosial yang ada. 5) Keterbatasan waktu yang digunakan dalam bermain peran.

6) Rasa malu akan menghambat proses bermain peran.

Dokumen terkait