• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN ANALISIS 4.1. Deskripsi Objek Penelitian

4.2. Perbandingan Perlakuan Aset Biologis Antara Sebelum dan Sesudah Penerapan PSAK 69

4.2.1. Ruang Lingkup Pelaporan

4.2.1.1.Aset Biologis dan Produk Agrikultur

Sebelum penerapan PSAK 69, tanaman hidup perusahaan yang berkontribusi terhadap operasional perusahaan diatur dalam PSAK 16 Aset Tetap.

Pada umumnya tanaman tersebut terdiri atas tanaman yang menghasilkan dan tanaman yang belum menghasilkan. Setelah penerapan PSAK 69, tanaman yang berkontribusi terhadap operasional perusahaan diakui sebagai aset biologis. Akan tetapi, perusahaan perkebunan dengan komoditas utama kelapa sawit, aset biologisnya mencakup produk agrikultur daripada pohon kelapa sawit, yaitu TBS.

Dalam kasus ini, tanaman menghasilkan atau tanaman belum menghasilkan bukan merupakan ruang lingkup PSAK 69 melainkan berdasarkan PSAK 16 karena dianggap lebih memenuhi kriteria tanaman produktif (bearer plants). Tanaman ini dianggap sebagai tanaman produktif karena tujuan tanaman ini adalah untuk memproduksi produk agrikultur bukan untuk dijual. Namun, tanaman produktif ini bisa saja disebut sebagai aset biologis hanya saja pengukurannya tetap berdasarkan PSAK 16. Beberapa perusahaan perkebunan internasional yang memiliki 2 akun aset biologis, yaitu akun aset biologis yang ruang lingkupnya berupa produk agrikultur serta aset biologis yang ruang lingkupnya berupa pohon kelapa sawit. Aset biologis yang ruang lingkupnya berupa produk agrikultur merupakan aset lancar sedangkan aset biologis yang ruang lingkupnya berupa pohon kelapa sawit merupakan aset tidak lancar.

Setelah penerapan PSAK 69, ruang lingkup aset biologis dan produk agrikultur adalah tanaman hidup perusahaan yang tumbuh dari tanaman produktif, yaitu TBS, karet dll. Tanaman perusahaan yang berkontribusi terhadap aktivitas agrikultur perusahaan dapat disebut sebagai aset biologis ketika aset tersebut dimiliki dengan tujuan untuk dijual atau memiliki potensi manfaat ekonomik terhadap perusahaan.

4.2.1.2.Hibah Pemerintah

Hibah pemerintah adalah pemberian uang atau barang dan jasa dari pemerintah untuk suatu entitas. Hibah pemerintah yang diatur dalam PSAK 69 adalah pemberian dari pemerintah yang berhubungan dengan aset biologis kepada perusahaan. Perusahaan PT. PP London Sumatera Indonesia tidak menerima hibah pemerintah sehingga tidak ada penjelasan mengenai hibah pemerintah.

4.2.2. Pengakuan

Sebelum penerapan PSAK 69, tanaman perkebunan perusahaan diakui sebagai aset tidak lancar yang terbagi atas tanaman menghasilkan dan tanaman yang belum menghasilkan. Setelah penerapan PSAK 69, tanaman perkebunan tersebut diakui sebagai tanaman produktif yang terdapat di dalam aset tetap tetapi masih sesuai dengan pengukuran PSAK 16. Secara umum, tanaman kelapa sawit memerlukan waktu sekitar 3 sampai 4 tahun sejak penanaman pokok bibit kelapa sawit di area perkebunan untuk menjadi tanaman menghasilkan. Tanaman menghasilkan dicatat sebesar akumulasi biaya perolehan sampai dengan reklasifikasi dari tanaman belum menghasilkan dilakukan dan diamortisasi dengan metode garis lurus selama estimasi masa produktif tanaman yang bersangkutan

sampai dengan 25 tahun. Tanaman karet dinyatakan menghasilkan bila sudah berumur 5 sampai 6 tahun. Tanaman karet yang telah menghasilkan dicatat sebesar akumulasi biaya perolehan sampai dengan saat reklasifikasi dari tanaman sebelum menghasilkan dilakukan dan diamortisasi dengan metode garis lurus selama estimasi masa produktif tanaman yang bersangkutan sampai dengan 25 tahun.

Aset biologis dan produk agrikultur perusahaan diakui sebagai aset lancar perusahaan setelah penerapan PSAK 69. Selain itu, perusahaan juga mengakui adanya keuntungan atau kerugian akibat perubahan nilai wajar aset biologis pada laporan laba rugi perusahaan. Perbedaan pengakuan sebelum dan sesudah penerapan PSAK 69 adalah, sebelum penerapan PSAK 69, perusahaan mengakui adanya amortisasi terhadap tanaman perkebunannya, sedangkan setelah penerapan PSAK 69, perusahaan tetap mengakui amortisasi pada tanaman produktifnya, tetapi juga mengakui adanya keuntungan atau kerugian akibat perubahan nilai wajar aset biologs.

4.2.3. Pengukuran

Sebelum penerapan PSAK 69, tanaman perkebunan perusahaan diukur dengan nilai historis yang meliputi akumulasi biaya persiapan lahan, penanaman bibit, pemupukan, pemeliharaan, dan alokasi biaya tidak langsung lainnya sampai dengan saat tanaman yang bersangkutan dinyatakan menghasilkan dan dapat dipanen. Biaya–biaya tersebut juga termasuk biaya-biaya yang terjadi sehubungan dengan pendanaan pengembangan tanaman belum menghasilkan. Tanaman

menghasilkan diamortisasikan dengan metode garis lurus dan tanaman yang belum menghasilkan tidak diamortisasikan.

Setelah penerapan PSAK 69, tanaman perkebunan atau tanaman produktif tetap diukur sesuai dengan PSAK 16, hanya saja aset biologis atau produk agrikultur yang sebelumnya tidak ada, diukur dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Cara penilaian nilai wajar aset biologis menurut perusahaan dalam catatan atas laporan keuangan konsolidasian dapat ditentukan berdasarkan hirearki:

1. Level 1, harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas yang identik dapat diakses entitas pada tanggal pengukuran.

2. Level 2, teknik penilaian yang menggunakan tingkat masukan (input) yang paling rendah yang signifikan terhadap pengukuran nilai wajar yang dapat diamati (observeable) baik secara langsung atau tidak langsung.

3. Level 3, teknik penilaian yang menggunakan tingkat masukan (input) yang paling rendah yang signifikan terhadap pengukuran nilai wajar yang tidak diamati (unobserveable) baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penilaian kelapa sawit dan karet ditentukan pada level 2. Input yang digunakan pada pengukuran level 2 adalah harga pasar terkait yang diterapkan terhadap estimasi volume produk. Harga yang digunakan TBS adalah berdasarkan harga dinas perkebunan, sedangkan harga yang digunakan karet adalah harga karet dunia.

Penilaian benih kelapa sawit ditentukan pada level 3, yaitu menggunakan pendekatan pendapatan berdasarkan present value dengan mendiskontokan estimasi arus kas masa depan neto atas produk karena harga pasar tidak tersedia untuk benih kelapa sawit. Input yang digunakan pada pengukuran level 3 adalah tingkat diskonto, harga jual produk agrikultur olahan, tingkat produksi rata-rata serta tingkat inflasi.

Penilai eksternal terlibat dalam penilaian aset signifikan, terutama aset biologis. Keterlibatan penilai eksternal ditentukan setiap tahun oleh Komite Penilaian setelah dibahas dan disetujui oleh Direksi Perusahaan. Aset biologis atau produk agrikultur perusahaan harus diukur setiap awal dan akhir periode pelaporan dan kemudian selisih dari pengukuran awal dan akhir tersebut harus dicantumkan ke dalam laporan laba rugi perusahaan.

Dokumen terkait