• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II USAHA PERASURANSIAN MENURUT HUKUM POSITIF DI

C. Ruang Lingkup Usaha Perasuransian

Perusahaan perasuransian hanya dapat melakukan usaha sesuai dengan ruang lingkup yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.Di bidang perasuransian pada dasarnya dianut prinsip spesialisasi usaha.Dengan adanya spesialisasi usaha tersebut sebuah perusahaan asuransi tidak dimungkinkan menjalankan usaha asuransi kerugian dan usaha asuransi jiwa secara sekaligus dalam satu badan usaha.Ketentuan ini didasarkan pertimbangan

bahwa usaha perasuransian merupakan usaha yang memerlukan keahlian serta ketrampilan teknis dan khusus dalam penyelenggaraannya.Selain pengelompokan menurut jenis usahanya, usaha perasuransian dapat pula dibedakan menurut sifat usahanya, yaitu sifat sosial dan bersifat komersil.

Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan:

1. Usaha asuransi umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri

2. Usaha reasuransi untuk risiko perusahaan asuransi umum lain.

Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri.Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi.Berdasarkan mekanisme pengelolaan risikonya, lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri lebih tepat digolongkan sebagai usaha asuransi umum.Namun, mengingat objek asuransi yang dipertanggungkan dalam kedua lini usaha dimaksud menyangkut diri manusia, lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri juga dapat digolongkan sebagai usaha asuransi jiwa.Dalam praktiknya, kedua lini usaha asuransi tersebut telah diselenggarakan, baik oleh perusahaan asuransi umum maupun oleh perusahaan asuransi jiwa.35

Usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah berbeda dari usaha asuransi konvensional dan usaha reasuransi konvensional. Usaha asuransi dan usaha reasuransi yang dikelola secara konvensional menerapkan konsep transfer risiko, sedangkan usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah merupakan

penerapan konsep berbagi risiko (risk sharing). Mengingat perbedaan konsepsi yang mendasari penyelenggaraan usahanya, usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah yang saat ini diperkenankan dalam bentuk unit di dalam perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional akan didorong untuk diselenggarakan oleh entitas yang terpisah. Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat menyelenggarakan:

1. Usaha asuransi umum syariah, termasuk lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan prinsip syariah dan lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan prinsip syariah

2. Usaha reasuransi syariah untuk risiko perusahaan asuransi umum syariah lain. Perusahaan asuransi jiwa syariah hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah termasuk lini usaha anuitas berdasarkan prinsip syariah, lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan prinsip syariah, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan prinsip syariah.Perusahaan reasuransi syariah hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi syariah.36

Perusahaan pialang asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pialang asuransi.Perusahaan pialang reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pialang reasuransi.perusahaan penilai kerugian asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha penilai kerugian asuransi.37

Ruang lingkup usaha perasuransian diatas dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perluasan ruang lingkup usaha perasuransian dapat berupa penambahan manfaat yang besarnya didasarkan pada hasil pengelolaan dana.38

36Ibid.,Pasal 3.

37Ibid.,Pasal 4.

Mengenai bentuk badan usaha perasuransian, pada umumnya ada 5 (lima) yaitu: Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perseroan Terbatas (PT), Mutual

Company, Reciprocal, Lloyds Association.39

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) adalah badan usaha badan usaha yang seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (selanjutnya disebut APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN.Selanjutnya, pembinaan dan pengelolaan tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.40

2. Perseroan Terbatas

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT), perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU PT serta peraturan pelaksananya. Mayoritas perusahaan asuransi di Indonesia berbentuk badan usaha perseroan terbatas.

3. Mutual Company

(diakses

tanggal 06 Februari 2016).

40Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia (Ciawi, Ghalia Indonesia), hlm. 151.

Badan asuransi yang didirikan dan dimiliki oleh para pemegang polis. Badan usaha ini tidak bertujuan untuk mencari keuntungantapi bertujuan untuk menanggulangi risiko (yang sama) secara bersama-sama, karena dengan demikian probabilitas terjadinya risiko menjadi lebih kecil.41

4. Reciprocal

Reciprocal dikenal dengan istilah interinsurance exchange dalam reciprocal pemilik perusahaan atau pemegang polis memilih dewan direktur

untuk mengelola perusahaan, dalam mutual bentuk perusahaan asuransi dengan jumlah modal tertentu, sedangkan reciprocal tidak demikian halnya.42

5. Lloyds Association

Lloyds Association adalah suatu organisasi dari individu-individu yang

bersatu untuk underwriter risiko atas dasar kerja sama (cooperative basis). Ciri terpenting dari Lloyds Association bahwa masing masing individu menanggung risiko atas namanya sendiri dan tidak mengikat atas segala kewajibannya. Masing-masing underwriter bertanggung jawab atas segala kerugian kerugian yang sudah bersedia ditanggungnya dengan keseluruhan harta pribadinya kecuali menyatakan bahwa kerugian yang akan ditanggungnya sampai jumlah tertentu.43

a. London Lloyds Yaitu salah satu perusahaan asuransi terkenal di dunia dan

pada dasarnya salah satu bentuk pertama dari aktivitas perasuransian. Ada 3600 anggota Lloyds of London yang beroperasi melalui kelompok ini. Ada 2 bentuk Lloyds Association yaitu:

42Ibid.

b. American Lloyds Yaitu beroperasi disebagian besar Amerika Serikat,

hanya jenis jenis aasuransi tertentu yang ditangani Lloyd’s ini yaitu: Kebakaran, ocean marine, pengangkutan darat, dan asuransi mobil.44

Badan usaha perasuransian di Indonesia berdasarkan Pasal 6 UU Perasuransian hanya ada 3 (tiga) yang di atur yaitu, perseroan terbatas, koperasi dan usaha bersama yang telah ada pada saat undang-undang perasuransian diundangkan. Pada ayat (2) Pasal 6 dinyatakan bahwa bentuk usaha bersama dinyatakan sebagai badan hukum berdasarkan undang-undang. Dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf c pihak yang akan menyelenggarakan usaha asuransi dengan bentuk usaha bersama didorong untuk menjadi berbentuk koperasi dengan pertimbangan kejelasan tata kelola dan prinsip usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Terkait izin usaha, merupakan hal yang mendasar dari setiap perusahaan asuransi. Untuk mendapatkan izin usaha dari OJK perusahaan perasuransian harus mengajukan permohonan izin usahanya dengan memenuhi persyaran dan tata cara yang telah ditentukan. Persyaratan untuk mengajukan permohonan izin kepada OJK maka hurus memenuhi persyaratan yang terdapat dalma Pasal 8 ayat (2) UU Perasuransian sebagai berikut:

1. Anggaran dasar. 2. Susunan organisasi. 3. Modal disetor. 4. Dana jaminan. 5. Kepemilikan. 44Ibid.

6. Kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan pengendali.

7. Kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama.

8. Tenaga ahli.

9. Kelayakan rencana kerja.

10. Kelayakan sistem manajemen risiko. 11. Produk yang akan dipasarkan.

12. Perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan kebijakan pengalihan sebagai fungsi dalam penyelenggaraan usaha.

13. Infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

14. Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung pihak asing.

15. Hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha yang sehat. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha perasuransian dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin usaha diterima secara lengkap. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan OJK melakukan:

1. penelitian atas kelengkapan dokumen; 2. analisis kelayakan atas rencana kerja;

3. penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon pihak utama; dan

4. analisis pemenuhan ketentuan peraturan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan peninjauan ke kantor perusahaan untuk memastikan kesiapan operasional perusahaan. Dalam hal permohonan izin usaha yang disampaikan tidak lengkap, OJK menyampaikan kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima.

Apabila dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen, OJK belum menerima kelengkapan dokumen dimaksud, pemohon dianggap membatalkan permohonan izin usaha. Penolakan atas permohonan izin dilakukan secara tertulis dan disertai dengan alasan penolakan.Apabila permohonan izin usaha disetujui, OJK menetapkanOJK menetapkan keputusan pemberian izin usaha kepada pemohon.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (untuk selanjutnya disebut UU OJK), terjadi banyak perubahan dalam setiap sektor lembaga keuangan.Pengawasan lembaga keuangan baik bank maupun non-bank awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga, menjadi pengawasan yang dilakukan oleh satu lembaga tunggal, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (untuk selanjutnya disebut OJK).

Penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi.

Selain pertimbangan-pertimbangan terdahulu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (untuk selanjutnya disebut UU BI), juga mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup

perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan tersebut di atas pada hakikatnya merupakan lembaga bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah.Lembaga ini berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (untuk selanjutnya disebut BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (untuk selanjutnya disebut DPR).1

1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum.

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional.Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut:

1. asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan OJK;

3. asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

4. asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan OJK, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

5. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK; dan

7. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.2

Perkembangan usaha perasuransian di Indonesia semakin pesat seiring dengan semakin banyaknya masayarakat yang ingin mengalihkan resiko yang akan di hadapinya kepada pihak asuransi. Resiko dalam asuransi adalah ketidak pastian akan terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian ekonomis.

Bentuk-bentuk risiko antara lain risiko murni, risiko spekulatif, risiko partikular dan risiko fundamental. Risiko murni adalah risiko yang akibatnya hanya ada 2 macam: rugi atau break even, contohnya pencurian, kecelakaan atau kebakaran. Risiko spekulatif adalah risiko yang akibatnya ada 3 macam: rugi, untung atau break even, contohnya judi. Risiko partikular adalah risiko yang berasal dari individu dan dampaknya lokal, contohnya pesawat jatuh, tabrakan mobil dan kapal kandas.Sedangkan risiko fundamental adalah risiko yang bukan berasal dari individu dan dampaknya luas, contohnya angin topan, gempa bumi dan banjir.

Bagi masyarakat pada umumnya risiko yang mungkin menimpa dirinya dan atau keluarga-keluarga inti dialihkan ke pihak lain, dalam hal ini perusahaan asuransi. Tapi perlu juga disadari bahwa perusahaan asuransi suatu lembaga atau tepatnya sebagai badan usaha, tentunya tidak dapat dilepaskan dari perhitungan bisnis artinya perusahaan asuransi bersedia mengambil alih risiko dengan imbalan berupa pembayaran premi dari nilai risiko yang akan ditanggung.

Menghindari risiko merupakan sebab lahirnya lembaga asuransi dimana asuransi merupakan tuntutan masa depan karena mengandung manfaat sebagai berikut:

1. Membuat masyarakat atau perusahaan menjadi lebih aman dari risiko kerugian yang mungkin timbul.

2. Menciptakan efisiensi perusahaan (business efficiency).

3. Sebagai alat penabung (saving) yang aman dari gejolak ekonomi.

4. Sebagai sumber pendapatan (earning power) yang didasarkan pada financing

the bussiness.3

Pesatnya perkembangan dalam industri perasuransian tidak diimbangi dengan peraturan perundang-undangannya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (untuk selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) tidak lagi cukup untuk menangani permasalah yang ada dalam industri perasuransian. Melihat hal tersebut, OJK dan anggota legislatif mengganti UU Usaha Perasuransian dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Perasuransian (selanjutnya disebut dengan UU Perasuransian).

Upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif secara umum dilakukan, baik dengan penetapan ketentuan baru maupun dengan penyempurnaan ketentuan yang telah ada. Upaya tersebut diwujudkan antara lain dalam bentuk:

1. penetapan landasan hukum bagi penyelenggaraan usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah;

2. penetapan status badan hukum bagi perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama yang telah ada pada saat UU Perasuransian diundangkan;

3. penyempurnaan pengaturan mengenai kepemilikan perusahaan perasuransian yang mendukung kepentingan nasional;

3 A. Abbas Salim, Dasar-DasarAsuransi (Principle of Insurance) (Bandung: Tarsito. 2001), hlm.2.

4. pemberian amanat lebih besar kepada perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah untuk mengelola kerjasama dengan pihak lain dalam rangka pemasaran layanan jasa asuransi dan asuransi syariah, termasuk kerja sama keagenan; dan

5. penyempurnaan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga tata kelola perusahaan yang baik, kesehatan keuangan, dan perilaku usaha yang sehat.4

Banyak perubahan dalam UU Perasuransian salah satunya adalah tentang pengaturan dan pengawasan.Pengaturan dan pengawasan dalam undang-undang yang lama dilakukan oleh Kementrian Keuangan, sedangkan undang-undang yang baru pengawasan dilakukan oleh OJK.

Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengawasan agar lembaga jasa keuangan non-bank memenuhi janjinya kepada nasabah.Agar tujuan tersebut tercapai, diperlukan suatu sistem pengawasan yang dapat memberikan indikasi mengenai potensi kegagalan lembaga jasa keuangan non-bank secara dini.Indikasi tersebut dapat diperoleh secara akurat apabila OJK memperoleh informasi yang memadai mengenai kondisi lembaga jasa keuangan non-bank. Salah satu cara untuk memperoleh informasi tersebut adalah melalui pemeriksaan langsung. Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya OJK dapat menugaskan pihak lain untuk dan atasnama OJK untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pengawasan OJK.

Otoritas Jasa Keuangan dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu, antara lain melakukan penunjukan dan menetapkan penggunaan pengelola statuter. Penunjukan pengelola statuter dilakukan apabila pengelolaan

suatu lembaga jasa keuangan dinilai merugikan kepentingan konsumen sehingga diperlukan pengelola yang dapat mewakili kepentingan OJK dan konsumen.

Pada prinsipnya pengelola statuter melaksanakan kewenangan OJK antara lain dalam bentuk upaya penyelamatan kelangsungan usaha lembaga jasa keuangan, pengambil alihan seluruh wewenang dan fungsi manajemen lembaga jasa keuangan, pembatalan atau pengakhiran perjanjian, serta pengalihan portofolio kekayaan atau usaha dari lembaga jasa keuangan. Agar kewenangan penunjukan dan penggunaan pengelola statuter dapat dilakukan dengan tata kelola yang baik.

Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap industri perasuransian, sehingga penulis mengangkat judul “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Pada Industri Perasuransian Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian”.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan apa yang telah di uraikan pada latar belakang diatas, maka permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah usaha perasuransian menurut hukum positif di Indonesia?

2. Bagaimanakah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan pada industri perasuransian menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian?

3. Bagaimanakah pengelola statuter pada perusahaan asuransi yang berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana usaha perasuransian menurut hukum positif di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan OJK pada industri perasuransian menurut UU Perasuransian.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengelola statuter pada perusahaan asuransi yang berada dalam pengawasan OJK.

Adapun manfaat penulisan skripsi ini baik secara teoritis maupun praktis adalah:

1. Secara teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan terhadap perkembangan hukum ekonomi, khususnya dalam bidang perasuransian.

2. Secara praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan agar dapat memberikan manfaat bagi para pembuat kebijakan maupun pihak legislatif guna melengkapi Peraturan Perundang-Undangan yang masih diperlukan atau yang akan diterbitkan terkait dengan Perasuransian.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Pada Industri Perasuransian Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian” yang diajukan dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan syarat untuk memperoleh gelar “Sarjana Hukum”.Judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Penulisan ini berdasarkan referensi dari pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah, hasil seminar, media cetak, media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak yang berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka.Oleh karena itu, penulisan ini merupakan sebuah karya asli sehingga tulisan ini dapat di pertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Keberadaan OJK ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.5

Pada dasarnya UU OJK hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi

5 Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan (Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011), hlm. 44.

yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan.Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.

Tugas Otoritas Jasa Keuangan adalah: a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan

Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. Setelah keluarnya UU OJK yang diundangkan tanggal 22 November 2011, pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia telah dialihkan pada OJK.Dalam penjelasan UU OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan komprehensif agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.6

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal

Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai suatu pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik itu dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan swasta.Lembaga yang melaksanakan kegiatan jasa keuangan, salah satunya adalah Pasar Modal.UU OJK mengisyaratkan bahwa OJK bertugas menggantikan Bapepam dalam pengawasan kegiatan di pasar modal.

6Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum.

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga

Dokumen terkait