• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

D. Sistem Pembiayaan Murabahah

2. Rukun dan Syarat Murabahah

1. Rukun Jual Beli a. Penjual (Ba’i) b. Pembeli (Musytari) c. Objek Jual Beli (Mabi’) d. Harga (Tsaman)

e. Ijab Qabul

2. Syarat Jual Beli

a. Pihak yang berakad

1. Sama-sama ridha/ikhlas

2. Mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli. b. Barang objek

1. Barang meskipun tidak di tempat, namun ada pernyataan kesanggupan untuk mengadakan barang tersebut.

2. Barang itu milik sah penjual dan sesuai dengan pernyataan penjual. 3. Barang yang diperjual belikan harus berwujud.

4. Tidak termasuk kategori yang diharamkan. c. Harga

1. Harga jual beli bank adalah harga beli ditambah margin keuntungan.

2. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian. 3. Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama. Adapun skema pembiayaan murabahah yang diterapkan di PT. BNI Syariah Cabang Medan dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.1 Skema Akad Murabahah Keterangan :

1. Bank dan nasabah melakukan negosiasi untuk melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, meliputi jenis barang yang akan diperjualbelikan harganya (termasuk jumlah keuntungan yang diminta bank) dan jangka waktu pembayaran dan hal-hal lain yang diperlukan. 2. Bank melakukan pesanan (membeli secara tunai/naqdan) barang kepada

supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dikehendaki oleh nasabah, dengan melakukan akad jual beli (surat pernyataan/call memo). Nasabah tidak diperkenankan membeli secara langsung tanpa seizin bank.

a. Dalam pemberian barang ini, bank dapat mewakilkan secara tertulis kepada nasabah untuk membeli barang untuk dan atas nama bank, dalam bentuk akad wakalah/surat kuasa yang terpisah dari akad murabahah, atau bank dapat langsung membeli kepada supplier.

b. Supplier menjual secara tunai.

Nasabah Bank Barang Akad Murabahah Negosiasi (2) (1) (2) (1) (4) (3) (3a)

Dalam transaksi murabahah ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar transaksi yang dilakukan berjalan sesuai dengan syariah. Ketentuan-ketentuan tersebut dikeluarkan berdasarkan fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional (DSN), Biro Perbankan Syari’ah Bank Indonesia, 2002: 5-10) yang tertuang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59, yaitu :

I. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah (Fatwa DSN: 04/DSN/IV/2000)

1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang

telah disepakati kualifikasinya.

4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian itu harus sah dan bebas riba.

5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang.

6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli ditambah dengan keuntungannya. Dalam hal ini bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu yang telah disepakati.

8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atas kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus kepada nasabah.

9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

II. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah

1. Nasabah mengajukan permohan dan perjanjian pembelian barang atau asset kepada bank.

2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus terlebih dahulu membeli asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

3. Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membelinya) sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual-beli.

4. Dalam jual beli ini bank diperbolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menangani kesepakatan awal pemesanan. 5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil

barang harus dibayar dari uang muka tersebut.

6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

7. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka :

a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, maka ia tinggal membayar sisa harga;

b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

III. Ketentuan Jaminan Murabahah

1. Jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dalam pesanannya.

2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

IV. Ketentuan Hutang

1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan oleh nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban menyelesaikan hutangnya kepada bank.

2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib melunasi seluruhnya.

3. Jika penjualan barang tersebut meyebabkan nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal, ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

V. Ketentuan Penundaan Pembayaran dalam Murabahah

1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak diperkenankan menunda penyelesaian hutangnya.

2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

VI. Ketentuan Bangkrut dalam Murabahah

Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan telah gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

VII. Ketentuan Uang Muka dalam Murabahah (Fatwa DSN: 13/DSN- MUI/IX/2000)

1. Dalam akad murabahah, Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dibolehkan meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat. 2. Besar uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.

3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.

4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah.

5. Jika jumlah uang muak lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikannya kelebihannya kepada nasabah.

VIII. Ketentuan Diskon Murabahah (Fatwa DSN: 16/DSN-MUI/IX/2000) 1. Harga (tsaman) dalam jual beli adalah satu jumlah yang disepakati

oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi objek jual-beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.

2. Harga dalam jual-beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai kesepakatan.

3. Jika dalam jual-beli murabahah LKS mendapat diskon dari pemasok, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu, diskon adalah hak nasabah.

4. Jika pemberian diskon setelah akad, pembagian tersebut dilakukan setelah perjanjian dan ditandatangani.

5. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah dipejanjikan dan ditandatangani.

1. Sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar tetapi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja.

2. Nasabah yang tidak mampu membayar akibat force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.

3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.

4. Sanksi didasarkan prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.

5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.

6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.

X. Ketentuan Potongan Pelunasan (Fatwa DSN: 23/DSN-MUI/IX/2000)

1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad.

2. Besarnya potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS Proses Pembiayaan Murabahah.

Proses pembiayaan merupakan aspek bagi perbankan syariah, dimana proses pembiayaan yang sehat akan berimplikasikan pada investasi halal dan baik

serta menghasilkan return sebagaimana yang diharapkan, atau bahkan lebih. Proses pembiayaan perbankan yang sehat tidak hanya berimplikasi pada kondisi bank yang sehat tetapi juga berimplikasi pada peningkatan kinerja sektor riil yang dibiayai.

Dokumen terkait