• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PRAKTIK JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI DI RISTA BUSSINESS SAMPUNG PONOROGO

A. Hukum Jual Beli dalam Islam 1.Pengertian Jual beli

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun (unsur) ba’y (jual beli) terdiri atas:

a. Pihak-pihak;

Yaitu: penjual, pembeli, dan pihak lain yang terlibat dalam perjanjian tersebut.

b. Objek

Objek jual beli terdiri dari benda yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar.

Menurut Sayid Sabiq, syarat objek jual beli, yaitu:

1. Suci barangnya

2. Barangnya dapat dimanfaatkan

3. Barang tersebut milik sendiri, kecuali bila dikuasakan untuk

menjualnya oleh pemiliknya.

4. Barang tersebut dapat diserahterimakan

Bila barang tersebut tidak dapat diserahterimakan, seperti menjual ikan yang masih ada di air, maka jual beli tersebut tidak sah. Hal ini berdasarkan hadith: ‘’ janganlah kamu menjual ikan yang ada di

dalam air, karena itu mengandung ghara>r (ketidakpastian).

5. Barang tersebut dan harganya diketahui

Bila barang tersebut atau harganya tidak diketahui, maka jual beli

24

6. Barang tersebut sudah diterima oleh pembeli (qabdh).9

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, syarat objek yang diperbolehkan adalah:

1) Barang yang diperjualbelikan harus sudah ada

2) Barang yang diperjualbelikan harus dapat diserahterimakan

3) Barang yang diperjualbelikan harus berupa barang yang memiliki

nilai/ harga tertentu

4) Barang yang diperjualbelikan harus halal

5) Barang yang diperjualbelikan harus diketahui oleh pembeli

6) Kekhususan barang yang diperjualbelikan harus diketahui

7) Penunjukan dianggap memenuhi syarat kekhususan barang yang

dijualbelikan jika barang itu ada di tempat jual beli

8) Sifat barang yang yang dapat diketahui secara langsung oleh

pembeli tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut

9) Barang yang dijual harus ditentukn secara pasti pada waktu

akad.10

Para ahli hukum Islam mensyaratkan beberapa syarat pada objek akad yaitu:

1) Objek akad dapat diserahkan atau dapat dilaksanakan.

9

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010),191. 10

Ekslusive www.badilag.net/ kompilasi hukum ekonomi syariah: 29 (diakses pada tanggal 19 Mei 2018, jam 19.00)

Objek akad disyaratkan harus dapat diserahkan apabila objek tersebut berupa barang seperti dalam akad jual beli atau dapat dinikmati atau diambil manfaatnya apabila objek itu berupa manfaat benda seperti dalam sewa-menyewa benda (ija>rah al-manafi’). Apabila objek akad berupa suatu perbuatan seperti mengajar, melukis, mengerjakan suatu pekerjaan itu harus

mungkin dan dapat dilaksanakan. 11

Dasar ketentuan ini disimpulkan dari beberapa hadith Nabi Saw. Antara lain adalah :

1. Hadith Hakim Ibn Hazm yang menyatakan bahwa Nabi Saw.

Bersabda: ‘’jangan engkau menjual barang yang tidak ada padamu ‘’(HR. Nasa’i)12

2. Hadis Abu Hurairah yang mengatakan: Rasulullah Saw.

Melarang jual beli lempar krikil dan jual beli ghara>r. (HR.

Muslim).13

Larangan menjual barang yang tidak ada pada seseorang dalam hadis pertama causa legis-nya adalah karena Nabi Saw. Mempertimbangkan bahwa barang itu tidak dapat dipastikan apakah akan dapat diserahkan oleh penjual atau tidak. Atas dasar

11

Syamsul Anwar,Hukum Perjanjian Syariah,...191. 12

An-Nasa’i, Sunan an-Nasa’i(a-Mujtaba),(Alleppo: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, 1406/1096),VII/ 289: 4613.

13

26

itu disimpulkan suatu aturan umum mengenai objek akad, yaitu bahwa objek tersebut harus merupakan barang yang dapat dipastikan bisa diserahkan. Hadith kedua melarang jual beli

lempar kirkil dan jual beli ghara>r di sisni adalah objek yang

tidak dapat dipastikan apakah akan bisa diserahkan atau tidak. Larangan dalam kedua hadith di atas dan banyak hadith lain serupa diabstraksikan aturan umum bahwa objek akad harus

dapat dipastikan bisa diserahkan atau dilaksanakan.14

Ahli hukum Syafi’i mengatakan ‘’tidak dibenarkan jual beli objek yang tidak ada, seperti buah yang belum jadi berdasarkan alasan hadits riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi

Saw. Melarang jual beli ghara>r, dan yang dimaksud dengan

ghara>r adalah sesuatu yang tidak dapat dipastikan perihalnya

dan tidak diketahui kelanjutannya. Terdapat beberapa

kemungkinan mengenai ada dan tidaknya objek pada waktu penutupan akad sebagai berikut:

1. Objek ada secara sempurna pada waktu penutupan akad

2. Objek ada secara belum sempurna pada waktu penutupan

akad.

3. Objek tidak ada sama sekali pada waktu penutupan akad,

akan tetapi dipastikan akan ada di kemudian hari.

14

4. Objek tidak ada atau ada sebagian, akan tetapi tidak dapat dipastikan adanya secara sempurna di kemudian hari.

5. Objek absolut tidak ada pada waktu penutupan akad dan

tidak mungkin ada dikemudian hari. 15

2) Objek akad harus tertentu atau dapat ditentukan

Syarat kedua objek akad adalah bahwa objek tersebut tertentu atau dapat ditentukan. Dasar ketentuan ini adalah larangan Nabi Saw. Mengenai jual beli krikil yang telah dikutip di atas. Sehingga dari larangan ini diabstraksikan ketentuan umum bahwa suatu objek akad harus tertentu atau dapat ditentukan.

Dalam Pasal 303 Mursyid al-Hairan mengenai syarat ini ditegaskan: untuk sahnya akad atas beban mengenaikekayaan disyaratkan bahwa objek akad tersebut tertentu sedemikian rupa sehingga dapat meniadakan ketidakjelasan yang mencolok baik penentuan itu dilakukan dengan cara menunjuknya atau menunjuk tempatnya yang khusus jika objek tersebut ada pada waktu akad atau dengan menjelaskan kualifikasinya serta dengan menjelaskan jumlahnya jika objek itu merupakan barang yang dapat dihitung, atau dengan cara lain semacam itu yang dapat menghilangkan ketidakjelasan mencolok; penyebutan jenis saja

15

28

tidak cukup untuk menggantikan penyebutan jumlah atau kualifikasi.

Objek akad itu tertentu artinya diketahui dengan jelas oleh para pihak sedemikian rupa sehngga tidak menimbulkan sengketa. Ketika objek tidak jelas dan menimbulkan sengketa maka akadnya tidak sah. Ketidakjelasan kecil (sedikit) yang tidak membawa kepada persengketaan tidak membatalkan akad .16

Apabila objek akad berupa benda, maka kejelasan objek tersebut terkait apakah objek tersebut hadir (ada) di majelis akad (tempat ditutupnya perjanjian) atau tidak. Bialamana objek dimaksud ada (hadir) pada majlis akad, maka kejelasan objek tersebut menurut ahli-ahli hukum Hanafi dan Hanbali, cukup dengan menunjukkannya kepada mitra janji sekalipun objek tersebut berada di dalam tempat tertutup seperti gandum,gula dalam karung. Menurut ahli hukum Maliki penunjukan tidak cukup melainkan harus dilihat secara langsung jika hal itu memang dimungkinkan. Jika tidak mungkin dilihat, cukup dideskripsikan. Ahli hukum Syafi’i mengharuskan melihat secara langsung terhadap objek, baik objek itu hadir atau tidak di tempat dilakukannya akad.

16

Objek akad yang tidak ada di majlis akad dapat dideskripsikan dengan suatu keterangan yang dapat memberikan gambaran yang jelas dan menghilangkan ketidakjelasan

mencolok mengenai objek. 17

3) Objek akad dapat ditransaksikan menurut syarak

Suatu objek dapat ditransaksikan dalam hukum Islam apabila memenuhi kriteria-kriteria berikut:

1. Tujuan objek tersebut tidak bertentangan dengan transaksi,

dengan kata lain sesuatu tidak dapat ditransaksikan apabila tranasaksi tersebut bertentangan dengan tujuan yang ditentukan unutk sesuatu tersebut.

2. Sifat atau hakikat dari objek itu tidak bertentangan dengan

transaksi, dengan kata lain sesuatu tidak dapat ditransaksikan apabila sifat atau hakikat sesuatu itu tidak memungkinkan transaksi.

3. Objek tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum.18

Sedangkan syarat jual beli adalah sebagai berikut: 1) Dilakukan saling ridha antara penjual dan pembeli.

17

Ibid,.204. 18

30

Rukun ridha:

Para ulama menyebutkan, rukun saling ridha ada 2:

a. Ilmu (mengetahui dan menyadari) dan

b. al-ikhtiyar (tidak ada paksaan). Sebagaimana dinyatakan

dalam kaidah fiqhiyyah yang artinya ‘’Unsur paksaan,

menggugurkan ridha’’.

2) Penjual dan pembeli termasuk orang yang boleh bertransaksi.

Seseorang disebut memiliki ahliyah fi tasharruf ketika baligh, berakal, dan rasyid (dewasa dalam harta). Anak kecil, atau yang tidak dewasa, tidak boleh melakukan transaksi, kecuali atas izin dan pengawasan walinya.

3) Orang yang akad harus pemilik, atau mewakili pemilik karena seseorang tidak boleh men-transaksikan milik orang lain. Baik menjual barang orang lain maupun membeli dengan uang orang lain.

4) Barang yang dijual, manfaatnya mubah.

5) Barang memungkinkan untuk diserah-terimakan 6) Barang harus diketahui ketika akad

Untuk mengetahui barang, bisa dg 2 cara yaitu dengan melihatnya secara langsung dan dengan memahami kriteria dan ciri barang.

7) Harga barang telah ditentukan ketika akad. 19

c. Kesepakatan

Kesepakatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masing-masing pihak, baik kebutuhan hidup naupun pengembangan usaha.

Ketika terjadi perubhan akad jual beli akibat perubahan harga, maka akad terakhir yang dinyatakan berlaku.

Kesepakatan penjual dan pembeli meliputi:

1. Penjual dan pembeli wajib mnyepakati nilai objek jual beli yang

diwujudkan dalam harga.

2. Penjual wajib menyerahkan objek jual beli sesuai dengan harga yang

telah diepakatai, dan pembeli wajib menyerahkan uang atau benda yang setara nilainya dengan objek jual beli.

3. Jual beli terjadi dan mengikat ketika objek jual beli diterima pembeli,

sekalipun tidak dinyatakan secara langsung

4. Pembeli boleh menwarkan penjualan barang dengan harga borongan,

dan persetujuan pembeli atas tawaran itu mengharuskan untuk membeli keseluruhan barang dengan harga yang disepakati.

5. Pembeli tidak boleh memilah-milah benda dagangan yang

diperjualbelikan dengan cara borongan dengan maksud membeli sebagian saja.

19

32

6. Penjual diperbolehkan menawarkan berbagai jenis barang dagangan

secara terpisah dengan harga yang berbeda.20