• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah dari orang tua kepada anaknya. Telah dijelaskan bahwa menarik hibah itu termasuk perbuatan tercela serta hal tersebut telah diharamkan. Nabi SAW bersabda, “Perumpamaan orang yang menarik kembali sedekah (hibah)nya, adalah seperti anjing yang muntah-muntah, kemudian mengambil kembali muntahannya itu, dan memakannya.”20(HR.

Muslim)

Dapat disimpulkan bahwa, janganlah mengambil kembali hibah yang telah diberikan karena itu perbuatan yang tercela.

20AhmadRofiq. Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada). Hlm.

476-478.

22 K. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Wasiat dan Hibah

WASIAT Pasal 194

(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.

(2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.

(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.

Pasal 195

(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.

(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.

(3) Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

(4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.

Pasal 196

Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.

23 Pasal 197

(1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:

a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada pewasiat;

b. dipersalahkan secara memfitrnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;

c. dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;

d. dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dan pewasiat.

(2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:

a. tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;

b. mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;

c. mengetahui adanya wasiaty itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.

(3) Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.

24 Pasal 198

Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda haris diberikan jangka waktu tertentu.

Pasal 199

(1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.

(2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua prang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.

(3) Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.

(4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasartkan akte Notaris.

Pasal 200

Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.

Pasal 201

Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta warisnya.

25 Pasal 202

Apabila wasiat ditujukan untuk berbagai kegiatan kebaikan sedangkan harta wasiat tidak mencukupi, maka ahli waris dapat menentukan kegiatan mana yang didahulukan pelaksanaannya.

Pasal 203

(1) Apabila surat wasiat dalam keadaan tertup, maka penyimpanannya di tempat Notaris yang membuatnya atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada hubungannya.

(2) Bilamana suatu surat wasiat dicabut sesuai dengan Pasal 199 maka surat wasiat yang telah dicabut itu diserahkan kembali kepada pewasiat.

Pasal 204

(1) Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat wasiat yang tertutup dan disimpan pada Notaris, dibuka olehnya di hadapan ahli waris, disaksikan dua orang saksi dan dengan membuat berita acara pembukaan surat wasiat itu.

(2) Jikas surat wasiat yang tertutup disimpan bukan pada Notaris maka penyimpan harus menyerahkan kepada Notaris setempat atau Kantor Urusan Agama setempat dan selanjutnya Notaris atau Kantor Urusan Agama tersebut membuka sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini.

(3) Setelah semua isi serta maksud surat wasiat itu diketahui maka oleh Notaris atau Kantor Urusan Agama diserahkan kepada penerima wasiat guna penyelesaian selanjutnya.

26 Pasal 205

Dalam waktu perang, para anggota tentara dan mereka yang termasuk dalam golongan tentara dan berada dalam daerah pertewmpuran atau yang berda di suatu tempat yang ada dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan seorang komandan atasannya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

Pasal 206

Mereka yang berada dalam perjalanan melalui laut dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan nakhoda atau mualim kapal, dan jika pejabat tersebut tidak ada, maka dibuat di hadapan seorang yang menggantinya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

Pasal 207

Wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntutran kerohanian sewaktu ia mewnderita sakit sehingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa.

Pasal 208

Wasiat tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-saksi pembuat akte tersebut.

Pasal 209

(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.

27 (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

HIBAH Pasal 210

(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.

(2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.

Pasal 211

Hibah dan orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.

Pasal 212

Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya.

Pasal 213

Hibah yang diberikan pada swaat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.

Pasal 214

Warga negara Indonesia yang berada di negara asing dapat membuat surat hibah di hadapan Konsulat atau Kedutaan Republik Indonesia setempat sepanjang isinya tidak bertentangan dengan ketentuan pasal-pasal ini.

28 BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembagian Harta Peninggalan Kepada Kerabat yang Tidak Mendapatkan Harta Warisan

Harta peninggalan di dalam Islam telah diatur di Ilmu Mawaris. Akan tetapi, banyak permasalahan yang muncul dalam pembagian harta peninggalan. Seperti kerabat atau keluarga yang belum mendapatkan bagian harta tersebut padahal, mereka berhak mendapatkannya. Maka dari itu, wasiat sebagai solusi untuk memecahkan persoalan tersebut.

Seperti permasalahan yang terjadi di masyarakat saat ini, ada sebuah kasus dimana Pak Budi memiliki satu anak laki-laki dan dua anak perempuan. Pak Budi memiliki cucu laki-laki dari anak laki-lakinya. Anak laki-laki pak Budi meninggal dunia terlebih dahulu. Bagaimana pembagian harta peninggalan kepada cucu laki-laki pak Budi?

Dalam kasus ini wajiblah kakek (Pak Budi) membuat wasiat untuk cucu laki-lakinya. Hal ini termasuk dalam wasiat wajibah dimana wasiat wajibah ini lebih didahulukan daripada wasiat ikhtiariyah. Wasiat ikhtiariyah yaitu wasiat yang diberikan secara sukarela sedangkan wasiat wajibah ini adalah wasiat yang diwajibkan sesuai dengan undang-undang.

Cucu laki-laki ini tidak mendapatkan harta warisan namun pengganti dari ayahnya yang sudah meninggal terlebih dahulu sejumlah pokok ayahnya. Apabila jumlah harta peninggalan itu lebih dari sepertiga harta peninggalan, sedangkan para ahli waris itu tidak membenarkan dan jika jumlah wasiat wajibah itu sepertiga harta maka mereka berhak mengambil dan wasiat ikhtiariyah tidak mendapatkan apa-apa. Apabila cucu laki-laki

29 menerima kurang dari sepertiga harta peninggalan maka sisa dari sepertiga itu untuk wasiat ikhtiariyah

Jika lebih dari sepertiga harta peninggalan maka yang wajib diambil oleh si cucu laki-laki adalah sepertiga harta peninggalan dan tidak boleh lebih karena hal ini ditempuh dengan jalan wasiat.

B. Pandangan Islam Terhadap Harta yang Dihibahkan Melebihi 1/3 dari Total Harta yang Dimiliki

Di Indonesia permasalahan hibah masih kompleks, salah satu masalah adalah mengenai jumlah pemberian hibah. Misalnya, Bapak Seto memberikan hibah kepada salah satu mahasiswanya yang berprestasi sejumlah setengah dari hartanya karena ia merasa perlu membantu mahasiswanya untuk meneruskan kuliah. Akan tetapi, keluarganya tidak mengetahui hal tersebut. Kemudian Bpk Seto jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Setelah itu keluarga membagi harta peninggalan dan baru diketahui bahwa setengah dari hartanya sudah dihibahkan kepada mahasiswanya sedangkan, meminta hak atas harta yang dihibahkan karena mereka tidak mengetahui hal tersebut.

Di dalam Islam hibah tidak ada batasan siapa dan berapa mengenai pemberian hibah. Mengenai kasus tersebut ada beberapa kesalahan. Pertama, Bapak Seto tidak memberitahukan keluarga apabila ia memberikan hibah kepada mahasiswanya sehingga keluarga menuntut harta yang telah dihibahkan karena merasa bahwa itu adalah hak mereka. Padahal, Islam sangat mengecam orang yang mengambil hibah yang sudah diberikan. Kedua, jumlah hibah yang diberikan memang tidak ada batasannya akan tetapi, penghibah harus melihat akibat yang akan ditimbulkan baik berupa kemaslahatan maupun kemudharatannya.

30 C. Hukum Kepemilikan Harta Hibah Jika Si Penerima Hibah

Meninggal Terlebih Dahulu

Permasalahan hibah yang sering dijumpai adalah status kepemilikan harta yang telah dihibahkan, padahal penerima hibah sudah meninggal lebih dahulu dibanding penghibah.

Dalam hibah barang yang diberikan belum menjadi milik yang diberi melainkan sesudah diterimanya. Di dalam buku Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia diceritakan bahwa Rasulullah pernah memberikan 30 buah kasturi kepada Najasyi, kemudian Najasyi meninggal dunia sebelum diterimanya, Nabi kemudian mencabut pemberian tersebut setelah Najasyi meninggal.

Hal ini bisa dijelaskan apabila si penerima hibah itu meninggal maka penghibah boleh mencabutnya atau memberikan kepada ahli waris dari si penerima hibah.

31 BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

1. Penyelesaian permasalahan akan pembagian harta kepada kerabat yang tidak mendapatkan harta peninggalan yaitu dengan jalan wasiat wajibah.

2. Pandangan Islam terhadap harta yang dihibahkan melebihi 1/3 dari total harta yang dimiliki adalah boleh, akan tetapi harus dilihat juga dari segi kemaslahatan serta kemudharatan yang akan ditimbulkan.

3. Hukum kepemilikan harta hibah jika si penerima hibah meninggal terlebih dahulu yaitu si penghibah boleh mencabutnya atau memberikan kepada ahli waris si penerima hibah.

4. Perbedaan yang paling utama antara harta yang diterima lewat warisan, wasiat dan diterima lewat hibah adalah pada masih hidup atau tidaknya pemberi harta. Bila pemilik harta itumasih hidup dan dia memberikannya kepada anak-anaknya atau mungkin juga orang lain, namanya hibah dan bukan warisan. Sedangkan warisan dan wasiat hanya dibagi bila pemilik harta sudah wafat.Dalam hibah, begitu pemilik harta memberikannya kepada seseorang, saat itu juga sudah terjadi perpindahan kepemilikan harta. Akan tetapi wasiat dan warisan akan berpindah kepemilikan ketika si pemilik harta sudah wafat.

32 DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul. 2011. Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indoneisa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ash-Shiddieqy, Teungku. 2015. Fiqh Mawaris. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Kompilasi Hukum Islam

Rahman, Asymuni, dkk. 1986. Ilmu Fiqh 3. Jakarta: Pembinaan Prasarana dan Sarana Tinggi Agama/ IAIN.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rosyid, Miftah. Analisis Terhadap Pendapat Imam Malik Tentang Kebolehan Hibah „Umra. 2010

Tono, Sidik. 2012. Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan. Jakarta: Kementerian Agama RI.

http://kerinci.kemenag.go.id/2014/09/06/artikel-hukum keluarga-wasiat-wajibah-dalam-khi-dan-perspektif-fiqh/ diakses pada 29 Desember 2015

Dokumen terkait