• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

A. Rumput Laut

Rumput laut (seaweed) merupakan bagian terbesar tanamam laut yang tergolong dalam divisi Thallophyta. Tumbuhan ini merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang dan daun. Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, tetapi sesungguhnya hanya merupakan bentuk thallus belaka (Winarno 1990). Bentuk thallus rumput laut bermacam-macam, antara lain bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, seperti rambut dan sebagainya. Berdasarkan pigmen yang dikandungnya rumput laut terdiri dari empat kelas yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat), Rhodophyceae (alga merah) dan

Cyanophyceae (alga biru) (Anggadiredja 1993).

Rumput laut hidup secara fitobenthos yaitu menancap dan melekat di dasar laut dan karang. Banyak tumbuh disepanjang pantai dari daerah pasang surut sampai sedalam sinar matahari dapat menembus. Oleh karena itu maka substrat, cahaya matahari dan kondisi perairan merupakan faktor utama pertumbuhannya (Soegiarto et a. 1978). Perairan Indonesia ditumbuhi ratusan jenis rumput laut, tetapi hanya beberapa jenis saja yang telah diusahakan secara komersial, yaitu :

Glacilaria sp, Gelidium sp, Hypnea sp, Eucheuma sp dan Sargasum sp.

Gelidium sp termasuk dalam kelas rumput laut merah dengan ciri-ciri umum adalah tanaman berukuran kecil sampai sedang (panjang kurang lebih 20 cm dan lebar 1.5 mm), dengan batang utama tegak dan percabangan yang biasanya menyirip dan thallus berwarna coklat, hijau coklat atau pirang. Gelidium

sp ini di Indonesia dikenal sebagai kades atau intip kembang karang (di jawa Barat), bulung merah dan bulung ayam (di Bali) dan sayur laut (di Ambon).

Rumput laut Gelidium sp termasuk dalam kelompok penghasil agar-agar (agarofit). Kandungan agarnya bervariasi menurut spesies dan lokasi pertumbuhannya yaitu berkisar antara 12- 48 % (Aslan 1988). Angka dan Suhartono (2000) melaporkan bahwa rumput laut ini mengandung agar-agar sebesar 30%. Status produksi di Indonesia masih tergantung kepada sebaran

sediaan alami, namun cukup banyak terdapat di perairan Indonesia sehingga produktivitasnya cukup tinggi.

Eucheuma sp termasuk dalam kelas rumput laut merah dan merupakan salah satu carragenophytes yaitu rumput laut penghasil karagenan. Ciri morfologis dari rumput laut ini ditandai dengan thallus dan cabang-cabangnya yang berbentuk silinder atau pipih, waktu masih hidup berwarna hijau hingga kuning kemerahan dan bila kering warnanya kuning kecoklatan. Percabangan tidak teratur di atau tri-chotomous, dan cabang-cabangnya kasar karena ditumbuhi oleh nodula atau spine untuk melindungi gametangia (Atmadja et al. 1996).

Eucheuma sp tumbuh melekat pada substrat dengan alat pelekat berupa cakram, cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah kearah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut tampak ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk. Jaringan tengah terdiri dari filamen-filamen yang berwarna, dikelilingi oleh sel-sel besar, kemudian oleh lapisan korteks dan lapisan epidermis (Anggadiredja 1993).

Eucheuma sp tumbuh hampir menyebar diseluruh perairan Indonesia dan spesies ini sudah banyak sekali dibudidayakan oleh masyarakat , sehingga rumput laut ini terdapat sepanjang tahun (Atmadja et al. 1996).

Sargassum sp salah satu jenis rumput laut yang termasuk dalam kelas rumput laut coklat dan merupakan rumput laut penghasil alginat. Genera (kelompok) rumput laut ini merupakan genera terbesar dari famili Sargassaceae.

Rumput laut ini dicirikan oleh tiga sifat yaitu (1) adanya pigmen coklat yang menyerupai warna hijau (2) hasil fotosintesis terhimpun dalam bentuk laminarin dan algin (3) adanya flaget ((Tjondronegoro et al. 1989). Rumput laut jenis

Sargassum sp umumnya merupakan tanaman perairan yang mempunyai warna coklat, berukuran relatif besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar yang kuat. Bagian atas tanaman menyerupai semak yang berbentuk simetris bilateral atau radial serta dilengkapi bagian sisi pertumbuhan (Tseng 1946). Sargassum sp memiliki bentuk thallus silindris atau gepeng, banyak percabangan yang menyerupai pepohonan di darat, bangun daun melebar, lonjong atau seperti pedang, memiliki gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter (menyebar). Warna thallus berwarna coklat dan dapat memiliki panjang sampai 7 meter.

Spesies rumput laut ini tersebar luas di perairan Indonesia (Kadi dan Wanda 1988).

Pemanfaatan rumput laut digunakan manusia sebagai sumber nutrisi dan obat tradisional sejak jaman kuno terutama di masyarakat pesisir dinegara-negara Asia dan Afrika termasuk di Indonesia (Anggadiredja et al. 1996). Hal ini disebabkan oleh kandungan metabolit primer dari rumput laut yang sangat baik. Rumput laut merupakan bahan pangan yang rendah kalori dengan kandungan mineral diantaranya Mg, Ca, P, K, dan I. Selain itu juga dilaporkan mengandung vitamin, protein dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna dalam jumlah yang cukup tinggi, dengan kandungan lemak yang rendah (Jimenes dan Goni 1999). Selain itu juga dibandingkan dengan sayur-sayuran lainnya, kandungan asam amino esensial serta kandungan asam lemak tidak jenuh dalam rumput laut cenderung lebih tinggi (Escrig et al. 1999). Komposisi kimia dari rumput laut bervariasi tergantung dari spesies, tempat tumbuh dan musim. Studi entobotani dan entofarmakologi rumput laut yang telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa kadar karbohidrat dari 9 jenis rumput laut yang dianalisis berkisar antara 39-51%. Karbohidrat yang terdapat dalam rumput laut berupa manosa, galaktosa dan agarosa yang tidak mudah dicerna oleh sistem pencernaan manusia. Sedangkan kadar proteinnya antara 17.20-27.15%. Kadar lemak relatif kecil yaitu berkisar antara 0.08 – 1.9% (Anggadiredja 1992).

Metabolit lain yang terkandung dalam rumput laut adalah senyawa polisakarida yang bersifat hidrokoloid seperti karagenan, agar, alginat dan furcelaran. Keempat hidrokoloid tersebut cukup luas pemakaiannya dalam bidang industri makanan, kosmetika dan obat-obatan.

B. Kolesterol

Kolesterol merupakan kelompok steroid, suatu zat yang termasuk golongan lipid dengan rumus molekul C27H45OH dan dapat dinyatakan sebagai 3 hidroksi – 5,6 kolesten, hal ini karena kolesterol mempunyai satu gugus hidroksil pada atom C3 dan ikatan rangkap pada C5 dan C6 serta percabangan pada C10, C13 dan C17 (Mayes 1996). Kolesterol mempunyai rantai hidrokarbon dengan delapan atom karbon dengan nomor 20 sampai 27 sebagai lanjutan nomor pada inti steroid (Ismadi 1993). Struktur kimia kolesterol terlihat pada Gambar 1.

CH3 H3C CH3CH2CH CH3 CH CH3 CH3 RO

Gambar 1 Struktur Kimia Kolesterol

Keberadaan kolesterol dalam tubuh berasal dari dua sumber, yaitu berasal dari makanan yang disebut sebagai kolesterol eksogen dan dari sintesis oleh tubuh (kolesterol endogen) walaupun di dalam tubuh tidak dapat dibedakan kolesterol yang berasal dari makanan atau dari sintesis di dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagio 1990). Dari jumlah kolesterol yang dibutuhkan tubuh perharinya yaitu 1.1 gram kolesterol/hari, 25 – 40% (200 -300 mg) secara normal berasal dari makanan. Apabila jumlah kolesterol dari makanan tidak mencukupi, maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan meningkat guna memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lainnya demikian sebaliknya (Muchtadi et aI. 1993). Kolesterol dalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu diperlukan dan membahayakan tergantung berapa banyak terdapat di dalam tubuh dan di bagian mana. Kolesterol dibutuhkan tubuh sebagai salah satu komponen permukaan sel dan membran intraseluler. Kolesterol banyak terdapat pada struktur otak dan sistem syaraf pusat serta sedikit di bagian dalam mitokondria. Peranan lain dari kolesterol adalah sebagai prekursor dari asam empedu yang disintesis dalam hati, yang berfungsi untuk menyerap trigliserida dan vitamin larut lemak dari makanan. Kolesterol juga berfungsi sebagai prekursor dari beberapa hormon steroid seperti esterogen dan testoteron (Muchtadi et al. 1993). Kolesterol berbahaya jika terdapat dalam jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi di pembuluh darah jantung dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.

Jaringan-jaringan yang diketahui mampu mensintesis kolesterol adalah hati, korteks, adrenal, kulit, usus, testis, dan aorta. Fraksi mikrosom dan sitosol sel

bertanggung jawab untuk sintesis kolesterol dalam jaringan tersebut (Shefer et al. 1972; Merchant and Heller 1977; Field et al. 1982). Sintesis kolesterol berlangsung dalam beberapa tahap yaitu : 1) Sintesis asam mevalonat dari asetil-KoA, 2) Tahap pembentukan unit isoprenoid dari mevalonat melalui proses dekarboksilasi, yang dilanjutkan dengan penggabungan 6 unit senyawa tersebut untuk membentuk senyawa antara skualen, 3) tahap biosintesis steroid induk (lanosterol) dari skualen yang dari padanya dapat disintesis kolesterol. Secara rinci sintesis kolesterol dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Setelah kolesterol disintesis, senyawa ini meninggalkan hati atau diubah menjadi bentuk lain (Montgomery et al. 1993 dan Whitney et al. 1987) dan ada 4 kemungkinan perubahan kolesterol ini yaitu : 1) pengubahannya menjadi asam empedu dan bergerak dari kelenjar empedu ke usus, lalu direabsorpsi ke hati, 2) pengubahannya menjadi asam empedu, bergerak ke usus, lalu dieksresikan dalam feses, 3) pemasukkannya dalam membran sel tubuh dan 4) tetap berada dalam plasma yang berada dalam pembuluh arteri.

Gambar 2 Sintesis isopentil pirofosfat sebagai tahap pertama biosintesis kolesterol

Myant (1990) mengemukakan bahwa kolesterol yang terkandung di dalam hati akan diangkut ke seluruh tubuh melalui jalur endogen. Lipoprotein yang berperan dalam pengangkutan tersebut terdiri atas lipoprotein berdensitas sangat rendah (Very Low Density Lipoprotein :disingkat VLDL), lipoprotein berdensitas sedang (Low Density Lipoprotein disingkat LDL), lipoprotein berdensitas tinggi (High Density Lipoprotein disingkat HDL). Lipoprotein-lipoprotein ini berfungsi untuk mengangkut kolesterol dari sel perifer ke hati Dari ketiga jenis lipoprotein tersebut LDL dianggap sebagai partikel pembawa kolesterol yang paling aterogenik karena peningkatan LDL akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner (PJK). Sebaliknya HDL dianggap sebagai partikel pembawa kolesterol yang baik karena peningkatan konsentrasi HDL berkolerasi negatif dengan resiko menderita PJK. Karena itu penting untuk mengetahui distribusi kolesterol dalam lipoprotein, sebab konsentrasi total kolesterol (TK) yang tinggi belum tentu aterogenik bila diimbangi dengan peningkatan kadar HDL.

Hiperkolesterolemia merupakan suatu kondisi dimana kolesterol dalam darah meningkat melebihi ambang normal yang ditandai dengan meningkatnya kadar LDL dan kolesterol total. Kadar kolesterol normal dalam plasma orang dewasa sebesar 3.1 sampai 5.7 mmol/l atau 120 sampai 220 mg/dl (Montgomery

et al. 1993). Adapun keadaan hiperkolesterolemia terjadi bila konsentrasi TK ≥

240 mg/dl dan LDL ≥ 160 mg/dl. Pada kondisi hiperkolesterolemia, resiko terbentuknya aterosklerosis sangat tinggi. Hiperkolesterolemia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor keturunan atau sejak lahir dan dari susunan makanan sehari-hari yang tidak seimbang.

Konsentrasi kolesterol dalam plasma darah berkolerasi positif dengan resiko terbentuknya aterosklerosis. Menurut Grundy (1991), konsentrasi kolesterol yang diinginkan untuk menurunkan resiko terbentuknya aterosklerosis pada manusia adalah TK < 200 mg/dL, LDL < 130 mg/dL, serta HDL 50 – 60 mg/dl. Kisaran konsentrasi TK 200 – 239 mg/dl dan LDL 130 – 159 mg/dl adalah batas antara keadaan beresiko rendah dan tinggi untuk terbentuknya aterosklerosis. Nisbah kolesterol LDL/HDL dapat digunakan sebagai indikataor untuk mengatahui tingkat aterosklerosis yang merupakan salah satu penyebab PJK (Sitepoe 1993). Nisbah kolesterol LDL/HDL yang beresiko tinggi mengidap

penyakit PJK adalah ≥ 5 pada pria dan ≥ 4.4 pada wanita. Oleh karena itu maka dalam merekomendasikan suatu diet anti aterogenik hendaknya lebih ditekankan pada penurunan kadar LDL daripada menghindari penurunan HDL, karena pemberian diet rendah lemak dan rendah kolesterol tidak hanya menurunkan LDL tetapi juga menurunkan HDL dan demikian pula sebaliknya (Wolf 1996).

Sifat hipokolesterolemik suatu senyawa dapat mempengaruhi distribusi kolesterol dalam lipoprotein plasma. Banyak peneliti yang telah melaporkan hal tersebut. Sejauh ini ada empat senyawa yang banyak diteliti dan dapat menyebabkan perubahan distribusi kolesterol dalam lipoprotein plasma. Keempat senyawa tersebut adalah jenis protein (berdasarkan rasio asam amino), jenis asam lemak (jenuh dan tidak jenuh), estrogen serta kandungan serat.

Dokumen terkait