• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas hipokolesterolemik tepung rumput laut pada tikus hiperkolesterolemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas hipokolesterolemik tepung rumput laut pada tikus hiperkolesterolemia"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS HIPOKOLESTEROLEMIK

TEPUNG RUMPUT LAUT

PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA

HERPANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PENYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

AKTIVITAS HIPOKOLESTEROLEMIK TEPUNG RUMPUT LAUT PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA

Adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2005

(3)

ABSTRAK

Pola konsumsi masyarakat dengan kandungan lemak tinggi tetapi miskin serat menyebabkan peningkatan penyakit degeneratif yaitu penyakit kardiovaskuler atau penyakit jantung koroner. Penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Rumput laut merupakan sumber serat pangan yang baik dan memiliki efek hipokolesterolemik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek hipokolesterolemik tepung rumput laut (TRL) terhadap profil kolesterol serum serta penebalan dinding aorta (aterosklerosis) dan morfometri kolon tikus hiperkolesterolemia. Untuk membuat tikus menjadi hiperkolesterolemia, dilakukan penambahan 1% kolesterol murni ke dalam ransum dan 0.01% propil tio urasil (PTU) yang diberikan secara oral (cekok). Peningkatan kadar kolesterol ini dilakukan selama 58 hari. Empat kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus jantan Sprague Dawley

hiperkolesterolemia diberi ransum 1% kolesterol dan 10% TRL Eucheuma cottonii ; 1% kolesterol dan 10% TRL Gelidium sp ; 1% kolesterol dan 10% TRL

Sargassum sp ; 1% kolesterol dan 0% TRL (kontrol positif). Sebagai kontrol negatif adalah tikus dengan perlakuan 0% kolesterol dan 0% TRL. Perlakuan diberikan selama 31 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan 10% ketiga jenis TRL ke dalam ransum tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap pertumbuhan dan konsumsi ransum tikus. Penambahan 10% TRL

Eucheuma cottonii, Gelidium sp dan Sargassum sp ke dalam ransum berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penurunan kadar total kolesterol, LDL, trigliserida serum serta indeks aterogenik dan peningkatan kadar kolesterol digesta, asam propionat, asam butirat sekum tikus hiperkolesterolemia, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar HDL serum, ketebalan mukosa dan tunika muskularis kolon. Selain itu juga penambahan 10% ketiga jenis TRL tersebut juga dapat mencegah resiko terjadinya aterosklerosis, dilihat dari nilai indeks aterogenik yang rendah dan tidak adanya lesi/plak aterosklerosis pada aorta serta mencegah terjadinya kanker kolon. Penambahan TRL Eucheuma cottonii memberikan efek hipokolesterolemik yang lebih baik dibandingkan dengan TRL Gelidium sp dan

Sargassum sp.

(4)

AKTIVITAS HIPOKOLESTEROLEMIK

TEPUNG RUMPUT LAUT

PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA

HERPANDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : Aktivitas Hipokolesterolemik Tepung Rumput Laut pada Tikus Hiperkolesterolemia

Nama : Herpandi

NRP : F251030011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Made Astawan, M.S Ketua

drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi,M.Si Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Betty Sri Laksmi Jenie,M.S Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto,M.Sc

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2005 ini ialah rumput laut, dengan judul Aktivitas Hipokolesterolemik Tepung Rumput Laut pada Tikus Hiperkolesterolemia,

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Made Astawan, MS dan Ibu drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D serta Ibu Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penelitian dan penulisan ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan juga kepada civitas akademika program studi Teknologi Hasil Perikanan UNSRI dan semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, mertua, istri dan anakku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2005

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tinggi Hari (Lahat) pada tanggal 21 April 1974 dari ayah H. Nafis dan Ibu Hj. Rusnah. Penulis merupakan putra bungsu dari delapan bersaudara.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……….. ii

DAFTAR GAMBAR ………. iii

DAFTAR LAMPIRAN .………. iv

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………... B. Tujuan Penelitian ………...

1 4 TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumput Laut ………... B. Kolesterol ……….. C. Serat Pangan ………... D. Struktur Serat Pangan dari Rumput Laut ………... E. Sifat Fisik dan Fungsional Serat pangan dari Rumput Laut ………. F. Efek Polisakarida Rumput Laut terhadap Metabolisme Kolesterol ..

5 7 12 13 14 17 METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan ………

B. Alat ………...………..

C. Metode Penelitian ……….

D. Analisa Data ………... E. Waktu dan Tempat Penelitian ………...

23 24 24 36 36 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Tepung Rumput Laut .………... B. Analisis Sifat Fisiko-Kimia Tepung Rumput Laut …………... C. Efek Tepung Rumput Laut Terhadap Konsumsi Ransum dan

Pertumbuhan Tikus ………... D. Efek Hipokolesterolemik Tepung Rumput Laut …………...

37 39 47 49 SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ………...

B. Saran ………...

64 66

DAFTAR PUSTAKA ……… 67

(9)

DAFTAR TABEL

Hal 1. Kandungan serat pada rumput laut, buah, sayuran legum dan

sereal (% berat kering) ……….. 15 2. Efek polisakrida rumput laut yang berbeda terhadap

metabolisme kolesterol pada tikus ……… 18 3. Efek diet yang mengandung polisakarida rumput laut sebagai

sumber serat terhadap level kolesterol serum pada tikus ……….. 20

4. Komposisi Ransum Tikus ………. 32

5. Berat Badan dan Konsumsi Ransum Tikus selama 1 bulan

perlakuan ………... 48

6 Hasil Pengukuran Ketebalan Tunika Muskularis dan Mukosa

(10)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Struktur Kimia Kolesterol ………. 8

2. Sintesis isopentil pirofosfat sebagai tahap pertama biosintesis kolesterol ………... 9

3. Biosintesis kolesterol dari isopentenil pirofosfat 10 4. Diagram Alir Penelitian ……… 25

5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Rumput Laut ………... 26

6. Rumput Laut Segar (Eucheuma cottonii, Gelidium sp dan Sargassum sp……….. 37

7. Tepung Rumput Laut yang digunakan dalam penelitian ……….. 38

8. Kadar indeks penyerapan air (IPA) tepung rumput laut ………... 39

9. Kadar indeks kelarutan air (IKA) tepung rumput laut ………….. 40

10. Kadar viskositas tepung rumput laut ………. 41

11. Kadar air tepung rumput laut ……… 42

12. Kadar abu tepung rumput laut ………... 43

13. Kadar protein tepung rumput laut ………. 43

14. Kadar lemak tepung rumput laut ………...……… 44

15. Kadar karbohidrat tepung rumput laut ………... 45

16. Kadar serat pangan tepung rumput laut ………. 46

17. Kenaikan berat badan tikus selama percobaan ……….. 48

18. Kadar total kolesterol serum (mg/dl) tikus ……… 49

19. Kadar LDL serum (mg/dl) tikus ……… 51

20. Kadar HDL serum (mg/dl) tikus ………... 53

21. Kadar Trigliserida serum (mg/dl) tikus ………. 53

22. Nilai indek aterogenik tikus ………..………... 54

23. Kadar kolesterol digesta tikus ………... 56

24. Kadar asam propionat sekum tikus ………... 57

25. Peran HMG-KoA reduktase dalam sintesis kolesterol ………….. 58

26. Kadar butirat sekum tikus ………... 59

27. Mikrofotografi aorta tikus perlakuan (Pewarnaan Verhoff-von Gieson, pembesaran 20X) ………. 60

(11)

AKTIVITAS HIPOKOLESTEROLEMIK

TEPUNG RUMPUT LAUT

PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA

HERPANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

SURAT PENYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

AKTIVITAS HIPOKOLESTEROLEMIK TEPUNG RUMPUT LAUT PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA

Adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2005

(13)

ABSTRAK

Pola konsumsi masyarakat dengan kandungan lemak tinggi tetapi miskin serat menyebabkan peningkatan penyakit degeneratif yaitu penyakit kardiovaskuler atau penyakit jantung koroner. Penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Rumput laut merupakan sumber serat pangan yang baik dan memiliki efek hipokolesterolemik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek hipokolesterolemik tepung rumput laut (TRL) terhadap profil kolesterol serum serta penebalan dinding aorta (aterosklerosis) dan morfometri kolon tikus hiperkolesterolemia. Untuk membuat tikus menjadi hiperkolesterolemia, dilakukan penambahan 1% kolesterol murni ke dalam ransum dan 0.01% propil tio urasil (PTU) yang diberikan secara oral (cekok). Peningkatan kadar kolesterol ini dilakukan selama 58 hari. Empat kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus jantan Sprague Dawley

hiperkolesterolemia diberi ransum 1% kolesterol dan 10% TRL Eucheuma cottonii ; 1% kolesterol dan 10% TRL Gelidium sp ; 1% kolesterol dan 10% TRL

Sargassum sp ; 1% kolesterol dan 0% TRL (kontrol positif). Sebagai kontrol negatif adalah tikus dengan perlakuan 0% kolesterol dan 0% TRL. Perlakuan diberikan selama 31 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan 10% ketiga jenis TRL ke dalam ransum tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap pertumbuhan dan konsumsi ransum tikus. Penambahan 10% TRL

Eucheuma cottonii, Gelidium sp dan Sargassum sp ke dalam ransum berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penurunan kadar total kolesterol, LDL, trigliserida serum serta indeks aterogenik dan peningkatan kadar kolesterol digesta, asam propionat, asam butirat sekum tikus hiperkolesterolemia, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar HDL serum, ketebalan mukosa dan tunika muskularis kolon. Selain itu juga penambahan 10% ketiga jenis TRL tersebut juga dapat mencegah resiko terjadinya aterosklerosis, dilihat dari nilai indeks aterogenik yang rendah dan tidak adanya lesi/plak aterosklerosis pada aorta serta mencegah terjadinya kanker kolon. Penambahan TRL Eucheuma cottonii memberikan efek hipokolesterolemik yang lebih baik dibandingkan dengan TRL Gelidium sp dan

Sargassum sp.

(14)

AKTIVITAS HIPOKOLESTEROLEMIK

TEPUNG RUMPUT LAUT

PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA

HERPANDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Tesis : Aktivitas Hipokolesterolemik Tepung Rumput Laut pada Tikus Hiperkolesterolemia

Nama : Herpandi

NRP : F251030011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Made Astawan, M.S Ketua

drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi,M.Si Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Betty Sri Laksmi Jenie,M.S Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto,M.Sc

(16)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2005 ini ialah rumput laut, dengan judul Aktivitas Hipokolesterolemik Tepung Rumput Laut pada Tikus Hiperkolesterolemia,

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Made Astawan, MS dan Ibu drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D serta Ibu Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penelitian dan penulisan ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan juga kepada civitas akademika program studi Teknologi Hasil Perikanan UNSRI dan semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, mertua, istri dan anakku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2005

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tinggi Hari (Lahat) pada tanggal 21 April 1974 dari ayah H. Nafis dan Ibu Hj. Rusnah. Penulis merupakan putra bungsu dari delapan bersaudara.

(18)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……….. ii

DAFTAR GAMBAR ………. iii

DAFTAR LAMPIRAN .………. iv

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………... B. Tujuan Penelitian ………...

1 4 TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumput Laut ………... B. Kolesterol ……….. C. Serat Pangan ………... D. Struktur Serat Pangan dari Rumput Laut ………... E. Sifat Fisik dan Fungsional Serat pangan dari Rumput Laut ………. F. Efek Polisakarida Rumput Laut terhadap Metabolisme Kolesterol ..

5 7 12 13 14 17 METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan ………

B. Alat ………...………..

C. Metode Penelitian ……….

D. Analisa Data ………... E. Waktu dan Tempat Penelitian ………...

23 24 24 36 36 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Tepung Rumput Laut .………... B. Analisis Sifat Fisiko-Kimia Tepung Rumput Laut …………... C. Efek Tepung Rumput Laut Terhadap Konsumsi Ransum dan

Pertumbuhan Tikus ………... D. Efek Hipokolesterolemik Tepung Rumput Laut …………...

37 39 47 49 SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ………...

B. Saran ………...

64 66

DAFTAR PUSTAKA ……… 67

(19)

DAFTAR TABEL

Hal 1. Kandungan serat pada rumput laut, buah, sayuran legum dan

sereal (% berat kering) ……….. 15 2. Efek polisakrida rumput laut yang berbeda terhadap

metabolisme kolesterol pada tikus ……… 18 3. Efek diet yang mengandung polisakarida rumput laut sebagai

sumber serat terhadap level kolesterol serum pada tikus ……….. 20

4. Komposisi Ransum Tikus ………. 32

5. Berat Badan dan Konsumsi Ransum Tikus selama 1 bulan

perlakuan ………... 48

6 Hasil Pengukuran Ketebalan Tunika Muskularis dan Mukosa

(20)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Struktur Kimia Kolesterol ………. 8

2. Sintesis isopentil pirofosfat sebagai tahap pertama biosintesis kolesterol ………... 9

3. Biosintesis kolesterol dari isopentenil pirofosfat 10 4. Diagram Alir Penelitian ……… 25

5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Rumput Laut ………... 26

6. Rumput Laut Segar (Eucheuma cottonii, Gelidium sp dan Sargassum sp……….. 37

7. Tepung Rumput Laut yang digunakan dalam penelitian ……….. 38

8. Kadar indeks penyerapan air (IPA) tepung rumput laut ………... 39

9. Kadar indeks kelarutan air (IKA) tepung rumput laut ………….. 40

10. Kadar viskositas tepung rumput laut ………. 41

11. Kadar air tepung rumput laut ……… 42

12. Kadar abu tepung rumput laut ………... 43

13. Kadar protein tepung rumput laut ………. 43

14. Kadar lemak tepung rumput laut ………...……… 44

15. Kadar karbohidrat tepung rumput laut ………... 45

16. Kadar serat pangan tepung rumput laut ………. 46

17. Kenaikan berat badan tikus selama percobaan ……….. 48

18. Kadar total kolesterol serum (mg/dl) tikus ……… 49

19. Kadar LDL serum (mg/dl) tikus ……… 51

20. Kadar HDL serum (mg/dl) tikus ………... 53

21. Kadar Trigliserida serum (mg/dl) tikus ………. 53

22. Nilai indek aterogenik tikus ………..………... 54

23. Kadar kolesterol digesta tikus ………... 56

24. Kadar asam propionat sekum tikus ………... 57

25. Peran HMG-KoA reduktase dalam sintesis kolesterol ………….. 58

26. Kadar butirat sekum tikus ………... 59

27. Mikrofotografi aorta tikus perlakuan (Pewarnaan Verhoff-von Gieson, pembesaran 20X) ………. 60

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal 1. Prosedur pewarnaan Verhoff-von Gieson ……….. 73 2. Prosedur pewarnaan Hematoxylin-Eosin………... 74 3. Kromatogram GC asam propionat dan butirat sekum tikus …….. 75 4. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar indeks penyerapan air (IPA)

tepung rumput laut ………

79

5. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar indeks kelarutan air (IKA) tepung rumput laut ………...

79 6. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar viskositas tepung rumput

laut ……… 79 7. Hasil uji beda Duncan kadar viskositas tepung rumput laut ……. 79 8. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar air tepung rumput laut……. 80 9. Hasil uji beda Duncan kadar air tepung rumput laut ……… 80 10. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar abu tepung rumput laut …... 80 11. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar protein tepung rumput laut 80 12. Hasil uji beda Duncan kadar protein tepung rumput laut ………. 81 13. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar lemak tepung rumput laut .. 81 14. Hasil uji beda Duncan kadar lemak tepung rumput ………. 81 15. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar karbohidrat tepung rumput

laut ………... 81 16. Hasil uji beda Duncan kadar karbohidrat tepung rumput laut …. 82 17. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar total serat pangan tepung

rumput laut …………...

82

18. Hasil uji beda Duncan kadar total serat pangan tepung rumput laut ………

82 19. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar serat pangan larut tepung

rumput laut ……… 82

20. Hasil uji beda Duncan kadar serat pangan larut tepung rumput laut ………

83 21. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar serat pangan tidak larut

tepung rumput laut ……… 83 22. Hasil uji beda Duncan kadar serat pangan tidak larut tepung

rumput laut ………..……….

(22)

23. Hasil uji sidik ragam rata-rata kenaikan berat badan tikus …….. 83 24. Hasil uji sidik ragam rata-rata konsumsi ransum tikus ………… 84 25. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar total kolesterol serum tikus 84 26. Hasil uji beda Duncan kadar kadar total kolesterol serum tikus… 84 27. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar LDL serum tikus …………. 84 28. Hasil uji beda Duncan kadar kadar LDL serum tikus …………... 85 29. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar HDL serum tikus ………… 85 30. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar trigliserida serum tikus …... 85 31. Hasil uji beda Duncan kadar kadar trigliserida serum tikus ……. 85 32. Hasil uji sidik ragam rata-rata indeks aterogenik tikus …………. 86 33. Hasil uji beda Duncan indeks aterogenik serum tikus ………….. 86 34. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar kolesterol digesta tikus …... 86 35. Hasil uji beda Duncan kadar kolesterol digesta serum tikus …… 86 36. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar asam propionat sekum tikus 87 37. Hasil uji beda Duncan kadar asam propionat sekum tikus ……… 87 38. Hasil uji sidik ragam rata-rata kadar asam butirat sekum tikus … 87 39. Hasil uji beda Duncan kadar asam butirat sekum tikus ………… 87 40. Hasil uji sidik ragam rata-rata ketebalan mukosa kolon tikus ….. 88 41. Hasil uji sidik ragam rata-rata ketebalan tunika muskularis kolon

(23)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit degeneratif merupakan salah satu penyakit yang saat ini menjadi perhatian utama masyarakat di dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk di Indonesia. Penyakit degeneratif di Indonesia mengalami peningkatan dalam dua dekade terakhir ini. Hal ini antara lain disebabkan oleh perubahan gaya hidup menjadi gaya hidup santai (sedentary lifestyle), kurang aktivitas fisik (olah raga), serta perubahan pola konsumsi pangan masyarakat (terutama masyarakat kota) yang cenderung mengikuti pola makan ala Barat dengan kandungan lemak tinggi tetapi miskin serat (Tsujii dan Kuzuya 2004). Beberapa jenis penyakit degeneratif dengan prevalensi yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun di antaranya adalah penyakit kardiovaskuler (PKV) atau penyakit jantung koroner (PJK), diabetes melitus, hipertensi dan kanker. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, dilaporkan bahwa dari 100 kematian di Indonesia, 25 di antaranya disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (25.6%), dan merupakan penyebab kematian nomor satu. Anonim 2004a

PKV terjadi akibat degenerasi pembuluh darah, biasanya berupa pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah yang berukuran sedang dan kecil di suatu tempat tertentu sehingga dapat menyebabkan gangguan aliran darah pada organ. Apabila aliran darah terganggu maka suplai zat gizi dan oksigen jaringan akan menurun atau terhenti sehingga dapat mengakibatkan ischemia atau kerusakan jaringan (Ranti 1986). Hasil identifikasi studi epidemiologi melaporkan bahwa kurang lebih terdapat 10 faktor resiko PKV, di antaranya adalah hiperkolesterolemia, tekanan darah tinggi, merokok, diabetes melitus, faktor keturunan, umur, jenis kelamin dan lain-lain (Sardesai 2003).

(24)

dalam dan lama-kelamaan pembuluh darah akan menyempit dan tersumbat yang disebut dengan aterosklerosis (Fielding dan Fielding 1985). Apabila aterosklerosis terjadi pada organ-organ vital seperti jantung, otak, atau ginjal maka akan berakibat sangat buruk. Gangguan klinis yang ditimbulkannya berupa serangan jantung dan stroke.

Distribusi kolesterol dalam lipoprotein sangat penting untuk diketahui karena konsentrasi total kolesterol yang tinggi belum tentu menyebabkan aterosklerosis bila diimbangi dengan peningkatan jumlah kolesterol HDL. Sitepoe (1993) menyatakan bahwa nisbah kolesterol LDL/HDL dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat aterosklerosis. Rekomendasi suatu diet anti aterogenik menurut Wolf (1996) hendaknya lebih ditekankan pada penurunan LDL daripada menghindari penurunan HDL, karena pemberian diet rendah lemak dan rendah kolesterol tidak hanya menurunkan LDL tetapi juga menurunkan HDL dan demikian juga sebaliknya.

Salah satu upaya pengendalian serta pencegahan timbulnya PKV adalah melalui pencegahan terbentuknya aterosklerosis. Hal tersebut dapat ditempuh melalui pengaturan pola konsumsi pangan yang seimbang. Kecukupan konsumsi serat pangan (dietary fiber) merupakan titik kritis dalam mencegah penyakit degeneratif ini. Serat pangan telah terbukti dapat menurunkan resiko PKV dengan cara menurunkan kolesterol dalam plasma darah melalui mekanisme peningkatan ekskresi asam empedu ke feses serta meningkatkan konversi kolesterol plasma menjadi asam empedu dalam hati, dan penghambatan aktivitas enzim kunci (HMG-KoA reduktase) dalam sintesis kolesterol oleh asam propionat yang dihasilkan dari fermentasi serat pangan larut air di dalam usus.

(25)

furcelaran, dengan distribusi dan komposisi yang berbeda untuk masing-masing jenis rumput laut (Lahaye 1991).

Kekayaan rumput laut Indonesia cukup melimpah dan sangat mengagumkan. Perairan laut Indonesia dengan garis pantai 81.000 km diyakini memiliki potensi rumput laut yang sangat tinggi. Tercatat sedikitnya ada 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia, diantaranya ada 55 jenis yang diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi dan telah banyak dibudidayakan, antara lain:

Eucheuma cottonii, Glacilaria sp, Gelidium sp dan Sargassum sp. Berdasarkan data Departemen Pertanian (1988) lokasi pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia seluas 25.700 ha. Dengan demikian potensi pengembangan rumput laut di Indonesia cukup tinggi dan melimpah.

Beberapa penelitian tentang efek hipokolesterolemik serat pangan dari rumput laut sudah dilaporkan. Ren et al. (1994) mengevaluasi efek serat rumput laut terhadap tekanan darah dan tingkat lemak serum. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua rumput laut memberikan efek hipokolesterolemik dan meningkatkan level HDL mencapai 46% dari kontrolnya. Dilaporkan bahwa komponen agar dapat menurunkan level kolesterol darah sebesar 5% dan alginat sebesar 32%. Suzuki et al. (1993) melaporkan bahwa alginat juga dapat menurunkan konsentrasi kolesterol serum sebesar 10%. Widiastuti (2001) juga melaporkan bahwa agar, karagenan dan alginat dari rumput laut juga memperbaiki profil kolesterol darah dan komponen agar memiliki efek paling baik dalam melindungi morfometri usus dibanding karagenan dan alginat. Penambahan tepung rumput laut Eucheuma cotonii ke dalam ransum tikus yang dilakukan oleh Astawan et al. (2005) juga menunjukkan penurunan kadar kolesterol dan LDL.

(26)

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yang mempelajari aktivitas hipokolesterolemik tepung rumput laut dari beberapa jenis rumput laut yang hidup di lautan tropis Indonesia. Hal ini karena setiap jenis dan tempat hidup rumput laut serta spektrum polisakaridanya yang luas dapat memperlihatkan pengaruh metabolik yang berbeda. Selain melihat pengaruh TRL terhadap profil kolesterol, juga untuk mengetahui peranannya dalam mencegah terjadinya penebalan dinding aorta (aterosklerosis) dan inflamasi usus (kolon).

Untuk memudahkan aplikasinya ke masyarakat, maka rumput laut yang digunakan di buat dalam bentuk tepung, karena mempunyai beberapa keuntungan diantaranya mudah disimpan, tahan lama dan mudah dalam pendistribusian. Dengan demikian diharapkan bahwa tepung rumput laut tersebut dapat dengan mudah disubstitusikan ke berbagai produk pangan dalam rangka peningkatan konsumsi serat pangan.

B. Tujuan Penelitian

1. Menghasilkan tepung rumput laut dari spesies Eucheuma cottonii, Gelidium

sp dan Sargassum sp.

2. Mengevaluasi pengaruh tepung rumput laut terhadap profil kolesterol serum tikus hiperkolesterolemia.

(27)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumput Laut

Rumput laut (seaweed) merupakan bagian terbesar tanamam laut yang tergolong dalam divisi Thallophyta. Tumbuhan ini merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang dan daun. Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, tetapi sesungguhnya hanya merupakan bentuk thallus belaka (Winarno 1990). Bentuk thallus rumput laut bermacam-macam, antara lain bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, seperti rambut dan sebagainya. Berdasarkan pigmen yang dikandungnya rumput laut terdiri dari empat kelas yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat), Rhodophyceae (alga merah) dan

Cyanophyceae (alga biru) (Anggadiredja 1993).

Rumput laut hidup secara fitobenthos yaitu menancap dan melekat di dasar laut dan karang. Banyak tumbuh disepanjang pantai dari daerah pasang surut sampai sedalam sinar matahari dapat menembus. Oleh karena itu maka substrat, cahaya matahari dan kondisi perairan merupakan faktor utama pertumbuhannya (Soegiarto et a. 1978). Perairan Indonesia ditumbuhi ratusan jenis rumput laut, tetapi hanya beberapa jenis saja yang telah diusahakan secara komersial, yaitu :

Glacilaria sp, Gelidium sp, Hypnea sp, Eucheuma sp dan Sargasum sp.

Gelidium sp termasuk dalam kelas rumput laut merah dengan ciri-ciri umum adalah tanaman berukuran kecil sampai sedang (panjang kurang lebih 20 cm dan lebar 1.5 mm), dengan batang utama tegak dan percabangan yang biasanya menyirip dan thallus berwarna coklat, hijau coklat atau pirang. Gelidium

sp ini di Indonesia dikenal sebagai kades atau intip kembang karang (di jawa Barat), bulung merah dan bulung ayam (di Bali) dan sayur laut (di Ambon).

(28)

sediaan alami, namun cukup banyak terdapat di perairan Indonesia sehingga produktivitasnya cukup tinggi.

Eucheuma sp termasuk dalam kelas rumput laut merah dan merupakan salah satu carragenophytes yaitu rumput laut penghasil karagenan. Ciri morfologis dari rumput laut ini ditandai dengan thallus dan cabang-cabangnya yang berbentuk silinder atau pipih, waktu masih hidup berwarna hijau hingga kuning kemerahan dan bila kering warnanya kuning kecoklatan. Percabangan tidak teratur di atau tri-chotomous, dan cabang-cabangnya kasar karena ditumbuhi oleh nodula atau spine untuk melindungi gametangia (Atmadja et al. 1996).

Eucheuma sp tumbuh melekat pada substrat dengan alat pelekat berupa cakram, cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah kearah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut tampak ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk. Jaringan tengah terdiri dari filamen-filamen yang berwarna, dikelilingi oleh sel-sel besar, kemudian oleh lapisan korteks dan lapisan epidermis (Anggadiredja 1993).

Eucheuma sp tumbuh hampir menyebar diseluruh perairan Indonesia dan spesies ini sudah banyak sekali dibudidayakan oleh masyarakat , sehingga rumput laut ini terdapat sepanjang tahun (Atmadja et al. 1996).

Sargassum sp salah satu jenis rumput laut yang termasuk dalam kelas rumput laut coklat dan merupakan rumput laut penghasil alginat. Genera (kelompok) rumput laut ini merupakan genera terbesar dari famili Sargassaceae.

Rumput laut ini dicirikan oleh tiga sifat yaitu (1) adanya pigmen coklat yang menyerupai warna hijau (2) hasil fotosintesis terhimpun dalam bentuk laminarin dan algin (3) adanya flaget ((Tjondronegoro et al. 1989). Rumput laut jenis

(29)

Spesies rumput laut ini tersebar luas di perairan Indonesia (Kadi dan Wanda 1988).

Pemanfaatan rumput laut digunakan manusia sebagai sumber nutrisi dan obat tradisional sejak jaman kuno terutama di masyarakat pesisir dinegara-negara Asia dan Afrika termasuk di Indonesia (Anggadiredja et al. 1996). Hal ini disebabkan oleh kandungan metabolit primer dari rumput laut yang sangat baik. Rumput laut merupakan bahan pangan yang rendah kalori dengan kandungan mineral diantaranya Mg, Ca, P, K, dan I. Selain itu juga dilaporkan mengandung vitamin, protein dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna dalam jumlah yang cukup tinggi, dengan kandungan lemak yang rendah (Jimenes dan Goni 1999). Selain itu juga dibandingkan dengan sayur-sayuran lainnya, kandungan asam amino esensial serta kandungan asam lemak tidak jenuh dalam rumput laut cenderung lebih tinggi (Escrig et al. 1999). Komposisi kimia dari rumput laut bervariasi tergantung dari spesies, tempat tumbuh dan musim. Studi entobotani dan entofarmakologi rumput laut yang telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa kadar karbohidrat dari 9 jenis rumput laut yang dianalisis berkisar antara 39-51%. Karbohidrat yang terdapat dalam rumput laut berupa manosa, galaktosa dan agarosa yang tidak mudah dicerna oleh sistem pencernaan manusia. Sedangkan kadar proteinnya antara 17.20-27.15%. Kadar lemak relatif kecil yaitu berkisar antara 0.08 – 1.9% (Anggadiredja 1992).

Metabolit lain yang terkandung dalam rumput laut adalah senyawa polisakarida yang bersifat hidrokoloid seperti karagenan, agar, alginat dan furcelaran. Keempat hidrokoloid tersebut cukup luas pemakaiannya dalam bidang industri makanan, kosmetika dan obat-obatan.

B. Kolesterol

(30)

CH3

H3C CH3CH2CH

CH3

CH

CH3

CH3

[image:30.612.244.468.80.205.2]

RO

Gambar 1 Struktur Kimia Kolesterol

Keberadaan kolesterol dalam tubuh berasal dari dua sumber, yaitu berasal dari makanan yang disebut sebagai kolesterol eksogen dan dari sintesis oleh tubuh (kolesterol endogen) walaupun di dalam tubuh tidak dapat dibedakan kolesterol yang berasal dari makanan atau dari sintesis di dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagio 1990). Dari jumlah kolesterol yang dibutuhkan tubuh perharinya yaitu 1.1 gram kolesterol/hari, 25 – 40% (200 -300 mg) secara normal berasal dari makanan. Apabila jumlah kolesterol dari makanan tidak mencukupi, maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan meningkat guna memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lainnya demikian sebaliknya (Muchtadi et aI. 1993). Kolesterol dalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu diperlukan dan membahayakan tergantung berapa banyak terdapat di dalam tubuh dan di bagian mana. Kolesterol dibutuhkan tubuh sebagai salah satu komponen permukaan sel dan membran intraseluler. Kolesterol banyak terdapat pada struktur otak dan sistem syaraf pusat serta sedikit di bagian dalam mitokondria. Peranan lain dari kolesterol adalah sebagai prekursor dari asam empedu yang disintesis dalam hati, yang berfungsi untuk menyerap trigliserida dan vitamin larut lemak dari makanan. Kolesterol juga berfungsi sebagai prekursor dari beberapa hormon steroid seperti esterogen dan testoteron (Muchtadi et al. 1993). Kolesterol berbahaya jika terdapat dalam jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi di pembuluh darah jantung dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.

(31)
[image:31.612.176.463.373.664.2]

bertanggung jawab untuk sintesis kolesterol dalam jaringan tersebut (Shefer et al. 1972; Merchant and Heller 1977; Field et al. 1982). Sintesis kolesterol berlangsung dalam beberapa tahap yaitu : 1) Sintesis asam mevalonat dari asetil-KoA, 2) Tahap pembentukan unit isoprenoid dari mevalonat melalui proses dekarboksilasi, yang dilanjutkan dengan penggabungan 6 unit senyawa tersebut untuk membentuk senyawa antara skualen, 3) tahap biosintesis steroid induk (lanosterol) dari skualen yang dari padanya dapat disintesis kolesterol. Secara rinci sintesis kolesterol dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Setelah kolesterol disintesis, senyawa ini meninggalkan hati atau diubah menjadi bentuk lain (Montgomery et al. 1993 dan Whitney et al. 1987) dan ada 4 kemungkinan perubahan kolesterol ini yaitu : 1) pengubahannya menjadi asam empedu dan bergerak dari kelenjar empedu ke usus, lalu direabsorpsi ke hati, 2) pengubahannya menjadi asam empedu, bergerak ke usus, lalu dieksresikan dalam feses, 3) pemasukkannya dalam membran sel tubuh dan 4) tetap berada dalam plasma yang berada dalam pembuluh arteri.

(32)
[image:32.612.134.508.79.674.2]
(33)

Myant (1990) mengemukakan bahwa kolesterol yang terkandung di dalam hati akan diangkut ke seluruh tubuh melalui jalur endogen. Lipoprotein yang berperan dalam pengangkutan tersebut terdiri atas lipoprotein berdensitas sangat rendah (Very Low Density Lipoprotein :disingkat VLDL), lipoprotein berdensitas sedang (Low Density Lipoprotein disingkat LDL), lipoprotein berdensitas tinggi (High Density Lipoprotein disingkat HDL). Lipoprotein-lipoprotein ini berfungsi untuk mengangkut kolesterol dari sel perifer ke hati Dari ketiga jenis lipoprotein tersebut LDL dianggap sebagai partikel pembawa kolesterol yang paling aterogenik karena peningkatan LDL akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner (PJK). Sebaliknya HDL dianggap sebagai partikel pembawa kolesterol yang baik karena peningkatan konsentrasi HDL berkolerasi negatif dengan resiko menderita PJK. Karena itu penting untuk mengetahui distribusi kolesterol dalam lipoprotein, sebab konsentrasi total kolesterol (TK) yang tinggi belum tentu aterogenik bila diimbangi dengan peningkatan kadar HDL.

Hiperkolesterolemia merupakan suatu kondisi dimana kolesterol dalam darah meningkat melebihi ambang normal yang ditandai dengan meningkatnya kadar LDL dan kolesterol total. Kadar kolesterol normal dalam plasma orang dewasa sebesar 3.1 sampai 5.7 mmol/l atau 120 sampai 220 mg/dl (Montgomery

et al. 1993). Adapun keadaan hiperkolesterolemia terjadi bila konsentrasi TK ≥

240 mg/dl dan LDL ≥ 160 mg/dl. Pada kondisi hiperkolesterolemia, resiko terbentuknya aterosklerosis sangat tinggi. Hiperkolesterolemia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor keturunan atau sejak lahir dan dari susunan makanan sehari-hari yang tidak seimbang.

(34)

penyakit PJK adalah ≥ 5 pada pria dan ≥ 4.4 pada wanita. Oleh karena itu maka dalam merekomendasikan suatu diet anti aterogenik hendaknya lebih ditekankan pada penurunan kadar LDL daripada menghindari penurunan HDL, karena pemberian diet rendah lemak dan rendah kolesterol tidak hanya menurunkan LDL tetapi juga menurunkan HDL dan demikian pula sebaliknya (Wolf 1996).

Sifat hipokolesterolemik suatu senyawa dapat mempengaruhi distribusi kolesterol dalam lipoprotein plasma. Banyak peneliti yang telah melaporkan hal tersebut. Sejauh ini ada empat senyawa yang banyak diteliti dan dapat menyebabkan perubahan distribusi kolesterol dalam lipoprotein plasma. Keempat senyawa tersebut adalah jenis protein (berdasarkan rasio asam amino), jenis asam lemak (jenuh dan tidak jenuh), estrogen serta kandungan serat.

C. Serat Pangan

Serat pangan secara umum didefinisikan sebagai kelompok polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem sekresi enzim pada saluran gastrointestinal bagian atas pada manusia. Ada beberapa jenis komponen dari kelompok polisakarida tersebut yang dapat dicerna oleh mikroflora usus besar menjadi produk-produk terfermentasi (Mc Allan 1985). Berdasarkan kelarutannya serat pangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat pangan larut (soluble dietary fiber ; disingkat sebagai SDF)) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber ;disingkat IDF). Serat pangan larut diartikan sebagai serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur empat bagian etanol. Sedangkan serat pangan tidak larut diartikan sebagai serat pangan yang tidak dapat larut dalam air panas maupun air dingin. Serat pangan tidak larut merupakan kelompok terbesar dari total serat pangan dalam diet, sedangkan serat pangan larut hanya menempati jumlah sepertiganya (Prosky et al. 1984; Prosky dan De Vries 1992).

(35)

sedangkan serat pangan tidak larut air dapat mencegah penyakit konstipasi, divertikulosis, ambein, usus buntu, nyeri lambung, kanker usus dan obesitas (Muchtadi et al. 1993). Fungsi serat pangan larut air dalam pencegahan penyakit jantung koroner adalah dengan melalui penurunan kadar kolesterol. Serat larut dapat membentuk gel kental dalam saluran pencernaan, sedangkan serat tidak larut dikarakterisasi berdasarkan kapasitas feses. Serat-serat ini dapat mengikat air dan digunakan sebagai mikroflora dalam usus untuk subtrat fermentasi.

Rumput laut merupakan sumber serat alami yang cukup baik. Kandungan total serat pangan dalam rumput laut sekitar 25-75% berat keringnya, sedangkan serat larut 51-85% .

D. Struktur Serat Pangan dari Rumput Laut

Serat pangan dari rumput laut coklat tersusun dari 4 famili polisakarida yaitu laminaran, alginat, fucan, dan selulosa. Laminaran tersusun dari (1,3)- -D-glucose dengan ikatan (1,6) dan pada rantai ujungnya terdapat manitol. Komponen matrik utama dalam rumput laut coklat adalah poliuronida pembentuk gel, alginat, asam manuronat yang mengandung ikatan 1,4, epimer C5 dari asam L-guluronat -1,4. dan 20 – 30 unit asam uronat. Sedangkan alginat hanya mengandung 20 – 30 unit asam uronat. Proporsi komponennya tergantung pada sumber alginat tersebut.

(36)

Karagenan adalah kelompok polisakarida komplek yang diektraksi dari rumput laut merah mengandung galaktan tersulfatasi dimana gugus galaktosa 1,3 nya digantikan oleh -(1,3,4,6)-anhydro-D-galaktosa. Karagenan yang banyak digunakan ( -, -dan -karagenan) berbeda dalam jumlah dan posisi gugus S tersulfatnya dan kandungan (3,6)-anhidrogalaktosa. Agar merupakan campuran polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah khususnya spesies

Gracilaria sp dan Gelidium sp, yang terdiri dari 3,6-anhidro-L-galaktosa (Renn 1990). Rumput laut hijau terdiri dari pati, selulosa, xilan, mannan dan polisakarida ionik yang mengandung gugus sulfat dan asam uronat, juga ada ramnosa, xylosa, galaktosa dan arbinosa (Lahaye 1991).

E. Sifat Fisik dan Fungsional Serat Pangan dari Rumput Laut

Sifat fisik serat pangan tergantung pada sifat kimia komponennya. Sifat fisiko-kimia ini meliputi dispersibilitas dalam air, viskositas, kemampuan mengikat dan mengabsorbsi, kapasitas feses dan fermentabilitasnya (Davidson dan Donald 1998; Scheneemen 1998). Serat pangan dari rumput laut mempunyai perbedaan sifat kimia dan fisiko-kimianya dibandingkan dengan serat dari tanaman teresterial, oleh karena itu akan mempunyai efek fisiologis yang berbeda terhadap manusia (Lahaye 1991). Secara rinci dapat dilihat dari Tabel 1.

Dispersibilitas dalam Air dan Viskositas

(37)
[image:37.612.134.510.232.518.2]

Kemampuan rumput laut untuk mengikat air tergantung pada jenis rumput laut tersebut. Rumput laut yang telah dikeringkan dapat mengembang hingga volumenya 20 kali lipat bila diberi air (Kuda et al. 1997). Rumput laut Wakame yang mengandung banyak serat larut beratnya menjadi 38.6 g/g berat keringnya. Tetapi pH pada usus dapat menurunkan kemampuan rumput laut dalam mengikat air tersebut (Suzuki et al. 1996 ).

Tabel 1 Kandungan serat pada rumput laut, buah, sayuran, legum dan sereal (% berat kering)

Sumber Serat

Tidak larut

Serat larut Total Serat Referensi Nori Hijiki Wakame Ulva lactuta Enteromorpha spp. Himantalia elongata Eisenia byciclis 16.8 16.3 5.3 16.8 16.2 7.0 14.9 17.9 32.9 30.0 21.3 17.2 25.7 59.7 34.7 49.2 35.3 38.1 33.4 32.7 74.6 Lahaye, 1991 Kedelai Gandum Jagung Beras Kacang Kecambah Brussel Buncis Bawang Kentang Apricot Persik Apel 65.24 41.59 87.47 0.75 25.64 30.23 16.69 13.32 4.85 44.92 39.53 55.57 7.08 2.87 0.40 0.19 10.85 6.16 1.35 3.59 2.14 26.43 27.30 18.56 72.32 44.46 87.87 0.94 36.49 36.39 18.04 16.89 6.99 71.35 66.83 74.13

Prosky et al. 1992

Prosky

et al.

1988

Kapasitas Mengikat

(38)

Bioavailabilitas kation mineral menurun bila mengkonsumsi serat pangan karena terbentuknya ikatan antara serat dan mineral. Molekul serat pangan yang mempunyai gugus karboksil, hidroksil atau amino bebas mempunyai afinitas yang paling besar, di antara serat-serat makanan tersebut pektin paling esensial. Pektin termetoksilasi mengikat mineral lebih baik daripada bentuk esternya karena bentuk esternya mempunyai residu asam uronat bebas yang lebih besar (Davidson dan Donald 1998). Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa serat rumput laut hijau dapat melepaskan kalsium dan sodium dari lingkungannya. Serat rumput laut coklat dapat mengadsorbsi 59 mg sodium per gram rumput laut (Krotkiewski dan Aurell 1997). Alginat mempunyai afinitas terhadap kalsium, stronsium dan barium dan dapat menginduksi transformasi konformasi rantai poliuronida dimana kation tersebut terikat kuat. Agregasi rantai alginat menyebabkan terbentuknya gel (Fleury dan Lahaye 1991).

Fermentabilitas

Fermentasi bakterial dalam usus besar membentuk asam lemak berantai pendek. Produk fermentasi utama antara lain asam asetat, propionat dan butirat, gas CO2, hidrogen dan metana. Produk-produk ini dapat mengubah kondisi fisiko-kimia usus besar. Produk berupa asam menurunkan pH dan availabilitas karbohidrat menyebabkan perubahan metabolisme bakrerial dan merangsang pertumbuhan organisme-organisme tertentu (Southgate 1998).

Penelitian mengenai fermentasi serat rumput laut dalam feses manusia atau tikus masih sedikit. Berdasarkan penelitian (Michel et al. 1996) konsentrasi fukosa dan sulfat yang tinggi berkaitan dengan resistensinya terhadap degradasi bakterial. Alginat memiliki pola fermentasi yang khusus yaitu fase laten selama 6 jam membentuk gas dan asam lemak berantai pendek dan 65% dari serat larut yang terdegradasi tersebut dapat difermentasikan. Karena sifat dari serat rumput laut dalam usus tetap, ketahanannya terhadap fermentasi memberikan efek fisiologis (Michel et al. 1996). Polisakarida lain yang larut dalam air dari rumput laut coklat menunjukkan bahwa bakteri usus menfermentasikan sodium alginat dan laminaran tetapi tidak fukoidan dan sellulosa (Fujii 1992). Alga hijau Ulva lactuca mempunyai kemampuan fermentabilitas hanya pada tikus (Adrieux et al.

(39)

F. Efek Polisakarida Rumput Laut Terhadap Metabolisme Kolesterol

Komponen serat pangan rumput laut dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Hal ini disebabkan serat pangan mampu mengikat asam empedu, yaitu suatu produk akhir dari metabolisme kolesterol. Makin banyak asam empedu yang terbuang melalui feses, makin banyak kolesterol yang dimatebolisme menjadi asam empedu. Jadi proses ini mencegah penimbunan kolesterol di dalam tubuh (Astawan 2004).

Efek fisiologis serat pangan tidak hanya disebabkan oleh sifat-sifat fisiknya antara lain: (i) kapasitas pengikatan air yang tinggi, (ii) viskous, (iii) kemampuan untuk mengabsorbsi molekul organik dan (iv) kapasitasnya sebagai penukar ion tetapi juga disebabkan serat pangan dapat dipecah oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri di dalam usus besar (fermentasi) menghasilkan H2, CH4, CO2 dan SCFA (Short Chain Fatty Acid) . SCFA yang dihasilkan kira-kira berasio 60:25:15 (asam asetat : asam propionat : asam butirat) dan dapat bervariasi tergantung dari asal karbohidrat yang difermentasi. SCFA sangat cepat diabsorpsi dari lumen kolon masuk ke mukosa di sekitarnya dimana sebagian besar butirat dioksidasi menghasilkan energi. Sisa butirat dan sebagian besar sisa SCFA yang lain masuk ke dalam pembuluh darah porta dan diangkut ke liver. Asetat dan propionat diduga mempengaruhi metabolisme kolesterol di dalam hati. Asetat adalah substrat utama untuk sintesis kholesterol sedangkan propionat menunjukkan kemampuannya menurunkan sintesis asam lemak dan kolesterol di dalam hati. Efek fermentasi serat yang lain adalah menurunkan pH digesta serta menaikkan kontribusi keruahan (bulky) feses karena naiknya jumlah massa bakteri dan mikroba patogen terperangkap dalam serat. (Anonim 2004b).

Ito dan Tsuchiya (1972) mempelajari efek agar, sodium alginat, funoran dan karagenan terhadap kolesterol pada tikus yang diberi makan diet kasein dan sukrosa dengan penambahan suplemen kolesterol 1% selama 28 hari. Hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 2.

(40)
[image:40.612.129.507.108.366.2]

Tabel 2 Efek polisakarida rumput laut yang berbeda terhadap metabolisme kolesterol pada tikus

Diet Serat Total Plasma

Kolesterol (mg/dL)

Kolesterol Feses (g/100 g bahan

kering)

1% kolesterol Tanpa Serat

1% Na-alginat 3% Na-alginat 10% Na-alginat 3% agar 3% agar

254.4 ± 10.3 232.8 ± 4.2 202.3 ± 4.8 199.6 ± 5.9 249.8 ± 5.9 244.1 ± 3.6

8.32 ± 0.12 8.32 ± 0.18 8.00 ± 0.26 9.06 ± 0.07 8.28 ± 0.21 8.03 ± 0.10

1% kolesterol Tanpa Serat

1% Funoran 3% Funoran 1% Karagenan 3% Karagenan

192.1 ± 6.4 178.1 ± 6.4 151.9 ± 3.5 163.9 ± 4.5 134.7 ± 8.1

ND1

1% kolesterol Tanpa Serat

1% Na-alginat (DP

417)2

3% Na-alginat (DP

226)2

3% Na-alginat

(DP 13)2

203.3 ± 6.3 158.1 ± 3.5 154.7 ± 13.3 210.1 ± 14.0

11.46 ± 0.28 12.08 ± 0.28 12.01 ± 0.46 10.30 ± 0.54

Ket : 1Tidak Dihitung, 2Derajat Polimerasi

Sumber : Ito dan Tsuchiya (1972)

Efek hipokolesterolemik asam alginat pada berbagai derajat polimerisasi menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat polimerisasi asam alginat semakin aktif asam tersebut dalam menurunkan kolesterol plasma dan meningkatkan kolesterol dalam feses. Efek asam alginat dalam menurunkan level kolesterol darah pada tikus disebabkan penurunan absorbsi kolesterol dalam usus khususnya pada sodium alginat dengan derajat polimerisasi paling rendah dapat diabsorbsi oleh saluran pencernaan. Ada hubungan yang positif antara derajat polimerisasi asam alginat dan aktivitas hipokolesterolemik dan kenyataan penurunan kolesterol dalam feses dengan penurunan aktivitas hipokolesterolemik. Hal ini berarti asam alginat mempengaruhi absorbsi kolesterol dalam usus.

(41)

kemampuan menahan kolesterol dan senyawa-senyawa aktif fisiologis lainnya dan menghambat absorbsi dalam usus.

Kiriyama et al. (1998) memeriksa efek hipokolesterolemik dari asam alginat bebas, agar, Konbu (Laminaria japonica), Hiziki (Hijiki fusiformis) dan Ao nori (Entheromorpha prolifera) pada tikus yang diberi diet hipokolesterolemik selama 5-8 hari. Level kolesterol plasma pada semua kelompok yang menerima diet ini lebih besar daripada level kolesterol plasma dalam tikus yang diberi diet kolesterol tinggi tanpa serat.

Suzuki et al. (1993) mempelajari efek sodium alginat yang kaya akan asam guluronat dan asam manuronat terhadap level kolesterol pada tikus yang diberi diet mengandung alginat dan kolesterol (Tabel 3). Alginat yang kaya akan asam guluronat menurunkan konsentrasi kolesterol serum lebih tinggi dibandingkan dengan alginat yang kaya akan asam manuronat. Tikus yang diberi makan kedua alginat ini menurunkan level kolesterol dibandingkan dengan yang tidak diberi alginat. Ini berarti bahwa penurunan level kolesterol serum disebabkan penurunan kolesterol yang dicerna. Penulis ini juga menghitung indeks arterosklerosis dari perbandingan gabungan kolesterol VLDL dan kolesterol LDL terhadap kolesterol HDL dalam serum. Apabila AI lebih rendah maka alginat yang kaya asam guluronat akan meningkatkan AI tersebut cukup besar.

Ren et al. (1994a) mengevaluasi efek rumput laut dan polisakarida rumput laut terhadap tekanan darah dan tingkat lemak serum pada tikus yang diberi larutan garam selama diet kaya kolesterol. Hampir semua rumput laut memberikan efek anti hiperkolesterolemik. Level HDL (High Density Lipoprotein) mencapai 46% dari kontrolnya. Pengaruh diet polisakarida rumput laut pada tingkat lemak serum pada tikus hiperkolesterolemik terlihat pada Tabel 3. Pada semua kelompok diet yang mengandung glukoronoxylorhaman sulfat, alginat, funoran, dan forphyran menurunkan secara berturut-turut 53%, 49%, 43% dan 27% terhadap kontrolnya.

(42)

Tabel 3. Efek diet yang mengandung polisakarida rumput laut sebagai sumber serat terhadap level kolesterol serum pada tikus

Diet Serat Total

Kolesterol (mg/dL) HDL Kolestero l (mg/dL) LDL Kolesterol (mg/dL)

AI1 Trigliserid a (mg/dL) R e f 16% minyak zaitun 0,5% garam empedu 1,5% kolesterol 1,5% larutan garam Kontrol Glucuruno xylorhamman sulfat Fucoidan Sodium alginat Porphyran Funoran Agar 569.3±32.4 385.6±38.4 524.7±28.5 405.6±28.2 456.7±33.2 381.6±43.3 566.5±45.3 19.7±1.5 26.0±5.2 29.0±6.7 25.4±2.3 20.4±1.0 21.5±1.1 25.0±7.2 576.6±37.3 359.4±42.5 490.3±41.6 380.3±29.2 436.3±33.7 366.3±38.8 495.9±354 29.3±5.1 13.8±5.3 16.9±6.1 15.0±2.8 21.4±2.7 16.7±3.5 18.2±4.9 ND2 a 5% minyak zaitun 0,5% asam empedu 1,5% kolesterol 1,5% larutan garam Kontrol Funoran 387.5±70.1 265.3±46.6 20.9±3.7 22.4±4.1 366.6±70.0 242.9±47.7 18.5±4.8 11.3±3.4 80.2±5.1 42.52±5.5 b 5% minyak zaitun 0,25% garam empedu 0,5% kolesterol Kontrol Asam Alginat Na-Alginat Ca-Alginat 288.0±24.6 421.8±12.8 290.4±75.2 421.1±52.3 13.9±1.6 15.1±1.5 29.2±7.9 20.1±4.0

ND ND

115.3±11.4 179.1±22.1 98.0±15.7

90.6±8.7 c

8% lemak babi 2% minyak jagung 1% kolesterol 4,5% garam empedu

Asam Alginat kaya

Guluronat Asam Alginat kaya

mannuronat Alginat tanpa serat 215.9±9.0 251.0±1.8 279.0±4.0 35.6±1.8 32.5±1.9 36.9±23 ND 5.2±0.3 6.7±0.7 6.1±0.6

ND d

Keterangan : 1

Indek Aterogenik : VLDL-kolesterol + LDL-kolesterol/HDL-kolesterol 2Tidak ditentukan

a Ren et al.1994a b Ren et al. 1994b c Nishide et al. 1993

(43)

glukoronoxilorhaman sulfat, alginat, porphyran, fukoidan dan agar.

Nilai total kolesterol dalam kelompok diet agar hampir sama dengan nilai kontrolnya.Diet polisakarida menurunkan trigliserida (TG) serum dan kolesterol LDL. Tikus yang diberi diet mengandung funoran dan glukoronoxylorhaman menurunkan level TG paling rendah sedangkan diet fukoidan dan agar hanya menurunkan TG sedikit. Kebalikan dengan hasil diatas, level HDL pada tikus yang diberi diet polisakarida agak tinggi. Peningkatan terbesar terjadi pada fucoidan. Nilai HDL hanya meningkat sedikit pada diet funoran dan porphyran. Diduga polisakarida polyionik dapat menahan kolesterol dalam serat sehingga membantu ekskresi fesesnya dan menurunkan level kolesterol dalam darah. Beberapa polisakarida rumput laut mencegah penurunan kolesterol HDL serum setelah diet kolesterol tinggi selama 4 minggu.

Percobaan mengenai funoran oleh Ren et al. (1994b), menunjukkan bahwa terjadinya penurunan TG, kolesterol LDL dan level AI pada tikus yang diberi makan kolesterol, dan terjadi peningkatan eksresi kolesterol dalam feses. Hal ini menunjukkan efek hipolipidemik funoran karena mencegah absorbsi kolesterol serum dan meningkatkan eksresi kolesterol feses. Penelitian mengenai efek dari tiga jenis alginat (asam bebas, garam sodium dan kalsiumnya) pada lemak serum (Nishide at al. 1993) menunjukkan bahwa nilai total kolesterol serum dalam kelompok sodium alginat mirip dengan kontrolnya. Tetapi pada kalsium alginat dan asam alginat level total kolesterol lebih tinggi daripada kontrolnya. Level kolesterol HDL meningkat secara signifikan pada setiap kelompok alginat. Nilai TG lebih besar pada kelompok asam alginat daripada dalam kontrolnya. Tetapi pada sodium alginat dan kalsium alginat nilai TG-nya lebih rendah. Tikus yang mengkonsumsi diet asam alginat eksresi kolesterol feses paling tinggi. Ini berarti kemampuan asam alginat dalam mengikat kolesterol lebih tinggi.

(44)
(45)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu :

A.1. Rumput Laut

Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Gelidium

sp, Eucheuma cottonii, dan Sargassum sp. Pengambilan spesies ini didasarkan bahwa ketiga spesies tersebut mewakili penghasil agar, karagenan dan alginat dan merupakan rumput laut yang hidup di perairan Indonesia. Rumput laut tersebut diperoleh dari perairan Lampung Selatan, Propinsi Lampung.

A.2. Tikus Percobaan

Tikus yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Rattus novergicus strain Sprague-Dawley, berjenis kelamin jantan dan berat berkisar 150 gram.

A.3. Ransum Standar dan Bahan Penyusun Ransum

Bahan penyusun ransum standar terdiri dari selulosa sebagai sumber serat, minyak jagung sebagai sumber lemak, kasein sebagai sumber protein, mineral mixture, vitamin mixture, dan pati jagung sebagai sumber pati. Untuk membuat tikus menjadi hiperkolesterolemia dalam ransum ditambahkan kolesterol murni dan propil tio urasil (PTU). Ransum dalam perlakuan ditambahkan tepung rumput laut sebagai penambah sumber serat. A.4. Bahan Kimia

(46)

B. ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan pada pembuatan tepung rumput laut seperti peralatan pencucian dan perendaman (baskom, penyaring), blender, grinder, drum dryer, disc mill dan ayakan. Alat untuk analisis kimia seperti peralatan gelas, pH meter, aluminium foil, dan penyaring crucible. Peralatan untuk pemeliharaan tikus seperti kandang plastik, botol minum dan wadah ransum. Peralatan bedah seperti pisau bedah, gunting, papan bedah, syringe, serta peralatan untuk analisis serum dan digesta. seperti neraca analitik, tabung reaksi, mikro pipet, water bath, sentrifuse,

spekrofotometer, gas kromatografi dan peralatan untuk analisis histologi.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan (Gambar 4) yaitu : C.1. Pembuatan Tepung Rumput Laut (TRL)

Pembuatan tepung rumput laut berdasarkan metode terbaik dari Ristanti (2002), yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu pembersihan, pencucian, perendaman, pengecilan ukuran, pengeringan dan penggilingan. Rumput laut yaitu Gelidium sp, Eucheuma cottonii dan Sargassum sp dari hasil panen dicuci dan dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan benda asing seperti garam, karang, kayu, ranting serta pasir yang menempel pada rumput laut. Setelah dibersihkan, rumput laut direndam dalam air tawar selama ± 9 jam dengan perbandingan rumput laut dan air 1 : 3. Setelah perendaman dengan air tawar, kemudian rumput laut direndam dalam larutan NaOCl 1% selama 30 menit yang berguna melunturkan pigmen dari rumput laut. Setelah perendaman selesai rumput laut ditiriskan dan siap untuk dilakukan pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran bertujuan untuk mempermudah penghancuran yang dilakukan dengan

(47)

PENGAMBILAN SAMPEL RUMPUT LAUT 1.Gelidium sp ; 2. Eucheuma sp ; 3. Sargassum sp

Pembuatan Tepung Rumput Laut

TEPUNG RUMPUT LAUT (TRL)

ANALISIS SIFAT FISIKO-KIMIA 1. Indeks Penyerapan Air (IPA) dan

Indeks Kelarutan Air (IKA) 2. Viskositas

3. Kadar Air 4. Kadar Abu 5. Kadar Protein 6. Kadar Lemak 7. Kadar Karbohidrat

8. Kadar Serat (TDF, IDF, SDF) UJI BIOLOGIS

(HEWAN PERCOBAAN)

PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL (Kecuali Kontrol Negatif)

TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA

PERLAKUAN (31 HARI) 1. Kolesterol 1% + 0% TRL 2. Kolesterol 1% + TRL E. Cottonii 3. Kolesterol 1% + TRL Gelidum sp 4. Kolesterol 1% + TRL Sargassum sp 5. Ransum Standar (Kontrol Negatif)

Parameter yang diamati selama perlakuan : 1. Jumlah Konsumsi Ransum Per hari 2. Berat Badan (2 hari sekali) PENGAMBILAN

SERUM DAN ORGAN

PARAMATER YANG DIAMATI : Analisis Serum meliputi : Total Kolesterol, HDL, LDL, TG, Indeks Aterogenik (IA)

Analisis Total Kolesterol Digesta (sekum)

Analisis Asam Lemak Rantai Pendek (As. Propionat dan Butirat)

Histologi Aorta dan Usus

[image:47.612.133.506.87.683.2]

ANALISIS DATA DAN PELAPORAN

(48)

Rumput Laut Segar

Pencucian dengan Air Mengalir

Perendaman :

1. Dalam Air Tawar (1 : 3) selama 9 jam 2. Dalam Larutan NaOCl 1% selama 30 mnt

me\menit

Pengecilan Ukuran

(Grinder)

Bubur Rumput Laut

Pengeringan

(Drum Dryer)

Penggilingan

(Disc Mill)

Pengayakan (32 mesh)

[image:48.612.200.449.79.651.2]

Tepung Rumput Laut (TRL)

(49)

Tepung rumput laut yang dihasilkan kemudian dikemas dengan wadah gelas tertutup dan dilakukan analisis fisiko-kimia.

C.2.1. Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) Metode Anderson (Paton dan Spratt 1984)

Sebanyak 2.5 gram tepung dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse kemudian ditambahkan 25 ml aquades, diaduk menggunakan vibrator sampai semua bahan terdispersi. Selanjutnya tabung disentrifusi dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit.

Supernatan yang diperoleh dituangkan secara hati-hati ke dalam wadah lain, sedangkan tabung sentrifuse beserta residunya dipanaskan dalam oven 50°C selama 25 menit pada posisi miring (25°) dan ditimbang.

Sebanyak 2 ml supernatan dimasukkan ke dalam cawan dan dipanaskan pada oven 105°C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sebagai bahan kering yang terlarut dalam supernatan. Indeks penyerapan dan indeks kelarutan dalam air, ditentukan dengan persamaan berikut :

C B

A g

ml IPA

− =

) / (

F D ml g

IKA( / )=

dimana :

A : berat residu dari tepung (asumsi berat jenis /BJ =1) B : berat sampel

C : berat bahan terlarut dalam supernatan (faktor koreksi) D : berat bahan terlarut dalam 2 ml

F : 2 ml larutan

C.2.2. Viskositas (AOAC 1984)

(50)

C.2.3. Kadar Air (AOAC 1984)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 15 menit, kemudian didinginkan lalu ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5 gram (B). Setelah itu cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 6 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar air dihitung dengan rumus :

[

]

0 0 0

0 ) ( ) 100

( = − − × B A C B wb Air Kadar

[

]

% 100 ) ( ) (% × − − − = A C A C B db KadarAir

C.2.4. Kadar Abu (AOAC 1984)

Sampel ditimbang sebanyak 1-5 gram, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobot tetapnya. Sampel diarangkan di atas Bunsen dengan nyala api kecil hingga tidak berasap, selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 500-6000C sampai menjadi abu yang berwarna putih. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus :

% 100 ) ( ) ( (%) = × g Sampel Berat g Abu Berat Abu Kadar

C.2.5. Kadar Protein (AOAC 1984)

Sampel ditimbang sebanyak 0.5-3 gram lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan didestruksi dengan menggunakan 20 ml asam sulfat pekat dengan pemanasan sampai terjadi larutan berwarna jernih. Larutan hasil destruksi diencerkan dan didestilasi dengan penambahan 10 ml NaOH 10%. Destilat ditampung dalam 25 ml larutan H3BO3 3%. Larutan H3BO3 dititrasi dengan larutan HCl standar dengan menggunakan metil merah sebagai indikator. Dari hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui. Kadar protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dan faktor koreksi.

% 100 ) ( 14 (%) = × × × × mg Sampel Bobot fk HCL N titran ml Nitrogen Total 25 . 6 (%)

rotein = TotalNitrogen × P

(51)

C.2.6. Kadar Lemak (AOAC 1984)

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ektraksi soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ektraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya.

Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap.

% 100 ) (

) (

(%) = ×

g Sampel Berat

g Lemak Berat Lemak

Kadar

C.2.7. Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus :

(

K Abu K otein K Lemak

)

bk t Karbohidra

Kadar (% )=100%− % . +% .Pr +% .

C.2.8. Kadar Serat Pangan (Asp et al. 1983)

(52)

dibersihkan dengan 5 ml air. Selanjutnya ditambahkan 0.1 gram pankreatin, kemudian labu ditutup dengan almuminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam, serta pH diatur menjadi 4.5 dengan HCl 0.1 N. Kemudian disaring dengan crucible, dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata.

Residu /serat pangan tidak larut (IDF)

Residu dalam crucible dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml aseton. Crucible dikeringkan pada suhu 1050C sampai bobot tetap dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1). Kemudian diabukan pada suhu 5500C selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan dalam desikator (I1).

Filtrat /Serat Pangan Larut (SDF).

Volume filtrat diatur dan dicuci dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (600C) dan dibiarkan presipitasi selama 60 menit (waktu dapat diperpendek). Lalu disaring dengan crucible yang kering (porositas 2) yang mengandung 0.5 gram celite, selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Setelah itu filter gelas dikeringkan dalam oven suhu 1050C sampai berat tetap dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D2), dan terakhir diabukan pada suhu 5500C selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan dalam desikator (I2).

Dilakukan pula perhitungan serat blanko dengan menggunakan prosedur seperti diatas tetapi tanpa menggunakan sampel. Nilai blanko ini harus diperiksa secara berkala dan bila enzim yang digunakan berasal dari batch baru.

Kadar serat pangan total dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

% 100 1 1 1 (%) = − − × W B I D IDF % 100 2 2 2 (%) = − − × W B I D SDF SDF IDF TDF(%) = +

Keterangan :

(53)

D = berat setelah pengeringan (gram) I = berat setelah pengabuan (gram) B = berat blanko bebas serat (gram) C.3. Analisis Biologis

Pada tahap ini dilakukan uji biologis pada hewan percobaan yaitu tikus. Tikus-tikus yang akan diberi perlakuan dalam penelitian ini diadaptasi terlebih dahulu dengan ransum standar selama satu minggu, setelah itu mengalami masa peningkatan kolesterol (dibuat menjadi kondisi hiperkolesterolemia), kecuali pada grup kontrol negatif. Peningkatan kolesterol dilakukan dengan memberikan ransum yang mengandung kolesterol 1% dengan mengurangi porsi pati sebanyak 1%, perlakuan ini dilakukan selama ± 2 bulan, dan pada 14 hari terakhir tikus diberi propil tiourasil (PTU) 0,01% secara oral atau dicekok. PTU merupakan suatu zat anti tiroid untuk meningkatkan kolesterol darah secara endogen. Pada akhir masa ini kadar kolesterol serum diuji dengan mengambil darah dari 3-4 ekor tikus yang dipilih secara acak. Setelah kadar total kolesterol serum mencapai 130 mg/dl atau pada kondisi hiperkolesterolemia, tikus-tikus hiperkolesterolemia dikelompokkan dalam 4 grup perlakuan, yaitu :

- Kontrol Positif (KP) : Kolesterol 1% + 0% TRL

- PerlakuanTRL “E” : Kolesterol 1% + 10% TRL Eucheumacottonii

- Perlakuan TRL “G” : Kolesterol 1% + 10% TRL Gelidium sp - Perlakuan TRL “S” : Kolesterol 1% + 10% TRL Sargassum sp

Komposisi ransum yang digunakan pada setiap grup perlakuan tertera pada Tabel 4. Ransum perlakuan diberikan secara ad libitum selama ± 4 minggu. Selama perco

Gambar

Gambar 1  Struktur Kimia Kolesterol
Gambar 2  Sintesis isopentil pirofosfat sebagai tahap pertama biosintesis kolesterol
Gambar 3  Biosintesis kolesterol dari isopentenil pirofosfat
Tabel 1  Kandungan serat pada rumput laut, buah, sayuran, legum dan sereal                    (% berat kering)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah penulis lakukan sebelumnya, bahwasanya faktor yang mendorong mulainya perilaku menghisap lem pada anak remaja

corporate governance dengan ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, dan frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh positif terhadap luas pengung- kapan modal

Sekolah Alam Bahasa Inggris yang diadakan di Desa Samberan, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro merupakan Sekolah Alam yang bersifat informal dengan menggunakan

Maka dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa sumur RAMA A-02 dan RAMA A-03 mengalami kerusakan pada formasi karena nilai faktor skin nya berharga positif (S &gt;

Selepas seminggu, rawatan akan dijalankan terhadap kedua-dua kumpulan responden tersebut iaitu kit pengajaran akan digunakan dalam proses p&amp;p bagi kumpulan

Rancangan ini akan menampilkan form dimana data barang yang telah diproduksi oleh SIMPLE SPACE dan baru disimpan di gudang direkam pada sistem inventori hasil

SMP Santa Maria Maumere. Berdasarkan bukti penelitian dan pernyataan para ahli menjelaskan bahwa pemberian model pembelajaran PBL dan NHT memberikan pengaruh terhadap

(barang dan jasa) yang dihasilkan dapat terjual. Perencanaan pada dasarnya merupakan proses penentuan bagaimana suatu bisnis mencapai tujuannya, atau perencanaan