• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEOR

G. Rumusan Hipotesis

Berdasarkan uraian kajian teori di atas, maka dapat di rumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif lingkungan belajar dengan prestasi belajar siswa. 2. Ada hubungan positif kemandirian belajar dengan prestasi belajar siswa. 3. Ada hubungan positif jumlah jam belajar dengan prestasi belajar siswa.

Lingkungan Belajar Jumlah Jam Belajar Kemandirian Belajar Prestasi Belajar

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar adalah segala sesuatu yang berada di dalam maupun di luar diri individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor- faktor yang ada di sekitar lingkungan memegang peranan penting dalam proses belajar, karena siswa hidup dalam masyarakat yang tidak lepas dari lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial keluarga dan masyarakat luas. Sejalan dengan hal tersebut Muhibbin (2003:152-153) mengelompokan lingkungan menjadi dua macam, yaitu:

1. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat dan aktivitas belajar seorang siswa. Guru dapat memperlihatkan teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar sehingga dapat menjadi dorongan yang positif dalam kegiatan belajar siswa. Interaksi antara guru dengan siswa secara intim dapat memperlancar proses belajar mengajar. Seperti siswa yang dekat dengan guru akan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Begitu pula hubungan antar siswa juga berpengaruh terhadap proses belajar. Lingkungan sosial siswa, meliputi masyarakat, tetangga, dan teman- teman di sekitar perkampungan. Hal demikian berarti siswa adalah bagian dari warga masyarakat. Oleh karena itu siswa diharapkan dapat menjalin

hubungan dengan anggota masyarakat yang lainnya. Hubungan tersebut terjadi dengan teman sebaya, dengan orang tua yang lebih tua maupun dengan yang lebih muda. Menurut Roestiyah (1982:162), anak perlu bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk. Perbuatan yang tidak baik mudah menular pada orang lain. Maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.

Masyarakat dengan lingkungan yang anak-anaknya rajin dalam kegiatan belajar, dapat menjadi dorongan semangat bagi anak tersebut dalam melakukan kegiatan rajin belajarnya, begitupula sebaliknya masyarakat yang memiliki lingkungan brutal dengan anak-anak yang malas belajar diserta dengan tidak ada saling kepedulian antara masyarakat satu dengan yang lainnya akan membuat anak malas belajar. Roestiyah (1982:163) mengatakan bahwa di lingkungan yang anak-anaknya rajin belajar, kemungkinan besar akan terpengaruh untuk rajin belajar tanpa disuruh. Dengan lingkungan yang rajin maka mereka dapat mengadakan kegiatan belajar bersama/belajar kelompok. Belajar bersama ini dimaksudkan untuk dapat mengatasi masalah-masalah/kesulitan-kesulitan di dalam belajar serta dapat saling membantu jika ada salah satu dari mereka yang ketinggalan di dalam menempuh mata pelajaran di kelas.

Selain itu keberadaan beberapa mass media dan televisi, serta banyak bacaan berupa buku-buku, novel, majalah, koran, yang kurang dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan terkadang membuat siswa lupa

akan tugasnya sebagai seorang pelajar yaitu belajar. Oleh karena itu segala macam perangkat yang menyajikan hiburan perlu diseleksi.

Lingkungan sosial yang lebih banyak memberikan pengaruh terhadap kegiatan belajar siswa ialah orang tua dan keluarga itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan dalam keluarga, letak rumah, semua dapat memberikan dampak pada proses belajar siswa. Pengelolaan keluarga yang keliru menimbulkan akibat buruk pada siswa untuk berperilaku menyimpang sehingga siswa tidak mau belajar. Maka orang tua dan keluarga perlu memperhatikan segala sesuatu yang mampu menunjang keberhasilan belajar siswa.

Oleh karena itu siswa yang sedang mengalami/menjalani proses belajar, perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Menurut Roestiyah (1982:159), faktor-faktor yang datang dari keluarga yang mempengaruhi belajar siswa, yaitu:

a. Cara mendidik

Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah sekolah akan menjadi siswa yang kurang bertanggung jawab, dan takut menghadapi tantangan kesulitan. Juga orang tua yang mendidik anaknya secara keras itu akan menjadi penakut.

b. Suasana keluarga

Hubungan antara anggota keluarga yang kurang intim, menimbulkan suasana kaku, tegang di dalam keluarga, menyebabkan anak kurang

semangat untuk belajar. Susana yang menyenangkan, akrab dan penuh kasih sayang, memberi motivasi yang mendalam pada anak.

c. Pengertian orang tua

Anak belajar pelu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan dorongannya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya, untuk mengetahui perkembangannya.

d. Keadaan sosial ekonomi keluarga

Anak belajar memerlukan sarana-sarana yang kadang-kadang mahal. Bila keadaan ekonomi keluarga tidak memungkinkan, kadang kala menjadi penghambat anak belajar. Namun bila keadaan memungkinkan cukuplah sarana yang diperlukan anak, sehingga mereka dapat belajar dengan senang.

e. Latar belakang

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan- kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.

Selain faktor-faktor di atas yang dapat mempengaruhi proses belajar ialah keadaan sosial-ekonomi keluarga. Menurut Winkel (1989:109), keadaan sosial-ekonomi menunjukan pada taraf kemampuan finansial keluarga yang dapat bertaraf baik, cukup atau kurang. Keadaan inilah

tergantung sampai seberapa jauh keluarga dapat membekali siswa dengan perlengkapan material untuk belajar. Keadaan sosial-kultur menunjukkan pada taraf kebudayaan yang dimiliki keluarga, yang dapat tinggi, tengah atau rendah. Dari keadaan ini tergantung kemampuan bagi anak untuk berbahasa dengan baik, corak pergaulan antara orang tua serta pandangan keluarga mengenai pendidikan sekolah. Sebenarnya, yang penting di sini bukanlah keadaan itu sendiri, melainkan kondisi intern pada siswa yang timbul sebagai akibat dari keadaan itu. Namun, akibat itu tidak harus timbul secara otomatis/dengan sendirinya. Sikap siswa sendiri terhadap keadaan itu, sering menentukan apakah kondisi intern akan menguntungkan belajar/menghambatnya. Dengan keadaan yang demikian akan berpengaruh dalam perkembangan pendidikan.

Dari uraian keadaan keluarga diatas yang terpenting ialah bagaimana sikap anak dalam menanggapi lingkungannya yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan yang ditempuh. Sikap, ciata-cita, minat, motivasi belajar anak dipengaruhi oleh keadaan. Dengan usaha yang dimiliki dan keadaan ekonomi keluarga yang cukup dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya.

Anak yang berada dalam keluarga yang sosial lebih tinggi dapat menguntungkan bagi kegiatan belajar karena kebutuhan akan kesehatan maupun perlengkapan alat-alat sekolah dapat terpenuhi sehingga meningkatkan sikap dan minat siswa dalam belajar. Namun, dengan keadaaan tersebut ada kemungkinan anak menjadi tidak rajin belajar karena

menganggap bahwa semua kebutuhan mereka telah terpenuhi dan jaminan ekonomi untuk masa depan sudah ada. Mungkin berbeda dengan anak yang berada dalam keluarga yang memiliki ekonomi lemah yang mengalami kekurangan dalam pemenuhan alat-alat belajar, sehingga mereka akan mengambil sikap lebih rajin. Hal ini dikarenakan siswa berkeinginan untuk lebih maju. Jadi, dalam hal pendidikan anak keadaan sosial ekonomi orang tua dapat menjadi pengaruh dalam pengambilan sikap belajar.

2. Lingkungan non sosial

Lingkungan non sosial yang menunjang dalam proses belajar siswa adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah yang menjadi tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yang datang dari sekolah menurut Roestiyah (1982:159-161), yaitu:

a. Interaksi guru dan murid.

Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, meyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar dan siswa merasa jauh dari guru, maka akan segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar.

b. Cara penyajian.

Guru yang sudah lama mengajar biasa mengajar dengan metode ceramah. Sehingga siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja. Sedangkan guru yang progresif berani mencoba metode-metode yang baru, dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

c. Hubungan antara murid.

Guru yang kurang dekat dengan siswa dan kurang bijaksana, membuat siswa segan dan tidak memiliki motivasi untuk belajar sehingga menghambat dalam proses belajar mengajar. Sedangkan guru yang hubungannya dengan siswa baik dan akrab akan memberikan nilai positif yaitu dapat memberikan motivasi dalam belajar.

d. Standar pelajaran di atas ukuran.

Guru berpendidikan untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standard. Akibatnya anak merasa kurang mampu dan segan kepada guru. Mengingat perkembangan psikis dan kepribadian anak yang berbeda-beda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Dalam memberikan materi seharusnya guru memberikan sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.

e. Media pendidikan.

Banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, sekolah memerlukan alat- alat dalam jumlah besar sehingga dapat membantu kelancaran dalam belajar anak, seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Tetapi pada kenyataannya masih banyak sekolah yang masih kurang dalam memiliki media,sehingga kualitas yang dapat menunjang belajarpun kurang.

f. Kurikulum.

Sistem instruksional sekarang menghendaki proses belajar-mengajar yang mementingkan kebutuhan anak. Guru perlu mendalami siswa, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani anak belajar secara individual. Kurikulum sekarang belum dapat memberikan pedoman perencanaan yang demikian.

g. Keadaan Gedung.

Dengan jumlah siswa yang luar biasa jumlahnya, keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang, mereka duduk berjejal-jejal di dalam setiap kelas.

h. Waktu sekolah.

Akibat meledaknya jumlah anak yang masuk sekolah, dan penambahan gedung sekolah belum seimbang dengan jumlah siswa. Akibat selanjutnya banyak siswa yang terpaksa masuk sekolah di sore hari. Hal mana sebenarnya kurang dapat dipertanggung-jawabkan. Dimana anak harus beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah. Mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya. Sebaiknya anak belajar di pagi hari, di mana pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik. i. Pelaksanaan disiplin.

Banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang, sehingga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Hal mana dalam proses belajar siswa perlu disiplin, untuk mengembangkan motivasi yang kuat.

j. Metode belajar.

Banyak siswa melaksanakan metode belajar yang salah, sehingga perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif, belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.

k. Tugas rumah.

Belajar adalah tugas seorang pelajar, tetapi anak juga memiliki kegiatan lain yang perlu diberi sedikit ruang waktu yang tidak mengganggu jadwal belajarnya. Dengan demikian tugas sekolah dan tugas rumah dapat berjalan secara selaras

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bagaimana sikap siswa dalam menanggapi lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non sosial dapat menjadi penentu berhasil tidaknya pendidikan yang ditempuh. Agar anak dapat berhasil dalam pendidikannya, maka harus diperhatikan segala sesuatau yang dapat menunjang keberhasilan belajar.

Pendidikan di sekolah sebagai akibat dari pemenuhan akan pentingnya pendidikan, sekolah tidak hanya terdiri dari gedung saja melainkan juga sarana dan prasarana lain yang menunjang pendidikan. Sekolah merupakan tempat anak didik belajar, mempelajari sejumlah materi pelajaran. Oleh karena itu harus diciptakan lingkungan sekolah yang benar-benar dapat mendukung anak untuk belajar.

B.Kemandirian Belajar

Kemandirian dalam belajar akan membantu siswa meningkatkan prestasi belajarnya. Kemandirian dalam belajar dapat diartikan sebagai aktivitas belajar dan berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar (Dimyati, 1998:51).

Pengertian kemandirian menurut Masrun (1986:84), yaitu:

Kemandirian adalah suatu sifat yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri dan untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan serta berkeinginan untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain, mampu berpikir dan bertindak secara original, kreatif dan penuh inisisiatif, mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

Sedangkan pengertian kemandirian menurut Samana, (dalam Susmeini, 1998:37), adalah:

Kemandirian belajar seseorang merupakan sikap bagaimana seseorang itu dapat mengatur dan mengendalikan kegiatan belajarnya, atas dasar pertimbangan keputusan dan tanggung jawabnya sendiri.

Kemandirian belajar seseorang sangat tergantung pada pada seberapa jauh seseorang tersebut dapat belajar mandiri. Dalam belajar mandiri siswa akan berusaha sendiri terlebih dahulu untuk mempelajari serta memahami isi pelajaran yang dibaca/dilihatnya melalui media pandang dan dengar. Siswa yang mandiri akan mencari sumber belajar yang dibutuhkan serta harus mempunyai kreativitas inisiatif sendiri dan mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya.

Dari beberapa pengertian kemandirian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah kemampuan seseorang untuk tidak bergantung pada orang lain dalam mengatur kegiatan belajarnya, atas dasar sifat bebas, progresif, ulet, inisiatif, aktif, mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab.

Kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa maupun dari luar siswa. kemandirian yang ada di dalam diri siswa biasanya ditunjukan dalam tingkah laku sebagai berikut:

1. Memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.

Dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa yang lainnya. Adanya interaksi antara siswa dengan siswa lainnya dapat menyebabkan siswa tersebut dapat mengetahui tingkat kemampuannya dibanding dengan kemampuan temannya. Aplikasi pada siswa adalah bersaing dalam upaya memahami materi yang dipelajari dengan memperbanyak sumber literatur dari berbagai media (misalnya perpustakaan, internet, dan lain-lain) serta mempunyai waktu khusus untuk mempelajari materi tersebut di luar jam sekolah sehingga siswa dapat mencapai prestasi dalam belajar.

2. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Siswa yang mempunyai inisiatif senantiasa tidak menunggu orang lain untuk melakukan sesuatu. Kemampuan mengambil keputusan dan inisiatif

dipengaruhi oleh respon siswa terhadap apa yang ada dan terjadi di sekitar untuk dijadikan bahan kajian belajar.

Aplikasi pada siswa adalah mempunyai inisiatif untuk mempelajari dahulu materi sebelum diajarkan oleh guru serta berinisiatif mengerjakan soal-soal sendiri pada mata pelajaran yang diterimanya disekolah dengan memanfaatkan seluruh kemampuan yang dimilikinya, termasuk dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi di lapangan yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat.

3. Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

Siswa yang memiliki kepercayaan diri tidak mudah terpengaruh oleh apa yang dilakukan orang lain. Siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi cenderung memiliki rasa percaya diri, yaitu selalu bersikap tenang dalam mengerjakan tugas-tugas belajar yang diberikan guru dengan memanfaatkan segala potensi atau kemampuan yang dimiliki dan tidak mudah terpengaruh orang lain dalam mengerjakan tugas-tugasnya serta tidak mencontek.

4. Bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.

Siswa yang bertanggung jawab adalah siswa yang menyadari hak dan kewajibannya sebagai seorang peserta didik. Tanggungjawab seorang siswa adalah belajar dan mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh guru dengan penuh keikhlasan dan kesadaran, selain itu siswa yang bertanggung jawab adalah yang mampu mempertanggungjawabkan proses belajar berupa nilai dan perubahan tingkah laku.

Kemandirian juga dipengaruhi oleh beberapa komponen. Menurut Masrun (1986:85) komponen-komponen utama kemandirian, yaitu:

1. Bebas

Faktor ini ditunjukan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri bukan karena orang lain.

2. Progresif dan ulet

Ini nampak dari adanya usaha untuk mengejar prestasi, penuh ketekunan, merencanakan serta mewujudkan harapan-harapannya.

3. Inisiatif

Komponen ini meliputi kemampuan berfikir, bertindak secara original, kreatif dan penuh inisiatif.

4. Pengendalian diri dari dalam

Komponen ini meliputi perasaan mampu mengatasi masalah, kemampuan mengendalikan diri dari dalam, dan kemampuan mempengaruhi lingkungan atas usahanya sendiri.

5. Kemantapan diri

Kemantapan diri mencakup aspek percaya terhadap kemampuan diri, menerima dirinya, dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

Menurut Samana, (dalam Susmeini, 1998:38), ciri-ciri kemandirian belajar adalah

Kemandirian belajar nampak dalam usaha seseorang untuk menyadari, serta memiliki tujuan belajar, keteraturan serta kesungguhan mendalami bahan, kritis, taksis dalam memilih dan menggunakan metode serta sarana, berdisiplin dalam aturan dan perencanaan, berinisiatif dan berani menciptakan hal-hal baru untuk meningkatkan

efisiensi belajar, percaya diri dan optimis terhadap hasil yang dicapainya dan bersikap realistis serta bertanggung jawab.

Gibss (dalam Mulyasa 2003:106) mengemukakan bahwa peserta didik akan lebih kreatif jika guru :

1. Mengembangkan rasa percaya diri pada peserta didik dan mengurangi rasa takut.

2. Memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi

ilmiah secara bebas dan terarah.

3. Melibatkan peserta didik dalam menetukan tujuan belajar dan evaluasinya. 4. Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter.

5. Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran

secara keseluruhan.

Kemandirian belajar yang dipunyai siswa dalam mengatur kegiatan belajar secara bebas, progresif, penuh inisiatif, maupun tanggung jawab tersebut akan menentukan hasil belajar yang dicapai. Oleh karena itu, kemandirian merupakan unsur penting dalam kegiatan belajar dan jelas dapat memperbaiki mutu karena menyangkut inisiatif siswa (Holstein, 1986:186).

C.Jumlah Jam Belajar

Seorang siswa tidak bisa lepas dari kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar, waktu merupakan salah satu faktor penting sehingga perlu diperhatikan. Seperti berapa lama waktu yang digunakan untuk belajar atau berapa jumlah jam belajar yang digunakan untuk belajar, berapa kali waktu yang disediakan untuk belajar dalam sehari perlu mendapat perhatian. Jumlah jam belajar merupakan banyaknya waktu yang disediakan dan digunakan siswa untuk belajar yang dihitung dalam jam. Hueken (1983:31) berpendapat bahwa waktu belajar siswa ditentukan/dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitarnya. Menurut Shaw, (dalam Gie, 1995:167):

‘Learning to use time is a valuable acquired skill, one that will pay dividends not only in studying but all through life. In fact, the ability to use time efficiently may well be one of the most significant achievements of you entire life.’

(Belajar menggunakan waktu merupakan suatu keterampilan perolehan yang berharga. Keterampilan yang memberikan keuntungan-keuntungan tidak saja dalam studi, melainkan dalam sepanjang hidup. Sesungguhnya, kemampuan menggunakan waktu secara efisien dapat merupakan salah satu prestasi yang terpenting dari seluruh hidup anda.)

Setiap siswa keterampilan mengelola waktu untuk keperluan studi perlu dikembangkan dan diterapkan. Dalam penggunaan waktu belajar siswa hendaknya membuat jadwal yang teratur yang dibuat berdasarkan jam sehingga siswa dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan hasil belajar yang dicapai optimal. Setiap siswa umumnya mempunyai waktu rata-rata 11 jam setiap harinya untuk keperluan kegiatan belajar. Sedangkan sisa waktu yang lain, 8 jam digunakan untuk tidur, 3 jam digunakan untuk pemeliharaan diri, dan 2 jam digunakan untuk keperluan pribadi dan urusan sosial (Gie,

1995:171). Jika dalam 11 jam tersebut 7 jam digunakan untuk belajar di sekolah maka sisanya sebanyak 4 jam digunakan belajar luar sekolah, seperti di rumah, di lembaga bimbingan belajar/kelompok belajar di masyarakat. Pedoman pokok untuk mengembangkan keterampilan mengelola waktu studi adalah sebagai berikut:

1. Kelompokan waktu sehari-hari untuk keperluaan belajar, tidur, dan urusan pribadi yang lainnya.

2. Selidiki dan tuntukanlah waktu yang tersedia untuk belajar.

3. Merencanakan penggunaan waktu dengan cara menetapkan macam-macam

mata pelajaran berikut urutan-urutan yang harus dipelajari.

4. Intropeksi diri agar dapat belajar dengan hasil yang terbaik. Urutkan mata pelajaran dari yang dianggap sukar sampai yang dianggap mudah. Mata pelajaran yang sukar hendaknya memerlukan waktu yang lebih optimal, bukan berarti matapelajaran yang mudah tidak perlu waktu yang optimal tetapi alangkah baiknya semua dapat dilakukan sesuai dengan kondisi badan dan pikiran.

5. Membiasakan diri untuk seketika mulai mengerjakan tugas-tugas dan

selesaikan secapat mungkin.

6. Pengembangan kesadaran akan waktu. Siswa hendaknya menyadari ke

mana berlalunya dan untuk apa waktu 24 jam sehari yang dimilikinya, sehingga memerlukan penjadwalan waktu belajar.

Menurut Clifford T. Morgan et.al dalam buku mereka How to Study,

waktu, karena dapat mencegah keraguan-raguan siswa mengenai apa yang dipelajarinya dari waktu ke waktu. Daftar waktu ini dapat mencegah siswa untuk mempergunakan waktu yang lebih lama dari yang diperlukan.

Dari pemaparan di atas asumsi siswa tentang kehabisan waktu untuk kegiatan belajar tidaklah benar. Waktu senantiasa ada dan tersedia setiap saat bagi siswa yang memerlukan waktu untuk melakukan kegiatan belajar. Pengertian waktu dapat dirumuskan sebagai kesempatan langeng yang tersedia di alam semesta untuk manusia berprestasi. Alam semesta menyediakan waktu secara terus-menerus dan abadi untuk manusia melakukan apa saja dan untuk mencapai sesuatu prestasi selama hayatnya. Selain itu sifat dasar lainnya ialah

Dokumen terkait