• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAUHULUAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang maka berikut di rumuskan tentang beberapa permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana Model Komunikasi Pemerintahan Antara Dinas Perhubungan dengan Kepolisian ?

2. Tanggapan masyarakat terhadap penertiban parkir liar ? C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peran dinas perhubungan dengan kepolisian dalam penertiban parkir liar di kota makassar.

2. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat tentang penertiban parkir liar di kota makassar.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penilitian ini adalah:

1. Kegunaan dari segi keilmuwan/akademis:

a. Memperluas dan memperbanyak khazanah ilmiah keilmuwan penertiban parkir liar yang dilakukan oleh dinas perhubungan dan kepolisian khususnya dalam bidang penertiban parkir liar yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan kebijakan sumber daya manusia.

b. Menjadikan pendorong bagi studi lebih lanjut untuk mengembangkan model peningkatan kinerja penertiban dalam cakupan yang lebih luas.

2. Kegunaan dari segi praktis

a. Memberikan gambaran bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan kinerja penertiban parkir yang dapat dipertanggungjawabkan.

b. Memberikan bahan penyempurnaan kebijaksanaan dalam pelaksanaan penertiban parkir liar yang sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah setempat dan lingkungan kerjanya dalam upaya meningkatkan kinerja penertiban parkir liar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Model

Pada umumnya literatur tentang model sepakat untuk mendefinisikan kata

‘model‘ sebagai suatu representasi atau formuliksasi dalam bahasa tertentu yang

disepakati dari suatu sistem nyata. Adapun sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan, sistem yang dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Dengan demikian, pemodelan adalah proses membangun atau membentuk sebuah model dari suatu sistem nyata dalam bahasa formal tertentu

(Ackoff, 1962) mencatat bahwa pengertian model dapat dipandang dari tiga jenis kata. Sebagai kata benda, model berarti (gambaran, perwakilan, atau perlambangan), misalnya miniatur pesawat terbang N250 adalah model dari pesawat sebenarnya. Sebagai kata sifat berarti (ideal, idaman, teladan, atau cita-cita), misalnya Dermawan adalah model mahasiswa teknik masa kini. Model sebagai kata kerja berarti memperagakan,mempertunjukkan (demonstrasi) atau memamerkan, misalnya pasangan itu memamerkan gaun pengantin budaya makassar. Ketiga arti model ini dipakai dalam proses pemodelan, model dirancang sebagai gambaran operasi suatu sistem nyata secara ideal guna menjelaskan atau menunjukkan hubungan-hubungan penting yang terlibat.

Murthy (1990) menyatakan bahwa model adalah representasi yang memadai dari suatu sistem. Model itu disebut memadai jika telah sesuai dengan tujuan dalam pemikiran analisis (pemodel).

8

(Murdick, 1984) menyatakan bahwa model adalah aprocksimasi atau penyimpulan (abstraction) dari sistem nyata yang dapat kita susun dalam berbagai bentuk. (Gordon, 1978) mendefinisikan sebagai kerangka utama informasi (body of information) tentang sistem yang dikumpulkan untuk mempelajari sistem tersebut. Karena tujuan mempelajari sistem akan menentukan informasi-informasi apa saja yang dikumpulkan dari sistem, maka tidak hanya satu model sistem saja yang akan membuat suatu gambaran sistem. Hal ini mengakibatkan bahwa dengan sistem yang sama dapat dihasilkan dengan model yang berlainan oleh analisis yang berbeda, karena aspek yang menarik perhatian para analis pada sistem itu berbeda-beda pula. Atau bisa saja terjadi bahwa analis yang sama akan membuat model yang berbeda untuk sistem sejenis karena pemahamannya tentang sistem yang diamati berubah. Kata-kata kunci pengertian ini adalah sistem yang terdiri semua elemen permasalahan yang dipelajari. Elemen-elemen yang terpenting yaitu adanya proses penyerdehanaan, karena jika model terlalu kompleks tidak memungkinkan memberikan pengertian padahal kegunaan model adalah untuk memahami permasalahan penampilan yaitu dapat ditampilkan dengan berbagai cara, ruang lingkup masalah yang dimaksud yang tergantung pada sudut pandang tertentu.

Pemodelan menyangkut kemampuan untuk menampilkan persoalan dan juga metodologi untuk menganalisis persoalan. Hasil akhir permodelan itu sendiri adalah model dan kita dapat mengatakan bahwa model adalah representasi kualitatif dan kuantitatif suatu proses atau usaha yang memperlihatkan pengaruh faktor-faktornya secara signifikan dari masalah yang dihadapi. Oleh karena itu,

ukuran keberhasilan permodelan bukan dilihat dari besar atau rumitnya model, tetapi kecukupan jawab terhadap permasalahan yang ditinjau (Gordon, 1978).

Melakukan eksperimen langsung pada sistem nyata untuk memahami beberapa kondisi adalah mungkin dan lakukan. Namun pada kenyataannya, kebanyakan sistem nyata itu terlalu kompleks atau terlalu hipotesis, sehingga tidak akan layak (terlalu mahal atau tidak praktis) atau tidak mungkin dilakukan eksperimen secara langsung. Secara umum, kendala-kendala inilah yang menjadi alasan bagi analis untuk membuat model (Gordon, 1978).

Alasan lain mengapa kita membuat model adalah dari pengertian bahwa model adalah representasi yang ideal dari suatu sistem untuk menjelaskan perilaku sistem. Representasi ideal berarti hanya menampilkan elemen-elemen terpenting dari suatu persoalan sistem nyata, sehingga memungkinkan kita mengkaji dan melakukan eksperimen (manipulasi) suatu situasi yang rumit sampai ketingkat keadaan tertentu yang tidak mungkin dilakukan pada sistem nyatanya. Dengan model kita dapat menggambarkan sistem secara ekonomik dibanding dengan bentuk lain. Selain itu untuk melakukan perubahan-perubahan (modifikasi) terhadap sistem akan lebih mudah dan murah apabila dilakukan diatas kertas. Sifat model yang dibuat selayaknya memiliki kegunaan sederhana dan mewakili persoalan. Kegunaan model bisa dipandang dari segi akademik dan manajerial.

Model dari segi akademik berguna untuk menjelaskan fenomena atau obyek-obyek. Disini model berfungsi sebagai pengganti teori, namun bila teorinya sudah ada maka model dipakai sebagai konfirmasi atau koreksi terhadap teori tersebut.

Model dari segi manajerial berfungsi sebagai alat mengambil keputusan, komunikasi, belajar, dan memecahkan masalah.

Pengetahuan tentang model dapat dilengkapi dengan beberapa aspek berikut:

(Gordon, 1978).

1. Suatu makin bermanfaat bila, model memudahkan pengertian tentang sistem yang diwakilinya. Pengetahuan tentang alternatif keputusan yang dapat diambil dan hasil keputusan itu makin banyak dan semakin meningkat.

2. Jenis-jenis model berdasarkan teori keputusan yaitu, model matematik. Model matematik adalah model yang mewakili sebuah sistem secara simbol sistem matematik, dalam bentuk rumus-rumus dan besaran-besaran. Model selanjutnya adalah model informasi. Model ini mewakili sebuah sistem dalam wujud grafik atau tabel.

B. Model – Model Komunikasi

1. Model Komunikasi dalam hubungan kerja

Dalam hubungan kerja dikenal adanya komunikasi informasi dan komunikasi hubungan kerja. Komunikasi informasi biasanya disampaikan oleh pimpinan kepada unit-unit kerja dibawahnya melalui kegiatan apel kerja atau dalam suasana rapat, sedangkan komunikasi hubungan kerja adalah suatu cara dalam menyampaikan kegiatan yang harus dilaksanakan dengan tujuan agar kegiatan tersebut dapat berhasil, secara efisien dan efektif. Walaupun secara tegas antara kedua bentuk komunikasi itu tidak dapat dibedakan, namun ditinjau dari sifat dan syaratnya dapat diuraikan berikut ini.

Pada komunikasi informasi ide atau gagasan yang disampaikan oleh pihak pertama bertujuan agar pihak kedua dapat menangkap ide dan gagasan tersebut dengan pengertian yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh pihak pertama.

Dengan perkataan lain komunikasi informasi memiliki sifat agar terdapat kesesuaian paham antara ide yang disampaikan oleh pihak pertama dengan pihak kedua sebagaimana gagasan, sehingga tercipta suatu kesatuan paham sekaligus menghindari kesalah pahaman terhadap ide yang dimunculkan (Yager dalam Pace, 2010:202).

2. Model komunikasi horisontal

Bentuk model komunikasi horisontal terdiri dari penyampaian informasi diantara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Bahkan bentuk komunikasi horisontal tertulis cenderung menjadi lebih lazim. Model komunikasi horisontal paling sering terjadi dalam rapat komisi, interaksi pribadi, selama waktu istrahat, obrolan di telefon, memo dan catatan, kegiatan sosial dan lingkaran kondisi. Lingkaran kualitas adalah sebuah kelompok pekerja sukarela yang bebagi wilayah tanggung jawab. Yang, penting kelompok ini adalah kelompok kerja biasa yang membuat atau memperbaiki sebuah produk. Para anggota kelompok mengadakan pertemuan setiap minggu untuk berdiskusi, menganalisis dan mengemukakan gagasan untuk menyempurnakan pekerjaan mereka. Mereka dilatih dalam penggunaan prosedur dan teknik-teknik khusus pemecahan masalah, seperti diagram sebab-akibat, diagram pareto atau grafik lajur yang datanya disusun menurut urutan kepentingan, histogram, daftar pemeriksaan, dan grafik-grafik. Pemimpin kelompok kualitas dilatih dalam

keahlian kepemimpinan, metode pengajaran orang dewasa, dan teknik-teknik motivasi dan komunikasi. Pertemuan kelompok kualitas dilaksanakan pada waktu kerja dan ditempat kerja. Lingkaran kualitas umumnya diberi tanggung jawab penuh untuk mengenali dan memecahkan masalah (Yager dalam Pace,2010:197).

Hambatan-hambatan pada komunikasi horisontal banyak persamaannya dengan hambatan yang mempengaruhi komunikasi ke atas dan bawah. Ketiadaan kepercayaan diantara rekan-rekan kerja, perhatian yang tinggi pada mobilitas ke atas, dan persaingan dalam sumber daya dapat menggangu komunikasi pegawai yang sama tingkatnya dalam organisasi dengan sesamanya.

3. Model komunikasi lintas saluran

Dalam kebanyakan organisasi, muncul keinginan pegawai untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional dengan individu yang tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka. Misalnya, bagian-bagian seperti teknik, penelitian, akunting, dan personalia mengumpulkan data, laporan, rencana persiapan, kegiatan koordinasi, dan memberi nasihat kepada manager mengenai pekerjaan pegawai di semua bagian organisasi. Mereka melintasi jalur fungsional dan berkomunikasi dengan orang-orang yang diawasi dan mengawasi tetapi bukan atasan bawahan mereka. Mereka tidak memiliki otoritas lini untuk mengarahkan orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka dan terutama harus mempromosikan gagasan mereka. Namun, mereka memiliki otoritas tinggi dalam organisasi; mereka dapat mengunjungi bagian lain atau meninggalkan kantor mereka hanya untuk terlibat dalam komunikasi informal (Davis dalam Pace,2010:197).

(Fayol dalam Pace,2010:198 menunjukkan bahwa model komunikasi lintas saluran merupakan hal yang pantas, bahkan perlu pada suatu saat, terutama bagi pegawai tingkat rendah dalam suatu saluran.

Pentingnya model komunikasi lintas saluran mendorong(Davis dalam Pace,2010:199). untuk menyatakan bahwa penerapan tiga prinsip berikut akan memperkokoh peranan komunikasi spesialis staf:

a. spesialis staf harus dilatih dalam keahlian berkomunikasi b. spesialis staf perlu menyadari pentingnya komunikasi mereka.

c. manajemen harus menyadari peranan spesialis staf dan lebih banyak lagi memanfaatkan peranan tersebut.

4. Model komunikasi informal, pribadi, atau selentingan

Bila pegawai berkomunikasi satu sama lainnya tanpa mengindahkan posisinya dalam organisasi, faktor-faktor yang mengarahkan aliran informasi lebih bersifat pribadi. Arah informasi kurang stabil. Informasi mengalir keatas, kebawah, horisontal dan melintasi saluran hanya sedikit kalau ada perhatian dalam hubungan posisional. Karena informasi informal/personal muncul dari interaksi di antara orang-orang, informasi ini tampaknya mengalir dengan tidak terduga, dan jaringannya digolongkan sebagai selentingan (grapevine). Kiasan ini tampaknya sesuai. Grapevine terlihat tumbuh dan menjalar kesegala arah, menangkap dan menyembunyikan buahnya dibawah kerimbunan dedaunan, nyaris menantang penyelidikan. Informasi yang mengalir sepanjang jaringan kerja selentingan juga terlihat berubah-ubah dan tersembunyi. Dalam istilah komunikasi, selentingan

digambarkan sebagai “metode penyampaian laporan rahasia dari orang keorang

yang tidak dapat diperoleh melalui saluran biasa (Stein dalam Pace,2010:200).

5. Model komunikasi interpersonal

Sebelum membicarakan apa yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal, adalah penting untuk memahami lebih dahulu apa yang dimaksud dengan komunikasi intepersonal dan peranannya terhadap komunikasi yang lain.

Sesungguhnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi dalam diri sendiri.

Dalam diri kita masing-masing terdapat komponen-komponen seperti sumber, pesan, saluran penerima dan balikan. Dalam komunikasi interpersonal hanya seorang yang terlibat. Pesan mulai dan berakhir dalam diri individu masing-masing. Komunikasi interpersonal mempengaruhi komunikasi dan hubungan dengan orang lain. (Wenburg dan wilmat dalam Muhammad,1995:159) menyatakan bahwa persepsi individu tidak dapat dicek oleh orang lain tetapi semua atribut pesan ditentukan oleh masing-masing individu. Persepsi seseorang memainkan peranan penting dalam menginterpresentasikan pesan.

Semua pesan bermula dalam diri kita. Kita bereaksi menurut perbedaan personal kita terhadap pesan disekeliling kita. Inilah yang membuat komunikasi kejadian yang bersifat personal, karena tidak pernah dapat dipisahkan dari interaksi kita dengan orang lain. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seseorang lainnya atau biasanya diabtara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.

Dengan bertambahnya orang yang terlibat dalam komunikasi, menjadi

bertambalah persepsi seseorang dalam kejadian komunikasi sehingga bertambah komplekslah komunikasi tersebut.

6. Model komunikasi umpan balik

Model komunikasi umpan balik adalah suatu elemen utama yang telah ada dalam model-model komunikasi yang lebih awal. Akan tetapi, pengembangan teori dalam bidang ini lebih terbelakang bila dibandingkan elemen-elemen lain.

Hampir seluruh teori komunikasi cenderung menganggap bahwa umpan balik adalah suatu aliran paraler dari arah yang berlawanan (cf Schramm dalam Jahi,1988:13).

Umpan balik boleh ditelusuri dari sejumlah dimensi,yang meliputi: (1) sumber, (2) inisiatif, (3) keformalan, (4) interposisi, (5) selang waktu, (6) valensi, (7) keakuratan, dan (8) intensitasnya (Gonzalez dalam Jahi,1988:13).

Umpan balik mungkin juga langsung ataupun tidak langsung (cf Deutschmann dalam Jahi,1988:14). Umpan balik langsung misalnya diperoleh seseorang indikator dari komunikasi tatap mukanya dengan pasangan yang telah menikah yang datang berkonsultasi keklinik keluaraga berencana yang dikelolanya. Umpan balik yang tidak langsung akan diperoleh indikator tersebut melalui percakapannya dengan pasangan tersebut di telepon atau dari surat yang dikirimkan pasangan itu kepadanya.

C. Konsep Komunikasi Pemerintahan 1. Pengertian Komunikasi

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”), secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan

perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki

tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:

Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.

Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy (1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu: Effendy (1994:10) 1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)

2. Pesan (mengatakan apa?)

3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?) 4. Komunikan (kepada siapa?)

5. Efek (dengan dampak/efek apa?).

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu Effendy(1994:10).

1. Proses Komunikasi dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:

a. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan,

komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja(1994:33)yakni : Si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut dengan si C, seorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.

Contoh tersebut dapat memberikan gambaran bahwa proses komunikasikan berjalan baik atau mudah apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harus mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata lain komunikator perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya dari komunikan.

b. Proses komunikasi sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasi karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dsb).

2. Konseptual Komunikasi

Mulyana Dedy (2005:61-69) mengkategorikan definisi-definisi tentang komunikasi dalam tiga konseptual yaitu:

a. Komunikasi sebagai tindakan satu arah.

Suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab. Pemahaman komunikasi dalam konsep ini, sebagai definisi berorientasi-sumber. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan

demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu.

b. Komunikasi sebagai interaksi.

Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau nonverbal, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya.

Contoh definisi komunikasi dalam konsep ini, Shanon dan Weaver (dalam Wiryanto, 2004), komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni , dan teknologi.

3. Fungsi Komunikasi

William I. Gorden (dalam Mulyana Deddy, 2005:5-30) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi tiga, yaitu:

a. Sebagai komunikasi sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja

sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian. George Herbert Mead (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengistilahkan significant others (orang lain yang sangat penting) untuk orang-orang disekitar kita yang mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966) menamai affective others, untuk orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Selain itu, terdapat apa yang disebut dengan reference group (kelompok rujukan) yaitu kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Kalau anda memilih kelompok rujukan anda Ikatan Dokter Indonesia, anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini sebagai ukuran perilaku anda. Anda juga meras diri

sebagai bagian dari kelompok ini, lengkap dengan sifat-sifat doketer menurut persepsi anda.

Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan

Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan

Dokumen terkait