• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Ruwatan

sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 3 Agustus 2010

Yang membuat pernyataan

MOTTO

Tak punya apa-apa tapi banyak cinta (penulis)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada :

Rabbku, Allah s.w.t. yang tak pernah berhenti mencurahkan rizki-Nya kepadaku Nabiku, Muhammad s.a.w. yang menjadi suri tauladan bagiku Simbok dan Bapak tercinta yang tak pernah berhenti memotivasi

dan menyayangiku Kakak dan kakak iparku tercinta Semua yang telah mendukung penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah s.w.t. atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir dan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis sadari bahwa banyak hambatan atau kesulitan yang dihadapi baik yang bersifat teoretik atau praktis. Dengan bekal keyakinan yang kuat dan usaha yang tulus serta adanya dukungan dari berbagai pihak, segala hambatan dan kesulitan dapat diatasi. Oleh karena itu, dengan kesadaran dan kerendahan hati yang tulus, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi ini.

2. Drs. Imam Sutarjo, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberi ijin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Terima kasih Bapak sudah bersedia menjadi informan saya.

3. Dra. Sri Mulyati, M.Hum, serta selaku pembimbing pertama yang telah membantu proses penyelesaian skripsi. Terima kasih Ibu sudah bersedia meluangkan waktunya, mencurahkan perhatian, memberikan nasihat, dan membimbing penulisan skripsi ini sampai selesai.

4. Drs. Sri Supiyarno, M.A, selaku pembimbing kedua, terima kasih atas masukan dan bimbingannya.

5. Drs. Supardjo, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama studi di Jurusan Sastra Daerah, dengan penuh perhatian dan kebijaksanaannya.

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Sastra Daerah, terima kasih atas kesabarannya dalam menyampaikan ilmunya dari semester awal sampai penulisan skripsi selesai.

7. Simbok dan bapak, terima kasih atas doa dan motivasi kalian, maafkan selama ini saya belum bisa membahagiakan kalian.

8. Mas Trisno, Anindita, Mbak Rus, kalian yang terbaik, terimakasih atas kebersamaan yang kita lalui.

9. Kawan-kawan angkatan 2004, kenangan indah bersama kalian takkan pernah terlupakan.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semua bantuannya dalam penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu. Oleh karena itu, penulis berharap, kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi penyusun secara pribadi atau pada pembaca pada umumnya.

Surakarta, 3 Agustus 2010

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... . i

HALAMAN PERSETUJUAN ... . ii

HALAMAN PENGESAHAN . ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... . vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN. ... xiii

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

a. Latar Belakang Masalah ... 1

b. Pembatasan Masalah ... 9 c. Rumusan Masalah ... 10 d. Tujuan Penelitian ... 10 e. Manfaat Penelitian ... 11 1. Manfaat Teoretis ... 11 2. Manfaat Praktis ... 11 f. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Ruwatan. ... . 13

1. Upacara Ruwatan. ... 13

B. Bentuk ... 19 1. Monomorfemis ... 19 2. Polimorfemis ... 20 1. Pengimbuhan/Afiksasi. ... 20 2. Reduplikasi. ... 20 3. Kata Majemuk. ... 21 3. Frasa ... 21 C. Makna ... 22 D. Etno Linguistik. ... 23

E. Kajian Linguistik untuk Etnologi. ... 24

1. Bahasa dan Pandangan Hidup. ... 24

2. Bahasa dan Cara Memandang Kenyataan. ... 25

3. Bahasa dan Perubahab dalam Masyarakat. ... 25

F. Masyarakat Bahasa ... 26

G. Kerangka Pikir ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian ... ... 28

B. Lokasi Penelitian ... 29

C. Data ... 29

D. Sumber Data. ... 30

E. Alat Penelitian ... 30

F. Metode Pengumpulan Data ... 31

G. Metode Analisis Data ... 32

2. Metode Padan ... 33

H. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 34

BAB IV ANALISIS DATA ... 35

A. Bentuk Istilah.. ... . 35 1. Monomorfemis ... 35 2. Polimorfemis. ... 37 a. Pengimbuhan/afiksasi.. ... 37 b. Reduplikasi ... 41 c. Kata Majemuk.. ... 42 3. Frasa... 49 B. Makna Leksikal. ... 74 C. Makna Kultural. ... 91 BAB V PENUTUP ... 104 A. Simpulan ... 104 B. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN ... 109

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN

A. Daftar Tanda

[...] : pengapit ejaan fonetis

‟...‟ : gloss sebagai pengapit terjemahan

”...” : tanda petik menandakan kutipan langsung + : ditambah

/ : atau

: tanda sebagai penunjuk jadian

Tanda ε : dibaca seperti pada kata sajen [sajEn] „sesaji‟ Tanda ә : dibaca seperti pada kata sega [s|gO] „nasi‟ Tanda ŋ : dibaca seperti pada kata kacang [kacaG] „kacang‟

Tanda O : dibaca seperti pada kata woh-wohan[wO-wOan]‟buah-buahan‟ Tanda ? : dibaca seperti pada kata lombok [lOmbO?] ‟cabai‟

Tanda T : dibaca seperti pada kata bathara [baTOrO] „dewa‟ Tanda D : dibaca seperti pada kata gedhang [g|DaG] ‟pisang‟ Tanda U : dibaca seperti pada kata rambut [rambUt] „rambut‟ Tanda I : dibaca seperti pada kata putih [putIh] „Putih‟.

B. Daftar Singkatan

Adj. : Adjektiva

BUL : Bagi Unsur Langsung dkk. : dan kawan-kawan dll. : dan lain-lain dst. : dan seterusnya hlm. : halaman

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia N : Nomina

R : Reduplikasi

s.a.w. : Salallahu „alaihi wasallam s.w.t. : Subhanallahu Wa‟taala V : Verba

ABSTRAK

Kalih Prihatin. C0104014. 2010. Istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam

(Kajian Etnolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menguraikan tentang: (1) bentuk istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010, (2) makna leksikal dari istilah-istilah istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010, (3) makna kultural dari istilah- istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penggambaran secara alamiah yang tidak menggunakan data statistik atau angka, karena data yang dikumpulkan berupa fakta kebahasaan. Lokasi penelitian di Pendapa ISI SUrakarta. Data penelitian berupa data lisan, dan data tulis. Sumber data lisan berasal dari informan yang mengetahui upacara ruwatan, sedangkan buku-buku, yang berkaitan dengan sesaji, budaya, dan linguistik, hanya sebagai sarana untuk melengkapi teori dalam penelitian ini, sumber data tulis berasal dari buku referensi atau pustaka. Metode pengumpulan data meliputi observasi lapangan, teknik wawancara yang mendalam, teknik rekam, teknik catat, dan teknik pustaka. Metode analisis yang digunakan adalah metode distribusional yang digunakan untuk menganalisis bentuk istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 dengan teknik Bagi Unsur Langsung (BUL), dan metode padan yang digunakan untuk menganalisis makna istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010. Metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode deskriptif dan metode informal.

Hasil analisis data yang peneliti temukan yaitu keseluruhan rangkaian upacara ruwatan yaitu prosesi ruwatan, wayangan, beserta sesaji yang digunakan. Istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 memiliki tiga bentuk kebahasaan yaitu istilah yang termasuk monomorfemis terdapat 4 istilah, istilah yang termasuk polimorfemis yang terdiri dari afiksasi terdapat 5 istilah, kata majemuk terdapat 9 istilah dan reduplikasi terdapat 3 istilah dan istilah yang berupa frasa terdapat 24 istilah. Keseluruhan istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 adalah 45 istilah. Analisis makna istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010menghasilkan makna leksikal dan makna kultural. Makna leksikal mengacu kepada wujud konkret istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010, sedangkan makna kultural yang di temukan dalam penelitian ini menggambarkan kehidupan manusia tentang baik dan buruk dirinya tergantung dari perbuatan yang telah dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993: 21). Bahasa berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan dan inventarisasi ciri-ciri kebudayaan (Nababan, 1984: 38). Bahasa merupakan sarana untuk menangkap, mengomunikasikan, mediskusikan, mengubah, dan mewariskan sesuatu kepada generasi baru. Dengan bahasa menusia dapat menelusuri kembali hal-hal di masa lalu dan perkembangan masa depan. Dengan bahasa kita dapat mendiskusikan hal-hal yang belum pernah kita lihat, mengomunikasikan ide-ide yang abstrak. Tetapi bahasa bukan sekedar sarana berkomunikasi atau sarana mengekspresikan sesuatu. Dengan bahasa manusia menciptakan dunianya yang khas manusiawi (kebudayaan). Dalan kehidupan masyarakat bahasa sendiri penting artinya yaitu untuk mengembangkan ilmu. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa itu adalah sitem lambang yang berwujud bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan, maka yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan. Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada sesuatu konsep, ide, atau pikiran maka dapat dikatakan bahasa itu mempunyai makna.

I Dewa Putu Wijana (2008: 13), bentuk kebahasaan memiliki hubungan dengan konsep dalam pikiran manusia yang disebut makna (sense), dan konsep ini lazimnya berhubungan dengan sesuatu atau hal yang ada diluar bahasa yang disebut referen (referent). Makna yang berkenaan dengan kata disebut makna leksikal, yang berkenaan dengan frase, klausa, dan kalimat disebut makna gramatikal, dan yang berkenaan dengan wacana disebut makna pragmatik atau makna kontekstual (Abdul Chaer, 2007: 44-45). Dalam penelitian ini memfokuskan pada kata yang mempunyai konsep atau pengertian secara jelas yang terdapat didalam kamus bau sastra Jawa (Purwadarminta 1939)

Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah tentu mempunyai objek, begitu juga dengan linguistik yang mengambil bahasa sebagai objeknya (Abdul Chaer, 2007: 301). Bahasa adalah alat pengembang kebudayaan, dan kebudayaan adalah endapan kegiatan dari karya manusia. Penyebutan bahwa setiap daerah memiliki ciri khas berdasarkan penutur dan budaya setempat disebut dengan istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu yang mempelajari tentang masalah terbentuknya kebudayaan yang berkaitan dengan bahasa. Istilah etnolinguistik berasal dari kata etnologi dan linguistik. Etnologi berarti ilmu yang mempelajari tentang suku-suku tertentu dan linguistik berarti ilmu yang mengkaji seluk beluk bahasa keseharian manusia atau disebut juga ilmu bahasa, yang lahir karena adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli etnologi, sekarang dikenal dengan sebutan antropologi budaya (Sudaryanto, 1996: 9). Menurut Harimurti Kridalaksana (2001: 52), etnolinguistik adalah

cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan.

Bahasa dan kebudayaan yang dimiliki masyarakat Jawa tidak akan lepas dari lingkungan alam sekitar, karena hubungan dengan alam sudah terjalin sejak manusia hadir di muka bumi, maka secara ilmiah bahasa yang keluar pada saat itu pasti akan terpengaruh dengan alam sekitar. Pemanfaatan potensi alam dapat dipengaruhi oleh unsur alam di dalam segala aspek kehidupan, termasuk di dalamnya pemberian nama pada suatu hal tentu tidak lepas dari pengaruh lingkungan sekitar. Bahasa tulis sebenarnya merupakan rekaman bahasa lisan sebagai usaha manusia untuk menyimpan bahasanya, atau untuk dapat disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang berbeda (Abdul Chaer, 2007: 83).

Orang Jawa sendiri sangat fleksibel dapat menyesuaikan diri dengan segala perubahan yang ada di sekitarnya. Dari perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar, orang Jawa lebih tertarik bukan karena variasinya, tetapi tentang praktisnya. Terutama di sini yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara ruwatan. Sebenarnya budaya Jawa tetap terjaga, yang mulai tergeser adalah nilai tradisi yang ada di dalamnya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengutamakan pendidikan, mengembangkan pariwisata, dan menjunjung tinggi kebudayaan, sebab itu budaya bangsa warisan leluhur haruslah kita lestarikan. Upacara ruwatan diselenggarakan dalam suasana khidmat dan sakral. Namun sesungguhnya yang disakralkan itu bukan benda-benda perlengkapan upacara ataupun tindakan simbolik para pelakunya, melainkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (Karkono Kamajaya,1992: 3).

Adanya tradisi-tradisi baik lisan maupun tertulis yang terdapat di daerah-daerah seluruh nusantara, suatu kenyataan bahwa sampai saat ini masih banyak dilestarikan oeh kelompok pendukungnya. Setiap kelompok etnis baik kelompok besar atau kecil, pastilah mempunyai jalinan kekerabatan yang sangat kuat. Persekutuan dari individu-individu itu akan membentuk suatu kekuatan yang luar biasa. Bersama itu munculah aturan-aturan atau tradisi-tradisi dalam masyarakat yang selanjutnya diwariskan beruntun turun-temurun dari generasi ke generasi. Namun dari msing-masing kelompok tidak semua dapat menerima produk-produk yang dihasilkan oleh generasi pendahulunya. Tata kehidupan masyarakat pada masa tertentu akan selalu diwariskan, akan tetapi suatu warisan budaya tidak dengan sendirinya selalu diterima dengan senang oleh si pewaris.

Masyarakat Jawa merupakan salah satu kelompok masyarakat yang ada di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya tradisional yang khas. Salah satu kekhasan budaya trdisional masyarakat Jawa tersebut adalah digunakanya unsur-unsur simbolik atau simbol-simbol atau juga disebut lambang-lambang. Salah satu budaya tradisional yang berbentuk upacara yang penuh lambang-lambang atau simbol-simbol tersebut adalah upacara ruwatan. Bagi masyarakat Jawa, ruwatan merupakan upaya manusia untuk mencegah atau membebaskan manusia dari ancaman gaib yang dianggap membahayakan hidup manusia.

Upacara ruwatan, dahulu merupakan suatu upacara yang tergolong sakral karena berasaskan agama dan kepercayaan, menjadi pudar dan peranan dalam perkembangan kehidupan sosial-budaya-ekonomi suatu masyarakat yang membangun dan yang modern semakin hilang. Sampai-sampai di lingkungan masyarakat pedesaan, upacara ruwatan menjadi amat langka yang disebabkan

karena pengaruh faktor-faktor tertentu. Dan jika masyarakat kota (yang asalnya dari desa) semakin membengkak dan tidak ada yang merasa tergugah untuk melestarikan aspek-aspek tertentu dan aset-aset yang khas dalam dalam kehidupan budaya rakyat, upacara ruwatan sebagai tradisi Jawa mungkin akan tinggal kenangan saja.

Seperti kata Sukerta [suk|rta], sukerta adalah kotor, noda. Orang sukerta adalah orang yang kotor. Dalam keyakinan orang Jawa orang sukerta adalah orang yang menjadi jatah makanan bathara kala.

Murwa kala [mUrwO kOlO] adalah kesatuan dari dua kata, yaitu „murwa” yang berarti menguasai dan „kala’ berarti bencana, mala petaka. Dengan demikian jika di satukan akan menemukan arti dari kata tersebut yaitu bencana yang dikuasai, atau juga menguasai mala petaka. Perkataan murwakala mengandung ajaran, hendaknya orang dapat menguasai waktunya sendiri dan tidak membuang-buang waktu untuk perbuatan yang tak ada manfaatnya bagi diri sendiri, keluarga maupun masyarakat luas mengatur waktu dengan sebaik-baiknya niscaya akan besar sekali manfaatnya bagi keselamatan dan kesejahteraan (Karkono Kama Jaya: 1992, 46)

Fenomena kebahasaan seperti di atas seringkali muncul dalam waktu-waktu tertentu, karena istilah tersebut merupakan istilah yang sering muncul dalam ruwatan. Istilah dalam ruwatan perlu dikaji dengan alasan, 1) ruwatan merupakan nasihat yang adi luhung yang hidup di masyarakat, nasihatnya sering dimunculkan dalam cerita wayang yang di pertunjukkan, 2) ruwatan merupakan simbol yang perlu dikaji maksud dan atau pesan yang tersirat, 3) ruwatan masih hidup dalam masyarakat sebagai salah satu budaya yang dimiliki masyarakat

Jawa, 4) peneliti ingin mengetahui fungsi istilah ruwatan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti ruwatan yang mengandung nilai-nilai budaya Jawa yang hidup dalam masyarakat .

Setiap masyarakat, suku bangsa, bangsa memiliki budaya yang berfungsi untuk mengatur, mengarahkan, dan bahkan menjadi pedoman tingkah laku dan perbuatan manusia sebagai pendukung budaya itu. Dengan fungsinya yang demikian itu budaya mempunyai kekuatan normatif sebagai pengendali sosial. Dalam masyarakat sederhana fungsi budaya sebagai pengendali sosial itu diwujudkan melalui simbol-simbol tertentu. Simbol-simbol atau lambang-lambang itu bagi masyarakat pendukungnya difungsikan sebagai salah satu pengetahuan yang berarti. Simbol atau lambang dapat diwujudkan dalam bentuk patung, ungkapan, upacara-upacara, selamatan, lagu-lagu, gerak dalam tari dan pertunjukan seni yang lain. Dilihat dari sudut pedoman, estetika dan sistem simbol memberi pedoman terhadap berbagai pola perilaku manusia yang berkaitan dengan keindahan, yang pada dasarnya mencakup kegiatan berkreasi dan berapresiasi (Nooryan Bahari, 2008: 47).

Alasan penelitian mengenai ruwatan ini adalah dalam rangka melestarikan kebudayaan dan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya. Pewarisan kebudayaan harus ada keseimbangan dengan cara menyusun dan penataan kembali secara sistematis, kronologis dan tepat unsur-unsur kebudayaan menurut kedudukan yang sebenarnya. Upacara ruwatan merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat luhur dan mengandung nilai budaya tinggi. Warisan yang asli dari nenek moyang kita ini perlu dijaga dan dilestarikan agar generasi berikutnya tidak kehilangan jejak. Untuk

melestarikan kebudayaan terutama upacara ruwatan perlu adanya orang yang tertarik dan berminat untuk mengadakan riset dan survei tentang upacara tersebut.

Selain itu karena zaman sekarang perkembangan teknologi semakin pesat dan mendesak unsur-unsur tradisional akibatnya akan menimbulkan pergeseran nilai-nilai arti dan fungsi dari suatu tradisi yang telah berkembang lama, bahkan yang lebih ekstrim lagi, akan dapat menghilangkan tradisi-tradisi lama yang berkembang di suatu lokal. Cepat atau lambat akan menimbulkan suatu dampak pemiskinan makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam unsur-unsur ruwatan dan segala aspeknya yang bersifat tradisional. Dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang semakin maju dari tahun ke tahun umumnya masyarakat sekarang kurang memperoleh pesan-pesan nilai budaya yang terkandung dalam pola-pola tradisional atau bahkan mereka sudah melupakan dan menganggap tidak perlu karena sudah kuno, akibatnya akan jadi kesenjangan kontinyuitas budaya.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas itulah yang mendorong untuk segera dilakukan langkah-langkah inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan daerah yang sudah tampak gejala-gejala menipis ataupun menghilang. nilai asli dari tradisi dan pandangan-pandanganya perlu diangkat kembali. Kalau orang Jawa sendiri tidak menemukan pandangan asli dari kebudayaanya memungkinkan muncul paham atau interpretasi dangkal, karena kehilangan penghayatan terhadap budayanya sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa upacara ruwatan merupakan khazanah budaya Jawa, dan penelitian kebahasaan tentang istilah dalam upacara ruwatan belum pernah dilakukan.

Fenomena kebudayaan yang berhubungan dengan kebahasaan itulah yang akan di bahas, karena terlihat adanya keunikan-keunikan yang dapat dipandang sebagai sesuatu yang berhubungan dengan ilmu etnolinguistik, dengan judul istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010.

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian etnolinguistik yang sehubungan dengan istilah-istilah dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 diantaranya sebagai berikut:

1. Istilah Alat-alat Rumah Tangga dan Perkembanganya di Kota Surakarta (Suatu Pendekatan Etnolinguistik), oleh Yohanes Suwanto, dkk (1990). Mengkaji tentang berbagai istilah alat-alat rumah tangga, baik yang bersifat tradisional maupun modern, perkembangan ala-alat rumah tangga dari tradisional menjadi modern berdasarkan kesamaan fungsi dan latar belakang budaya yang mempengaruhi pergeseran penggunaan istilah alat-alat rumah tangga.

2. Istilah Unsur-unsur Sesaji dalam Upacara nyadranan di Makam Sewu Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, (Kajian Etnolinguistik), oleh Iswati (2005). Mengkaji tentang berbagai istilah unsur-unsur sesaji dalam upacara nyadranan di makam sewu Desa Wijirejo, Kecamatan pandak, Kabupaten Bantul. Tentang makna leksikal, kultural, dan fungsi upacara nyadran bagi masyarakat.

3. Istilah Unsur-unsur Sesaji dalam Tradisi Bersih Desa di Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen, (Suatu Pendekatan Etnolinguistik), oleh Hidha Watari (2008). Mengkaji tentang berbagai

istilah unsur-unsur sesaji dalam tradisi bersih desa di Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen. Tentang makna leksikal, kultural, dan fungsi tradisi bersih desa bagi masyarakat.

4. Istilah – Istilah Sesaji dalam Selamatan Upacara Perkawinan dan Perkembanganya di Desa Pulung, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo. (Suatu Kajian Etnolinguistik), oleh Biesatyo Resthi (2009). Mngkaji tentang bentuk stilah, makna leksikal dan kultural istilah sesaji dalam selamatan upacara perkawinan dan perkembangannya di Desa Pulung, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo.

Dari penelitian terdahulu menandakan bahwa penelitian mengenai istilah- istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 (kajian etnolinguistik), belum pernah dilakukan

B. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi masalah agar tidak meluas, maka dijelaskan batasan-batasan objek yang akan dikaji. Supaya dalam penelitian nantinya dapat lebih mudah dalam membantu peneliti. Masalah-masalah yang akan diteliti adalah istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010, yang meliputi bentuk istilah dalam upacara ruwatan, makna leksikal dan makna kultural dari bentuk istilah itu.

C. Perumusan Masalah

Dokumen terkait