Perencana Keuangan
Anak
Minggu, 13 Agustus 2006
Punya Uang Saku... Asyik Lho
Oleh: Debby L GoeyardiSebetulnya seberapa pentingnya sih uang saku bagi kita? Kita kan belum pintar mengatur uang saku. Ada cara lho mengatur uang saku agar kita bisa hemat.
ERWINSURYA BUNTORO (10 tahun),
Kelas V SDK Tirta Marta BPK Penabur, Jakarta
Sejak kelas IV SD aku sudah mendapat uang saku. Orangtuaku sih
mengharapkan aku bisa belajar hemat. Bagiku, uang saku adalah uang untuk jajan di sekolah. Sebaiknya semua anak mendapat uang saku karena kadang kita memerlukan sesuatu mendadak. Dengan diberi uang saku sebenarnya kita belajar mengatur penggunaan uang. Temanku ada yang enggak dapat uang saku.
Aku sih enggak pernah dihukum sampai enggak dapat uang saku. Mungkin karena aku selalu mendengarkan Mama. Tetapi walau orang tuaku termasuk enggak pelit, aku tetap diharuskan membuat perincian penggunaan uang. Kalau enggak habis, uang saku itu masuk ke dalam buku tabunganku. Ya inilah bentuk tanggung jawabku.
MEITA PUTRI AIDHA (10 tahun), Kelas V SD Karawaci Baru 3, Tangerang
Aku sudah mendapat uang saku sejak kelas II SD. Saat itu aku mendapat Rp 1.000. Wah, seneng deh! Dengan uang itu, orangtuaku mengharapkan aku belajar menabung. Uang tabunganku untuk keperluan sekolah juga sih. Seperti saat ada buku yang sudah penuh, aku membeli buku baru di koperasi sekolah dengan uang itu. Bagiku, uang saku itu, uang yang bisa dipakai untuk jajan dan membeli alat-alat tulis di sekolah.
Tetapi uang saku enggak wajib diberikan kepada semua anak. Ada temanku yang enggak mendapat uang saku. Kasihan juga sih. Tetapi dia memang enggak boleh jajan sembarangan di sekolah. Dia membawa bekal makanan dari rumah.
Saking keenakan punya uang saku sendiri, aku pernah jajan sembarangan sampai jatuh sakit. Langsung deh aku dihukum enggak dapat uang saku. Saat ini, aku mendapat uang saku Rp 3.000 per hari. Dengan uang itu, yang Rp 2.000 aku pakai untuk jajan, yang Rp 1.000 untuk peminta-minta. Tetapi kalau enggak sarapan pagi, ya uang itu aku pakai untuk membeli sarapan. Kadang-kadang kalau jajannya hanya Rp 1.000, sisanya aku tabung.
IGNASIUS BHAGAS PAWITRA ADHISAKTI(12 tahun), Kelas VI SD Kanisius Kotabaru I, Yogyakarta
Aku sudah mendapat uang saku sejak kelas I SD, setelah aku pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Orangtuaku sih berpesan supaya aku menggunakan uang saku itu sebaik-baiknya. Menurutku, uang saku itu sebaiknya dipakai seperlunya saja, misalnya untuk membeli makan bila tidak membawa bekal makanan, dan kalau ada sisa ya ditabung saja.
Uang saku enggak harus diberikan pada semua anak karena enggak semua anak bisa mengatur uang dengan baik. Aku pernah dihukum enggak dapat uang saku. Gara-garanya saat itu aku sudah diberi bekal makanan dari rumah.
Tetapi karena tertarik jajan di kantin, bekalnya enggak aku makan.
Aku sih santai saja enggak dapat uang saku. Ada juga temanku yang enggak dapat uang saku. Sebetulnya sih kasihan juga, karena dia pernah kelaparan dan kehausan di sekolah. Selama menerima uang saku, aku diharuskan membuat perincian penggunaan uangku. Ya, sebagai bukti tanggung jawabku.
THEA GRACE SHINTA(11 tahun) Kelas VI SD Kristen Manahan, Surakarta
Aku masih ingat saat pertama kali mendapat uang saku. Saat itu aku kelas I SD dan uang saku yang aku terima sebesar Rp 500, kadang juga Rp 1.000.
Bagiku, uang saku adalah bekal. Setiap hari aku sudah membawa bekal makanan dari rumah, tetapi orangtuaku tetap memberi uang sebesar Rp 2.000 untuk berjaga-jaga kalau aku perlu membeli sesuatu. Tetapi karena di kantin banyak jajanan enak dan barang-barang bagus, biasanya uang itu terpakai juga. Boros ya aku, he-he-he…
Aku sering melakukan kesalahan, tetapi hukumannya bukan dipotong uang saku. Kalaupun dihukum enggak dapat uang saku, enggak masalah karena masih ada bekal dari rumah. Tetapi jadi enggak bisa beli barang-barang bagus deh.
Setahuku, semua temanku mendapat uang saku. Mungkin karena sudah kelas VI SD ya, jadi kami sudah membutuhkan uang saku. Orangtuaku memberi kepercayaan penuh buat memakai uang saku, aku enggak diharuskan memerinci penggunaan uang itu. Yang penting, aku enggak aneh-aneh.
Debby L Goeyardi,
Ibu Rumah Tangga Tinggal di Bali IBU LINDA Karyawati,
Surakarta
Saya membiasakan anak saya membawa uang saku sejak kelas I SD. Uang saku tersebut tidak selalu dibelikan makanan, kadang utuh atau sisanya dimasukkan dalam celengan di rumah. Uang yang disimpan, kalau sudah terkumpul banyak, boleh untuk membeli mainan atau buku sesuai keinginan dia.
Bila menginginkan sesuatu, dia harus menabung dari uang sakunya untuk membeli benda tersebut. Pernah juga saya terapkan sistem berhutang. Suatu hari, ia ngotot ingin membeli robot yang harganya Rp 14.000. Tetapi karena minggu lalu dia sudah membeli mainan, saya menolak untuk membelikannya.
Akhirnya dia bersedia membayar robot itu dengan uang sakunya yang saya potong Rp 1.000 selama 14 hari.
Walaupun tidak tega dan geli sendiri, saya tetap disiplin memotong uang sakunya. Saya juga membuka tabungan di bank atas nama dia dan sepengetahuan dia. Uang hadiah dari saudara atau hadiah ulang tahun biasanya masuk ke rekening tabungan itu. Ia semangat sekali setiap kali menabung di bank.
Kami juga memberi contoh untuk menghargai uang dengan tidak sembarangan menggeletakkan uang, sekecil apa pun nominalnya. Akhirnya, bila melihat uang
berceceran di meja, pasti dia kumpulkan dan dia simpan di celengannya.
Debby L Goeyardi
Asyiknya Mengatur Uang Sendiri
Bagaimana caranya agar uang saku tidak habis begitu saja?
1. Belajar menahan diri. Sebelum memutuskan untuk membeli sesuatu, pikirkan dulu apakah barang itu sangat kamu perlukan atau hanya karena kamu ingin.
2. Bawa bekal makanan dari rumah. Selain sehat dan enggak gampang kena penyakit perut, uang saku juga utuh.
3. Kurangi hobi beli buku atau komik baru. Sebelum membeli buku atau komik, tanya teman-temanmu siapa tahu mereka sudah punya. Kamu bisa pinjam dari teman atau perpustakaan. Selain hemat, kamar kita pun enggak penuh dengan buku dan komik.
4. Paksakan diri menabung. Setiap kali mendapat uang saku, sisihkan lebih dahulu sebagian untuk ditabung ke bank atau ke dalam celenganmu.
5. Biasakan menabung koin. Jangan meremehkan koin hanya karena nominalnya yang kecil. Ingat pepatah lama: sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.
6. Buka tabungan di bank. Mintalah bantuan orangtua atau saudara untuk mengantarmu ke bank. Cari bank yang dekat dengan sekolah atau rumahmu, sehingga begitu ada uang kamu bisa langsung ke bank.
7. Hati-hati dengan kartu ATM. Di beberapa bank tertentu, penabung mendapat kartu ATM. Kartu tidak perlu dibawa ke mana-mana, sebaiknya titipkan saja kepada orangtua, agar kamu enggak tergoda setiap saat menarik uangmu.
Hmmm… asyik ya bila kita punya uang sendiri. Uang memang penting, tetapi bukan segalanya. Jadi, kita harus belajar menghargai uang agar enggak sembarangan memboroskan uang saku kita.
Debby L Goeyardi
Design By KCM Copyright © 2002 Harian KOMPAS
Tip Sukses Pengelolaan Uang Saku ...
Rabu, 19 April 2006 @ 17:12 WIB - Musik, Film & Hiburan