• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

3. Saham

a. Defenisi Saham

Fahmi (2015:270), menyebutkan beberapa pengertian saham adalah :

1) Tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada suatu perusahaan.

2) Kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan dan di ikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya.

b. Pengertian Common Stock dan Preferred Stock

Dalam pasar modal ada dua jenis saham yang paling umum dikenal oleh publik yaitu saham biasa (common stock) dan saham istimewa (preferred stock). Dimana kedua jenis saham ini memiliki arti dan aturannya masing-masing.

1) Common Stock (saham biasa)

Co mmon stock (saham biasa adalah ) suatu surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen dan sebagainya) dimana pemegangnya diberi

hak untuk mengikuti RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan RUPSLB (rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) serta berhak untuk menentukan membeli right issue (penjualan saham terbatas) atau tidak, yang selanjutnya di akhir tahun akan memperoleh keuntungan dalam bentuk deviden.

2) Preferred Stock (saham istimewa)

Preferred stock (saham istimewa) adalah suatu surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen dan sebagainya) dimana pemegangnya akan memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk deviden yang akan diterima setiap kuartal (tiga bulanan).

c. Jenis-jenis Saham Biasa

Common stock (saham biasa) alalah memiliki kelebihan dibandingkan preffent stock terutama diberi hak untuk ikut dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) dan rapat umum saham luar biasa (RUPSLB) yang otomatis memeberikan wewenang kepada pemegangnya untuk ikut serta dalam menentukan berbagai kebijakan perusahaan.

Common stock ini memiliki beberapa jenis yaitu :

1) Blue Chip-Stock (Saham Unggulan). Adalah saham dari perusahaan yang dikenal secara nasional dan memiliki sejarah laba, pertumbuhan dan management yang berkualitas. Saham-saham IBM dan Du pont merupakan Blue chip.

2) Growth Stock. Adalah saham-saham yang diharapkan memberikan pertumbuhan laba yang lebih tinggi dari rat-rata saham-saham lain, dan karenanya mempunyai PER yang tinggi (Suad Husnan:32).

3) Fefensive Stock (saham-saham difensif). Adalah saham yang cenderung lebih stabil dalam masa resesi atau perekonomian yang tidak menentu berkaitan dengan deviden, pendapatan,

dan kinerja pasar. Contoh produknya memang dibutuhkan oleh publik seperti perusahaan yang masuk kategori food and berverage, yaitu produk gula, beras, minyak, makan, garam dan sejenisnya.

4) Cyclical Stock. Adalah sekuritas yang cenderung naik nilainya secara cepat saat ekonomi semarak dan jatuh juga secara cepat saat ekonomi lesu. Contohnya saham pabrik mobil dan real estate. Sebaliknya saham non siklis mencakup saham-saham perusahaan yang memproduksi barang-barang kebutuhan umum yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi, misalnya makan dan obat-obatan.

5) Seasonal Stock. Adalah perusahaan yang penjualannya bervariasi karena dampak musiman, misalnya karena cuaca dan liburan. Seperti, pabrik mainan memiliki penjualan musiman yang khusus pada saat Natal.

6) Speculative Stock. Adalah saham yang kondisinya memiliki tingkat spekulasi yang tinggi, yang kemungkinan tingkat pengembalian hasilnya adalah rendah atau negative. Ini biasanya diapakai untuk membeli saham pada perusahaan pengeboran minyak.

d. Keuntungan Memiliki Saham

Bagi pihak yang memiliki saham akan memperoleh beberapa keuntungan sebagi bentuk kewajiban yang harus diterima, yaitu : 1) Memperoleh deviden sebagai bentuk keuntungan. Biasanya

deviden dibayarkan dalam bentuk kas, tetapi kadang-kadang perseroan memutuskan untuk memberikan deviden dalam bentuk kekayaan lainnya atas beberapa tambahan saham (Al Haryono Jusup:36). Secara lebih dalam Jusup mengatakan, setiap pengumuman pembayaran deviden akan diikuti dengan pencatatan pengurangan laba ditahan.

2) Memperoleh capital gain, yaitu keuntungan pada saat saham yang dimiliki tersebut dijual kembali pada harga yang lebih mahal.

3) Memiliki hak suara bagi pemegang saham jenis common stock (saham biasa).

e. Alasan Perusahaan Menjual Saham

Ada beberapa alasan yang menjelaskan mengapa suatu perusahaan memutuskan untuk menerbitkan dan menjual saham, yaitu :

1) Kebutuhan dana dalam jumlah yang besar dan pihak perbankan tidak mampu untuk memberikan pinjaman karena berbagai alasan seperti tingginya risiko yang akan dialami jika terjadi kemacetan. 2) Keinginan peusahaan untuk mempublikasikan kinerja perusahaan

secara lebih sistematis.

3) Menginginkan harga saham perusahaan terus naik dan terus diminati oleh konsumen secara luas, sehingga ini nantinya akan memberi efek kuat bagi perusahaan seperti rasa percaya diri dikalangan manajemen perusahaan.

4) Mampu memperkecil risiko yang timbul karena permasalahan risiko diselesaikan dengan pembagian deviden.

f. Penilaian Saham dari Segi Investor

Perspektif investor adalah jauh lebih sederhana dalam membrikan penilaian terhadap kondisi suatu saham. Adapun penilaian seorang investor terhadap suatu saham adalah :

1) Prospek usaha yang menjanjikan.

2) Kinerja keuangan dan non keuangan adalah bagus.

3) Penyajian laporan keuangan jelas atau bersifat disclosure (pengungkapan secara terbuka dan jelas).

g. Right Issue dan Stock Split

Right issue adalah kebijakan perusahaan untuk mencari tambahan dana dengan cara melakukan penjualan saham terbatas yang khusus diperuntukkan kepada pemegang saham lam, dan jika pemegang saham lama tidak membelinya maka hak tersebut akan hilang. Stock split adalah peningkatan jumlah saham beredar dengan mengurangi niali nominal saham, misalkan nilai nominal satu dibagi menjadi dua, sehingga terdapat dua saham yang masing-masing memiliki setengah dari niali nominal awal.

h. Kepemilikan Manajerial

Menurut Fernando (2017:2), kepemilikan manajerial (managerial ownership) adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan ya ng diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen. Terdapatnya kepemilikan manajerial didalam perusahaan akan membuat manajer berhati-hati dalam melakukan pengambilan keputusan, sebab manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil, dan dapat mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham dalam pengambilan keputusan termasuk mengenai kebijakan hutang.

Menurut Fernando (2017:3) kepemilikan manajerial (managerial ownership) adalah tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan, misalnya direktur dan komisaris. Kepemilikan saham oleh manajerial merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal karena manajer juga bertindak sebagai pemegang saham. Hal ini menunjukkan bahwa struktur kepemilikan memiliki pengaruh dalam kebijakan yang diambil oleh perusahaan termasuk kebijakan hutang. Managerial ownership dapat mempengaruhi pencarian dana apakah melalui

hutang atau right issue. Jika pendanaan diperoleh dengan hutang berarti rasio hutang terhadap equity akan meningkat, sehingga akhirnya meningkatkan risiko (Hidayat, 2013:13).

Dari beberapa defenisi di atas, maka disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen (direksi dan komisaris), yang diukur dari persentase jumlah saham manajemen. Dengan adanya kepemilikan manajerial dapat menekan masalah keagenan, dan semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan kinerjanya karena manajemen mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi keinginan dari pemegang saham dan termasuk dirinya sendiri dengan mengurangi tingkat resiko keuangan perusahaan melalui penurunan tingkat hutang.

i. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Institusi bisa menguasai mayoritas saham karena memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Kepemilikan institusi sangatlah penting dikarenakan dengan adanya kepemilikan ini akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.

Menurut Nabela (2012:2), kepemilikan institusional merupakan proporsi saham yang dimiliki institusi pada akhir tahun yang diukur dengan persentase. Investor institusional tersebut seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun kepemilikan lembaga dan perusahaan lain.

Dari defenisi diatas, maka disimpulkan bahwa kepemilikan institusional adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh lembaga lain bukan bank, dimana lembaga tersebut mengelola dana atas nama orang lain, yang diukur dari persentase jumlah saham institusional.

j. Kepemilikan Publik

Menurut Anindhita (2017:390), kepemilikan publik adalah proporsi atau jumlah kepemilikan yang dimiliki oleh publik atau masyarakat umum yang tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan. Perusahaan go public pasti memiliki pemegang saham dari kalangan publik. Perusahaan mau melakukan go public karena membutuhkan dana untuk kegiatan operasi atau pendanaan lainnya. Namun, sebagai konsekuensinya perusahaan harus merelakan sebagian kepemilikannya kepada publik.

Demi mencapai tujuan utama perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaannya, diperlukan pendanaan yang dapat diperoleh baik melalui pendanaan internal maupun pendanaan eksternal. Masalah pendanaan berpengaruh pada tingkat kapitalisasi modal. Sumber pendanaan eksternal yang di maksud dapat diperoleh antara lain melalui saham dari masyarakat (publik). Untuk menggerakan ekonomi secara riil tidak bisa hanya dari konsumsi, secara fundamental diperlukan investasi. Salah satunya adalah pasar modal, terutama untuk memulihkan kepercayaan investor.

Berdasarkan definisi diatas, maka disimpulkan bahwa kepemilikan publik adalah jumlah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh masyarakat yang perusahaannya terdaftar sebagai perusahaan yang go public yang tidak mempunyai hubungan instimewa dengan perusahaan tersebut.

k. Ukuran Perusahaan

Perusahaan besar memiliki keuntungan lebih dikenal oleh publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar

dapat mengakses pasar modal karena kemudahan tersebut maka berarti bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana. Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai besar kecilnya perusahaan dilihat dari nilai equity, nilai perusahaan, ataupun hasil nilai total aktiva dari suatu perusahaan ( Hidayat. 2013: 17).

Ukuran perusahaan merupakan posisi perusahaan dalam industry, yang ditunjukkan dengan besarnya aktiva, tingkat penjualan dan maturitas perusahaan (Utami. 2015: 20). Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyrakat secara umum (Nuraina. 2012: 54),

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan adalah skala perusahaan yang dilihat dari total aktiva perusahaan pada akhir tahun. Semakin besar ukuran suatu perusahaan maka kinerja perusahaan tersebut semakin baik.

Dokumen terkait