• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Peran saksi pelapor dalam tindak pidana korupsi 1 Saksi dalam peradilan tindak pidana korupsi

2.2 Saksi Pelapor dalam tindak pidana korupsi

Dalam praktek hukum dewasa ini, nampaknya orang-orang yang dimasukkan dalam kategori saksi tidak terbatas pada orang-orang yang dirumuskan dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP yang berbunyi bahwa saksi adalah: “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”129

Sejumlah kasus pidana telah menunjukkan bahwa orang-orang yang “mengetahui” sesuatu yang berkenaan dengan tindak pidana saja sudah dapat dimasukkan dalam kategori saksi. UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahkan membedakan antara saksi dan pelapor, dan sang pelapor ternyata

129

tidak diajukan dalam sidang pengadilan melainkan harus dilindungi identitas dan alamatnya. Pasal 31 merumuskan adanya saksi dan pelapor, baik pada tingkat penyidikan maupun persidangan; sedangkan Pasal 41 ayat (2) e merumuskan hak saksi pelapor untuk memperoleh perlindungan hukum (walau tidak dijelaskan secara rinci bentuk dan prosedurnya). 130

Pembedaan antara saksi dan (saksi) pelapor ini tidak dijelaskan dengan rinci dalam penjelasan UU tersebut, yang mungkin kelak akan dapat menimbulkan permasalahan dalam praktek. Dari ketentuan ini dapat pula diketahui bahwa dalam kasus korupsi ini dimungkinkan adanya seseorang yang mengetahui adanya tindak pidana, akan tetapi ia tidak berperan sebagai saksi dalam proses peradilan pidana. Ketentuan yang memberikan sanksi pidana bagi saksi yang mengungkapkan identitas “pelapor” ini di sidang pengadilan, menunjukkan bahwa pengadilan tidak mempunyai kewenangan untuk mewajibkan si pelapor untuk hadir dan memberikan informasi dalam sidang peradilan. Dengan demikian, apakah ketentuan tentang sanksi terhadap mereka yang tidak datang ketika dipanggil menjadi saksi (kewajiban saksi) yang dirumuskan dalam Pasal 224 (dengan sengaja tidak datang) dan 522 KUHP (dengan melawan hak tidak datang) tidak berlaku. Ketidakjelasan semacam ini layaknya segera diatasi dengan memberikan rumusan yang jelas mengenai perbedaan antara saksi dan pelapor. Maka persoalan yang mendasar adalah memberikan suatu perumusan yang jelas mengenai saksi, dan mungkin memberikan berbagai kategori saksi (saat ini dalam KUHAP hanya dikenal saksi biasa dan saksi ahli).

130

Untuk mengakomodir terhadap pihak-pihak yang dapat dikategorikan sebagai pihak yang dapat memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana, maka definisi tentang saksi perlu diperluas, tidak saja saksi menurut KUHAP, namun pengertian tentang saksi mencakup pula:

a. seorang pelapor atau pengadu (wistle blower); b. saksi sebagai korban;

c. saksi bukan korban; dan d. saksi ahli.

Seorang pelapor yang mengetahui suatu tindak pidana tetapi tidak berperan sebagai saksi juga termasuk dalam pengertian saksi. Ketentuan ini mengakomodir pengaturan tentang perlindungan seorang pelapor dalam kasus-kasus korupsi. Demikian pula dengan seseorang yang mempunyai keahlian khusus tentang sesuatu hal dan dimintai keterangan untuk menjelaskan tentang terangnya perkara sehingga dapat diketemukan kebenaran material dalam suatu perkara pidana dapat dikategorikan dalam pengertian saksi yang harus dilindungi.

Secara lengkap rumusan saksi adalah sebagai berikut: “Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian perkara pidana berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian perkara pidana”.

Keberadaan “Pelapor” sangat diperlukan sekali dalam menindaklanjuti adanya suatu perbuatan tindak pidana, dan peran serta “Pelapor” sebaiknya dimulai dari

kesadaran diri pribadi, keluarga, lingkungan dan seluruh lapisan masyarakat untuk dapat mematuhi aspek hukum dan sekaligus menjauhi perbuatan tindak pidana. Peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.131

Dari pengertian laporan sebagaimana diutarakan diatas bermakna adanya suatu “pemberitahuan” oleh seseorang kepada pejabat yang berwenang tentang sesuatu kejadian peristiwa pidana. Dalam hal ini orang yang berhak untuk menyampaikan laporan adalah :

Terlebih lagi dalam hal pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selain peran serta “Pelapor” (berupa peran aktif perorangan, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat) adalah merupakan upaya pencegahan/preventif disamping tindakan penindakan/represif, yang meliputi reformasi birokrasi, menata ulang dan mengkaji serta memperbaiki manajemen pengelolaan keuangan negara maupun melakukan optimalisasi lembaga pengawasan disetiap lembaga-lembaga pemerintah. Untuk membahas kata “Pelapor” maka harus lebih dahulu menyesuaikan padanan kata “Pelapor “ dengan kata “Laporan” yang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 24 KUHAP, menyatakan : Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

131

www. Dominggus Silaban, SH.MH Dapatkah saksi pelapor tindak pidana korupsi ditangkap/ditahan/diproses pidana dalam kaitan dengan kasus yang dilaporkannya? . Hakim Pengadilan Negeri Sukabumi.

- Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan atau menjadi korban peristiwa pidana kepada penyelidik atau penyidik;

- Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman atau keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik; - Pegawai negeri dalam rangka menjalankan tugasnya yang mengetahui terjadinya

peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera itu melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik;132

Menurut Pasal 1 UU Perlindungan Saksi dan Korban yaitu yang dimaksud dengan ”Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri” dan ”Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Sedangkan yang dimaksud dengan ”Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam Undang-Undang

Selain daripada pengertian “ pelapor” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 KHUAP, ternyata masih dikenal lagi ketentuan hukum yang mengatur tentang keberadaan "pelapor", yang antara lain terdapat pada: UU Perlindungan Saksi dan Korban, PP Nomor 57 Tahun 2000 dan PP Nomor 71 Tahun 2000;

132

Perlindungan Saksi dan Korban adalah suatu lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban”.133

3. Selanjutnya dalam Pasal 2 PP Nomor 57 Tahun 2009 secara tegas dinyatakan, bahwa setiap Pelapor dan Saksi dalam perkara tindak pidana pencucian uang wajib diberikan perlindungan khusus baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara. Perlindungan khusus dimaksud dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Menurut PP Nomor 57 Tahun 2009 terdapat 2 (dua) kualifikasi tentang yang dimaksudkan dengan “pelapor“, yaitu:

1. Setiap orang yang karena kewajibannya berdasarkan peraturan perundang-undangan menyampaikan laporan kepada PPATK tentang Transaksi Keuangan Mencurigakan atau Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai sebagaimana dimaksud dalam UU TPPU; atau

2. Setiap orang yang secara sukarela melaporkan kepada penyidik tentang adanya dugaan terjadinya tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam UU TPPU. Sedangkan Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana pencucian uang yang didengar sendiri, dilihat sendiri, dan dialami sendiri.

134

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 yang pada bagian Penjelasannya Pasal 3 ayat (1), menguraikan pengertian “ Pelapor “ adalah :

133

Pasal 1 UU Perlindungan Saksi dan Korban.

134

orang yang memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau Komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi.

Dalam kesempatan ini secara lengkap akan kami uraikan keberadaan Pasal 2 dan Pasal 3 dari PP Nomor 71 Tahun 2000 sebagai berikut:

a. Pasal 2 PP Nomor 71 Tahun 2000 tersebut, menyatakan:

(1) Setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum dan atau Komisi mengenai perkara tindak pidana korupsi. (2) Penyampaian informasi, saran, dan pendapat atau permintaan informasi harus

dilakukan secara bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, norma agama, kesusilaan, dan kesopanan.135

b. Keterangan mengenai dugaan pelaku tindak pidana korupsi dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan.

Pasal 3 PP Nomor 71 Tahun 2000 menyatakan bahwa :

(1) Informasi, saran, atau pendapat dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus disampaikan secara tertulis dan disertai :

a. Data mengenai nama dan alamat pelapor, pimpinan Organisasi Masyarakat, atau pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat dengan melampirkan foto kopi kartu tanda penduduk atau identitas diri lain; dan

135

(2) Setiap informasi, saran, atau pendapat dari masyarakat harus diklarifikasi dengan gelar perkara oleh penegak hukum.136

136

Pasal 3 dari PP Nomor 71 Tahun 2000.

Dari uraian diatas, penulis bermaksud untuk menguraikan bagaimana jaminan dan perlindungan serta penghargaan yang akan diterima oleh “ Pelapor “ dalam mengungkap suatu tindak pidana/kejahatan korupsi, dalam kaitannya dengan ketentuan hukum Pasal 41 dan Pasal 42 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dasar hukumnya diatur dalam ketentuan-ketentuan hukum sebagai berikut :

Pasal 41 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

(1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk :

a. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;

b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;

e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal:

1) Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2) Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang

pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undangan yang berlaku;

3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma lainnya.

5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.137

(2) Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;

Pasal 42 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi;

138

Landasan filosofis perlindungan saksi pelapor adalah berdasarkan Pancasila terutama yang berhubungan erat dengan Ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan landasan sila Ketuhanan, KUHAP mengakui setiap pejabat aparat penegak hukum maupun tersangka adalah: Sama-sama manusia yang dependen kepada Tuhan, semua manusia tergantung kepada kehendak Tuhan. Semua makhluk manusia tanpa kecuali adalah ciptaan Tuhan, yang kelahirannya di permukaan bumi semata-mata adalah kehendak dan rahmat Tuhan. Mengandung arti bahwa :

C. Urgensi Perlindungan Saksi Pelapor Dalam Tindak Pidana Korupsi

Dokumen terkait