• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saluran inlet dan outlet (menggunakan teknik DWDI Superimpose) Saluran ini merupakan tempat keluar masuknya cairan (biasanya berupa

Dalam dokumen Laporan KP Radiografi Fahmy (Halaman 68-90)

PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

4.2. Studi Kasus dan Pembahasan

4.2.1.2. Saluran inlet dan outlet (menggunakan teknik DWDI Superimpose) Saluran ini merupakan tempat keluar masuknya cairan (biasanya berupa

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 68

 Artifact dan cacat

Dengan melihat film di atas, dapat diketahui bahwa pada lokasi 0-15 memiliki las-lasan yang cukup memenuhi syarat. Sedangkan pada lokasi 15-30 dan 30-0 terdapat porosity yang cukup signifikan sehingga perlu adanya repair atau pengelasan kembali dan dinyatakan reject oleh interpreter. Hasil tersebut ditampilkan pada report seperti yang terlampir di laporan ini.

4.2.1.2. Saluran inlet dan outlet (menggunakan teknik DWDI Superimpose) Saluran ini merupakan tempat keluar masuknya cairan (biasanya berupa minyak panas atau bisa juga untuk keluar masuknya pendingin sebelum atau sesudah di sirkulasi di dalam exchanger.

a. Material

Material yang akan diukur merupakan pipa berdiameter 2 inchi (50,8mm) dengan tinggi las-lasanan sekitar 2 mm. Tebal material adalah 3,9 mm. Pada report, objek material terdapat pada joint D-4-1-R-N2 dan D-4-1-R-N1. Joint merupakan kode lokasi material. Material ini juga berbahan carbon steel.

b. Tehnik Penyinaran

Berdasarkan standar ASME section V artikel 2.T-271, untuk OD nominal kurang dari 3,5 inchi maka digunakan teknik DWDI (Double

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 69

wall Doule Image). Teknik DWDI terdiri dari teknik elips dan super impose. Karena tehnik elips tidak memungkinkan untuk diaplikasikan di sini, maka digunakan tehnik super impose. Pemasangan film dilakukan dengan 3 posisi yaitu posisi A, B, dan C. Gambar 4.6.a, b, dan c menunjukkan pemasangan sumber pada masing-masing posisi.

Gambar 4.6.a : posisi A Gambar 4.6.b : posisi B

Gambar 4.6.c : posisi C

c. Sumer Radiasi

Jenis sumber radiasi masih sama seperti pada kasus sebelumnya yaiyu Iridium 192. Waktu peluruhan dimulai dari tanggal 21 mei 2010 –

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 70

04 Agustus 2010 (76 hari). Adapun perhitungan teorinya adalah sebagai berikut :

At = Ao . e(ln2/t paroh).t

At = 91 . e(-0,693/74).76

At = 44,66 Ci d. Film

Film yang digunakan adalah jenis AGFA D7 dengan screen depan belakang 0,125 mm berbahan Pb (Lead) dan memiliki ukuran 4 x 10 inchi.

e. SFD

Karena tehnik yang digunakan sekarang adalah super impose maka tentu saja terdapat jarak antara material dan film. SFD tegak lurus minimum dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :

SFD min = OD

= 50,8

= 349,6 mm = 13,76 inchi

Selain dengan cara di atas, biasanya operator radiografi menggunakan rumus yang lebih praktis untuk menghitung SFD, yaitu SFD = 7 x OD. Dan hasilnyapun cukup mendekati perhitungan teori ASME.

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 71

SFD min = 7 x OD = 7 x 2 inchi

= 14 inchi (cukup mendekati perhitungan sebelumnya)

f. Waktu Penyinaran

Waktu penyinaran bisa dilakukan dengan menggunakan kurva paparan (exposure chart) seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.14.

SFD kurva = 610 mm

Tebal 2 las = 2(3,9 + 2) = 11,8 mm E berdasarkan kurva = 133,29 Ci.menit

t = .

t = .

t = 0,97 menit = 58,3 detik

Dalam dunia industri waktu tersebut dirasa terlalu lama jika dihadapkan pada kondisi jumlah joint (lokasi inspeksi) yang sangat banyak yang harus diselesaikan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu waktu tersebut dapat dipercepat dengan memperkecil SFD (perbandingan lurus).

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 72

g. Penetrameter

Penentuan penetrameter didasarkan pada standar ASME V artikel 2 Tabel T-276 dan T-233.2. Mengacu pada tabel T-276, untuk tebal 3,9 mm dengan penambahan tebal las sekitar 2 mm sehingga tebalnya menjadi 5,9 mm, posisi film side diameter kawat peny yang dikehendaki adalah 0,0063 inchi. Mengacu pada tabel T-233.2, diameter kawat tersebut berada pada set kelompok A. Sehingga peny yang digunakan seharusnya ASTM 1A. Namun peny yang dipakai masih ASTM 1B dengan berbagai pertimbangan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.

h. Hasil Film

Gambar 4.7.a, b, c menunjukan hasil film radiografi pada masing-masing posisi

Gambar 4.7.a : Posisi A Gambar 4.7.b : Posisi B

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 73

Gambar 4.7.c : Posisi C

Penjelasan :

Keterangan pada film-film tersebut menunjukan client, lokasi objek yang diradiografi (joint), jenis pengelasan, kode welder/ pengelas, kawat peny, dan tanggal inspeksi.

 Sensitifitas

Pada posisi A muncul 4 kawat, pada posisi B muncul 5 kawat, dan pada posisi C muncul 3 kawat saja karena pemasangan penetrameter yang miring. Sensitifitas pasti di atas 2%. Hal tersebut disebabkan oleh pemakaian penetrameter yang kurang sesuai.

 Densitas

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 74

Nilai densitas sebenarnya tidak dicantumkan dalam report hasil radiografi, melainkan hanya berupa range antara 2-4 saja. Pada saat menggunakan densitometer asalkan bagian film yang berwarna putih tidak kurang dari 2 dan bagian film yang berwarna hitam taidak lebih dari 4 maka film layak diinterpretasi. Jika client yang bersangkutan merasa film terlalu gelap atau terlalu terang barulah pihak radiographer menunjukkan nilai densitasnya.

 Artifact dan cacat

Pada tehnik super impose las-lasan pada film bertumpukan antara bagian depan dan belakang. Jika diamati dari satu posisi tentunya akan menimbulkan keraguan mengenai posisi cacat sebenarnya. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :

A B C

A

Jika dilihat dari titik A saja masih ada keraguan apakah cacat di depan atau belakang. Oleh karena itu dilihat lagi dari sudut C

C A B A STTN – BATAN F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 75

Sekarang jelas bahwa cacat ada di las-lasan bagian belakang jika dilihat dari sudut pandang A.

Selain itu, las-lasan pada bagian depan biasanya agak lebih kabur dibanding bagian belakang karena Ug nya lebih besar. Pada kasus pipa inlet dan outlet di PT. SBS cacat terlihat pada titik A, namun setelah dilihat dari titik B dan C cacat sulit diamati karena tersembunyi di pinggiran pipa yang tebal sehingga sulit diinterpretasi. Oleh karena itu interpreter hanya menuliskan bahwa cacat terletak di titik A yang berupa porosity. Namun cacat ini masih bisa ditolelir karena diameternya masih dibawah 1/3 thickness. Berikut adalah perbesaran gambar film pada posisi A.

Gambar 4.8 : Cacat berupa porosity yang dapat dilihat dari sudut pandang A

6.2.2. Wall Tube (Client : PT. Polychem – Pengoreng – Banten) - menggunakan teknik DWDI elips

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 76

Gambar 4.9 : Pipa saluran air pada boiler

Gambar 4.9 menunjukan kerangka dalam boiler yang belum sempurna. Pipa-pipa panjang berwarna hijau nantinya akan diisi dengan air untuk selanjutnya dibakar dengan api yang berada di tengah-tengahnya. Air dalam pipa tersebut akan mendidih dan menghasilkan uap yang akan menggerakkan turbin. Turbin akan memutar generator listrik dan menghasilkan listrik untuk keperlun produksi PT. Polychem.

a. Material

Jenis bahan material masih berupa Carbon steel dengan OD = 2 inchi (50,8 mm), OD las = 50,8 mm + 2 mm = 52,8 mm, dan lebar las 7 mm. Pada report dan film tertulis tebal material schedule 40. Artinya untuk mengetahui ketebalan pipa berdiameter 2 inchi kita harus melihat tabel schedule 40, sehingga didapatkan nilai ketebalan meterial adalah 3,9 mm.

b. Tehnik Penyinaran

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 77

Berdasarkan standar ASME section V artikel 2.T-271, untuk OD nominal kurang dari 3,5 inchi maka digunakan tehnik DWDI (Double wall Doule Image). Kali ini teknik yang digunakan adalah tehnik elips karena posisi material yang memungkinkan. Pemasangan film dilakukan dengan 1 posisi saja. Adapun pemasangan sumber dapat dilihat pada gambar 4.10 berikut :

Pipa yang akan diinspeksi

Gambar 4.10 : Pemasangan sumber teknik elips c. Sumber

Jenis sumber radiasi masih sama seperti pada kasus sebelumnya yaitu Iridium 192. Waktu peluruhan dimulai dari tanggal 21 mei 2010 – 06 Agustus 2010 (78 hari). Adapun perhitungan teorinya adalah sebagai berikut :

At = Ao . e(ln2/t paroh).t

At = 91 . e(-0,693/74).78

At = 43,8 Ci

(Dalam report perusahaan pada lampiran ditulis 44 Ci)

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 78

d. Film

Film yang digunakan adalah jenis AGFA D7 dengan screen depan belakang 0,125 mm berbahan Pb (Lead) dan memiliki ukuran 4 x 10 inchi.

e. SFD

Karena teknik yang digunakan sekarang adalah elips, maka SFD tegak lurus minimum dapat dihitung dengan perhitungan praktis sebagai berikut :

SFD min = 7 x OD = 7 x 2 inchi = 14 inchi

Pergeseran = 1/5 . SFD tegak lurus + 2.Lebar Las = 1/5 . 355,6 + 2.7

= 85,12 mm

SFD Elips = 365,64 mm

f. Penetrameter

Penentuan penetrameter didasarkan pada standar ASME V artikel 2 Tabel T-276 dan T-233.2. Mengacu pada tabel T-276, untuk tebal 3,9 mm dengan penambahan tebal las sekitar 2 mm sehingga tebalnya menjadi 5,9 mm, posisi film side diameter kawat peny yang

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 79

dikehendaki adalah 0,0063 inchi. Mengacu pada tabel T-233.2, diameter kawat tersebut berada pada set kelompok A. Sehingga peny yang digunakan seharusnya ASTM 1A. Namun peny yang dipakai masih ASTM 1B dengan berbagai pertimbangan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.

g. Waktu penyinaran

Waktu penyinaran bisa dilakukan dengan menggunakan kurva paparan (exposure chart) seperti yang dapat dilihat pada 3.14.

SFD kurva = 610 mm

Tebal 2 las = 2(3,9 + 2) = 11,8 mm E berdasarkan kurva = 133,29 Ci.menit

t = .

t = .

t = 1,088 menit = 65,3 detik h. Hasil Film

Gambar 4.11 menunjukkan hasil film radiografi untuk pipa Row 50 pada boiler di PT. Polichem

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 80

Gambar 4.11 : Film untuk pipa R 50 (Row 50)  Sensitifitas

Pada gambar di atas jumlah kawat yang muncul adalah 5 kawat, pada posisi B muncul 5 kawat. Sensitifitas pasti di atas 2%. Hal tersebut disebabkan oleh pemakaian penetrameter yang kurang sesuai.

 Densitas

Nilai densitas sebenarnya tidak dicantumkan dalam report hasil radiografi, melainkan hanya berupa range antara 2-4 saja. Pada saat menggunakan densitometer asalkan bagian film yang berwarna putih tidak kurang dari 2 dan bagian film yang berwarna hitam taidak lebih dari 4 maka film layak diinterpretasi. Jika client yang bersangkutan merasa film terlalu gelap atau terlalu terang barulah pihak radiographer menunjukkan nilai densitasnya.

 Artifact dan cacat

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 81

Dengan melihat film di atas, dapat diketahui bahwa pada posisi tengah las-lasan bagian belakang terdapat porosity yang cukup significan sehingga perlu adanya repair atau pengelasan kembali dan dinyatakan reject oleh interpreter. Hasil tersebut ditampilkan pada report seperti yang terlampir di laporan ini. Gambar 4.12 berikut adalah perbesaran gambar film pipa R-50

Porosity Gambar 4.12 : Porosity pada pipa R-50

6.2.3. H-Beam (Client : PT. KBI – Cilegon) – menggunakan teknik SWSI

Gambar 4.13 : H-Beam

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 82

H-Beam merupakan tiang atau penyangga yang penampangnya berbentuk huruf H. Pada umumnya H-Beam digunakan untuk konstruksi bangunan. Bentuk H-Beam yang menyerupai Huruf H memanjang ini memiliki kekuatan yang kokoh untuk dipasang pada konstruksi bangunan seperti jembatan, gedung, pabrik, dan sebagainya.

a. Material

Jenis bahan material masih berupa Carbon steel dan digolongkan ke dalam objek plat dengan tebal = 20 mm dan tinggi las 2 mm

b. Tehnik Penyinaran

Karena objek radiografi berupa plat, maka tehnik yang digunakan adalah SWSI (Single Wall Single Image). Pemasangan film dilakukan dengan beberapa posisi karena bentuk lasan yang sangat panjang. Namun yang akan dibahas hanya satu sample posisi saja. Gambar 4.14 merupakan contoh pemasangan sumber pada H-Beam :

Sumber Radiasi

Gambar 4.14 : teknik SWSI pada H-Beam

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 83

c. Sumber

Jenis sumber radiasi masih sama seperti pada kasus sebelumnya yaitu Iridium 192. Waktu peluruhan dimulai dari tanggal 21 mei 2010 – 12 Agustus 2010 (84 hari). Adapun perhitungan teoritisnya adalah sebagai berikut :

At = Ao . e(ln2/t paroh).t

At = 91 . e(-0,693/74).84

At = 41,4 Ci

(Dalam report perusahaan pada lampiran ditulis 42 Ci)

d. Film

Karena Las-lasan yang memanjang, film yang digunakan berdasarkan permintaan client adalah jenis AGFA D7 dengan screen depan belakang 0,125 mm berbahan Pb (Lead) dan memiliki ukuran 4 x 15 inchi (lebih panjang).

e. SFD

Karena tehnik yang digunakan sekarang SWSI, maka SFD tegak lurus minimum dapat dihitung dengan perhitungan praktis sebagai berikut:

SFD min = 7 x tebal = 7 x 20 mm

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 84

= 140 mm

f. Penetrameter

Penentuan penetrameter didasarkan pada standar ASME V artikel 2 Tabel T-276 dan T-233.2. Mengacu pada tabel T-276, untuk tebal 20 mm dengan penambahan tebal las sekitar 2 mm sehingga tebalnya menjadi 22 mm, posisi film side diameter kawat peny yang dikehendaki adalah 0,016 inchi. Mengacu pada tabel T-233.2, diameter kawat tersebut berada pada set kelompok B. Sehingga peny yang digunakan adalah ASTM 1B. Sehingga pada kasus ini penggunaan peny sudah sebagaimana mestinya.

g.Waktu penyinaran

Waktu penyinaran bisa dilakukan dengan menggunakan kurva paparan (exposure chart) seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.14. SFD kurva = 610 mm

Tebal 1 las = 20 + 2 = 22 mm

E berdasarkan kurva = 245,47 Ci.menit

t = . t = . t = 0,31 menit = 18,5 detik STTN – BATAN F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 85

h. Hasil film

Gambar 4.15 merupakan salah satu film hasil radiografi pada H-Beam di PT. KBI.

Worm hole

Gambar 4.15 : Film hasil radiografi H-Beam yang menunjukkan indikasi Worm Hole

 Sensitifitas

Pada semua posisi film, kawat peni muncul 4 buah dengan diameter terkecil 0,016 inchi. Sehingga sensitifitasnya adalah

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 86

S = . 100 %

S = . 100 % = 1,8 %

Nilai tersebut sesuai dengan kriteria karena sensitifitas di bawah 2%. Jadi bisa dikatakan film sudah memenuhi syarat untuk dibaca.  Densitas

Densitas sebenarnya tidak dicantumkan dalam report hasil radiografi, melainkan hanya berupa range antara 2-4 saja. Pada saat menggunakan densitometer asalkan bagian film yang berwarna putih tidak kurang dari 2 dan bagian film yang berwarna hitam taidak lebih dari 4 maka film layak diinterpretasi. Jika client yang bersangkutan merasa film terlalu gelap atau terlalu terang barulah pihak radiographer menunjukkan nilai densitasnya.

 Artifact dan cacat

Dengan melihat film di atas, dapat diketahui bahwa pada lokasi B-C memiliki las-lasan dengan cacat berupa worm hole pada bagian kanan sehingga perlu adanya repair atau pengelasan kembali dan dinyatakan reject oleh interpreter. Hasil tersebut ditampilkan pada report seperti yang terlampir di laporan ini.

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 87

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari kegiatan radiografi yang telah diikuti selama pelaksanaan kerja praktek di PT. Radiant Utama Interinsco, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan terkait dengan bidang Uji Radiografi antara lain :

1. Secara umum, tehnik radiografi dikelompokkan menjadi 3 tehnik yaitu tehnik DWSI (Double Wall Single Image), DWDI (Double Wall Double Image), dan SWSI (Single Wall Single Image)

2. Berdasarkan standar ASME section V artikel 2.T-271, untuk inspeksi pipa, OD nominal lebih besar dari 3,5 inchi maka digunakan tehnik DWSI, OD nominal lebih kecil dari 3,5 inchi digunakan tehnik DWDI, Sedangkan untuk plat digunakan tehnik SWSI

3. Pada inspeksi Exchanger di PT. SBS didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 88

 U-Bend

• Berdasarkan standar ASME V artikel 2, sensitivitas kurang memenuhi syarat yaitu di atas 2 % karena kesalahan pemakaian peny.

• Pada posisi film 0-15 hasil inspeksi dinyatakan ACC, sedangkan pada posisi 15-30 dan 30-0 dinyatakan reject dan harus direpair.

 Pipa inlet dan outlet

• Berdasarkan standar ASME V artikel 2, sensitivitas kurang memenuhi syarat yaitu di atas 2 % karena kesalahan pemakaian peny.

• Terdapat porosity jika dilihat dari posisi A, namun porosity tersebut masih di tolelir karena dibawah 1/3 thickness.

4. Pada inspeksi Pipa boiler di PT. Polichem didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

• Berdasarkan standar ASME V artikel 2, sensitivitas kurang memenuhi syarat yaitu di atas 2 % karena kesalahan pemakaian peny.

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 89

• Terdapat porosity yang cukup signifikan sehingga harus dinyatakan reject dan harus direpair

5. Pada inspeksi H-Beam di PT. KBI didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

• Berdasarkan standar ASME V artikel 2, sensitivitas memenuhi syarat yaitu di bawah 2 %.

• Terdapat cacat yang berupa worm hole yang mengelompok sehingga dinyatakan reject dan harus direpair.

6. Dalam ilmu Radiografi kenyataan di lapangan terkadang berbeda dengan teori yang ada. Standar Operasional yang berbeda-beda, keadaan material di lapangan yang tidak menunjang dan cost (biaya) menjadi faktor utama yang mempengaruhi perbedaan tersebut. Dalam dunia industri semua factor tersebut sangat diperhitungkan karena berpengaruh terhadap produktifitas.

5.2. Saran

Pengalaman selama melaksanakan Kerja Praktek di PT.Radiant Utama Interinsco sangat berkesan dan memberikan banyak ilmu bagi penulis. Namun, penulis ingin memberikan saran dan masukan demi kemajuan bersama, antara lain :

1. Mengingat bahwa sumber radiasi gamma merupakan radiasi yang berbahaya dan memiliki daya tembus yang tinggi, maka sebaiknya perlu

STTN – BATAN

F Fahmy Faishal (020700183)

PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 90

diperhatikan mengenai keselamatan para operator radiografi. Kedisiplinan dalam penggunaan alat-alat proteksi radiasi seperti dosimeter saku dan film badge jarang terealisasi. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya PPR (Petugas Proteksi Radiasi) yang benar-benar bertugas sebagaimana mestinya ketika inspeksi dilakukan.

2. Ketika operator radiografi dihadapkan pada suatu medan yang sulit untuk menghindari paparan radiasi, maka prosedur keselamatanpun tak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu diciptakan suatu penahan radiasi yang bisa dipakai untuk bersembunyi dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari sumber sehingga operator tidak perlu menempuh jarak yang jauh untuk pemasangan film yang berulang-ulang. Namun, penahan radiasi tersebut harus bersifat ringkas agar mudah dibawa.

Dalam dokumen Laporan KP Radiografi Fahmy (Halaman 68-90)

Dokumen terkait