BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.8 Shear connector
IV.9.3 Sambungan jarak 28 meter
�� = 538,6387 ��
IV.9.3.1 Sambungan sayap (flens) Tegangan pada flens:
�=�.�
�� = 263601,9 ��/�
2
�� = ��.�� = 0,0116 �2
Gaya yang harus di tahan flens: � =�.�� = 3057,782 �� Jumlah baut, �= 3057 ,782 ��
235,02 �� = 13,01
Diambil jumlah baut 14 buah
�� = 14 � 235,02 = 3290,346 �� > 3057,782 �� (Aman)
IV.9.3.2 Sambungan badan (web) �= 100 ��= 0,1 � �� = 538,6387 �� � =��.� = 53,86 ��� �2 +�2 = 4(50)2+ 4(150)2 = 105000 ��2 = 0,105 �2 �� =��2+.��2= 76,94 �� �� = ��2+.��2 = 25,64 ��
�� =��� = 538,636 = 89,77 ��
Gaya total pada baut paling ujung : � = ���2+��
� +���
2
= 138,72 �� <�� = 235,02 �� (Aman) �� = 6 � 235,02 = 1410,12 �� > 538,6387 ��
Gambar 4.19 sambungan sayap pada titik 16 meter
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan serta analisa diatas dapat disimpulkan beberapa hal berikut :
1. Hasil perencanaan berupa konstruksi komposit lantai beton balok baja dengan bentang 40 meter dan lebar jembatan 8 meter dengan lebar jalur lalu lintas 6 meter dan tebal pelat lantai kendaraan 0,22 meter.
2. Penampang kompak Balok baja yang digunakan adalah profil IWF 2000x400x20x29 dengan berat 4,87 kN/m dan balok diafragma yang digunakan adalah profil IWF 1000x250x10x14.
3. Penampang tidak kompak balok baja yang digunakan adalah profil IWF 2500x400x20x17 dengan berat 4,94 kN/m dan balok diaphragma yang digunakan adalah profil IWF 1000x250x10x9.
4. Penampang langsing balok baja yang digunakan adalah profil IWF 3200x400x18x9 dengan berat 5,06 kN/m dan balok diaphragma yang digunakan adalah profil IWF 1000x250x10x14.
5. Perhitungan pelat lantai digunakan beban kendaraan truk “T” dan untuk perhitungan balok digunakan beban hidup dari beban lajur “D”.
6. Kekuatan dan kekakuan struktur komposit dipengaruhi oleh kemampuan penghubung geser dalam menahan geseran antara balok baja dan pelat lantai.
V.2 Saran
Dari kesimpulan diatas dapat diambil saran :
1. Sebelum melakukan analisa perhitungan struktur jembatan sebaiknya perencana mencermati penampang yang digunakan untuk mendapatkan dimensi yang kecil.
2. Perlunya standar perencanaan yang jelas dan detail khususnya tentang material- material pada jembatan sehingga memudahkan perencana didalam merencanakan jembatan berstandar SNI.
3. Analisa lebih lanjut bisa dilakukan terhadap pengaruh diafragma sebagai penopang lateral terhadap dimensi balok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
Balok merupakan komponen struktur jembatan yang penting. Balok pada jembatan ini berfungsi untuk memikul sekaligus menyalurkan beban dari lantai kendaraan ke kolom-kolom jembatan atau disebut dengan pier.
Balok jembatan yang sering kita jumpai dapat berupa baja ataupun beton bertulang. Balok dengan bahan baja umumnya dijumpai pada jembatan komposit yaitu balok baja yang digabungkan dengan slab beton di atasnya. Sedangkan balok beton bertulang biasanya dijumpai pada jembatan dengan bentang pendek.
II.2 Komponen Jembatan
Menurut Bridge Management system (BMS) komponen jembatan terdiri dari :
II.2.1 Komponen struktur atas
Yaitu komponen jembatan yang terletak diatas dukungan dengan komponen terbawah adalah gelagar utama.
Komponen struktur atas terdiri dari :
a. lapisan permukaan / perkerasan (wearing surface), yang berfungsi sebagai penahan kontak kendaraan yang melintas diatas jembatan dan meneruskannya ke struktur dibawahnya.
b. deck yaitu merupakan luasan fisik dari jalan raya yang melintasi rintangan yang harus dijembatani. Fungsi utama dari deck adalah mendistribusikan beban sepanjang potongan melintang jembatan dan merupakan bagian yang menyatu pada sistem struktural.
c. gelagar induk (primary member), yang berfungsi mendistribusikan beban secara longitudinal (menahan lendutan).
d. gelagar sekunder (secondary member), yang berfungsi sebagai pengikat antar gelagar induk berupa diagfragma maupun bracing yang berfungsi sebagai penahan deformasi lateral (lateral bracing).
II.2.2 Komponen struktur bawah
Yaitu komponen jembatan yang terletak pada bagian bawah komponen struktur atas, yang terdiri dari :
a. abutment, yaitu komponen struktur penahan tanah yang mendukung struktur atas pada bagian ujung-ujung jembatan. Seperti halnya dengan dinding penahan tanah abutment menahan gaya longitudinal dari tanah dibagian bawah ruas jalan.
b. pilar, yaitu bagian bawah jembatan yang berfungsi sebagai pembagi bentang jembatan yang terlalu lebar, terdiri dari pondasi kolom dan kepala jembatan. c. perletakan (bearings), yaitu sistem mekanikal yang berfungsi menyalurkan
beban vertikal dari struktur atas ke struktur bawah. Bearing terdiri dari dua macam yaitu bearing yang menahan gerakan rotasi dan translasi longitudinal
disebut expansion joint dan bearings yang menahan gerakan rotasi saja disebut fixed bearings.
d. dudukan / perletakan (pedestals) yaitu kolom pendek yang berada diatas abutment atau pilar yang mendukung secara langsung gelagar utama struktur atas.
e. dinding belakang (backwall) yaitu komponen utama dari abutment yang berfungsi sebagai struktur penahan tanah.
f. dinding sayap (wingwall) yaitu dinding belakang abutment yang berfungsi untuk menahan keruntuhan tanah disekitar abutment.
g. pondasi, yaitu struktur bagian bawah yang berfungsi sebagai penerus beban diatasnya ke tanah dasar.
II.2.3 Komponen pelengkap
Yaitu komponen jembatan yang berfungsi sebagai pelengkap dari suatu struktur jembatan, yang termasuk dalam komponen ini adalah :
a. underdrain, yaitu fasilitas drainase yang terbuat dari pipa yang berfungsi mengalirkan air di permukaan dari struktur.
b. pengaman lalu lintas, yaitu komponen pelengkap jembatan untuk menghindari kecelakaan saat melintasi jembatan dapat terbuat dari beton maupun baja yang disebut hand railing.
II.3 Altenatif Pemilihan Jenis Struktur II.3.1 Struktur atas jembatan
Adapun alternatif bahan yang digunakan untuk struktur atas jembatan dengan bentang yang diperlukan.
Tabel 2.1 Jenis tipe jembatan
No. Tipe jembatan Bentang (m)
1 Jembatan komposit I Gelagar baja + plat beton
6 – 24
2 Jembatan beton bertulang
Gelagar beton (konv) balok T 6 – 26 3 Jembatan beton bertulang
Gelagar beton (konv) box
12 – 28 4 Jembatan gelagar prategang I 10 - 36 5 Jembatan gelagar pratekan T
terbalik 14 – 24
6 Jembatan gelagar pratekan T 18 – 44 7 Jembatan gelagar pratekan V 16 - 36
(Sumber : Buku ajar teknik sipil UNDIP)
II.3.2 Struktur bawah jembatan II.3.2.1 Pangkal jembatan (Abutment)
Jenis abutment yang dipilih dilihat dari tinggi badan abutment tersebut. Bentuk alternatif abutment tertera seperti dibawah ini :
Tabel 2.2 Jenis abutment jembatan Jenis abutment Tinggi (m) Pangkal tembok penahan kantilever 0 – 8
Pangkal tembok penahan gravitasi 3 – 4 Pangkal tembok penahan kontrafort 6 – 20
Pangkal kolom “Spill Through” 0 – 20 Pangkal balok cap tiang sederhana 0 – 20 Pangkal tanah bertulang 5 – 15
II.3.2.2 Pondasi
Penentuan jenis pondasi dilihat dari kedalaman lapisan tanah pendukung. Bentuk alternatif pondasi tertera pada tebel dibawah ini :
Tabel 2.3 Jenis-jenis pondasi
Jenis pondasi Kedalaman lap. Pendukung (m)
Pondasi langsung 0 – 3
Pondasi sumuran 3 – 15
Pondasi tiang beton 15 – 60 Pondasi tiang baja 7 - ~
(Sumber : Buku ajar teknik sipil UNDIP)
II.4 Sifat Bahan Baja
Sifat baja yang terpenting dalam penggunaanya sebagai bahan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun regangan serta sifat homogenitas yaitu keseragaman yang tinggi.
Dalam perencanaan struktur baja, RSNI T-03-2005 mengambil beberapa siifat-sifat mekanik dari material baja yang sama yaitu :
Modulus Elastisitas, E = 200.000 MPa Modulus Geser, G = 80.000 MPa Angka poisson, µ = 0,30
Koefisien muai panjang, α = 12 x 10-6 per oC
Sedangkan berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putusnya, RSNI T- 03-2005 mengklasifikasikan mutu dari materil baja menjadi 5 kelas mutu dan sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi persyaratan minimum yang diberikan pada tabel 2.1
Tabel 2.4 Sifat mekanis baja struktural Jenis baja Tegangan putus Minimum, fu (MPa) Tegangan leleh Minimum, fy (MPa) Peregangan minimum (%) BJ 34 340 210 22 BJ 37 370 240 20 BJ 41 410 250 18 BJ 50 500 290 16 BJ 55 550 410 13 (Sumber : RSNI T-03-2005)
Material baja sebagai bahan konstruksi telah digunakan sejak lama mengingat beberapa keunggulannya dibandingkan material yang lain. Beberapa keunggulan baja sebagai material konstruksi, antara lain adalah :
1. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat menguruangi ukuran struktur serta mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup menguntungkan bagi struktur-struktur jembatan yang panjang, gedung yang tinggi atau bangunan-bangunan yang berada pada kondisi tanah yang buruk. 2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton
bertulang yang terdiri dari berbagai macam bahan penyusun, material baja jauh lebih seragam/homogen serta mempunyai tingkat keawetan yang jauh lebih tinggi jika prosedur perawatan dilakukan secara semestinya.
3. Sifat elastis, baja mempunyai perilaku yang cukup dekat dengan asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukan analisa, sebab baja dapat berperilaku elastis hingga tegangan yang cukup tinggi mengikuti hukum hooke. Momen inersia dari suatu profil baja juga dapat dihitung dengan pasti sehingga memudahkan dalam melakuka proses analisa struktur.
4. Daktilitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yang menerima tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar sebelum terjadi keruntuhan.
5. Beberapa keuntungan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi adalah kemudahan penyambungan antarelemen yang satu dengan lainnya menggunakan alat sambung las atau baut.
Selain keuntungan-keuntungan yang disebutkan tersebut, material baja juga memiliki beberapa kekurangan, terutama dari sisi pemiliharaan. Konstruksi baja yang berhubungan langsung dengan udara atau air, secara periodik harus dicat. Perlindungan terhadap bahaya kebakaran juga harus menjadi perhatian yang serius, sebab material baja akan mengalami penurunan kekuatan secara drastis akibat kenaikan temperatur yang cukup tinggi, disamping baja juga merupakan konduktor panas yang baik, sehingga nyala api dalam suatu bangunan justru dapat menyebar dengan lebih cepat. Kelemahan lain dari struktur baja adalah masalah tekuk yang merupakan fungsi dari kelangsingan suatu penampang.
II.5 Sifat Bahan Beton
Beton dapat dipakai dengan mencampurkan bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat berupa semen dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Semen berfungsi sebagai pengikat, agregat sebagai bahan pengisi, serta air sebagai bahan penyatu bahan-bahan tersebut.
Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan perbandingan semen, agregat kasar dan halus, air dan berbagai jenis bahan campur. Kekuatan beton cukup tinggi, dengan pengolahan khusus dapat mencapai 700 kg/cm2. Kuat tekan beton relatif tinggi dibanding dengan kuat tariknya, yaitu kuat tarik beton antara 9 - 15 % kuat tekannya. Selain itu, beton merupakan bahan yang bersifat getas.
Berbeda dengan baja, modulus elastisitas beton adalah berubah-ubah menurut kekuatan. Modulus elastisitas juga beragantung kepada umur beton, sifat- sifat dari agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran benda uji.
II.6 Pembebanan Jembatan
Sebelum melakukan analisis perhitungan struktur jembatan seorang perencana harus mencermati beban-beban yang akan bekerja yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Peraturan pembebanan yang tersedia sangatlah banyak, sehingga menyulitkan perencana untuk menentukan peraturan mana yang harus ia pakai. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya AASHTO, PPPJJR 1989, BMS 1992, dan RSNI 2005. Pada tugas akhir ini peraturan pembebanan yang digunakan sebagai acuan adalah peraturan RSNI 2005.
Beban yang bekerja pada jembatan merupakan kombinasi dari beberapa macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan digolongkan kedalam aksi tetap dan transien.
Tabel 2.5 Berat isi untuk beban mati (kN/m3)
No. Bahan Berat/satuan isi
(kN/m3)
Kerapatan masa (kg/m3)
1 Campuran aluminium 26.7 2720
2 Lapisana permuakaan beraspal 22.0 2240
3 Besi tuang 71.0 7200
4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760
5 Kerikil dipadatkan 18.8 - 22.7 1920 – 2320 6 Aspal beton 22.0 2240 7 Beton ringan 12.25 – 19.6 1250 – 2000 8 Beton 22.0 – 25.0 2240 – 2560 9 Beton prategang 25.0 – 26.0 2560 – 2640 10 Beton bertulang 23.5 – 25.5 2400 – 2600 11 Timbal 111 11400 12 Lempung lepas 12.5 1280 13 Batu pasangan 23.5 2400 14 Neoprin 11.3 1150 15 Pasir kering 15.7 – 17.2 1600 – 1760 16 Pasir basah 18.0 – 18.8 1840 – 1920 17 Lumpur lunak 17.2 1760 18 Baja 77.0 7850 19 Kayu (ringan) 7.8 800 20 Kayu (keras) 11.0 1120 21 Air murni 9.8 1000 22 Air garam 10.0 1025 23 Besi tempa 75.5 7680
(Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
II.6.1 Aksi tetap
Menurut RSNI 2005, aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu dan merupakan beban yang secara tetap dipikul oleh jembatan. Pembebanan akibat aksi tetap terdiri dari :
a. Berat sendiri
Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap, seperti pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor beban untuk berat sendiri Jangka waktu Faktor beban KS;;MS; KU;;MS Biasa Terkurangi Tetap Baja, aluminium 1,0 Beton pracetak 1,0 Beton dicor di tempat 1,0 Kayu 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 0,9 0,85 0,75 0,7 (Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
b. Beban mati tambahan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati tambahan ditunjukkan pada tabel 2.7.
Tabel 2.7. Faktor beban mati tambahan
Jangka waktu
Faktor beban
KS;;MA KU;;MA;
Biasa Terkurangi Tetap Keadaan umum 1,0 (1)
Keadaan khusus 1,0
2,0 1,4
0,7 0,8
CATATAN (1) Faktor beban daya layan 1.3 digunakan untuk berat utilitas (Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Beban mati tambahan berupa berat kerb, trotoar, tiang sandaran, dan lain-lain yang dipasang setelah pelat dicor.
II.6.2 Aksi Transien
Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat berulang ulang seperti beban lalu lintas (beban lajur “D” atau beban “T”), beban rem, aliran air (banjir), dan lain sebagainya.
Secara umum, yang menjadi penentu dalam perhitungan jembatan dengan bentang sedang sampai panjang adalah beban “D”, sedangkan beban “T” digunakan untuk bentang pendek.
1. Aksi lalu lintas
Lajur lalu lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat pada tabel berikut, lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.
a. Beban lajur “D”
Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya.
Tabel 2.8 Faktor beban akibat beban lajur “D” Jangka
waktu
Faktor beban
K K
Transien 1,0 1,8
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Tabel 2.9 Jumlah lajur lalu lintas rencana Tipe jembatan
(1)
Lebar jalur kendaraan (m) (2)
Jumlah lajur lalu lintas rencana (n1)
Satu lajur 4,0 – 5,0 1
Dua arah, tanpa median 5,5 - 8,25 11,3 – 15,0 2 (3) 4 Banyak arah 8,25 – 11,25 11,3 – 15,0 15,1 – 18,75 18,8 – 22,5 3 4 5 6
CATATAN (1) unruk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh instansi yang berwenang
CATATAN (2) lebar lajur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb / rintangan / median dengan median untuk banyak arah
CATATAN (3) lebar minimum yang aman untuk dua lajur
kendaraan adalah 6.0 m. lebar jembatan antara 5.0 m sampai 6.0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah olah memungkinkan untuk menyiap. (Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabungkan dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam gambar 2.1
Gambar 2.1 Beban lajur “D”
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
a.1. Beban terbagi rata
Beban ini dilambangkan q kPa dengan intensitas beban bergantung pada panjang bentang total yang dibebani, besarnya beban yaitu sebagai berikut :
L ≤ 30 m ; q = 9,0 kPa L > 30 m ; �= 9,0�0,5 +15
�� kPa atau dapat dilihat pada grafik dibawah
Dengan :
Q adalah intensitas beban terbagi rata dalam arah memanjang jembatan (kPa) L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
Gambar 2.2 Beban “D” : beban terbagi rata vs panjang bentang yang dibebani. (Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
a.2 Beban garis terpusat
Beban garis ini dilambangkan dengan ρ kN/m dengan arah yang tegak
lurus terhadap arus lalu lintas pada jembatan. Besar beban garis yaitu 49 kN/m. Faktor beban dinamik (FBD) untuk beban lajur garis “D” dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 2.3 Faktor beban dinamis untuk beban garis untuk pembebanan lajur “D” (Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban “D” pada arah melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban “D” harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % . 2. apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban “D” harus ditempatkan pada
jumlah lajur lalu lintas rencana (n1) yang berdekatan (tabel 2.3), dengan
intensitas 100 %. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar n1 x 2,75 q
kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar n1 x 2,75 ρ kN, kedua-duanya
3. lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban “D” tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %.
Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 2.4 Penyebaran pembebanan pada arah melintang (Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
b. Beban truk “T”
Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana (RSNI 2005).
Tabel 2.10 Faktor beban akibat pembebanan truk “T” Jangka
waktu
Faktor beban KS;;TT; KU;;TT;
Transien 1,0 1,8
Dalam perencanaan hanya diterapkan satu truk tiap lajur rencana. Jarak antara 2 as truk tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m agar diperoleh pembebanan maksimum pada arah memanjang jembatan. Besar pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.5 Pembebanan truk “T” (500 kN) (Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan :
1. menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan faktor yang diberikan dalam dibawah ini.
Tabel 2.11 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T”
Jenis bangunan atas Jembatan jalur tunggal Jembatan jalur majemuk Pelat lantai beton
diatas : Balok baja I atau balok pratekan Balok beton bertulang T Balok kayu S/4,2 (bila S > 3,0 m lihat catatan 1) S/4,0 (bila S > 1,8 m lihat catatan 1) S/4,8 (bila S > 3,7 m lihat catatan 1) S/3,4 (bila S > 4,3 m lihat catatan 1) S/3,6 (bila S > 3,0 m lihat catatan 1) S/4,2 (bila S > 4,9 m lihat catatan 1)
Lantai papan kayu S/2,4 S/2,2
Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih S/3.3 S/2,7 Kisi-kisi baja : Kurang dari tebal 100 mm Tebal 100 mm atau lebih S/2,6 S/3,6 (bila S > 3,6 m lihat catatan 1) S/2,4 S/3,0 (bila S > 3,2 m lihat catatan 1) CATATAN 1 dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang
adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana
CATATAN 2 geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S / faktor ≥ 0,5
CATATAN 3 S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m) (Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
2. momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dapat digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m.
3. bentang efektif S diambil sebagai berikut :
i. Untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S = bentang bersih
ii. Untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda untuk tidak dicor menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah lebar dudukan tumpuan.
Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil pengaruh antara beban kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Untuk pembebanan truk ditetapkan sebesar 30 %. Harga ini dikhususkan untuk bangunan yang berada di atas permukaan tanah.
2. Gaya rem
Pengaruh gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m diatas permukaaan lantai kendaraan.
Tabel 2.12 Faktor beban akibat gaya rem Jangka waktu Faktor beban
KS;;TB; KU;;TB;
Transien 1,0 1,8
Pembebaban lalu lintas 70% dan faktor pembesaran diatas 100% BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.
3. Beban pejalan kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.
Tabel 2.13 Faktor beban akibat pejalan kaki Jangka
waktu
Faktor beban KS;;TP; KU;;TP;
Transien 1,0 1,8
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
II.6.3 Aksi Lingkungan 1. Pengaruh temperatur/suhu
Kondisi temperatur/sahu sangat berpengaruh pada beban yang bekerja pada jembatan karena akan berpengaruh pada kembang susut material jembatan. Faktor akibat beban pengaruh temperatur/suhu dapat dilihat di tabel 2.14.
Tabel 2.14 Faktor beban akibat pengaruh temperatur/suhu Jangka waktu Faktor beban KS;;ET; KU;;ET Biasa Terkurangi Transien 1,0 1,2 0,8
Secara umum temperatur jembatan berbeda sesuai dengan tipe bangunan atas yang digunakan dan sifat bahannya.
Tabel 2.15 Temperatur jembatan rata-rata nominal Tipe bangunan atas Temperatur jembatan
rata-rata minimum (1)
Temperatur jembatan rata-rata maksimum Lantai beton diatas gelagar
atau boks beton 15
o
C 40oC
Lantai beton diatas gelagar,
boks atau rangka baja 15
o
C 40oC
Lantai pelat baja diatas gelagar, boks atau rangka
baja
15oC 40oC
CATATAN (1) temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5oC untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Tabel 2.16 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur
Bahan Koefisien perpanjangan akibat suhu Modulus elastisitas MPa
Baja 12 x 10-6 per oC 200.000
Beton : Kuat tekan <30 MPa Kuat tekan >30 MPa
10 x 10-6 per oC 11 x 10-6 per oC
25.000 34.000
Aluminium 24 x 10-6 per oC 70.000
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Momen akibat temperatur ditunjukkan persamaan :
� = ����ℎ�∆� 2.1
Gaya lintang akibat temperatur ditunjukkan persamaan :
2. Beban angin
Kondisi angin pada suatu tempat merupakan beban yang akan bekerja pada struktut jembatan tertentu dan menjadi faktor yang diperhitungkan pada rencana pembebanan. Faktor beban akibat beban angin terdapat ditabel 2.17.
Tabel 2.17 Faktor beban akibat beban angin Jangka waktu Faktor beban
KS;;EW KU;;EW
Transien 1,0 1,2
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut :
��� = 0,0006.��. (��)2�� [��] (2.1)
Dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s). unutk keadaan batas yang ditinjau
CW = koefisien seret
Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)
Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan arah horizontal dipermukaan lantai menururt RSNI T-02-2005 besar kecepatan angin rencana (VW) pada kondisi tersebut ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
��� = 0,0012.��. (��)2�� [��] (2.2)
Dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau CW = koefisien seret
Tabel 2.18 Koefisien seret
Tipe jembatan CW
Bangunan atas masif : (1), (2) b/d = 1,0 b/d = 2,0 b/d ≥ 6,0 2,1 (3) 1,5 (3) 1,25 (3)
Bangunan atas rangka 1,2
CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi sandaran yang masif CATATAN (2) untuk harga antara dari b/d bisa di interpolasi linear
CATATAN (3) apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus
Dinaikkan sebesar 3% untuk setiap derajat superelevasi, dengan Kenaikan maksimum 2,5%
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Tabel 2.19 Kecepatan angin rencana
Keadaan batas Lokasi
Sampai 5 km dari pantai >5 km dari pantai
Daya layan 30 m/s 25 m/s
Ultimit 35 m/s 30 m/s
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
3. Gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer. Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut RSNI T-02-2005 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.20 Faktor beban akibat gesekan pada perletakan
Jangka waktu Faktor beban KS;;FB