5.1 Pengertian
Paku keling / rivet adalah salah satu metode penyambungan yang sederhana. sambungan keling umumnya diterapkan pada jembatan, bangunan, ketel, tangki, kapal Dan pesawat terbang. Penggunaan metode penyambungan dengan paku keling ini juga sangat baik digunakan untuk penyambungan pelat- pelat alumnium. Pengembangan Penggunaan rivet dewasa ini umumnya digunakan untuk pelat-pelat yang sukar dilas dan dipatri dengan ukuran yang relatif kecil. Setiap bentuk kepala rivet ini mempunyai kegunaan tersendiri, masing masing jenis mempunyai kekhususan dalam penggunaannya.
Sambungan dengan paku keling ini umumnya bersifat permanent dan sulit untuk melepaskannya karena pada bagian ujung pangkalnya lebih besar daripada batang paku kelingnya.
Bagian utama paku keling adalah : 1. Kepala
2. Badan 3. Ekor
4. Kepala lepas
Bahan paku keling
Yang biasa digunakan antara lain adalah baja, brass, aluminium, dan tembaga tergantung jenis sambungan/ beban yang diterima oleh sambungan. Penggunaan umum bidang mesin : ductile (low carbor), steel, wrought iron. Penggunaan khusus : weight, corrosion, or material constraints apply : copper (+alloys) aluminium (+alloys), monel, dll
5.2 Penggunaan Paku Keling
Pemakaian paku keling ini digunakan untuk :
Sambungan kuat dan rapat, pada konstruksi boiler ( boiler, tangki dan pipa-pipa tekanan tinggi ).
Sambungan kuat, pada konstruksi baja (bangunan, jembatan dan crane ).
Sambungan rapat, pada tabung dan tangki ( tabung pendek, cerobong, pipa-pipa tekanan).
Sambungan pengikat, untuk penutup chasis ( misalnya ; pesawat terbang, kapal).
5.3 Keuntungan dan Kelemahan
a. Keuntungan
Sambungan paku keling ini dibandingkan dengan sambungan las mempunyai keuntungan yaitu :
Bahwa tidak ada perubahan struktur dari logam disambung. Oleh karena itu banyak dipakai pada pembebanan-pembebanan dinamis.
Sambungan keling lebih sederhana dan murah untuk dibuat.
Pemeriksaannya lebih mudah
Sambungan keling dapat dibuka dengan memotong kepala dari paku keling tersebut
b. Kelemahan
Hanya satu kelemahan bahwa ada pekerjaan mula berupa pengeboran lubang paku kelingnya di samping kemungkinan terjadi karat di sekeliling lubang tadi selama paku keling dipasang. Adapun pemasangan paku keling bisa dilakukan dengan tenaga manusia, tenaga mesin dan bisa dengan peledak (dinamit) khususnya untuk jenis-jenis yang besar.
Paku keling dalam ukuran yang kecil dapat digunakan untuk menyambung dua komponen yang tidak membutuhkan kekuatan yang besar, misalnya peralatan rumah tangga, furnitur, alat-alat elektronika,
dll
5.4 Jenis Pembebanan dalam Paku Keling
Bila dilihat dari bentuk pembebanannya, sambungan paku keling ini dibedakan yaitu :
Pembebanan tangensial dan Pembebanan eksentrik.
PEMBEBANAN TANGENSIAL
Pada jenis pembebanan tangensial ini, gaya yang bekerja terletak pada garis kerja resultannya, sehingga pembebanannya terdistribusi secara merata kesetiap paku keling yang digunakan.
5.5 Jenis Kerusakan
Tearing of the plate at ende : robek pada bagian pinggir dari plat yang dapat terjadi jika margin (m) kurang dari 1.5 d, dengan d ialah
diameter paku keling.
Tearing of the plate a cross a row of rivets : robek pada garis sumbu lubang paku keling dan bersilangan dengan garis gaya.
Shearing of the rivets : kerusakan sambungan paku keling karena beban geser.
5.6 Tipe Sambungan Paku Keling
A. Berdasarkan Penyambungan Plat
Lap joint (Sambungan Berimpit) : sambungan yang menempatkan pelat yang akan disambung saling berimpitan dan kedua pelat tersebut
disambung dengan paku keling .
Pemasangan tipe lap joint biasanya digunakan pada plat yang overlaps satu dengan yang lainnya..
Butt joint (Sambungan Bilah): sambungan yang menempatkan kedua ujung pelat yang akan disambung saling berdekatan, lalu kedua pelat tersebut ditutup dengan bilah (strap), kemudian masing-masing pelat disambungkan dengan bilah menggunakan paku keling
Digunakan untuk menyambung dua plat utama, dengan menjepit menggunakan 2 plat lain, sebagai penahan (cover), dimana plat penahan ikut dikeling dengan plat utama. Tipe ini meliputi single strap butt joint dan double strap butt joint
B. Berdasarkan Jumlah Baris
Sambungan baris tunggal (single riveted joint)
Pada sambungan berimpit, sambungan baris tunggal adalah sambungan yang menggunakan satu baris paku keeling pada sistem sambungan. Sedangkan pada sambungan bilah, sambungan baris tunggal adalah sambungan yang menggunakan satu baris paku pada masing-masing sisi sambungan.
Sambungan baris ganda (double riveted lap joint)
Pada sambungan berimpit, sambungan baris ganda adalah sambungan yang menggunakan dua baris paku keling pada sistem sambungan. Sedangkan pada sambungan bilah, sambungan baris ganda adalah sambungan yang menggunakan dua baris paku pada masing-masing sisi sambungan
C. Berdasarkan Susunan Paku Sambungan Rantai
Sambungan Zig - Zag
5.7 Desain Teknis Keling
Diagonal Pitch: Jarak antara pusat keling pada baris berikutnya dari sambungan keling zig-zag
Back Pitch: Jarak tegak lurus diantara garis pusat dari baris berikutnya, donotasikan dengan ps.
Margin: Merupakan jarak antara pusat dari lubang keling dengan tepi dari pelat, notasi m.
5.8 Perhitungan Dalam Paku Keling Perhitungan Kekuatan
- Area Sobekan per Panjang Pitch
- Ketahanan sobek per panjang pitch
Dimana :
p = pitch dari keling d = diameter keling t = ketebalan plat
f t = tegangan tarik yg diijinkan dari bahan plat
Pergeseran Pada Keling
- Area geser per keling / Luas Penampang
- Tegangan Geser
⁄
Sehingga
⁄
- Diameter paku Keling
√
- Ketahanan geser keling per panjang pitch
- Area patah per rivet
- Total area patah
- Ketahanan patah keling per panjang pitch
Dimana :
n : jumlah keling per panjang pitch
f c : tegangan patah yg diijinkan bahan keeling
Efisiensi Sambungan Keling
- Strength of The Riveted Joint ( Pt, Ps, Pc) - Strength of Plate, P = p x t x f t
- Efisiensi Sambungan
EFISIENSI SAMBUNGAN
Lap Joint Effisiensi But joint (D strap) Effisiensi Single 45 – 60 Single 55 – 60 Double 63 – 70 Double 70 – 83 Triple 72 – 80 Triple 80 – 90 Quadruple 85 – 94
BAB 6 POROS (SHAF)
6.1 Definisi Poros
Poros adalah suatu bagian stasioner yang berputar, biasanya berpenampang bulat diameter pasang elemen-elemen seperti roda gigi (gear), pully, flywheel, engkol, sprocket dan elemen pemindah lainnya. Poros bias menerima beban lentur, beban tarikan, beban teka atau beban puntur yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya.
6.2 Macam-macam Poros
1. Jenis-Jenis Poros
Poros sebagai penerus daya diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut:
a. Poros Transmisi
Poros Transmisi (transmission shaft) atau sering hanya disebut dengan poros (shaft) digunakan pada mesin rotasi untuk metransmisikan putaran dan rotasi dari satu lokasi kelokasi yang lainnya. Poros mentransmisikan torsi dan driver (motor atau engine) ke driven. Komponen mesin yang sering digunakan bersamaan dengan poros adalah roda gigi, puli dan sprocket. Transmisi torsi antar poros dilakukan dengan pasangan roda gigi, sabuk atau rantai. Poros bisa menjadi satu dengan driver, seperti pada poros motor dan engine crank shaft, bisa juga poros bebas yang dihubungakan ke poros lainnya dengan kopling. Sebagai dudukan poros, digunakan bantalan.
b. Poros Spindle
Poros Spindle adalah poros tranmisi yang relative pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utama berupa puntiran, disebut spindle. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya yang harus kecil, dan bentuk serta ukuran haruslah teliti.
c. Gandar
Gandar adalah poros yang tidak mendapatkan beban punter, bahkan kadang kadang tidak boleh berputar. Contohnya seperti yang terpasang diantara roda-roda kereta barang dll.
Gambar 3. Gandar
Gambar 2. Poros Spindle 1
Berdasarkan bentuknya : a. Poros lurus
b. Poros engkol sebagai penggerak utama pada silinder mesin
Ditinjau dari segi besarnya transmisi daya yang mampu ditransmisikan, poros merupakan elemen mesin yang cocok untuk mentransmisikan daya yang kecil hal ini dimaksudkan agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah (arah momen putar).
6.3 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Poros
a. Kekuatan Poros
Poros transmisi akan menerima beban puntir (twisting moment), beban lentur (bending moment) ataupun gabungan antara beban puntir dan lentur. Dalam perancangan poros perlu memperhatikan beberapa faktor, misalnya :kelelahan, tumbukan dan pengaruh konsentrasi tegangan bila menggunakan poros bertingkat ataupun penggunaan alur pasak pada poros tersebut. Poros yang dirancang tersebut harus cukup aman untuk menahan beban-beban tersebut.
b. Kekakuan Poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman dalam menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau defleksi yang terlalu besar akan mengakibatkan ketidak telitian (padamesinperkakas), getaran mesin (vibration) dansuara (noise). Oleh karena itu disamping memperhatikan kekuatan poros, kekakuan poros juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan ditransmisikan dayanya dengan poros tersebut. c. Putaran Kritis
Bila putaran mesin dinaikkan maka akan menimbulkan getaran (vibration) pada mesin tersebut. Batas antara putaran mesin yang mempunyai jumlah putaran normal dengan putaran mesin yang menimbulkan getaran yang tinggi disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor bakar ,motor listrik , dll. Selain itu, timbulnya getaran yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jadi dalam perancangan poros perlu mempertimbangkan putaran kerja dari poros tersebut
agar lebih rendah dari putaran kritisnya. d. Korosi
Apabila terjadi kontak langsung antara poros dengan fluida korosif maka dapat mengakibatkan korosi pada poros tersebut, misalnya propeller shaft pada pompa air. Oleh karena itu pemilihan bahan-bahan poros (plastik) dari bahan
yang tahan korosi perlu mendapat prioritas utama. e. Material Poros
Poros yang biasa digunakan untuk putaran tinggi dan beban yang berat pada umumnya dibuat dari baja paduan (alloy steel) dengan proses pengerasan kulit (case hardening) sehingga tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom, baja khrom nikel, baja khrom molibden, baja khrom nikel molebdenum, dll. Sekalipun demikian, baja paduan khusus tidak selalu dianjurkan jika alasannya hanya karena putaran tinggi dan pembebanan yang berat saja. Dengan demikian perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis proses heat treatment yang tepat sehingga akan diperoleh kekuatan yang sesuai.
6.4 Perancangan Poros
Tegangan dan defleksi adalah parameter yang harus diperhatikan pada perancangan poros. Defleksi sering menjadi parameter kritis, karena defleksi yang besar akan mempercepat keausan bantalan dan mengakibatkan terjadinya misalignment pada roda gigi, sabuk dan rantai. Tegangan pada poros bisa
dihitung hanya pada posisi tertentu yang ditinjau dengan mengetahui beban dan penampang poros. Tetapi, untuk menghitung defleksi yang terjadi, harus diketahui terlebih dahulu geometri seluruh bagian poros. Sehingga dalam merancang poros, pertama kali yang dilakukan adalah berdasar tegangan yang terjadi, baru kemudian menghitung defleksi berdasar geometri yang telah ditentukan. Perancangan poros juga dipengaruhi hubungan frekuensi pribadi poros (pada pembebanan bending dan torsi) terhadap frekuensi pembebanan terhadap waktu. Jika frekuensi pembebanan mendekati frekuensi pribadi poros, akan terjadi resonansi, sehingga timbul getaran, tegangan dan defleksi yang besar.
1. Aturan umum perancangan poros :
a. Untuk meminimalisasi defleksi dan tegangan, poros diusahakan sependek mungkin dan meminimalisasi keadaan ‘overhang’,
b. Sebisa mungkin menghindari susunan batang kantilever, dan mengusahakan tumpuan sederhana, kecuali karena tuntutan perancangan. Hal ini karena batang kantilever akan terdefleksi lebih besar,
c. Poros berlubang mempunyai perbandingan kekakuan dengan massa (kekakuan spesifik) lebih baik dan frekuensi pribadi lebih besar dari pada poros pejal, tetapi harganya akan lebih mahal dan diameter akan lebih besar,
d. Usahakan menghindarkan kenaikan tegangan pada lokasi momen bending yang besar jika memungkinkan dan meminimalisasi efeknya dengan cara menambahkan fillet dan relief.
e. Jika tujuan utamanya adalah meminimalisasi defleksi, baja karbon rendah baik untuk digunakan karena kekakuannya setinggi baja dengan harga
yang lebih murah dan pada poros yang dirancang untuk defleksi, tegangan yang terjadi cenderung kecil,
f. Defleksi pada roda gigi yang terpasang pada pada poros tidak boleh melebihi 0.005 inch dan slope relatif antar sumbu roda gigi harus kurang dari 0.03º.
g. Jika digunakan plain bearing, defleksi poros pada arah sepanjang bantalan harus kurang dari tebal lapisan oli pada bantalan,
h. Jika digunakan non-self-alligning rolling element bearing, defleksi sudut poros pada bantalan harus dijaga kurang dari 0.04º,
i. Jika terjadi gaya aksial, harus digunakan paling tidak sebuah thrust bearing untuk setiap arah gayanya. Jangan membagi gaya aksial pada beberapa thrust bearing karena ekspansi termal pada poros akan mengakibatkan overload pada bantalan.
j. Frekuensi pribadi pertama poros minimal tiga kali frekuensi tertinggi ketika gaya terbesar yang diharapkan terjadi pada saat operasi. Semakin besar akan semakin baik, tetapi akan semakin sulit untuk dicapai.
6.5 Perhitungan Diameter Poros
Dalam perhitungan diameter poros ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni faktor koreksi yang dianjurkan ASME dan juga dipakai disini. Faktor koreksi akibat terjadinya tumbukan yang dinyatakan dengan Kt, jika beban dikenakan beban secara halus, maka dipilih sebesar 1,0. Jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, maka dipilih sebesar 1,0-1,5. Jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar, maka dipilih sebesar 1,5-3,0. Dalam hal ini harga Kt diambil sebesar 3 karena cangkang terhisap langsung kedalam mesin fan sehingga mendapatkan beban kejut atau tumbukan yang besar secara tiba-tiba. Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya terdiri atas momen puntir saja, perlu ditinjau pula apakah ada kemungkinan pemakaian dengan beban lentur. Dimana untuk perkiraan sementara ditetapkan
bahwa beban hanya terjadi karena momen puntir saja dengan harga diantara 1,2-2,3 (jika diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur maka Cb diambil 1,0), dalam perencanaan diambil faktor koreksinya sebesar 1,2. Maka rumus untuk merencanakan diameter poros ds diproleh:
dimana : ds = diameter poros yang direncanakan (mm)
a = kekuatan tarik bahan (kg/mm2) aτKt = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya tumbukan
Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban
a. Pembebanan Tetap (constant loads)
1) Poros yang hanya terdapat momen puntir saja.
Untuk menghitung diameter poros yang hanya terdapat momen puntir saja (twisting moment only) dapat diperoleh dari persamaan berikut :
Dimana : T = Momen puntir pada poros r = Jari – jari poros
J = Momen Inersia Polar
Selain dengan persamaan diatas, besarnya momen puntir pada poros (twisting moment) juga dapat diperoleh dari hubungan persamaan dengan variable-variable lainnya, misalnya :
a) Daya yang ditransmisikan
buk penggerak (belt drive) : T = (T1 – T2) x R
dimana T1 = tarikan yang terjadi pada sisi kencang T2 = tarikan yang terjadi pada sisi kendor R = jari-jari pulley
Untuk menghitung diameter poros yang hanya terdapat momen lentur saja (bending moment only), dapat diperoleh dari persamaan berikut :
dimana : M = Momen lentur pada poros I = Momen Inersia
y = jari-jari poros
= Bending stressUntuk poros yang berbentuk bulat padat besarnya
momen Inersia dirumuskan :
3) Poros dengan kombinasi momen lentur dan momen puntir. Jika pada poros tersebut terdapat kombinasi antara momen lentur dan momen puntir maka perancangan poros harus didasarkan pada kedua momen tersebut. Banyak teori telah diterapkan untuk menghitung elastic failure dari material ketika dikenai momen lentur dan momen puntir.
a) Maximum shear stress theory atau Guest’s theory
Teori ini digunakan untuk material yang dapat diregangkan (ductile), misalnya baja lunak (mild steel). b) Maximum normal stress theory atau Rankine’s theory
Teori ini digunakan untuk material yang keras dan getas (brittle), misalnya besi cor (cast iron). Pada
pembahasan selanjutnya, cakupan pembahasan akan lebih terfokus pada pembahasan baja lunak (mild steel) karena menggunakan material S45C sebagai material poros. Terkait dengan Maximum shear stress theory atau Guest’s theory bahwa besarnya maximum shear stress pada poros dirumuskan :
Dengan mensubsitusikan ke persamaan akan diperolah :
Tegangan geser yang diizinkan untuk pemakaian umum pada poros dapat diperoleh dari berbagai cara, salah satu cara diantaranya dengan menggunakan perhitungan berdasarkan kelelahan puntir yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45% dari kekuatan tarik. Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik, sesuai dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesar . Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dengan . Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak atau dibuat bertangga karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukan pengaruh ini kedalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan dalam yang besarnya 1,3 sampai 3,0
b. Pembebanan Berubah-ubah (fluctuating loads)
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai pembebanan tetap (constant loads) yang terjadi pada poros. Dan pada kenyataannya bahwa poros justru akan mengalami pembebanan puntir dan pembebanan lentur yang berubah-ubah. Dengan mempertimbangkan jenis beban, sifat beban, dll. yang terjadi pada poros maka ASME (American Society of Mechanical Engineers) menganjurkan dalam perhitungan untuk menentukan diameter poros yang dapat diterima (aman) perlu memperhitungkan pengaruh kelelahan karena beban berulang
Jenis Pembebanan K m K t 1. Poros tetap
a. Beban perlahan 1,0 1,0 b. Beban tiba-tiba 1,5 - 2,0 1,5 – 2,0 2. Poros yang berputar
a. Beban perlahan ataupun tetap 1,5 1,0 b. Beban tiba-tiba kejutan ringan 1,5 – 2,0 1,5 – 2,0
c. Beban tiba-tiba kejutan berat 2,0 – 3,0 1,5 – 3,0
6.6 Daya Poros
Di stasiun Kernel pada Pabrik Kelapa Sawit, poros Depericarper Fan akan mendapatkan daya dari boiler. Daya tersebut akan ditransmisikan dari turbin ke poros melalui V-Belt. Daya merupakan daya nominal output dari motor penggerak dalam hal ini turbin uap. Daya yang besar mungkin diperlukan pada saat mulai (start), atau mungkin beban yang besar terus bekerja setelah start. Dengan demikian sering diperlukan koreksi pada daya rata-rata yang diperlukan dengan menggunakan faktor koreksi pada perencanaan.
Ada beberapa jenis faktor koreksi sesuai dengan daya yang akan ditransmisikan sesuai dengan tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis-jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang ditransmisikan Daya yang ditransmisikan f c
Daya rata-rata yang
diperlukan 1,2 – 2,0 Daya maksimum yang
diperlukan 0,8 – 1,2 Daya normal 1,0 – 1,5
Dalam perhitungan poros ini diambil daya rata-rata sebagai daya rencana dengan faktor koreksi sebesar fc = 2,0. Harga ini diambil dengan pertimbangan bahwa daya yang direncanakan akan lebih besar dari daya maksimum sehingga poros yang akan direncanakan semakin aman terhadap kegagalan akibat momen puntir yang terlalu besar. Sehingga besar daya rencana Pd yaitu :
Dimana : Pd = daya rencana (kW) fc = faktor koreksi
N = daya normal keluaran motor penggerak (kW)
Dengan adanya daya dan putaran, maka poros akan mendapat beban berupa momen puntir. Oleh karena itu dalam penentuan ukuran-ukuran utama poros akan dihitung berdasarkan beban puntir serta kemungkinan-kemungkinan kejutan/tumbukan dalam pembebanan, seperti pada saat motor mulai berjalan.
Besarnya momen puntir yang dikerjakan pada poros dapat dihitung :
Dimana : T = momen puntir rencana (kg.mm) Pd = daya rencana (kW)
n = putaran (rpm)
Bahan poros yang direncanakan adalah baja cor yaitu jenis baja karbon tinggi dengan kadar C > 0,5 %. Baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) dihasilkan dari ingot yang dikil (baja yang dioksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor), kadar karbon terjamin. Jenis-jenis baja S-C beserta dengan kekuatan
tariknya dapat dilihat dari tabel 2.2.
Dalam perencanaan poros ini dipilih bahan jenis S30C yang dalam perencanaannya diambil kekuatan tarik sebesar . Maka tegangan puntir izin dari bahan dapat diperoleh dari rumus :
Dimana :
τa = tegangan geser izin (kg/mm2) σ b = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
Sf1 = faktor keamanan yang bergantung kepada jenis bahan.
Sf2 = faktor keamanan yang bergantung pada bentuk poros (harga 1,3-3,0)
Sesuai dengan standar ASME, batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik, dimana untuk harga ini faktor keamanan diambil sebesar =5,6. Harga 5,6 diambil untuk bahan SF dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh massa dan baja paduan. Harga Sf1 diambil 6 karena dalam perencanaan pemilihan bahan diambil jenis S30C. Sedangakan nilai Sf2, karena poros yang dirancang merupakan poros bertingkat, sehingga dalam perencanaannya faktor keamanan diambil 1,4. bσ10,18
6.7 Pemeriksaan Kekuatan Poros
Ukuran poros yang telah direncanakan harus diuji kekuatannya. Pengujian dilakukan dilakukan dengan memeriksa tegangan geser yang terjadi (akibat momen puntir) yang bekerja pada poros. Apabila tegangan geser ini melampaui tegangan geser izin yang dapat ditahan oleh bahan maka poros mengalami kegagalan. Besar tegangan geser akibat momen puntir yang bekerja
pada poros diperoleh dari:
dimana:
τ p = tegangan geser akibat momen puntir ( kg/mm2 ) T = momen puntir yang terjadi (direncanakan) ( kg.mm ) ds = diameter poros ( mm )