IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN LINGKUNGAN
8. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan berupa kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binatang, dan sebagainya
Kalau kita berbicara sampah, sebenarnya meliputi 3 jenis sampah yakni sampah padat, sampah cair, dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Tetapi
32
seperti telah dibuatkan batasan diatas bahwa dalam konteks ini hanya akan dibahas sampah padat. Sampah cair yang berupa antara lain air limbah akan dibahas dibagian lain. Sedangkan sampah dalam bentuk gas yang menimbulkan polusi udara seperti asap kendaraan, asap pabrik dan sebagainya tidak dibahas.
Sampah padat (selanjutnya akan disebut sampah saja) dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yakni :
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya, sampah dibagi menjadi : a. Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya logam / besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.
b. Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya. 2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar :
a. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas, dan sebagainya.
b. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya.
3. Berdasarkan karakteristik sampah :
a. Garbage yaitu jenis sampah hasil pengolahan atau pembuatan makanan, yang umumnya mudah membusuk dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel, dan sebagainya.
b. Rabish yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagangan, baik yang mudah terbakar seperti kertas, karton, plastik dan sebagainya maupun yang tidak mudah terbakar, seperti kaleng bekas, klip, pecahan kaca, gelas, dan sebagainya.
c. Ashes (abu) yaitu sisa pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar, termasuk abu rokok.
d. Sampah jalanan (street sweeping) yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan yang terdiri dari campuran bermacam-macam sampah, daun-daunan, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu dan sebagainya. e. Sampah industri yaitu sampah yang berasal dari industri atau
pabrik-pabrik.
f. Bangkai binatang (dead animal) yaitu bangkai binatang yang mati karena alam, ditabrak kendaraan atau dibuang orang.
g. Bangkai kendaraan (abandoned vehicle) adalah bangkai mobil, sepeda, sepeda motor, dan sebagainya.
h. Sampah pembangunan (construction waste) yaitu sampah dari proses pembangunan gedung, rumah, dan sebagainya, yang berupa puing-puing, potongan-potongan kayu, besi, beton, bambu, dan sebagainya.
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan juga binatang serangga sebagai pemindah / penyebar penyakit (vektor). Oleh sebab itu
33
sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat.
Pengelolaan sampah yang baik bukan saja untuk kepentingan kesehatan tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Yang dimaksud pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut :
1. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Mekanisme, sistem, atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampah rumah tangga daerah pedesaan umumnya didaur ulang menjadi pupuk.
2. Pemusnahan dan Pengolahan Sampah
Pemusnahan dan/atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:
a. Ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
b. Dibakar (inceneration) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar didalam tungku pembakaran (incenerator).
c. Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk. Apabila sampah dipisahkan antara yang organik dengan anorganik, sampah organik dapat diolah menjadi pupuk tanaman, dapat dijual atau dipakai sendiri. Sedangkan sampah anorganik dibuang dan akan segera dipungut oleh para pemulung. Dengan demikian masalah sampah akan berkurang.
8.5 Perumahan
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua kemudian berkembang dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah antara lain sebagai berikut :
34
Baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial. Harus memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan, di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di kota, di daerah dingin ataukah di daerah panas, di daerah dekat gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah bebas gempa dan sebagainya.
2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat
Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya. Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri pada saat itu saja namun diperlukan pemeliharaan seterusnya. Oleh karena itu, kemampuan pemeliharaan oleh penghuninya perlu dipertimbangkan.
3. Teknologi yang dimiliki masyarakat
Teknologi modern membuat harga bahan itu sangat mahal bahkan kadang-kadang tidak dimengerti oleh masyarakat. Rakyat pedesaan bagaimanapun sederhananya sudah mempunyai teknologi perumahan sendiri yang dipunyai turun temurun. Dalam rangka penerapan teknologi tepat guna maka teknologi yang sudah dipunyai masyarakat tersebut dimodifikasi. Segi-segi yang merugikan kesehatan dikurangi dan mempertahankan segi-segi yang sudah positif.
4. Kebijaksanaan (peraturan-peraturan) pemerintah yang menyangkut tata guna tanah
Untuk hal ini, bagi perumahan masyarakat pedesaan belum merupakan problem namun di kota sudah menjadi masalah yang besar.
Rumah yang dikatakan sehat berarti telah memperhatikan persyaratan antara lain :
1. Bahan bangunan
a. Lantai : syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit. b. Dinding/tembok adalah baik namun disamping mahal, tembok sebenarnya
kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan, lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi dan dapat menambah penerangan alamiah.
c. Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Namun masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng maupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.
35
d. Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Bahan-bahan ini tahan lama tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini maka cara memotongnya harus menurut ruas-ruas bambu tersebut. Apabila tidak pada ruas maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.
2. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi seperti untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Fungsi lainnya adalah membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap didalam kelembaban (humudity) yang optimum.
Ada 2 macam ventilasi, yakni : 1) Ventilasi Alamiah
Dimana aliran udara di dalam ruangan melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah.
2) Ventilasi Buatan
Yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara terebut, misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
3. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya terutama cahaya matahari menyebabkan kurang nyaman penghuninya, juga merupakan media/tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusakkan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni :
36
Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya basil TBC. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15-20 % dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan rumah. Diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela sebagai ventilasi juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela harus di tengah-tengah tinggi dinding (tembok) agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca yang dapat dibuat secara sederhana, melubangi genteng biasa waktu pembuatannya dan menutupnya dengan pecahan kaca.
2) Cahaya buatan
Yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.
4. Luas bangunan rumah
Harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan disesuaikan dengan jumlah penghuninya, apabila tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini dapat menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, sehingga akan mudah menular kepada anggota keluarga. Luas bangunan yang optimum adalah dapat menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).
5. Fasilitas-fasilitas didalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut : a. Penyediaan air bersih yang cukup
b. Pembuangan tinja
c. Pembuangan air limbah (air bekas) d. Pembuangan sampah
e. Fasilitas dapur
f. Ruang berkumpul keluarga
Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau belakang). Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni :
g. Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan bagian dari rumah tempat tinggal tersebut atau bangunan tersendiri.
h. Kandang ternak. Oleh karena ternak adalah merupakan bagian hidup para petani maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh didalam rumah. Namun sebaiknya, demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah tinggal atau dibikinkan kandang tersendiri.
37
PUSTAKA
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
38
9.1 Strategi Pencapaian Tujuan
Strategi Pengelolaan Lingkungan disusun dengan mengacu pada kebijakan nasional, dikaitkan dengan kepedulian wilayah yang dimaksudkan untuk memberi arahan kebijakan umum kepada pemerintah daerah agar dapat menindak lanjutinya kedalam kerangka program pengelolaan lingkungan. Tujuan penyusunan strategi lingkungan adalah untuk menunjang perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan dengan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam mengendalikan tingkat pencemaran melalui pengkajian kembali penyiapan instrumen kebijakan, strategi dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan oleh masing-masing daerah dalam mengatasi masalah lingkungannya.
Adapun proses penyusunannya adalah dengan melakukan identifikasi dan pengkajian ulang kondisi lingkungan regional dan lingkungan perkotaan terhadap permasalahan (issues I concerns) yang terjadi dalam konteks regional - lokal yang dilakukan bersama dengan stakeholders untuk kemudian merumuskan strategi penanganan lingkungan dan perolehan kesepakatan terhadap rencana tindak yang akan dilakukan mendatang.
Isue lingkungan global, regional, dan nasional dijadikan titik tolak untuk mengidentifikasi permasalahan lingkungan. Berdasarkan permasalahan (issue) lingkungan, kemudian disebandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang ada, baik pada tingkat nasional (Propenas, RTRW, Renstranas, Sarlita) maupun propinsi (Pola Dasar, Rencana Strategi Pembangunan, RTRWP, Propeda) sebagai rujukan, sehingga strategi yang disusun dapat berkesinambungan tanpa kesenjangan dengan kebijakan-kebijakan yang ada.
Dengan strategi pengelolaan lingkungan diharapkan menjadi arahan kebijakan umum atau untuk dijadikan acuan umum (guidance) rencana kegiatan berbagai sektor, sehingga memungkinkan partisipasi berbagai pihak terkait baik di tingkat propinsi, maupun kabupaten/kota. Strategi pengelolaan lingkungan dapat dijadikan payung bagi penyusunan strategi lingkungan di tingkat kabupaten/kota serta dapat dijadikan acuan bagi para pihak berkepentingan (stakeholders) dalam menyusun rencana tidak lanjut dan program aksi.
1. Mempunyai kemampuan dalam sumber daya manusia secara profesional dalam bidang manajemen kesehatan lingkungan industri.
2. Mampu menyusun program intervensi dalam bidang kesehatan lingkungan.
3. Besifat terbuka dan tanggap terhadap perubahan dalam kemajuan ilmu dan teknologi maupun masalah yang dihadapi masyarakat khususnya berkaitan dengan bidang manajemen kesehatan lingkungan.
4. Mempunyai kemampuan dalam pengembangan ilmu sehingga mengikuti gerakan dan kesesuaian dengan paradigma baru kesehatan masyarakat.