• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kandungan senyawa 3-MCPD dilakukan terhadap lima sampel kertas dupleks yang berasal dari lima produsen kertas. Sampel kertas dupleks yang diterima dari produsen dalam bentuk plano berukuran A0, dipotong hingga berukuran maksimal 5 x 5 mm2 untuk analisis. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan untuk setiap sampel kertas. Hasil analisis kandungan 3-MCPD lima sampel kertas dupleks ditampilkan pada Gambar 12. Kandungan 3-MCPD antar sampel tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%, dengan kadar terendah 753.43 ppb pada sampel kertas dupleks kode B dan kadar tertinggi sebesar 825.36 ppb pada sampel kertas dupleks kode E.

Kandungan 3-MCPD pada kemasan kertas yang diperoleh pada penelitian ini melampaui batas toleransi nilai 3-MCPD yang terkandung dalam kemasan kertas sebagai material yang kontak dengan bahan pangan yaitu sebesar 300 ppb (EU Standard CEN 1993). Meski demikina, nilainya lebih rendah dibandingkan hasil pengukuran 3-MCPD pada kertas karton kemasan minuman yang dilaporkan Pace dan Hartman (2010), dengan kisaran 4360 ppb hingga 9870 ppb. Liu (2012) bahkan melaporkan kadar 3-MCPD yang lebih tinggi yaitu pada kisaran 0.1 ppm hingga 100 ppm dari seratus sampel kertas karton komersial. Tingginya kadar 3-MCPD yang ditemukan pada kertas kemasan minuman tersebut berbanding lurus dengan kadar epiklorohidrin yang digunakan sebagai wet strength resin dalam pembuatan kertas karton.

Dari data di atas terlihat bahwa kandungan 3-MCPD pada kertas virgin tidak berbeda nyata dengan kandungan 3-MCPD pada kertas dupleks. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Liu (2012), dimana tidak terdeteksi keberadaan 3-MCPD Gambar 12 Kandungan 3-MCPD sampel kertas dupleks (data merupakan nilai

rerata ± standar deviasi) 774.82 ±2.63 795.96 ±8.17 ±753.4310.11 799.49 ±8.64 787.46 ±3.60 825.36 ±2.81 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Kertas virgin

Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D Sampel E

K onse nt ras i 3 -MCP D ( ppb)

21 (limit deteksi 0.01 ppm) pada sampel pulp kertas daur ulang. Sehingga kertas daur ulang sebagai bahan utama pembuat kertas dupleks tidak dapat diduga sebagai sumber kontaminan 3-MCPD, selain epiklorohidrin. Dalam penelitian ini tidak ada data mengenai kadar penggunaan epiklorohidrin pada produksi sampel kertas dupleks. Diduga rendahnya kandungan 3-MCPD baik pada kertas virgin maupun kertas dupleks disebabkan oleh penggunaan epiklorohidrin pada proses produksinya.

Senyawa kloropropanol lain yang dapat terbentuk dari epiklorohidrin adalah 1,3-DCP. Senyawa 1,3-DCP memiliki resiko bahaya yang lebih tinggi dibandingkan 3-MCPD, yakni merupakan senyawa karsinogen genotoksik. Dengan pertimbangan tersebut sejumlah regulasi mempersyaratkan ambang batas toleransi 1,3-DCP yang lebih rendah dibandingkan 3-MCPD. European Commission tidak menetapkan angka tolerable daily intake (TDI) untuk 1,3-DCP sebagaimana ditetapkan sebesar 2 µg/kg berat badan untuk 3-MCPD. FDA membuat batasan maksimum 3-MCPD sebesar 1 mg/kg dan 1,3-DCP sebesar 0.05 mg/kg pada hydrolyzed vegetable protein (HVP) dalam makanan (basis kering). Meski demikian, berbagai studi menunjukkan perhatian yang lebih besar pada 3-MCPD. Hal tersebut karena jumlah 3-MCPD sebagai senyawa kloropropanol pada pangan dan kemasan pangan jauh lebih besar dibandingkan 1,3-DCP maupun isomer kloropropanol lainnya, 2-MCPD dan 2,3-DCP (Wenzl et al. 2007).

Persentase Migrasi 3-MCPD dari Kertas Dupleks ke Simulan Pangan Penggunaan kertas daur ulang sebagai kemasan primer pangan telah lama dilakukan. Kemasan yang terbuat dari kertas daur ulang tersebut diperuntukkan bagi jenis bahan pangan kering seperti tepung, biji-bijian, garam, gula, beras dan pasta. Untuk jenis bahan pangan cair dan semi padat, umumnya dilakukan laminasi menggunakan material plastik sebagai penghalang antara kertas dan bahan pangan (Binderup et al. 2002).

Pada prakteknya, sering ditemukan kertas dupleks tanpa laminasi plastik di bagian dalam, bersentuhan langsung dengan bahan pangan yang dikemas. Pada Gambar 13 Pocas et al. (2011) menjelaskan, dalam situasi tersebut senyawa dalam

Gambar 13 Mekanisme migrasi senyawa dari kemasan kertas ke bahan pangan (Pocas et al. 2011)

22

kemasan kertas dapat bermigrasi ke makanan melalui kontak langsung (a) atau tidak langsung melalui fase gas antara materi permukaan dan permukaan makanan (b). Migrasi dapat terjadi tidak hanya dari bahan kemasan primer, tetapi juga dari kemasan sekunder, biasanya kertas atau karton bergelombang meskipun telah diantisipasi tidak bersentuhan langsung dengan makanan, senyawa organik volatil dan semi volatil dalam kemasan sekunder tersebut mungkin bermigrasi melalui kemasan primer ke makanan. Migrasi senyawa dari permukaan luar kemasan yang tidak dimaksudkan untuk kontak dengan makanan, seperti komponen dari tinta cetak juga dapat terjadi, melalui matriks serat selulosa ke dalam makanan (c) atau kondisi ketika karton lipat ditumpuk atau gulungan kertas disimpan (d).

Pada penelitian ini uji migrasi dilakukan menggunakan desain migrasi single cell, bertujuan untuk mendekati kondisi migrasi sesungguhnya, dimana bahan pangan kontak langsung dengan bagian dalam kemasan kertas dupleks sebagai kemasan primer. Uji migrasi dilakukan pada kondisi terakselerasi yaitu suhu 40oC selama 24 jam, di mana umumnya penyimpanan makanan dengan kertas dupleks biasanya tidak lebih dari 12 jam pada suhu ruang.

Simulan pangan yang digunakan dalam uji migrasi ini mewakili setiap tipe pangan. 10% etanol mensimulasikan pangan berair dan asam (Tipe I, II, IVB, VIB dan VIIB), 50% etanol mensimulasikan jenis pangan dengan kandungan alkohol rendah hingga tinggi (Tipe VIA dan VIC), sementara minyak jagung mewakili jenis makanan berlemak (Tipe III, IVA, V, VIIA dan IX). Hasil uji migrasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Dari hasil uji migrasi 3-MCPD dari kertas dupleks (sampel E) ke simulan pangan diperoleh nilai persentase migrasi tertinggi terdapat pada simulan pangan etanol 10% diikuti oleh simulan pangan etanol 50%. Sementara nilai persentase migrasi terendah terdapat pada simulan pangan minyak jagung, berbeda nyata pada taraf uji 5% dari kedua simulan pangan sebelumnya. Hasil uji migrasi tersebut telah diduga sebelumnya berdasarkan polaritas komponen 3-MCPD yang cenderung polar, sehingga kontak langsung pada simulan pangan yang lebih polar akan menghasilkan persentase migrasi 3-MCPD yang lebih tinggi pula. Sebaliknya pada simulan pangan minyak jagung, nilai persentase migrasinya lebih rendah.

Kadar 3-MCPD yang ditemukan pada ketiga jenis simulan pangan dengan kisaran 334 ppb hingga 475 ppb jauh melebihi batas regulasi BPOM yang mensyaratkan batas maksimal kandungan 3-MCPD dalam makanan cair atau padat yang mengandung protein nabati terhidrolisis asam, sebesar 20 dan 50 ppb. Tingginya kadar 3-MCPD yang ditemukan pada ketiga jenis simulan pangan hasil penelitian antara lain disebabkan oleh penggunaan jenis simulan pangan dalam uji migrasi.

Tabel 7 Hasil uji migrasi 3-MCPD dari kertas dupleks ke simulan pangan Simulan pangan Konsentrasi 3-MCPD pada kertas dupleks (ppb) * Konsentrasi 3-MCPD pada simulan pangan

(ppb)* Persen Migrasi (%) Etanol 10% 825.36 ± 2.81 475.48 ± 7.53 57.61a Etanol 50% 825.36 ± 2.81 449.10 ± 17.82 54.41b Minyak jagung 825.36 ± 2.81 334.72 ± 10.86 40.55c *Data merupakan nilai rerata ± standar deviasi

23

Kelarutan komponen 3-MCPD dalam simulan pangan cair lebih tinggi dibandingkan dengan simulan pangan solid atau semi solid. Di samping itu penggunaan sistem uji migrasi single side extraction lebih tepat diterapkan pada kemasan kertas yang dilaminasi plastik atau material pelapis lainnya. Tanpa adanya penghalang, seluruh komponen 3-MCPD pada kemasan kertas dupleks akan terekstrak, sehingga hasil uji migrasi akan setara dengan sistem immersion (perendaman).

Menurut Triantafyllou et al. (2007), idealnya simulan pangan yang digunakan pada studi migrasi dari kertas dan karton merupakan bahan adsorben solid yang menyerupai kontak dengan bahan pangan kering. Tenax® (modified poluphenylene oxide) merupakan simulan yang sering digunakan dalam studi migrasi pada makanan berlemak dalam suhu tinggi. Perilaku migrasi komponen dari kemasan kertas ke Tenax® mendekati migrasi komponen ke makanan kering yang sesungguhnya seperti pasta, gula, tepung, susu bubuk dan biji-bijian. Konsentrasi kesetimbangan migrasi yang diperoleh pada penggunaan Tenax® sedikit lebih tinggi dibandingkan bahan pangan sesungguhnya, mengindikasikan hasil yang diperoleh pada uji migrasi menggunakan Tenax® lebih aman.

Meski dalam penelitian ini terdapat sejumlah keterbatasan pada tahap uji migrasi 3-MCPD dari kemasan kertas dupleks ke simulan pangan, sehingga menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi dari seharusnya, namun tidak dapat mengabaikan kewaspadaan terhadap bahaya penggunaan kertas dupleks sebagai kemasan pangan primer khususnya bahan pangan cair dan semi solid. Di samping komponen 3-MCPD, terdapat sejumlah komponen kimia lain yang telah diketahui memiliki resiko bahaya terhadap kesehatan (Parigoridi et al. 2010).

Untuk mengurangi resiko migrasi kontaminan pada bahan pangan yang dikemas dengan kemasan kertas dupleks, salah satu cara yang efektif dilakukan adalah dengan memberikan laminasi pada bagian dalam kemasan yang kontak dengan bahan pangan. Pace dan Hartman (2010) membuktikan, 3-MCPD yang terdeteksi dalam satuan ppm pada kemasan karton yang dilaminasi polietilen, hanya bermigrasi dalam sejumlah kecil satuan ppb ke bahan pangan.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Validasi metode analisis komponen 3-MCPD pada kertas kemasan menggunakan instrumen GC-MS telah dilakukan. Seluruh parameter hasil validasi yang meliputi uji kesesuaian sistem, uji linieritas, uji akurasi, uji keterulangan dan limit deteksi dan kuantitasi memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam pedoman validasi metode analisis. Dari hasil pengukuran kadar 3-MCPD pada sampel kertas dupleks, diperoleh kadar 3-MCPD paling tinggi pada sampel E sebesar 825 ppb dan terendah pada sampel B sebesar 753 ppb. Dari hasil uji migrasi 3-MCPD dari kertas dupleks sampel E ke tiga jenis simulan pangan, diperoleh persentase migrasi tertinggi pada simulan pangan etanol 10% dan terendah pada simulan pangan minyak jagung. Tingginya kadar 3-MCPD yang dapat bermigrasi ke simulan pangan mengindikasikan bahaya penggunaan kertas dupleks sebagai kemasan primer pangan.

24

Saran

1. Perlu dilakukan penyempurnaan metode dalam uji migrasi komponen 3-MCPD dari kertas kemasan ke bahan pangan, dalam hal sistem uji migrasi dan simulan pangan yang digunakan.

2. Perlu diketahui kadar epiklorohidrin yang digunakan dalam produksi kertas kemasan yang diteliti, sehingga dapat dikaji korelasi kadar epiklorohidrin dan 3-MCPD yang dihasilkan.

3. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui kadar dan potensi migrasi 3-MCPD pada jenis kertas kemasan pangan lainnya, serta upaya untuk meminimalisasi migrasi 3-MCPD dari kertas kemasan ke bahan pangan.

Dokumen terkait