• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II METODE PENELITIAN

3.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air kelapa hijau sangat muda, muda, dan tua yang diambil dari satu pohon di Desa Salam Tani, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Identifikasi sampel dilaksanakan di Herbarium Medanense, Departemen Biologi, FMIPA USU (Lampiran 1).

Faktor yang dijadikan acuan dalam penelitian ini untuk menyatakan buah kelapa itu sangat muda, muda dan tua adalah penampakan dan ciri dari daging buah kelapa. Kelapa yang sangat muda dicirikan dari belum adanya daging buah pada batok muda buah kelapa. Kelapa muda dicirikan dengan adanya daging buah yang lembek yang terdapat pada batok kelapa. Sedangkan kelapa tua memiliki daging buah yang keras atau daging buahnya sudah bisa diparut (Arsa, 2011).

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis keluaran E. Merck yaitu asam klorida pekat, asam nitrat pekat (65% b/v), etanol (96% v/v), asam pikrat, kuning titan, natrium hidroksida, larutan standar kalsium (1000 μg/ml), larutan standar kalium (1000 μg/ml), larutan standar natrium (1000 μg/ml) dan larutan standar magnesium (1000 μg/ml) kecuali akuabides (IKA).

3.3 Alat-Alat

Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-2000 lengkap dengan lampu katoda kalsium, kalium, magnesium, dan natrium, nyala udara- asetilen, alat–alat gelas (Pyrex), hot plate, kertas saring Whatman no. 42, dan spatula.

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Penyiapan Sampel

Masing-masing kelapa disiapkan 3 buah, kemudian dibuka mulai dari sabut bagian atas buah kelapa sampai air kelapa bisa dituangkan, kemudian air kelapa dituangkan ke dalam wadah plastik (Minawati, 2011).

3.4.2 Pembuatan Pereaksi

Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan asam pikrat 1% b/v, larutan asam oksalat 6,3% b/v, larutan natrium hidroksida 2N, dan larutan kuning titan 0,1%.

Larutan asam pikrat 1% b/v dibuat dengan melarutkan sebanyak 1 gram asam pikrat dalam air suling hingga 100 ml. Larutan asam okslaat 6,3% b/v dibuat dengan melarutkan kristal asam oksalat sebanyak 6,3 gram dengan air suling hingga 100 ml. Larutan natrium hidroksida 2N dibuat

dengan melarutkan 8,002 g natrium hidroksida 99% b/b dalam air hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979). Larutan kuning titan 0,1% dibuat dengan cara melarutkan 0,1 g kuning titan dalam 100 ml akuades (Vogel, 1979).

3.4.3 Proses Destruksi

Sebanyak 5 ml air kelapa muda dimasukkan ke dalam erlemeyer lalu ditambahkan 15 mL HNO3(p) dibiarkan selama ± 24 jam Kemudian didestruksi dengan menggunakan hot plate sampai larutan berubah menjadi jernih dan uap nitrat habis pada suhu 100°C, didinginkan, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dibilas erlenmeyer dengan akuabides sebanyak tiga kali, hasil pembilasan disatukan dengan larutan dalam labu tentukur ditepatkan dengan akuabides sampai garis tanda. Disaring dengan kertas saring Whatman no 42, dan ± 10% larutan pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian larutan selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk uji kualitatif dan kuantitatif (Annisa, 2010).

Bagan alir proses destruksi dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.4.4 Analisis Kualitatif

3.4.4.1 Kalsium

3.4.4.1.1 Reaksi Kualitatif dengan Larutan Asam Oksalat

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan larutan sampel, ditambah NH4OH 2 N hingga larutan bersifat basa. Lalu tambahkan larutan asam oksalat 6,3% b/v. Dihasilkan endapan putih praktis tak larut dalam air jika terdapat ion kalsium (Vogel, 1979).

3.4.4.1.2 Uji Nyala Ni/Cr

Bersihkan kawat Ni/Cr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna pada nyala bunsen. Kemudian celupkan kawat pada sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Dihasilkan warna merah bata pada nyala bunsen (Vogel, 1979). 3.4.4.2 Kalium

3.4.4.2.1 Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat

Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat ion kalium, akan terlihat kristal berbentuk jarum besar.

3.4.4.2.2 Uji Nyala Ni/Cr

Dicelupkan kawat nikel-krom yang sudah bersih (tidak memberikan nyala yang spesifik) ke dalam sampel. Kemudian dibakar di nyala Bunsen. Jika terdapat unsur kalium maka nyala akan berwarna lembayung (Vogel, 1979).

3.4.4.3 Magnesium

3.4.4.3.1 Reaksi Kualitatif dengan Larutan Kuning Titan 0,1% b/v

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 tetes larutan sampel, ditambah 20 tetes NaOH 2 N dan 3 tetes pereaksi kuning titan. Dihasilkan endapan merah terang jika terdapat ion magnesium (Vogel, 1979).

3.4.4.4 Natrium

Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat ion natrium, akan terlihat kristal berbentuk jarum halus.

3.4.4.4.2 Uji Nyala

Dicelupkan kawat nikel-krom yang sudah bersih (tidak memberikan nyala yang spesifik) ke dalam sampel. Kemudian dibakar di nyala bunsen. Jika terdapat unsur natrium maka nyala akan berwarna kuning keemasan (Vogel, 1979).

3.4.5 Analisis Kuantitatif

3.4.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Larutan baku kalsium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 1,0 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 20 μg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet 1,25 ml; 2,5ml; 3,75 ml; 5 ml; dan 6,25 ml larutan baku 20 μg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (larutan ini mengandung 1,0 μg/ml; 2,0 μg/ml; 3,0 μg/ml; 4,0 μg/ml dan 5,0 μg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen.

Larutan baku kalium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 0,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 10 μg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet 1,25 ml; 2,5ml; 5 ml; 7,5 ml; dan 10 ml larutan baku 10 μg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (larutan ini mengandung 0,5 μg/ml;1,0 μg/ml; 2,0 μg/ml; 3,0 μg/ml; dan 4,0 μg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.4.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium

Larutan baku magnesium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 0,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 10 μg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi magnesium dibuat dengan memipet sebanyak 0,25 ml; 0,5 ml; 0,75 ml; 1 ml; dan 1,25 ml larutan baku 10 μg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (larutan ini mengandung 0,1 μg/ml; 0,2 μg/ml; 0,3μg/ml; 0,4 μg/ml; dan 0,5 μg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara-asetilen.

Larutan baku natrium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 0,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 10 μg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet sebanyak 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; dan 2,5 ml larutan baku 10 μg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (larutan ini mengandung 0,2 μg/ml; 0,4 μg/ml; 0,6 μg/ml; 0,8μg/ml; dan 1,0 μg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-asetilen. Hasil pengukuran masing- masing mineral kemudian dibuat dalam bentuk grafik absorbansi terhadap konsentrasi dan ditentukan persamaan garis regresinya.

3.4.5.5 Penetapan Kadar dalam Sampel 3.4.5.5.1 Penetapan Kadar Kalsium

Larutan sampel hasil destruksi (butir 3.4.3) diencerkan hingga 12,5 kali, diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.4.5.5.2 Penetapan Kadar Kalium

Larutan sampel hasil destruksi diencerkan hingga 83 kali, diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada

panjang gelombang 766,5 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.4.5.5.3 Penetapan Kadar Magnesium

Larutan sampel hasil destruksi diencerkan hingga 25 kali, diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 285,2 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.4.5.5.4 Penetapan Kadar Natrium

Larutan sampel hasil destruksi diencerkan hingga 2,5 kali, diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 589,0 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Bagan alir pembuatan larutan sampel untuk kalsium, kalium, magnesium, dan natrium dapat dilihat pada Lampiran 3.

Menurut Harris (1982), kadar kalsium, kalium, magnesium dan natrium dalam sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Vs FP x V x X g/ml) ( Kadar  

Keterangan : X = konsentrasi dalam larutan sampel (g/ml) V = volume total larutan sampel yang diperiksa (ml) FP = faktor pengenceran dari larutan sampel hasil destruksi

Vs = volume sampel yang diambil dari larutan sampel hasil destruksi (ml).

3.4.6 Analisis Data Secara Statistik 3.4.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar kalium, magnesium dan natrium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing keenam larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q (Gandjar dan Rohman, 2007).

Q = terendah Nilai tertinggi Nilai terdekat yang Nilai dicurigai yang Nilai  

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 3.1, apabila Q > Qkritis maka data tersebut ditolak (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tabel 3.1 Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95% Banyak data Nilai Qkritis

4 0,831

5 0,717

6 0,621

7 0,570

8 0,524

Menurut Harris (1982), untuk menentukan kadar kalium, magnesium dan natrium di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

μ = X ± (ttabel(α/2, dk) x s/√n Keterangan : µ = interval kepercayaan

X = kadar rata-rata sampel α = tingkat kepercayaan

dk = derajat kebebasan (dk = n-1) s = simpangan baku

n = jumlah perlakuan 3.4.6.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Menurut Miller (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi (σ)

tidak diketahui dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua populasi sama (σ1 = σ2) atau berbeda (σ1 ≠ σ2) dengan menggunakan rumus:

Fo = 2 2 2 1 s s

Keterangan : Fo = Beda nilai yang dihitung s1 = simpangan baku sampel (terbesar)

s2 = simpangan baku sampel (terkecil)

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t (daftar nilai distribusi t tertera pada Lampiran 21) dengan rumus:

(X1 – X2) to =

s √1/n1 + 1/n2

Keterangan : X1 = kadar rata-rata sampel 1 n 1 = Jumlah perlakuan sampel 1 X2 = kadar rata-rata sampel 2 n 2 = Jumlah perlakuan sampel 2 s = simpangan baku

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai kritis ttabel.

Jika Fo melewati nilai kritis F, dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus: (X1 – X2)

to =

s12/n1 + s22/n2

Keterangan: X1 = kadar rata-rata sampel 1 S1 = simpangan baku sampel 1 X2 = kadar rata-rata sampel 2 S2 = simpangan baku sampel 2

n 1 = Jumlah perlakuan sampel 1 n 2 = simpangan baku sampel 2 3.4.7 Validasi Metode

3.4.7.1 Uji Perolehan Kembali

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini,

kadar logam dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Miller, 2005).

Air kelapa yang telah diketahui kadarnya dipipet sebanyak 5 ml, lalu ditambahkan larutan baku kalsium 10 µg/ml sebanyak 2,5 ml, larutan baku kalium 1000 µg/ml sebanyak 2,5 ml, larutan baku magnesium 100 µg/ml sebanyak 1,25 ml, dan larutan baku natrium 10 µg/ml sebanyak 2,5 ml kemudian dihomogenkan. Lalu tambahkan dengan HNO3(p) sebanyak 15 ml, kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi basah seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Menurut Harris (1982), perhitungan kadar analit yang ditambahkan ke dalam sampel (C*A) dapat dilihat pada Lampiran 13 sampai 16 dengan persamaan:

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

Keterangan: CF = Kadar analit dalam sampel setelah penambahan bahan baku (g/ml)

CA = Kadar analit dalam sampel sebelum penambahan bahan baku (g/ml)

C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan ke dalam sampel (g/ml).

3.4.7.2 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu

Sampel Volume tan tan A *

C  KonsentrasiLaru BakuVolumeLaru Baku

A * C Kembali Perolehan %  CFCA

metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), adapun rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah: RSD = 100% X SD Keterangan: 

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation

3.4.7.3 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi (Limit of Detection) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi (Limit of Quantitation) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Simpangan Baku ( X SY ) =

2 2  

n Yi Y

Batas deteksi (LOD) =

slope X SY x 3

Batas kuantitasi (LOQ) =

slope X SY x 10

Dokumen terkait