• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Pengertian pengecoran logam

2.4.6 Sand casting

Sand casting ialah proses pengecoran dengan cetakan tidak permanen yang menggunakan pasir sebagai material utama pembuat cetakannya. Sand casting

merupakan proses pengecoran logam yang dapat dijumpai dalam skala industri rumahan, hal ini didukung dengan persiapan dan pelaksanaan pengerjaannya yang murah dan sederhana.

Pada sand casting, proses pengerjaan diawali dengan pembuatan pola. Pola tersebut kemudian dipakai untuk membuat cetakan yang terbuat dari pasir yang disebut

pasir cetak (foundry sand). Selanjutnya, cetakan yang telah dibuat tersebut dapat dilengkapi dengan saluran – saluran logam cair seperti downsprue dan riser.

Sebuah pasir cetak harus memiliki kriteria – kriteria berikut agar dapat digunakan sebagai bahan pembuat cetakan :

a. Memiliki permeabilitas (kemampuan melalukan gas) keluar cetakan yang memadai sehingga gas tidak terperangkap didalam cetakan saat logam cair dialirkan kedalamnya. Permeabilitas didapatkan melalui uji permeabilitas terhadap pasir cetak tersebut

b. Memiliki sifat mudah dibentuk dan mampu mempertahankan bentuk tersebut

c. Memiliki kehalusan butiran yang seimbang. Jika butiran halus maka dapat menciptakan permukaan produk yang halus. Namun butiran yang terlalu halus juga menurunkan permeabilitas cetakan. Ukuran butiran didapatkan melalui uji distribusi besar butiran terhadap pasir cetak tersebut

d. Mampu dipakai kembali dan mudah didapatkan

e. Komposisi pasir dengan bahan pengikat harus sesuai takaran agar pasir tersebut tidak terlalu liat ataupun tidak terlalu mudah rusak. Komposisi ini bergantung pada metode pengecorannya : cetakan basah (metode green sand) atau cetakan kering (metode air set)

f. Memiliki ketahanan panas yang baik terhadap suhu penuangan logam cair. Ketahanan panas ini ditunjukkan oleh suhu titik penyatuan (fusion point) pada pasir tersebut, namun suhu ini dapat bernilai lebih kecil karena adanya zat pengotor yang tercampur pada pasir cetak tersebut. Titik penyatuan tiap jenis pasir berbeda – beda. Sementara, suhu – suhu penuangan beberapa logam cair yang umum dipakai adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Suhu – suhu penuangan beberapa jenis logam

Jenis Logam Cair Suhu Penuangan (oC)

Paduan ringan 650 – 750

Perunggu 1100 – 1250

Kuningan 950 – 1100

Besi tuang 1250 – 1450

Baja tuang 1500 – 1550

(Sumber : Lit. 39 Hal : 109 )

Jenis – jenis pasir yang dapat digunakan sebagai pasir cetak adalah sebagai berikut :

a. Silika (kuarsa)

Gambar 2.17 Pasir kuarsa saringan 420 mikron

Pasir silika (SiO2) dapat diperoleh di daerah pantai dan aliran sungai ataupun

dengan memecah batu kuarsa. Pasir silika hasil pemecahan batu kuarsa memiliki zat pengotor yang lebih sedikit (dengan persentase SiO2 mencapai

95 %) dibanding dengan pasir silika yang diambil dari alam. Silika murni memiliki suhu titik penyatuan (fusion point) dapat mencapai 1760 oC. Untuk

pengecoran baja diperlukan paling sedikit 98 % silika murni, sementara untuk logam non – ferrous diperlukan 94 % - 98 %. Semakin tinggi titik lebur logam cair, maka semakin besar persentase silika murni yang diperlukan. Kelebihan pasir ini adalah jumlahnya banyak dan mudah didapatkan. Sementara pasir ini memiliki kelemahan sebagai berikut : i. Ekspansi termal tinggi sehingga berpotensi menimbulkan cacat pada

ii. Konduktivitas termal rendah sehingga berpotensi menimbulkan cacat produk

iii. Pada logam – logam dasar rentan terjadi cacat b. Olivine

Gambar 2.18 Pasir olivine [18]

Merupakan gabungan antara ortosilikat besi dengan ortosilikat magnesium yang membentuk (Mg,Fe)2SiO4. Pasir ini tidak memiliki unsur silika.

Kelebihan :

i. Dapat digunakan pada produk bermaterial logam dasar ii. Konduktivitas termal dan titik penyatuan yang tinggi iii. Nilai ekspansi termal rendah

iv. Dari segi kesehatan, lebih aman dibanding silika Kelemahan :

i. Berada di lapisan bawah permukaan Bumi sehingga memerlukan penggalian untuk memperolehnya

ii. Cepat lapuk ketika berada di permukaan Bumi

c. Chromite

Pasir ini merupakan bentuk oksida dari besi dan krom yang membentuk FeCr2O4. Selain sebagai pasir cetak, chromite juga digunakan sebagai bahan

paduan untuk membuat baja tahan karat (stainless steel) dan baja pahat (tool steel)

Kelebihan :

i. Memiliki sedikit silika sehingga kelemahan – kelemahan yang dimiliki silika bernilai minimum

ii. Titik penyatuan tinggi (1850 °C) iii. Konduktivitas termal sangat tinggi

Kelemahan pasir ini adalah bernilai tinggi sehingga lebih cocok digunakan pada pembuatan baja paduan yang bernilai tinggi

d. Zircon

Gambar 2.20 Pasir zircon [29]

Pasir zircon merupakan senyawa dari 2/3 zircon oksida (Zr2O) dan 1/3 silika.

Suhu penyatuan pasir ini merupakan yang tertinggi diantara jenis – jenis pasir cetak lainnya, yakni mencapai 2600 oC. Pasir zircon memiliki kelebihan - kelebihan yang membuatnya cocok dipakai untuk mengerjakan logam – logam paduan bernilai tinggi, selain itu pasir ini juga dapat digunakan sebagai mold wash, yakni pelapis rongga cetakan yang berfungsi meningkatkan kehalusan permukaan produk

Kelebihan :

i. Dapat mencetak logam dengan suhu penuangan sangat tinggi seperti baja paduan

ii. Ekspansi termal sangat rendah iii. Konduktivitas termal sangat tinggi

Kelemahan pasir ini ialah mahal dan sulit diperoleh

e. Chamotte (grog / pasir api)

Gambar 2.21 Pasir chamotte [35]

Pasir ini juga digunakan sebagai bahan pembuatan keramik. Pembuatan chamotte dilakukan dengan proses kalkinasi (heat treatment dengan penggunaan oksigen) terhadap tanah liat merah (Al2O3-SiO2) diatas 1100 oC.

Pasir charmotte mengandung alumina dan silika masing – masing mencapai 40 % dan 30 %. Suhu penyatuannya mencapai 1750 oC. Pasir ini banyak digunakan untuk membuat produk baja berukuran besar

Kelebihan : i. Relatif murah

ii. Ekspansi termal cukup rendah

Kelemahan pasir ini adalah butirannya kasar sehingga membuat permukaan produk tidak rata

Untuk membuat pasir cetak mampu mempertahankan bentuknya atau agar tidak runtuh saat pengecoran dilakukan, harus dicampurkan bahan – bahan perekat, diantaranya :

a. Campuran air dan lempung

Tanah lempung (clay) seperti kaolinite, ilite, monmorilonite dan bentonite dapat dipakai sebagai perekat. Jika ditambah air, maka campuran pasir cetak tersebut menjadi pasta liat. Bentonite yang memiliki unsur utama monmorilonite (Al2O3.4SiO2.H2O) merupakan lempung yang banyak dipakai sebagai bahan pengikat

Gambar 2.22 Bentonite

b. Minyak

Misalnya minyak ikan, minyak biji rami dan minyak kedelai. Minyak tersebut dicampurkan ke pasir cetak sebanyak 1,5 – 3 % setelah dipanggang hingga 200 – 250 oC. Bahan pengikat ini tidak menyerap air sehingga mudah dibongkar setelah pengecoran selesai. Ketahanan campuran ini terhadap suhu tinggi tidak memadai, namun dapat diperbaiki dengan menambahkan bentonite dan tepung kanji

c. Resin

Resin dapat diperoleh secara alami ataupun sintetis. Pengikat ini dapat diperbaiki sifatnya dengan mencampurkan bahan – bahan aditif. Keuntungan lainnya ialah mampu dihancurkan dengan baik (good collapsibility) dan menghasilkan permukaan produk yang baik. Resin yang umum dipakai ialah urea formaldehid (UF), fenol formaldehid (PF) dan methylene diphenyl diisocyanate (MDI)

Gambar 2.23 Resin Fenol Formaldehid d. Sodium silikat

Merupakan perekat kekuatan tinggi yang digunakan bersama pasir silika. Keuntungannya ialah mampu dipakai pada suhu kamar dan cepat disiapkan

Untuk meningkatkan kualitas pengecoran, dapat ditambahkan zat -zat aditif. Zat – zat tersebut terbagi menurut kegunaan – kegunaan berikut :

a. Mengurangi kadar air

Memiliki takaran hingga 5 %. Bertujuan untuk meningkatkan kehalusan permukaan produk dan mencegah penetrasi logam cair kedalam pasir cetak. Zat aditif ini menciptakan lapisan gas di permukaan rongga cetakan yang mencegah logam cair melekat dengan rongga cetakan tersebut. Contoh zat ini : tepung batu bara, minyak bahan bakar dan ter

b. Sebagai pelindung terhadap suhu tinggi

Memiliki takaran hingga 3 %. Bertujuan untuk mengurangi cacat yang ditimbulkan panas tinggi seperti hot crack dan hot tear

c. Meningkatkan kekuatan pasir cetak saat kering

Aditif untuk kegunaan ini sering disebut Pengikat sereal (cereal binder). Bertakaran hingga 2 %. Contohnya ialah pati dan alkali sulfit. Zat ini juga berfungsi meningkatkan kehalusan permukaan produk dan memperbaiki sifat collapsibility pasir cetak. Namun, zat ini termasuk mahal

d. Mencegah kerusakan cetakan saat penuangan

Memiliki takaran hingga 2 %. Bubuk besi oksida dapat mencegah keretakan cetakan dan penetrasi logam cair. Namun, zat ini juga sangat mengurangi permeabilitas pasir cetak

Selain zat pengikat dan zat aditif, pasir cetak juga sering dicampur senyawa pemisah (parting compound). Fungsi senyawa pemisah ialah mempermudah pengambilan pola dari cetakan pada proses pembuatan cetakan. Zat ini, baik berupa cair maupun bubuk, diberikan ke permukaan pola sebelum pembuatan cetakan berlangsung. Contoh senyawa ini ialah grafit dan silika kering yang berwujud bubuk, sementara yang berwujud cair adalah minyak mineral dan silikon cair

Dalam sand casting, pembuatan cetakan pasir secara garis besar terdiri atas 2 metode yang dibedakan menurut ada tidaknya kandungan air : cetakan basah (green sand) dan cetakan kering (air set). Kedua jenis metode tersebut dijabarkan sebagai berikut :

a. Cetakan basah (green sand)

Metode ini menggunakan air dan lempung sebagai campuran bahan perekat. Cetakan dengan metode ini dibuat saat pasir cetaknya dalam keadaan basah dan kemudian dikeringkan sebelum penuangan dimulai. Pengeringan dapat dilakukan dengan penyemburan api terhadap rongga cetak. Proses green sand memiliki berbagai macam komposisi, namun secara umum komposisi tersebut adalah sebagai berikut :

i. Lempung : 5 % - 10 %

ii. Air : 2 % - 4 %

iii. Pasir cetak : 75 % - 85 %

Kadar air dan kadar pengikat sangat mempengaruhi sifat – sifat cetakan. Hal ini ditunjukkan melalui grafik pada Gambar 2.25 berikut :

Gambar 2.25 Grafik hubungan pengaruh kadar lempung dan kadar air [39] Berpatokan dengan salah satu kurva permeabilitas kadar lempung, peningkatan kadar air akan meningkatkan permeabilitasnya hingga mencapai titik maksimum yang ada pada kurva permeabilitas kadar lempung tersebut. Selanjutnya permeabilitas terus menurun jika kadar air semakin bertambah. Sementara itu, kadar lempung yang rendah membantu meningkatkan permeabilitas. Hal yang sama juga berlaku pada kekuatan tekan pasir cetak saat masih basah. Kekuatan tekan menunjukkan ketahanan pasir cetak terhadap gaya tekan, misalnya dari logam cair. Namun pada saat kering kekuatan tekan tersebut terus meningkat seiring dengan pertambahan kadar air dan kadar lempung. Grafik pada Gambar 2.26 di bawah menunjukkan pengaruh kadar air dengan lempung bentonit. Sama dengan grafik sebelumnya, peningkatan kadar air menyebabkan permeabilitas dan kekuatan pasir cetak saat basah terus meningkat, namun terus menurun setelah melewati maksimum. Sementara kekuatan pasir cetak saat kering terus meningkat seiring pertambahan kadar bentonit dan kadar air.

Gambar 2.26 Grafik hubungan pengaruh kadar bentonit dan kadar air [39] b. Cetakan kering (air set)

Metode ini menggunakan bahan perekat selain lempung, misalnya zat adhesif. Karena tidak mengandung lempung, maka pasir cetak tidak perlu dicampur dengan air. Terdapat 2 jenis cetakan pasir kering :

i. Cetakan kering alami, dengan menggunakan pasir sungai ii. Cetakan kering sintetis, dengan menggunakan pasir danau

Sekalipun mampu mempertahankan bentuknya, cetakan pasir tetaplah rapuh sehingga mudah rusak terutama saat pembukaan dan penutupan cetakan. Karenanya, cetakan pasir lazim ditempatkan di dalam sebuah tempat penyimpanan yang disebut

flask. Flask terbuat dari kayu dan logam. Secara umum, flask kayu lebih banyak dipakai karena ekonomis.

Flask dibuat dengan ukuran yang mampu membungkus seluruh bagian cetakan. Sama halnya dengan cetakan, flask dibagi menjadi 2 bagian yang disatukan saat pengecoran sedang dilakukan dan kemudian dibuka untuk mengeluarkan produk.

Gambar 2.27 Sekumpulan kotak flask[25]

Pembuatan cetakan pasir sangat bergantung pada pola (pattern). Sebuah pola yang kuat dapat dipakai untuk menyiapkan beberapa cetakan untuk produk yang sama.

Gambar 2.28 Pola berbahan kayu (kiri) dan produk yang dijadikan pola (kanan) Pola terbuat dari bahan yang mampu mempertahankan bentuknya seperti lilin, kayu, plastik keras dan bahkan logam. Untuk yang berbahan logam, sering dipakai komponen – komponen hasil produksi sebelumnya sebagai pola, dengan demikian sama dengan menjiplak komponen – komponen tersebut.

Pola dapat dibentuk melalui teknik produksi lainnya seperti pemesinan dan pemahatan secara manual. Setelah digunakan, pola ada yang dapat diambil kembali dan ada yang tidak dapat diambil kembali menurut sifat pengecorannya.

Pada beberapa proses pengecoran terdapat pola yang dilengkapi dengan bagian

– bagian pendukung sebuah cetakan sepeti riser, downsprue dan lain lain. Tujuannya ialah mempersingkat waktu persiapan cetakan tidak permanen.

Gambar 2.29 Skema pola yang dilengkapi dengan saluran dan riser[17]

2.4.7 Inti (core)

Untuk menciptakan rongga pada produk, digunakan inti. Inti merupakan bagian cetakan yang memiliki bentuk rongga produk. Saat penuangan, inti yang menempati daerah yang diinginkan berongga akan dikelilingi oleh logam cair yang kemudian mulai membeku. Sebelum pembekuan selesai, inti disingkirkan dari mold cavity sehingga didapatkan rongga yang sesuai bentuk inti pada produk.

Pembuatan inti biasanya dilakukan bersama dengan pembuatan pola. Namun, karena harus menyentuh logam cair yang panas saat penuangan, maka inti harus terbuat dari bahan – bahan yang tahan terhadap suhu logam cair tersebut.

Dokumen terkait