• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagaimana telah diuraikan sejauh ini, tiada keraguan bahwa dunia yang kita pikir kita tinggali dan

kenal sebagai ―dunia luar‖ dikesani di dalam otak kita. Akan tetapi, di sini muncul sebuah pertanyaan yang sangat penting. Apakah kehendak yang menangkap semua kesan ini adalah sang otak sendiri?

Ketika mengurai otak, kita melihat bahwa otak tersusun dari molekul-molekul lemak dan protein, yang juga ada pada organisme-organisme hidup lain. Sebagaimana telah diketahui, intisari protein-protein ini sebenarnya adalah atom-atom. Ini berarti di dalam sekerat daging yang kita sebut ―otak‖ kita, tak ada sesuatu untuk mengamati citra, membentuk kesadaran, atau menciptakan suatu wujud yang kita sebut

―diriku.‖

Ada godaan, yang harus dihindari, untuk mengatakan bahwa mata menghasilkan gambar-gambar di dalam otak. Sebuah gambar di dalam otak menggagaskan adanya kebutuhan akan semacam mata dalam (internal) untuk melihatnya—namun, gambar dari mata kedua akan memerlukan sebuah mata lagi untuk melihatnya.. dan seterusnya, dalam suatu pusaran tak berujung mata dan gambar. Ini tak masuk akal.412

Inilah hal yang menempatkan para materialis, yang tak memercayai apa pun sebagai benar selain

materi, ke dalam kebingungan: milik siapakah ―mata di dalam‖ yang melihat, yang menafsirkan apa yang

dilihatnya dan menanggapinya?

Karl Pribram juga memusatkan perhatian ke pertanyaan penting ini, tentang siapakah sang pengesan, di dalam dunia ilmiah dan filsafat:

Para filsuf sejak zaman Yunani telah menduga-duga tentang ―hantu‖ di dalam mesin, ―manusia kecil

di dalam manusia kecil,‖ dst. Di manakah sang saya—benda yang menggunakan otak ini? Siapakah yang melakukan pengenalan yang sebenarnya? Atau, sebagaimana pernah dikatakan St. Fransiskus dari

Assisi, ―Yang sedang kita cari adalah yang sedang mencari.‖413

Sekarang, renungkan hal ini: buku yang ada di tangan Anda, ruangan tempat Anda berada, singkatnya, semua citra di hadapan Anda terlihat di dalam otak Anda. Apakah atom-atom yang melihat semua citra ini? Atom-atom yang buta, bisu, dan tak sadar? Bagaimanakah atom-atom yang mati dan tak sadar merasakan, bagaimanakah atom-atom melihat? Mengapakah sebagian atom memperoleh sifat-sifat ini sementara sebagian lain tidak? Apakah tindakan-tindakan kita berpikir, memahami, mengingat, merasa gembira, merasa sedih, dan semua lainnya tersusun dari reaksi-reaksi elektrokimiawi di antara atom-atom ini? Tidak, otak tak bisa menjadi kehendak yang melakukan semua ini.

Dalam ruas-ruas sebelumnya, kami telah mengemukakan bahwa tubuh kita juga termasuk di dalam

kumpulan kesan yang kita sebut ―dunia luar.‖ Maka, karena otak kita bagian dari tubuh kita, ia juga bagian dari kumpulan kesan itu. Karena otak kita sendiri suatu kesan, otak tak mungkin menjadi kehendak yang menangkap kesan-kesan lainnya.

Di dalam bukunya, The ABC of Relativity (Serba-Serbi Kenisbian), Bertrand Russel memusatkan perhatian kepada masalah ini dengan mengatakan:

Tentu saja, jika materi secara umum harus diartikan sebagai sekumpulan peristiwa, ini harus juga berlaku bagi mata, syaraf penglihatan, dan otak.414

Jelaslah bahwa wujud yang melihat, mendengar, menyentuh, dan merasakan wujud yang adiwujud (supramaterial). Karena materi tidak bisa berpikir, merasa, bersenang, atau bersedih. Mustahil melakukan semua ini hanya dengan tubuh saja. Oleh karena itu, wujud ini bukan materi, bukan juga citra, namun

―hidup.‖Wujud ini bertutur kepada ―layar‖ di depannya menggunakan citra tubuh kita.

Sebuah contoh tentang mimpi akan menerangkan lebih jauh masalah ini. Bayangkanlah (sesuai dengan yang telah diuraikan sejauh ini) bahwa kita melihat mimpi di dalam otak kita. Di dalam mimpi, kita memiliki sesosok tubuh khayalan, sebelah lengan khayalan, sebiji mata khayalan, dan sebuah otak khayalan. Jika selama mimpi, kita ditanya, ―Di manakah Anda melihat?‖ kita akan menjawab, ―Saya

melihat di dalam otak saya.‖ Jika kita ditanya di manakah dan seperti apakah otak kita, kita akan memegang kepala khayalan kita pada tubuh khayalan kita dengan tangan khayalan kita dan mengatakan,

―Otak saya adalah sebongkah daging di dalam kepala saya yang bobotnya tak lebih dari satu kilo.‖

Namun, sebenarnya tidak ada otak apa pun untuk dibahas, melainkan sebuah kepala khayalan dan sebuah otak khayalan. Si pemandang citra-citra ini bukanlah otak khayalan di dalam mimpi, namun

―wujud‖ yang jauh ‖mengunggulinya.‖

Kita mengetahui bahwa tak ada perbedaan fisik antara suasana sebuah mimpi dan suasana yang kita sebut kehidupan nyata. Jadi, ketika kita disodori pertanyaan di atas di dalam suasana yang kita sebut

otak saya‖ sebagaimana di dalam contoh di atas. Pada kedua keadaan, benda yang melihat dan mengesani bukanlah otak, yang bagaimana pun cuma sebongkah daging. Menyadari fakta ini, Bergson mengatakan di dalam bukunya, Matter and Memory (Materi dan Ingatan), secara ringkas, bahwa, ―Dunia tersusun dari citra-citra, citra-citra ini hanya ada di dalam kesadaran kita; dan otak salah satu dari citra-citra itu.‖415

Maka, karena otak kita bagian dari dunia luar, harus ada kehendak yang mengesani semua citra ini.

Wujud itu adalah ―jiwa.‖

Kumpulan kesan yang kta sebut ―dunia materi‖ tak lebih dari sebuah mimpi yang diamati oleh jiwa

ini. Sama seperti tubuh yang kita miliki dan dunia materi yang kita lihat di dalam mimpi tak memiliki kenyataan, alam semesta yang kita diami dan tubuh yang kita miliki juga tak memiliki kenyataan hakiki. Filsuf terkenal Inggris David Hume mengungkapkan pemikirannya tentang fakta ini:

Di sisi saya, ketika sedalam-dalamnya memasuki yang saya sebut diri saya, selalu saya terantuk pada satu atau lain kesan tertentu, panas atau dingin, terang atau suram, cinta atau benci, duka atau suka. Kapan pun tak pernah saya dapat menangkap diri saya tanpa sebuah kesan, dan tak pernah saya dapat mengamati sesuatu selain kesan.416

Wujud yang nyata itu adalah jiwa. Materi semata-mata terdiri dari kesan yang terlihat jiwa. Wujud cerdas yang menulis dan membaca kalimat ini bukanlah sekumpulan atom dan molekul dan reaksi kimia di

antara keduanya, namun sesosok ―jiwa.‖