• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN POSITIF TERHADAP

C. Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencurian saat bencana

Ketegasan aturan mengenai mencuri, hal ini menunjukkan pengakuan Islam akan hak milik, perlindungannya, dan mengatur perpindahannya secara adil. Pencurian tidak hanya merugikan secara individual tetapi juga merugikan secara sosial masyarakat luas, sebuah bangsa, atau kemanusian itu sendiri. Bahkan secara vertikal mencuri itu juga termasuk mendholimi Allah SWT.6

Hukum Islam mengatur semua hal yang berhubungan dengan manusia, termasuk pencurian yang notabene sangat merugikan atau membahayakan manusia. Islam mengatur mengenai hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian tersebut. Pencurian sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.

Pada masa Rasulullah pencurian dihukum dengan potong tangan, baik itu pencurian yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Hal ini sebagai mana sabda Rasulullah SAW berikut ini.

“Jika seorang mencuri maka potongllah tangan kanannya, dan jika ia mencuri lagi maka potonglah kakinya, dan jika ia mencuri kembali maka

5

Suharto, Hukum Pidana Materill, Ed-2 (Jakarta : Sinar Grafika, Cet-2, 2002), h. 3.7

6 Taufik Rachman,

Kategori Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum islam, Skripsi, Semarang, 2011, h. 39.

50

potonglah tangannya, kemudian jika ia mencuri lagi maka ppotonglah

tanngannya.”7

Hukuman potong tangan, yang sering dipandang sebagai hal yang tidak manusiawi bagi yang menentangnya. Sanksi yang ditetapkan oleh Islam merupakan hal yang sangat adil, ketika seorang mencuri berarti dia siap menerima hukuman.8 Tetapi tidak semua yang mencuri dipotong tangannya, harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan Islam.

Islam juga mengenal pencurian dengan pemberatan karena dalam islam juga membagi pencurian kepada tiga hal yaitu pencurian yang hukumannya had, pencurian yang hukumannya qisas dan diyat, dan pencurian yang hukumannya

ta’zir. Dalam hukum positif dikenal dengan pencurian keci dan besar.

Pencurian yang terjadi di desa Gulon pada saat gunung meletus yang terjadi ditempat pengungisan, dalam Islam pencurian seperti ini tetap diperlakukan hukuman potong tangan apabila dia telah mencapai nisab yang di tentukan dalam Islam.

Bahkan Islam meringankan bagi pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan pada saat terjadi musibah atau pada keadaan memaksa atau darurat, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis diatas, bahwa khalifah Umar tidak menghukum pencuri, bahkan dia mengancam orang yang selalu meneriakan atau melaporkan pencurian.

Pada masa itu, keadaan penduduk sangat menyedihkan karena terjadi kekeringan atau kekurangan bahan makanan. Banyak masyarakat yang kelaparan karena tidak adanya bahan makanan.Pemberlakuan hukum potong tangan dalam

7Diriwayatkan oleh Abu Dawud, An Nasa’i, dan Al Bayha i. 8

hukum Islam tidak hanya dilakukan begitu saja, tetapi ada kadar dan unsur yang harus terpenuhi agar diberlakukannya hukuman potong tangan.

Ada berapa riwayat yang menjelaskan kadar atau batasan diberlakukannya hukuman potong tangan diantaranya :

يف قراسلا عطقي ملس هيلع ه ىلص ه ل سر اك تلاق ا نع ه يضر ةشئاع ع

دعاصفر انيد عبر

Artinya : Diriwayatkan dari Sayyidatina Aisyah ra. Katanya : Rasulullah SAW, memotong tangan seseorang yang mencuri harta yang senilai satu perempat dinar ke atas.9

Dalam Riwayat lain

اقر اس عطق ملس هيلع ه ىلص ه ل سر أ ا نع ه يضر ر ع با ع

ةش اش هت يق جم يف

مهارد

Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, katanya : Sesungguhnya Rsulullah SAW. Pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai sebannyak tiga dirham.10

Berdasarkan hadis di atas, jelas bahwa kadar dan batasan bagi pencurian, baik pencurian itu dilakukan pada keadaan biasa maupun keadaan yang tidak sewajarnya, seperti halnya pencurian pada saat bencana alam atau gunung meletus di desa Gulon.

Batasan dan kadar yang ditentukan oleh hadis diatas berlaku umum bagi semua pencurian, semua pencurian yang dilakukan telah memenuhi kadar, maka berlakulah hukuman potong tangan.

Tetapi tidak hanya sebatas kadar atau batasan dalam pencurian, ketika batasan atau kadar telah terpenuhi harus juga memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam Islam. Seorang pencuri lelaki ataupun perempuan, sedangkan

9Zainudin Ali,

Hukum pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal 64

10

52

tindakan pencurian itu dianggap lengkap oleh para fuqaha bila terdapat unsur- unsur berikut ini :

1. Harta diambil secara sembunyi 2. Ia ambil dengan maksimal jahat

3. Barang yang dicuri itu benar-benar milik sah dari orang yang hartanya dicuri itu.

4. Barang yang dicuri itu telah diambil kepemilikannya dari si empunya yang sebenarnya.

5. Barang yanng dicuri itu telah berada dalam penguasaan si pencuri. 6. Barang tersebut harus mencapai nilai nisab pencuri.11

Unsur-unsur diatas merupakan hal yang mutlak dalam pencurian, ketika tindak pidana pencurian tidak memenuhi unsur diatas maka hal itu tidak bisa dikatakan atau digolongkan dengan tindak pidana pencurian.

Setiap tindak pidana pencurian baik itu pencurian biasa ataupun pencurian pada saat bencana alam, dalam islam semua hal itu semua sama, harus memenuhi unsur dan batasan dalam pencurian. Ketika unsur dan batasan pencurian telah serta syarat dia terkena hukuman telah terpenuhi dan tidak ada unsur syubhat baru diberlakukan hukuman potong tangan terhadap pencuri.

D. Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencurian saat bencana alam dalam hukum positif

11

telah disebutkan dalam KUHP pasal 363 ayat (1) dan dijelaskan mengenai adanya pemberatan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan dengan cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, bunyi pasal telah penulis jelaskan diatas.

Dengan demikian dapat dipahami dari ketentuan dan penjelasan bunyi pasal 363 ayat (1) item 2 tersebut. Bahwa kaitannya dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi bencana alam, maka si pelaku kejahatan dapat dijerat dengan pemberatan pemidanaan dari pidana pokok yang terdapat dalam pasal 362 KUHP. Hal ini disebabkan karena ada faktor pemberat di dalam tindak pidana pencurian yang dilakukannya, yaitu pada keadaan-keadaan peristiwa tertentu yang bersifat memberatkan, seperti : Pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi kebakaran, pada waktu ada letusan, pada waktu banjir, pada saat terjadi gempa bumi atau gempa laut, letusan gunung berapi, kapal tenggelam, kapal terdampar, pada saat ada kecelakaan kereta api, pada saat terjadi huru-hara dan pada waktu terjadi pemberontakan atau bahaya perang.12

Alasan untuk memperberat pencurian ini adalah terletak pada pemikiran bahwa, dalam keadaan-keadaan atau peistiwa-peristiwa semacam ini terjadi kepanikan, kericuhan, kekacauan, dan kecemasan yang sangat memudahkan aksi pencuri, yang mana seharusnnya si pelaku pencurian memberikan pertolongan terhadap korban, bukan sebaliknya, justru menggunakan kesempatan sebagai peluang bagi dia untuk melakukan tindak pidana pencurian.

Dalam segi moral si pencuri tidak mempunyai rasa manusiawi sama sekali, karena tindak pidana itu dilakukan saat orang terkana musibah. Pelaku seharusnya

12 Moeljatno,

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Jakarta : Bumi Aksara, Cet ke- 24, 2005), h. 128

54

menolong atau meringankan beban bagi korban bencana bukan menambah beban bagi korban bencana alam sebagaimana yang terjadi di Desa Gulon.

Pencurian terjadi terhadap barang bantuan bencana alam, yang seharusnya si pelaku membantu untuk korban malahan dimanfaatkan sebagai situasi yang menguntungkan bagi si pelaku, mirisnya tindak pidana tersebut, dilakukan oleh orang yang seharusnya menyalurkan barang tersebut.

Tindak pidana pencurian ini seharusnya dapat perhatian khusus dari pemerintah, karena pencurian ini sangat meresahkan masyarakat. Pencurian seharusnya diganjar dengan hukuman yang setimpal apalagi aksi pencuri dilakukan terhadap barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk melangsungkan kehidupannya.

Kaitannya dengan hal pemidanaan, dalam surat edaran Mahkamah Agung No.1 tahun 2000 telah menyatakan bahwa, pemidanaan agar setimpal dengan berat dan sifat kejahatannya. Dalam era reformasi yang melanda negara kita ini, telah membawa dampak yang sangat luas, disegala aspek kehidupan bernegara. Terutama dibidang ekonomi mengakibatkan kecendrungan meningkatnya kwantitas dan kwalitas tindak pidana yang memerlukan penangganan serta kebijakan pemidanaan secara khusus.13

Setiap tindak pidana yang merugikan atau membahayakan orang lain termasuk pencurian ketika bencana alam, seharusnya pengadilan menjatuhkan pidana yang setimpal dengan tindak pidana yang dilakukannya. Mahkamah Agung mengharapkan kiranya para hakim mampu berperan sebagai katalisator

13 Taufik Rachman,

Kategori Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum islam, Skripsi, Semarang, 2011, h. 51.

kesenjangan antara hukum positif dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat.

Disamping itu, dalam pasal 134 point (f) rancangan kitab Undang-undang hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2008 disebutkan bahwa, faktor-faktor yang memperberat pidana adalah tindak pidana yang dilakukan pada waktu terjadi huru-hara atau bencana alam.14Dari penjesan pasal 134 point (f) dapat dipahami bahwa, pencurian yang terjadi di desa Gulon akibat gunung meletus di tempat pengungsian termasuk pemberatan pidana atau pencurian yang diperberat.

Pencurian yang dilakukan saat terjadi bencana alam, dihukum dengan hukum penjara 7 tahun. Jika pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih serta masuk kedalam tempat melakukan kejahatan atau sampai mengambil barangnya maka hukumannya diperberat menjadi sembilan tahun penjara.

Tetapi beda halnya dengan putusan yang ditetapkan oleh pengadilan negeri Mungkid yang hanya menjatuhkan hukuman kepada pelaku selama 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari. Tetapi hakim dalam perkara ini mempertimbangkan dengan segala aspek yang terdapat dalam diri pelaku atau terdakwa. Sebelum hakim menjatuhakan hukuman terhadap pelaku, hakim tetap mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntun Umum bahwa dakwaan yang paling mendekati atau paling cocok dengan fakta , maka dengan itu majelis hakim akan mempertimbangkan dakwaan kesatu primair terlebih dahulu yaitu pasal 363 ayat 1 ke-2 dan ke-3 KUHP dengan unsur-unsur adalah sebagai berikut :

14

56

Unsur barang siapa

Unsur barang siapa disini ialah setiap orang tanpa kecuali merupakan subyek hukum serta dapat dipertanggungjawabkan semua perbuatannya. Pelaku disini atau pelaku tindak pidana pencurian dalam keadaan sehat dan dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim maupun Penuntut Umum, maka dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa telah memenuhi kriteria tersebut. Majelis Hakim memutuskan bahwasanya Unsur barang siapa disini telah terpenuhi.

Unsur mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain

Dalam unsur ini ada kata mengambil, yang dimaksud dengan unsur ini adalah melakukan suatu perbuatan yang berupa memindahkan suatu benda/barang dari tempat pemiliknya, kekuasaan diri sendiri atau orang lain selain pemiliknya.

Sedangkan pengertian barang disini dalam pengertiannya tidak lagi menganut pengertian sebagaimana yang dijelaskan MvT sebagai benda yang bergerak dan berwujud, akan tetapi pada benda yang bernilai ekonomis, estetika, historis, dan lain sebagainya (bisa berwujud dan tidak berwujud).

Dalam unsur ini juga ada kata, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain tersebut merupakan milik orang lan atau bisa juga tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan sebagian lain adalah milik pelaku sendiri. Berdasarkan yang dijelaskan oleh para sanksi bahwa barang

yang dicuri adalah barang bantuan yang diperuntukan untuk pengungsi desa Gulon. Bahwa dengan demikian unsur ini telah terpenuhi.

Unsur dengan maksud akan memiliki barang tersebut dengan melawan hak

Hal yang dimaksud dengan unsur ini adalah pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimillikinya secara melawan hak. Berdasarkan keterangan saksi bahwa perbuatan terdakwa mengambil barang Logistic tersebut dilakukan karena terdakwa hendak memberikannya kepada orang lain yang bukan pengungsi.

Pengambilan barang tersebut berada dibawah kekuasaan terdakwa karena disimpan di rumah dan di mobil terdakwa, dalam hal ini terdakwa tidak bisa membuktikan. Apakah memang benar barang-barang tersebut memang bukan untuk dipakai sendiri, sehingga menurut majelis Hakim perbuatan terdakwa telah mempunya maksud, denagan hal demikian unsur ini telah terpenuhi.

Unsur dilakukan pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang

Unsur ini bersifat alternatif, jadi apabila salah satu kalusul dalam unsur ini terbukti maka dianggap keseluruhan unsur ini telah terbukti. Berdasarkan keterangan saksi bahwa pelaku melakukan akinya ketika terjadi gunung meletus di desa Gulon. Para korban bencana alam ditempatkan di kantor balai desa, yang

58

dijadikan sebagai tempat pengungsian, sehingga dengan demikan unsur ini telah terpenuhi.

Unsur dilakukan pada waktu malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau dikehendaki oleh yang berhak

Berdasarkan keterangan saksi bahwasanya terdakwa melakukan aksinya pada amalam hari sekitar pukul 23.00 WIB, dan kejadian dilakukan dalam sebuah gudang yang tertutup, namun dalam hal mengenai keberadaan terdakwa di lokasi memang dikehendaki karena pelaku adalah petugas disana. Dalam hal ini hakim menetapkan bahwasanya unsur ini tidak terpenuhi.

Tetapi menurut pengamat penulis, semua unsur ini terpenuhi terutama unsur yang terakhir ini yang menjadi titik fokus penulis. Unsur terakhir ini cukup menjadi perdebatan yang panjang dan sudut pandang yang banyak. Kalau kita amati sesama unsur ini merupakan satu kesatuan jika satu unsur telah terpenuhi diantara dua pilihan, berarti unsur ini terpenuhi.

Putusan pengadilan Negeri Mungkid pelaku dikenakan dakwaan kesatu Subsidair, menurut penulis ini merupakan sesuatu yang sesuai dengan hukum yang sudah ada. Hukuman yang dikenakan kepada pelaku yaitu hukuman tujuh (7) tahun penjara bahkan sembilan tahun (9) penjara, tetapi pelaku hanya dikenakan hukuman selama empat (4) bulan dan tujuh (7) hari. Hal ini bukan sesuatu hukuman yang berat bagi pelaku kejahatan pencurian pada saat bencana alam, serta bukan hukum yang dapat memberi pelajaran bagi pelaku, karena sesungguhnya nilai yang terkandung dalam saknsi pidana ini adalah efek jera.

Tetap hakim dalam menetapkan hukuman tersebut dengan berbagai pertimbangan, diantaranya, terdakwa bersikap sopan di persidangan, berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, terdakwa belum menikmati hasilnya, terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga.

Seharusnya tindak pidana tersebut dihukum dengan hukuman 7 (tujuh) atau 9 (sembilan) tahun penjara. Hakim dalam menetapkan hukuman tersebut melihat hal yang meringankan atau keadaan ketika pelaku melakukan pencurian. Pelaku dalam melakukan aksinya beralasan bahwa barang tersebut tidak hanya diperuntukkan untuk dirinya tapi untuk warga yang ada disekitar rumahnya, tetapi bukan target atau sasaran dari bantuan bencana alam yang diperuntukkan untuk Desa Gulon.

Pelaku juga merupakan aparatur desa, yang berarti termasuk orang yang bertanggung jawab atas barang bantuan. Hal ini menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan hukuman dengan 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari. Hal ini merupakan ijtihad hakim dalam menetapkan suatu hukuman bagi pencuri pada saat bencana alam.

60 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian pembahasan diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pencurian pada saat bencana alam tergolong kepada pencurian dengan pemberatan, karena tindak pidana yang dilakukannya pada saat yang tidak wajar dan tidak semestinya. Dalam KUHP dijelaskan melalui paparan yang penulis sajikan diatas bahwa di dalam pasal 363 (1) ke 2 menyatakan bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun yaitu pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang. Hal ini sangat jelas bahwasanya hukuman bagi pencuri pada saat bencana alam menurut hukum positif yaitu dipenjara selama 7 tahun. Tetapi ada kondisi tertentu pelaku tidak dihukum dengan hukuman maksimal yang di jelaskan pasal 363 (1) ke 2 tersebut. Hakim boleh berijtihad dalam menetukan hukuman dengan melihat keadaan atau kondisi yang terjadi.

Sedangkan dalam Islam, telah secara tegas dijelaskan bahwasanya pencurian itu harus dipotong tangan sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al- Maidah ayat 38 bahwasanya pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah tangan keduanya. Dalam Islam juga dijelaskan mengenai hukuman bagi pencuri

dengan pemberatan. Ketika seorang yang mencuri dan semua unsur telah terpenuhi maka berlakulah hukuman had bagi pencuri.

Islam memandang bahwasanya pencurian yang dilakukan pada saat bencana alam tetap termasuk kepada pencurian biasa, karena ketika pencurian yang dilakukannya tidak menyebabkan korban lebih banyak, tapi ketika menyebabkan korban lebih banyak maka berlakulah hukuman dengan pemberatan dalam Islam. 2. Menurut paparan sebelumnya penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi pencurian pada saat bencana alam yaitu adanya niat dari pelaku untuk melakukan niat jahatnya pada saat bencana alam, adanya kesempatan untuk mengambil barang dari tempat penyimpanannya, dan keadaan yang memaksa untuk melakukan tindak pidana pencurian. Faktor inilah yang paling berpegaruh terhadap tindakan yang dilakukan oleh pencuri pada saat bencana alam.

Ada dua hal yang mendasar yang penulis bahas di skripsi ini yaitu bagaimana hukuman bagi pencuri pada saat bencana alam dan faktor yang mempengaruhi pencurian pada saat bencana alam, yang penulis fokuskan atau analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Mungkid yang telah penulis paparkan dan simpulkan di atas.

B. Saran

1. Pemerintah sebagai aspirasi rakyat seharusnya, lebih memperhatikan kebutuhan rakyatnya terutama lapangan kerja, supaya tidak banyak lagi terjadi pencurian di Indonesia.

62

2. Penegak hukum di Indonesia harus memberantas kejahatan tanpa tebang pilih dan menegakkan hukum sesuai aturan yang berlaku. Supaya pencurian pada saat bencana alam tidak terjadi lagi. Pencurian pada saat bencana alam seharusnya mendapat perhatian khusus dari penegak hukum di Indonesia. 3. Hakim sebagai pemutus perkara atau sebagai penentu nasib seseorang untuk

di hukum, seharusnya lebih jeli dan adil dalam menetapkan keputusan yang diambil dalam sebuh perkara.

C. Penutup

Alhamdulillahi Robbil Alamin, rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufiq, petunjuk, dan kemuurahan-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir studinya.

Penulis menyadari bahwa dalam hasil karya yang sederhana ini masih banyak kekuranngan dan kekeliruan, baik dalam penyusunan, penulisannya, maupun dalam analisisnya, maka penulis mengharapkan saran dan kritik demi terciptanya karya ini lebih sempurna.

Teriring doa yang tiada henti, akhirnya penulis mengucapkan rasa syukur dan terima ksih kepada Allah SWT, kedua orang tua dan keluarga, Bapak-bapak pemimpin fakultas, pembimbing, Bapak Ibu Dosen, Sahabat-sahabat, Teman- teman seperjuangan, dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga hasil karya ini dapat menjadi manfaat bagi penulis sendiri, dan semua pihak. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya bagi kita semua, Amin ya Rabbal Alamin.

DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rahman, L. Doi, Ph. D, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 1992.

Al Faruk, Asadullah, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta, Gahlia Indonesia, 2009.

Ahmad, beni Saebania, Metode Penelitian Hukum, bandung, Pustaka Setia, 2008.

Ali, Zainudin, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2007.

A.Keraf, Sonny, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta, PT Kompas Media Nusantara, 2010.

Az Zuhaili, Waahbah, Fiqh Islam Adilatuhu, Jakarta, Gema Insani dan Darul Fikri, 2007.

Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Jakarta, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, 1977.

Djazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persabda, 1996. Efendy, Marwan ,Hukum Pidana, Jakarta, Referensi, 2011.

Elina, Lily Sitorus, Pembuktian Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Skripsi, Depok, 2002.

Ferasari, Virsa, Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan Pada Saat Bencana Alam Ditinjau dari Sudut Pandang Kriminologi, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2014.

Halim, Ridwan, Tindak Pidana Pendidikan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1996.

Hamzah, Andi, Terminologi hukum pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2008. Hasan, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1993.

Irfan, Nurul dan Masyorafah, Jinayah,Jakarta, Amazah, 2013.

Kamil, Syaikh Muhammad Uwaidah, al-jami’ fii fighi an-nisa’, terj. Fiqh Wanita, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Lamintang, delik-delik Khusus, Bandung, Sinar Baru, 1998.

Maramis, Frans, Hukum Pidana umum dan tertulis di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2012.

64

Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta, CV Indhill, 2008.

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta,Bumi Aksara, 1996.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2002.

M, Dikdik Arief Mansur, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Novitaningtyas, Indri, “ Keterkaitan kemampuan masyarakat dan bentuk

mitigasi banjir di kawasan pemukiman kumuh” ,Skripsi , semarang, 2006

Nugrahanto, Ardi, Tinjauan Yuridis Tentang Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan di Wilayah Surabaya, Skripsi, Surabaya, 2010.

Pangaribuan, David, pencurian pada saat bencana alam ditinjau dari sudut kriminologi, Skripsi, Medan, 2011.

Qadir, Abdul Audah, Al- Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami, jilid 2, h. 518

Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bogor, PT Kharisma Ilmu, 2011, h. 163

Rachman, Taufik, Kategori Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum islam, Skripsi, Semarang, 2011.

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2008.

Rinjani, Sri Arifin, Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan, Skripsi, Medan, 2013.

Santoso, Topo, dan Achjan, Eva Zulfa, Kriminologi, Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada.

Sianturi, asas-asas hukum pidana Indonesia dan penerapannya, Jakarta, Alumni Ahaem, 1989.

Soejono dan Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, jakarta, Rineka Cipta, 1999.

Suharto, Hukum Pidana Materill, Ed-2, Jakarta : Sinar Grafika, Cet-2, 2002. Sukandarrumidi, bencana alam dan bencana anthropegene, Yogyakarta,

Dokumen terkait